Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

DERAJAT KEASAMAN LARUTAN DALAM TUBUH

Disusun Oleh :
1. Ferly S. Pongoliu
2. Zulkifli Kumay
3. Cici Aprilia Mahmud
4. Nur Ainun Thalib
5. Sitty Nadia Suleman
6. Melinda H. Dukalang
7. Ririn Fajriaty
8. Widyawati
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi,Wabarakatu…..
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah
mememberikan nikmat, rahmat, karunia dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah derajat keasaman
larutan dalam tubuh (pH).
Makalah ini merupakan bentuk pembelajaran kelompok atau
individu atas mata kuliah ilmu dasar keperawatan program studi
S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Gorontalo .
Adapun dalam penyusunan makalah ini, kami bisa
memahami dan mengerti tentang derajat keasaman larutan dalam
tubuh (pH).
Demikian atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih
Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraktu….

Gorontalo,26 Oktober 2019


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
BAB II. ISI ………………………………............................................................
2.1 Asam …......................................................................................
2.2 Basa ..........................................................................................
2.3 Keseimbangan Asam dan Basa .....................................................
2.4 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa ...................................
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa............
2.6 Gangguan Keseimbangan Asam Basa............................................
BAB III PENUTUP .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 4, Desember 2017: 241 – 248
Karies gigi masih merupakan masalah utama di Indonesia, dimana hampir
90% dari jumlah penduduk bermasalah dengan kesehatan gigi dan
mulutnya. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T (indeks
untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal karies gigi
permanen) Indonesia sebesar 4,6 meliputi komponen D-T 1,6, komponen
M-T 2,9 dan komponen F-T 0,08. Ini berarti rerata jumlah kerusakan gigi
per orang (tingkat keparahan gigi per orang) adalah 4,6 gigi, meliputi 1,6
gigi yang berlubang, 2,9 gigi yang dicabut dan 0,08 gigi yang ditumpat, hal
ini menurut WHO masih tinggi.1 Adapun klasifikasi tingkat keparahan
karies gigi menurut WHO pada usia 12 tahun atau lebih, dikategorikan
menjadi lima katagori, yaitu tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai
DMF-T sebesar 0,0 –1,0. Kemudian tingkat keparahan rendah dengan nilai
DMF-T sebesar 1,2 -2,6. Tingkat keparahan sedang dengan nilai DMF-T
sebesar 2,7 – 4,4, tingkat keparahan tinggi dengan nilai DMF-T sebesar
4,5 – 6,5, serta tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai DMF-T
sebesar >6,6.2 Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh demineralisasi email dan dentin yang erat hubungannya dengan
konsumsi makanan yang kariogenik. Terjadinya karies gigi akibat peran
dari bakteri penyebab karies yang terdapat pada golongan Streptokokus
mulut yang secara kolektif disebut Streptokokus mutans.3 Karies gigi
merupakan proses multifaktor yang terjadi melalui interaksi antara gigi dan
saliva sebagai host, bakteri di dalam rongga mulut, serta makanan yang
mudah difermentasikan. Diantara berbagai faktor tersebut, saliva menjadi
salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap keparahan
karies gigi.4 Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva
selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam
rongga mulut. Derajat Keasaman (pH) saliva merupakan salah satu faktor
penting yang berperan dalam karies gigi, kelainan periodontal, dan
penyakit lain di rongga mulut.4,5 Kadar derajat keasaman (pH) saliva yang
normal di dalam mulut berada di angka 7 dan bila nilai pH saliva jatuh ≤ 5,5
