Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejarah geologi serta potensi
geologi pada daerah pemetaan baik yang bersifat positif maupun negative
berdasarkan data geologi yang sudah diperoleh dari pemetaan.
2
Gambar 1.2 Peta Topografi Daerah Penelitian
3
persiapan alat dan bahan untuk pemetaan serta menentukan base camp. Alat
dan bahan yang harus dipersiapkan antara lain buku lapangan, kompas geologi,
peta dasar topografi, HCL, palu geologi, GPS, lup, Komprator batuan, plastic
sampel, dan lainnya.
b. Tahap Penelitian Lapangan
Hal – hal yang dilakukan dalam penelitian lapangan merupakan
pengambilan data lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncakan
sebelumnya. Pada tahapan lapangan ini seluruh perlengkapan yang di butuhkan
pada lapangan harus dibawa terutama peta topografi, kompas geologi, palu
geologi, lup, dan buku catatan lapangan. Data – data lapangan yang di ambil
yaitu meliputi plotting lokasi penelitian, pengambilan contoh batuan atau
sampel yang akan dilakukan penelitian lanjut atau dianalisis di laboratorium dan
pengambilan data geologi seperti pengukuran strike dan dip perlapisan,
pengukuran data struktur, pencatatan buku lapangan dan pengambilan foto,
pengamatan geomorflogi dan pembuatan penampang tektonik. Tahapan ini
sangat penting untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menguji
hipotesis dan interpretasi yang dilakukan pada tahap sebelumnya.
c. Tahap Penelitian Laboratorium
Tahap analisis laboratorium meliputi : Analisis petrografi untuk mengetahui
secara lebih rinci tekstur dan mineralogi batuan guna mendukung dalam
interpretasi karakteristik batuan dan Analisis Fossil guna mengetahui umur dan
batas lingkungan pengedapan dari satuan batuan yang ada.
d. Tahap Penyusunan Laporan
Penulisan laporan merupakan langkah akhir penelitian geologi Desa
Sindangbarang dan Sekitarnya sebagai suatu media untuk memaparkan segala
penafsiran daerah pemetaan dan menggabungkan hasil – hasil penelitian
lapangan. Tahapan ini dilakukan setelah semua tahapan analisa dilakukan,
dalam melakukan penulisan laporan harus dengan konsultasi kepada dosen
4
pembimbing terkait agar mendapatkan hasil yang baik. Konsultasi ini meliputi
masalah teknis penelitian sampai masalah penulisan hasil penelitian.
I.5 Tinjauan Pustaka
Kondisi geologi daerah penelitian ini telah dipelajari oleh para peneliti
terutama dalam aspek tatanan stratigrafi dan tektoniknya, antara lain, oleh Van
Bemmelen (1949) dalam “The Geology of Indonesia” yang membahas kondisi
geologi secara umum, dan membagi zona fisiografi Jawa Tengah menjadi enam
zona fisiografi. Lalu oleh Kastowo dan N. Suwarna (1996) yang membuat Peta
Geologi Lembar Majenang dengan skala 1:100.000 yang memperlihatkan kondisi
struktur dan stratigrafi yang kompleks. Dan yang terakhir oleh Khansa Tri
Saraswati (2015) yang melakukan pemetaan geologi pada daerah Cidacap dan
Sekitarnya, Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.
Menyimpulkan bahwa daerah pemetaan memiliki tiga satuan geomorfologi, yaitu
satuan geomorfologi Dataran bergelombang Denudasional, satuan geomorfologi
perbukitan bergelombang miring struktural, dan satuan geomorfologi perbukitan
tersayat tajam sktural.
5
BAB II
GEOMORFOLOGI
Gambar 2.1 Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura
(modifikasi dari van Bemmelen, 1949).
6
G. Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan batas
antara keduanya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang, persis
di sebelah barat G. Slamet, sedangkan ke arah timur membentuk Zona
Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di selatan Dataran Aluvial
Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dan
terintrusi. Zona Kendeng meliputi daerah yang terbatas antara Gunung
Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi dengan singkapan batuan tertua
berumur Oligosen-Miosen bawah yang diwakili oleh Formasi Pelang.
d. Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hingga selatan.
Sebagian merupakan dataran pantai dengan lebar 10-25 km. Morfologi pantai
ini cukup kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur yang
relatif lebih terjal.
e. Pegunungan Selatan Jawa memanjang di sepanjang pantai selatan Jawa
membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zona ini
terputus oleh Depresi Jawa Tengah.
f. Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah
yang membentuk kubah dan punggungan. Di bagian barat dari Pegunungan
Serayu Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh bentuk
antiklonorium yang berakhir di timur pada suatu singkapan batuan tertua
terbesar di Pulau Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.
7
parameter tertentu. Sedangkan untuk menentukan bentang alam secara genetik,
menggunakan klasifikasi Verstapen dan Van Zuidam (1968, 1975) dan Klasifikasi
Verstapen (1983), serta untuk menentukan stadia daerah atau stadia sungai
digunakan klasifikasi yang disusun oleh Lobeck (1939).