berarti keadaannya sudah sangat kritis.6 Nilai pH saliva berbanding
terbalik, di mana makin rendah nilai pH makin banyak asam dalam larutan,
sebaliknya makin meningkatnya nilai pH berarti bertambahnya basa dalam
larutan. Pada pH 7, tidak ada keasaman atau kebasaan larutan, dan ini
disebut netral. Pertumbuhan bakteri terjadi pada pH saliva yang optimum
berkisar 6,5-7,5 dan bila rongga mulut pH saliva nya rendah (4,5-5,5) akan
memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus
mutans dan Lactobacillus.7,8 Derajat keasaman (pH) saliva merupakan
bagian yang penting dalam meningkatkan integritas gigi karena dapat
meningkatkan terjadinya remineralisasi, dimana penurunan pH saliva dapat
menyebabkan demineralisasi gigi.9 Adanya proses remineralisasi yang
akan menurunkan kemungkinan terjadinya karies.10 Remineralisasi adalah
suatu proses dimana permukaan gigi akan memperoleh mineral
kembali.Penyakit karies gigi pada anak balita diperkirakan prevalensinya
cukup tinggi (±50%), dimana pada tingkat keparahan yang cukup tinggi
dapat mengganggu sistem pengunyahan.11 Menurut WHO, tingkat
keparahan karies gigi yang cukup tinggi bila indeks karies gigi (def-t) nya >
4,5 artinya pada setiap anak balita terdapat kerusakan gigi sebanyak 5
buah gigi. Penelitian di Amerika Serikat, didapatkan prevalensi Early
Childhood Caries (ECC) atau karies dini pada anak usia 3-5 tahun sebesar
90%.12 Karies gigi lebih sering dijumpai pada anak-anak dari keluarga
dengan tingkat sosial ekonomi rendah, ibu atau bapak tunggal, atau orang
tua dengan tingkat pendidikan rendah. Pada tahun 2009, Thaverud13
melaporkan bahwa prevalensi karies gigi pada anak sangat bervariasi
berdasarkan golongan umur yaitu usia 1 tahun sebesar 5%, usia 2 tahun
10%, usia 3 tahun 10%, usia 4 tahun 55%, dan usia 5 tahun sebesar 75%.
Dengan demikian golongan umur balita merupakan golongan rawan
terjadinya karies gigi. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas
2013)1 menunjukkan bahwa proporsi masalah gigi dan mulut pada
kelompok umur 1-4 tahun mencapai 10,4% dan yang menerima perawatan
25,8%. Hingga saat ini prevalensi dan keparahan karies pada anak usia
bawah lima tahun di beberapa negara di dunia masih cukup tinggi dan
cenderung meningkat. Penelitian yang dilakukan Schroth R.14 tahun 2010
di Canada, diketahui prevalensi ECC/Early Childhood Caries (karies dini
pada anak) pada anak usia di bawah 72 bulan (6 tahun) adalah 53%. Hasil
penelitian di Sleman tahun 2005 diperoleh angka karies gigi pada anak
prasekolah (anak usia 4-6 tahun) 75%.11 Hasil penelitian yang dilakukan di
India pada tahun 2014 pada anak anak usia prasekolah diperoleh
prevalensi karies gigi 32 %.15 Bila karies gigi terjadi pada anak-anak,
maka dapat menyebabkan gangguan atau kesulitan dalam pengunyahan
sehingga asupan gizi berkurang, kemudian diikuti dengan berat badan
menurun dan pada akhirnya tumbuh kembang anak menjadi kurang
optimal.16Di Indonesia telah terjadi perubahan pola makan akibat dari
meningkatnya penggunaan refined carbohydrat atau dalam kehidupan
sehari-hari dikenal sebagai kembang gula, coklat, dan penganan lain yang
banyak mengandung sukrosa. Jenis makanan tersebut banyak dikonsumsi
anak-anak. Makanan tersebut umumnya mudah melekat pada permukaan
gigi. Bila anak malas untuk membersihkan giginya, maka sisa makanan
tersebut akan diubah menjadi asam oleh bakteri yang terdapat di dalam
mulut, kemudian dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.16,17Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) di Negara Amerika Serikat,
melaporkan bahwa prevalensi karies gigi pada anak-anak berusia 2-5
tahun, adalah 24,2%.18 Pada penelitian yang dilakukan secara cross
sectional di Saddar, Karachi, Pakistan dilaporkan bahwa prevalensi karies
gigi pada anak usia pra sekolah (3-6 tahun) adalah 51%.19 Hasil penelitian
di India, diketahui prevalensi karies gigi pada anak anak usia 3-6 tahun
sebesar 63,4%.20 Menurut WHO 21, di negara negara industri karies gigi
masih menjadi masalah utama pada kesehatan gigi dan mulut anak anak
usia sekolah yaitu sebesar 60-90%. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
pencegahan penyakit gigi melalui sekolah pada jenjang yang lebih awal,
yaitu prasekolah. World Health Organization13 merekomendasikan
kelompok usia tertentu untuk diperiksa yaitu pada kelompok usia 5 tahun
untuk gigi sulung. Tingkat karies gigi pada kelompok usia ini lebih cepat
berubah daripada gigi permanen dan usia 5 tahun merupakan usia anak
mulai sekolah. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi diantaranya adalah kondisi dari pH saliva, kebiasaan makan
makanan yang manis dan lengket dan kebiasaan menyikat gigi.Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh derajat keasaman (pH)
saliva dengan karies gigi pada anak anak usia prasekolah di Provinsi
Banten dan Provinsi DIY.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian non intervensi dengan desain potong lintang
(cross sectional) dengan responden anak-anak usia prasekolah. Penelitian
dilakukan di dua provinsi dengan masing-masing provinsi terdiri dari 2
kabupaten/kota, Provinsi DIY di Kabupaten Sleman dan Kotamadya
Yogyakarta, dan Provinsi Banten di Kota Serang dan Kabupaten Serang.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih atas pertimbangan memiliki
indeks karies gigi (DMF-T) tinggi 5,90, sedangkan Provinsi Banten memiliki
indeks karies gigi (DMF-T) sedang 3,70.1,21 Masing-masing provinsi dipilih
2 kabupaten/kota. Setiap kabupaten diambil 2 kecamatan, sehingga jumlah
lokasi penelitian menjadi 8 lokasi. Sampel yang terpilih mewakili provinsi
masing-masing. Responden adalah anak laki-laki dan perempuan usia
prasekolah yang tinggal di kabupaten atau kecamatan terpilih di wilayah
Provinsi DIY dan Provinsi Banten.Pelaksanaan pengumpulan data
kesehatan gigi dan mulut dilakukan melalui wawancara dengan orang tua
atau pendamping responden penelitian untuk mengetahui
perilaku/kebiasaan anak, pengukuran derajat keasaman (pH) saliva serta
melakukan pemeriksaan gigi anak untuk mengetahui indeks karies gigi
anak. Pengukuran derajat keasaman (pH) saliva dengan cara
menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus dimasukkan dalam pot yang
sudah berisi saliva responden, kemudian diangkat dan dicocokkan pada
tabel pH untuk mengetahui pH dari saliva.Tenaga pengumpul data adalah
dokter gigi peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Badan Litbangkes) Kemenkes RI dibantu oleh dokter gigi puskesmas di
wilayah lokasi terpilih yang sudah mendapat pelatihan
atau penyamaan persepsi.Besar sampel yang digunakan
menggunakan rumus:n = Z 21-α / d P(1- P) d2dengan :p = 0,5 (prevalensi
karies gigi balita 50%) = 95, d = 0,12, n = 67Untuk antisipasi adanya
sampel drop out, maka ditambahkan 10% menjadi 80 orang anak untuk
masing-masing kecamatan. Total jumlah sampel untuk 8 kecamatan
adalah 640 orang anak anak usia prasekolah. Estimasi besar sampel
penelitian anak anak usia prasekolah sebagai unit analisis penelitian ini
menggunakan rumus proporsional random sampling.22 Data yang
digunakan untuk analisis adalah kuesioner hasil wawancara terhadap
orang tua atau pendamping responden serta hasil pengukuran pH
saliva.Kerangka KonsepPada kerangka teori menunjukkan adanya
keterkaitan antara karies gigi pada anak usia prasekolah yang dipengaruhi
oleh faktor faktor pH saliva dan perilaku yaitu kebiasaan makan makanan
manis dan kebiasaan menyikat gigi. Kemudian dikembangkan kerangka
konsep penelitian, dimana sebagai variabel terikat adalah karies gigi pada
anak, dan variabel bebas adalah pH saliva, dan perilaku makan makanan
yang manis dan lengket serta kebiasaan menyikat gigi.
1.1 Latar Belakang