8
udara, maupun citra satelit, ataupun dari pengamatan morfologi langsung di
lapangan untuk meginterpretasikan kondisi geologi daerah penelitian. Maka daerah
penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi yaitu:
9
2.3 Genetik dan Pola Aliran Sungai daerah Pemetaan
Pola aliran sungai pada suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain kontrol struktur, jenis dan variasi kekerasan batuan, landai lereng asal, sejarah
geologi, dan sejarah geomorfologi daerah tersebut, menurut Thornburry (1969).
Dari pengamatan lapangan dan analisa peta topografi skala 1:12.500, pola aliran
sungai pada daerah penelitian termasuk dalam pola aliran sungai Parallel mengacu
kepada klasifikasi (Howard, 1967). Pada daerah yang memiliki pola lairan parallel
terbentuk akibat kondisi daerah yang dikontrol oleh struktur geologi, terutama
berupa lipatan.
10
Gambar 2.4 Pola Aliran Sungai Daerah Pemetaan
11
Gambar 2.4 Klasifikasi Howard (1967)
Secara genetik maka aliran sungai pada daerah pemetaan dapat dibagi menjadi tiga
jenis sungai (Lobeck,1989) yang implikasinya menunjukan tingkat erosi sedang
sampai kuat, antara lain;
12
Tabel 2.3 Klasifikasi Nugroho (2000)
Stadia Sungai
Parameter
Muda Dewasa Tua
Kecepatan
Tinggi Sedang Rendah
Aliran
Turbulance-
Jenis Aliran air Turbulance Laminer
Laminer
Vertikal-
Jenis Erosi Vertikal Horizontal
Horisontal
Bentuk
“V” “V” sampai “U” “U”sampai datar
Penampang
13
Gambar 2.5 Bentuk Sungai dengan Penampang “U” pada LP 45
14
BAB IV
STRUKTUR GEOLOGI
15
dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di
daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang
lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola
Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir
hingga Oligosen Akhir.
4.1.3 Pola Jawa
Pada pola ini, menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh
pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010). Data
seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif
hingga sekarang.
Pola umum perlipatan dan patahan di Pulau Jawa diinterpretasikan dari data permukaan
oleh Situmorang, dkk (1976), menunjukkan pola struktur Pulau Jawa dengan arah barat laut -
16
tenggara dan timur laut - barat daya, serta memiliki arah barat laut - tenggara di Jawa Tengah
bagian tengah.
Gambar 4.2 Peta pola perlipatan pada Pulau Jawa dan Madura menurut
Situmorang,dkk (1976)
Gambar 4.3 Peta arah umum sistem sesar mendatar pada Pulau Jawa dan Madura menurut
Situmorang, dkk (1976)
17
Untuk daerah penelitian termsuk kedalam tektonik Jawa Tengah bagian selatan
(Gambar 4.4), dimana pola struktur Pulau Jawa dengan arah dominannya yaitu timur laut -
barat daya (Situmorang, dkk, 1976), sementara untuk pola sesarnya termasuk kedalam Pola
Jawa yang berarah timur – barat (Pulonggono dan Martodjojo, 1994).
Gambar 4.4 Tektonik Jawa Tengah bagian selatan (Sujanto & Roskamil, 1975)
18
4.2.1 Struktur Sesar Menganan Sindangbarang
Indikasi adanya struktur yang memotong daerah Sindangbarang, diperkirakan
karena banyak ditemukannya kekar – kekar didaerah tersebut. Selain itu diperkirakan
juga berdasarkan kekacauan pola strike dan dip yang berada didaerah tersebut.
Gambar 4.5 Stereonet Sesar Menganan Sindangbarang dan Klasifikasi Rickard (1972)
Berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972), Sesar Menganan yang memiliki nilai rake
empat merupakan sesar menganan berupa Right Slip.
19
Gambar 4.6 Singkapan LP 37 dengan Kenampakan Kekar pada batulempung
perselinan Batupasir
20
Gambar 4.8 Singkapan LP 20 dengan Kenampakan kekar pada batupasir
21
BAB V
SEJARAH GEOLOGI
Berdasarkan hasil Analisa data dari aspek geomorfolofi, statigrafi serta struktur
geologi, maka sejarah geologi dari daerah penelitian ini dapat diinterpretasikan. Mulai dari
sejarah lingkungan pengendapan sampai sejarah struktur yang mengontrol daerah penelitian
ini. Seperti pada pernyataan “The Present is The Key to The Past”, dari data yang ada pada
masa kini dapat dilakukan bentukan atau sejarah geologi representatif dari masa lalu di daerah
pemetaan ini. Penjelasan sejarah geologi akan menjelaskan sejarah dari lingkungan
pengendapan, mekanisme dari sedimentasi, serta kontrol dari struktur yang mempengaruhi
daerah pemetaan.Dari Analisa statigrafi, sejarah lingkungan pengendapan daerah pemetaan ini
dimulai pada kala Miosen tengah sampai Pliosen.