pH (Power of Hydrogen) adalah derajat keasaman yang digunakan


untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh
suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen
(H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur
secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan
teoretis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap
sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan
persetujuan internasional.
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark
Søren Peder Lauritz Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui
dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa rujukan
mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk power[2] (pangkat),
yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti
pangkat)[3], dan ada pula yang merujuk pada kata potential. Jens Norby
mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen
bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif".
Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan
sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat
asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh dikatakan bersifat basa
atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait
dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi,
kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan
oseanografi.
Tentu saja bidang-bidang sains dan teknologi lainnya juga memakai
meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah.
pH
pH didefinisikan sebagai minus logaritma dari aktivitas ion hidrogen dalam
larutan berpelarut air. pH merupakan kuantitas tak berdimensi.

dengan aH adalah aktivitas ion hidrogen. Alasan penggunaan definisi ini


adalah bahwa aH dapat diukur secara eksperimental menggunakan
elektrode ion selektif yang merespon terhadap aktivitas ion hidrogen ion.
pH umumnya diukur menggunakan elektrode gelas yang mengukur
perbedaan potensial E antara elektrode yang sensitif dengan aktivitas ion
hidrogen dengan elektrode referensi. Perbedaan potensial pada elektrode
gelas ini idealnya mengikuti persamaan Nernst:

dengan E adalah potensial terukur, E0 potensial elektrode


standar, R tetapan gas, T temperatur dalam kelvin, F tetapan Faraday,
dan n adalah jumlah elektron yang ditransfer. Potensial
elektrode E berbanding lurus dengan logartima aktivitas ion hidrogen.
Definisi ini pada dasarnya tidak praktis karena aktivitas ion hidrogen
merupakan hasil kali dari konsentrasi dengan koefisien aktivitas. Koefisien
aktivitas ion hidrogen tunggal tidak dapat dihitung secara eksperimen.
Untuk mengatasinya, elektrode dikalibrasi dengan larutan yang aktivitasnya
diketahui.
Definisi operasional pH secara resmi didefinisikan oleh Standar
Internasional ISO 31-8 sebagai berikut: Untuk suatu larutan X, pertama-
tama ukur gaya elektromotif EX sel galvani
elektrode referensi | konsentrasi larutan KCl || larutan X | H2 | Pt
dan kemudian ukur gaya elektromotif ES sel galvani yang berbeda hanya
pada penggantian larutan X yang pHnya tidak diketahui dengan larutan S
yang pH-nya (standar) diketahui pH(S). pH larutan X oleh karenanya

Perbedaan antara pH larutan X dengan pH larutan standar bergantung


hanya pada perbedaan dua potensial yang terukur. Sehingga, pH
didapatkan dari pengukuran potensial dengan elektrode yang
dikalibrasikan terhadap satu atau lebih pH standar. Suatu pH meter diatur
sedemikiannya pembacaan meteran untuk suatu larutan standar adalah
sama dengan nilai pH(S). Nilai pH(S) untuk berbagai larutan standar S
diberikan oleh rekomendasi IUPAC. Larutan standar yang digunakan
sering kali merupakan larutan penyangga standar. Dalam praktiknya,
adalah lebih baik untuk menggunakan dua atau lebih larutan penyangga
standar untuk mengizinkan adanya penyimpangan kecil dari hukum Nerst
ideal pada elektrode sebenarnya. Oleh karena variabel temperatur muncul
pada persamaan di atas, pH suatu larutan bergantung juga pada
temperaturnya.
Pengukuran nilai pH yang sangat rendah, misalnya pada air tambang yang
sangat asam, memerlukan prosedure khusus. Kalibrasi elektrode pada
kasus ini dapat digunakan menggunakan larutan standar asam sulfat pekat
yang nilai pH-nya dihitung menggunakan parameter Pitzer untuk
menghitung koefisien aktivitas.
pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion
hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya
akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda.
pH superasam biasanya dihitung menggunakan fungsi keasaman
Hammett, H0.
Umumnya indikator asam-basa sederhana yang digunakan adalah kertas
lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila
keasamannya rendah
Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan
prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan.