Fase pertama merupakan fase pengendapan yang dimulai dari Kala Miosen Akhir (N15
– N17) yang berada di lingkungan pengendapan Shelf Tengah, dimana diendapkan satuan
batulempung perselingan batupasir yang sebanding dengan formasi halang.
Fase kedua merupakan fase pengendapan batupasir karbonatan pada Kala Pliosen (N19
– N20), terendapkan pada lingkungan pengendapan Shelf luar yang sebanding dengan Formasi
Tapak.
. Setelah pengendapan Satuan Batupasir Karbonatan, terjadi pengangkatan tektonik
yang disebabkan oleh gaya kompresi pada daerah pemetaan dengan arah gaya timur laut – barat
daya. Tektonik kompresi ini menyebabkan terbentuknya struktur-struktur geologi pada daerah
pemetaan yaitu Antiklin Pangawaren dan Sinklin Gunungtelu, serta Sesar menganan
Sindangbarang.
Pengangkatan ini menyebabkan satuan-satuan yang terendapkan sangat rentan terhadap
pelapukan dan proses erosi lainnya. Proses erosi yang berada pada laut dan darat menyebabkan
terlapuk dan tererosikannya daerah ini seperti keadaan daerah pemetaan geologi saat ini.
22
BAB VI
EVALUASI GEOLOGI
23
Gambar 6.1 Peta Evaluasi
24
6.2.1 Bahan Galian Batupasir
Batupasir pada daerah Burian, Sindangbarang, Tlaga dan Sekitaranya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan rumah, pondasi jalan, serta material bangunan
lainnya. Batupasir ini juga dipakai untuk bahan urugan. Salah satu lokasi pengamatan
yaitu lokasi pengamatan satu memiliki singkpan batupasir yang dapat dimanfaatkan.
Cakupan luas dari singkapan ini mencakup panjang dua belas meter dan tinggi tiga
meter, sehingga singkapan ini termasuk suatu potensi bahan galian yang dapat
bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
25
Gambar 6.3 Sumur Mata Air
6.2.3 Persawahan
Pada Daerah Pangawaren, dan Banjarwaru, umumnya memiliki elevasi yang
rendah dan tersusun oleh litologi Lempung. Hal ini merupakan suatu keuntungan untuk
dijadikan daerah persawahan dikarenakan, daerah persawahan harus dekat dengan
sumber pengairan dan memiliki tanah yang mampu menyangga air agar padi tetap
tergenangi oleh air. Oleh karena itu, daerah Pangawaren dan Banjarwaru cocok untuk
dijadikan persawahan.
26
6.3 Potensi Bencana Pada Daerah Pemetaan
Bencana alam dapat terjadi dikarenakan faktor cuaca, gelogi, dan ulah manusia itu
sendiri. Faktor geologi yang berpengaruh diantaranya adalah litologi penyusun, morfologi
berupa kemiringan lereng, dan struktur yang bekerja di suatu daerah. Berdasarkan Analisa
terhadap parameter tersebut, penulis menemukan adanya potensi bencana yaitu :
6.3.1 Gerakan Tanah
Daerah pemetaan di dominasi dengan aspek geomorfologi berbukit bergelombang serta
litologinya yang berupa batupasir dan batulempung memungkinkan terjadinya bahaya gerakan
tanah atau yang biasa disebut longsor. Pada daerah pemetaan sebelah barat terdapat daerah
rawan bencana geologi yaitu pada daerah Cijanggot. Kenampakan gejala gerakan tanah pada
daerah pemetaan dapat diamati Karena adanya soil creep dan retakan-retakan yang terbentuk,
dan juga daerah ini tidak tertutupi oleh vegetasi sehingga berpotensi terjadi gerakan tanah.
27
KESIMPULAN
Dari hasil pepemetaan di daerah Desa Sindangbarang, Kecamatan Karangpucung,
Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tegah, Maka dapat disimpulkan bahwa
1. Satuan Batuan dari daerah Pemetaan secara stratigrafi
a. Satuan Batulempung perselingan Batupasir
b. Satuan Batupasir K
2. Satuan Geomorfologi berdasarkan Van Zuidam (1983) daerah pemetaan terbagi
atas
a. Satuan Geomorfologi Berbukit Bergelombang Struktural
b. Satuan Geomorfologi Berbukit Terjal Struktural
3. Struktur yang mempengaruhi darah pengamatan
a. Antiklin Pangawaren
b. Sinklin Gunungtelu
c. Sesar Menganan Sindangbarang
4. Potensi dari daerah penelitian
a. Daerah Persawahan
b. Tambang Batupasir
c. Mata Air
d. Gerakan Tanah
28