1.2 Kekuatan dan Derajat Keasaman Larutan


Pengertian Kekuatan Asam Basa. Berdasarkan banyaknya ion yang
dihasilkan pada ionisasi asam dan basa dalam larutan, maka kekuatan
asam dan basa dikelompokkan menjadi asam kuat dan asam lemah serta
basa kuat dan basa lemah. Kekuatan asam dan basa tersebut dapat
dinyatakan dengan derajat ionisasi.
Dalam larutan elektrolit kuat, zat- zat elektrolit terurai seluruhnya menjadi
ion-ionnya (ionisasi sempurna) dan dalam larutan elektrolit lemah, zat- zat
elektrolit hanya sebagian saja yang terurai menjadi ion- ionnya (ionisasi
sebagian). Sedangkan zat- zat nonelektrolit dalam larutan tidak terurai
menjadi ion-ion.
Derajat ionisasi (α) adalah perbandingan antara jumlah molekul zat
yang terionisasi dengan jumlah molekul zat mula-mula.
Seperti yang telah diketahui, bahwa perbandingan molekul sama
dengan perbandingan mol. Dengan demikian, derajat ionisasi (α) dapat
diformulasikan dengan persamaan berikut.
α = (Jumlah mol zat yang terionisasi)/(jumlah mol zat mula – mul
Larutan elektrolit kuat mengalami ionisasi sempurna, sehingga nilai α
mendekati satu. Sementara itu, larutan elektrolit lemah hanya mengalami
ionisasi sebagian, sehingga nilai α sangat kecil (α < 1).
Berdasarkan rumus di atas, maka nilai a untuk:
Elektrolit kuat, α = 1Elektrolit lemah, 0 < α < 1Non-elektrolit, α = 0
Suatu asam atau basa yang merupakan suatu elektrolit kuat disebut
asam atau basa kuat. Dengan demikian jika asam merupakan elektrolit
lemah, maka ia merupakan asam lemah, karena hanya mengandung
sedikit ion H+, demikian juga dengan basa lemah akan terdapat sedikit
ion –OH.
1.3 Asam Kuat dan Basa Kuat
Asam kuat adalah zat yang di dalam pelarut air mengalami ionisasi
sempurna (α ≈ 100%). Di dalam larutan, molekul asam kuat hamper
semuanya terurai membentuk ion H+ dan ion negatif sisa asam. Contoh
asam kuat adalah HCl, HNO3, dan H2SO4.

Sama halnya dengan asam, zat yang di dalam larutan bersifat basa dapat
digolongkan sebagai basa kuat dan basa lemah berdasarkan
kesempurnaan ionisasinya. Basa kuat adalah zat yang di dalam air
terionisasi sempurna (α ≈ 100%), sedangkan basa lemah terionisasi
sebagian.
1.4 Asam dan Basa Lemah
Asam lemah adalah senyawa yang kelarutannya di dalam air
terionisasi sebagian, sesuai derajat ionisasinya. Asam lemah terionisasi
sebagian. Berdasarkan hasil penyelidikan diketahui bahwa zat- zat yang
bersifat asam lemah, di dalam larutan membentuk kesetimbangan antara
molekul-molekul asam lemah dengan ion- ionnya.
1.5 Derajat Keasaman pH
Ukuran keasaman atau kebasaan suatu larutan ditentukan oleh
konsentrasi ion hydrogen. Untuk memudahkan pengukuran, maka
konsentrasi ion hydrogen dinyataka dalam pH (pangkat hydrogen). Konsep
pH pertama kali diajukan oleh seorang ahli biokimia dari Denmark yaitu
S.P. Sorensen pada tahun 1909. Menurut Sorensen, pH merupakan
logaritma negative dari konsentrasi ion hydrogen dan diformulasikan
dengan rumus menurut persamaan berikut.
pH = -log[H+]
untuk mengukur konsentrasi OH– dari suatu larutan basa dinyatakan
dengan pOH, yang diformulasikan dengan rumus sebagai berikut
pOH = -log[OH–]
hubungan antara pH dan pOH diturunkan dari persamaan tetapan ionisasi
air (Kw) pada temperature 25 Celcius yaitu;
 [H+][OH–] = Kw
 pH + pOH = 14
 pH = 14 – pOH
Contoh Soal Perhitungan Kekuatan dan Derajat Keasaman
Berapakan Derajat keasaman air murni.
Jawab air murni merupakan larutan netral dimana konsentrasi ion
hydrogen [H+] adalah sama dengan konsentrasi ion hidroksi [OH–]
[H+] = [OH–] = 10-7M
sehingga
pH = pOH
pH= -log 10-7
pH = 7
Contoh Soal Perhitungan Kekuatan dan Derajat Keasaman

Hitung pH larutan HCL 0,01M yang merupakan asam kuat dan


terionisasi seleuruhnya menjadi ion H+ dan Cl–.
Jawab .

[H+] = [HCl]=0,01M
pH = -log[H+]
pH = -log 10-2
pH = 2
pH + pOH = 14
pOH = 14 – pH
pOH = 12
BAB II
ISI
2.1. Asam
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke
zat lain (disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang
dapat menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton).
Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang dapat
menerima proton yang dilepaskan. Satu contoh asam adalah asam
hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air membentuk ion- ion hidrogen
(H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam karbonat (H2CO3)
berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3 - ).1
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya adalah HCL.
Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk
mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan
H+ , contohnya adalah H2CO3. 1
2.2. Basa
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai
contoh, ion bikarbonat (HCO3 - ), adalah suatu basa karena dia dapat
bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3).1 Protein- protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa
karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan
akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin dalam
sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan
basa-basa tubuh yang paling penting.1 Basa kuat adalah basa yang
bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+.
Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh
yang khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air
(H2O). Basa lemah yang khas adalah HCO3 - karena HCO3 - berikatan
dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH- . 1 Kebanyakan asam
dan basa dalam cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan
pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah.
2.3. Keseimbangan Asam dan Basa
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi
ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang
dikeluarkan oleh sel.3 Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada
tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa
lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OHyang
sangat rendah. Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion
hidrogen.
Walaupun produksi akan terus menghasilkan ion hidrogen dalam
jumlah sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hidrogen dipertahankan
pada kadar rendah pH 7,4.4 Derajat keasaman (pH) darah manusia
normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45.
Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan
basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal.4
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2)
dan ginjal berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah :
1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan
alkalosis bila pH > 7.45
2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan
sebagai komponen asam. CO2 juga merupakan komponen
respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan
disebut juga sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya
adalah 24 mEq/L.
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam
atau berkurangnya jumlah komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa
atau berkurangnya jumlah komponen asam.
2.4. Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama
dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh.5 Sebagai contoh, untuk
mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau
produksi ion hidrogen 4 dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan
seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam
pengaturan-pengaturan ion hidrogen.
Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler
yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-
ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga
asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk
mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi
ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion
bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol
asam basa dalam berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta
perubahan yang terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion
hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai
normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ).6 Variasi normal hanya
sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi
ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai setinggi
160 nEq/liter tanpa menyebabkan kematian. Karena konsentrasi ion
hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam jumlah yang kecil ini tidak
praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan dalam skala
logaritma, dengan menggunakan satuan pH.
pH berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen. pH normal darah
arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan interstetial sekitar
7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida (CO2) yang dibebaskan dari
jaringan untuk membentuk H2CO3. 3 Karena pH normal darah arteri 7,4
seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah nilai ini
dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4.
Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa
jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.3 pH intraseluler
biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel
menghasilkan asam, terutama H2CO3. 3 Bergantung pada jenis sel, pH
cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan
pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler. pH urin
dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam basa
cairan ekstraseluler.
Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah
HCl yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal )
dari mukosa lambung.
2.5. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui
koordinasi dari 3 sistem :
1. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang
dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah
perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat
temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama sistem buffer
adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam
fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, sistem
ini memiliki keterbatasan yaitu :
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2.
b. Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat
pengendali sistem pernafasan bekerja normal
c. Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.
Ada 4 sistem buffer4 :
a. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel
terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
b. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan
intrasel
c. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat.
Ada 4 sistem buffer :
a. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel
terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
b. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan
intrasel
c. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat.
d. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan
cairan intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki
ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-
paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan,
kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan
ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan
ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer adalah dengan mengatur
sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat serta
membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang,
kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan
untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan sistem
buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH
darah antara 7,35- 7,45.
2. Sistem Paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan
karbondioksida, dan karena itu juga mengendalikan kandungan asam
karbonik dari cairan ekstraseluler.
Paru-paru melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai
respons terhadap jumlah karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari
tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan
stimulan yang kuat untuk respirasi.
Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri
(PaCO2) juga mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak
sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat
sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk
mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi
pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida
(untuk meningkatkan beban asam).
3. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3 - . Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion
hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini
berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan
ammonia. Ion hidrogen, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus
dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di
basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium
dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus
proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran
asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion
bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar
yang sangat rendahpun, ion hidrogen mempunyai efek yang besar pada
sistem biologi. Ion hidrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis
sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan
ekstabilitas membrane. Ion hidrogen sangat penting pada fungsi normal
tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP.
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus
meneru1s di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hidrogen sangat
bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hidrogen di
dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan proses metabolism
tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism
karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis.
2.6. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan
karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari
fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan
kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam
darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah
akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida
dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga
pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-
penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru. Asidosis respiratorik dapat
juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan
gangguan terhadap mekanisme pernafasan.
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika
keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor
(penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam
beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat
terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu.
Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan
beberapa hari. Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari
paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan
kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema. Pada
penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin
perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan
benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih
dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan
asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada
akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan
cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua
mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus
menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
Penyebab asidosis metabolik dapat adalah :
1. Kelebihan produksi asam. Pada asidosis diabetik atau asidosis
laktak, produksi asam dapat melebihi kemampuan ginjal untuk absorbsi
dan ekskresi H+
2. Kurangnya cadangan dapar Kehilangan ion HCO3 yang terbuang
percuma melalui ginjal atau usus menyebabkan hipokarbonatremia dana
asidosis metabolik.
3. Kurangnya ekskresi asam. Dapat terjadi pada penyakit ginjal
kronik dimana ginjal gagal mengekskresikan asam yang diproduksi secara
normal.
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan
menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita
tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan
kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami
kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun,
menyebabkan syok, koma dan kematian.
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil
pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di
pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah
vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar
karbon dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan
pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya.
Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin
biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan
toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi
disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan
pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan
diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau
keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi
asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan
terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat
mungkin secara intravena, tetapi bikarbonat hanya memberikan
kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi
basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan
kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Pernafasan yang cepat
dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya
jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah.
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya
makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi. Preparat
farmakologi digunakan sesuai indikasi. Sebagai contoh, bronkodilator
membantu menurunkan spasme bronkhial, dan antibiotik yang digunakan
untuk infeksi pernapasan. Tindakan hygiene pulmonari dilakukan, ketika
diperlukan, untuk membersihkan saluran pernapasan dari mukus dan
drainase pluren. Hidrasi yang adekurat di indikasikan untuk menjaga
membran mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan
sekresi. Oksigen suplemen diberikan bila diperlukan. Ventilasi mekanik,
yang digunakan secara waspada dapat memperbaiki ventilasi pulmonari.
Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak bijaksana dapat menyebabkan
eksresi karbondioksida yang demikian cepat sehingga ginjal tidak mampu
untuk mengeliminasi kelebihan biokarbonat dengan cukup cepat untuk
mencegah alkalosis dan kejang. Untuk alasan ini, kenaikan PaCO2 harus
diturunkan secara lambat. Membaringkan pasien dalam posisi semifowler
memfasilitasi ekspansi dinding dada.
Alkalosis Metabolik Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan
dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.7
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama
periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot
dengan selang lambung.
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang
yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda
bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan
natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik :
a. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
b. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
c. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali.
Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan
spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan
elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan amonium
klorida secara intravena.
BAB III
PENUTUP
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi
ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang
dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada
tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa
lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OHyang
sangat rendah.
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara
7.35 hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan
asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan
optimal. Terdapat 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu
asidosis atau alkalosis. Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah
terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa)
dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah. Asidosis dan alkalosis
dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada
penyebab utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik
disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan dan
pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau
alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau
kelainan pernafasan.
Daftar Pustaka
1. KESEIMBANGAN ASAM BASA
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/5a1f9a2
d9b46df3dbcb67e6d3b70f19b.pdf
2. ARDRA BIZ https://ardra.biz/kekuatan-dan-derajat-keasaman-
larutan/
3. https://media.neliti.com/media/publications/222762-pengaruh-
ph-saliva-terhadap-terjadinya-k.pdf

Anda mungkin juga menyukai