Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Anatomi dari palpebra secara sederhana dibagi atas 4 lapisan: (Ilyas, 2014)
1. Kulit, dibentuk oleh lapisan epidermis dan dermis.
2. Muskulus yang beralur, dibentuk oleh orbikularis okuli.
3. Tarsus yang terdiri dari glandula Meibom.
4. Mukosa konjungtiva.
2.1.2 Kulit dan Jaringan Subkutaneus
Kulit palpebra terdiri dari lapisan tipis dermis dan tidak mempunyai lapisan lemak
subkutaneus. Kulit palpebra sangat elastis dan merupakan kulit tertipis di badan. Kulit
palpebra melekat secara longgar di atas muskulus orbikularis okuli. Kulit dari palpebra
superior lebih tipis dari palpera inferior. Jaringan pretarsal biasanya melekat erat pada
jaringan di bawahnya dari palpebra superior dan inferior, sedangkan jaringan preseptal yang
melekat secara longgar membentuk ruang potensial untuk akumulasi cairan (Ilyas, 2014 ;
Vaughan, 2003)
Garis pada kulit palpebra dibagi atas sulkus palpebra dan lipatan palpebra. Sulkus
palpebra transversus terdapat di superior dan inferior palpebra, berukuran 8 sampai 10 mm
di atas margo palpebra superior dan 4 sampai 5 mm di bawah margo palpebra inferior. Sulkus
palpebra superior dibentuk oleh insersi serabut kutaneus dari aponeurosis levator ke dalam
preseptal orbikularis okuli, yang merupakan tempat lipatan palpebra. Daerah ini terletak
dekat dengan batas superior dari tarsus. Lipatan palpebra superior terjadi akibat terlipatnya
kulit di atas sulkus palpebra dan merupakan kulit preseptal yang longgar dan jaringan
subkutaneus (Ilyas, 2014 ; Amato, 2003).
Palpebra inferior mempunyai tiga sulkus. Sulkus palpebra inferior merupakan tanda
batas inferior dari tarsus dan insersi muskulus refraktor palpebra inferior. Dua sulkus lainnya
kurang dijelaskan dan sulkus nasojugal terletak di inferomedial dan sulkus malar inferior
terletak di kantus lateralis, yang merupakan tempat pertemuan muskulus orbikularis dan
bantalan lemak malar (Ilyas, 2014 ; Amato, 2003).

3
Gambar 5. Sulkus Palpebra
2.1.3 Margo Palpebra
Margo palpebra superior dan inferior terdiri dari beberapa struktur. Barisan bulu
mata merupakan barisan terdepan margo palpebra. Terdapat 100 sampai 150 silia pada
palpebra superior, dan 50 sampai 75 silia pada palpebra inferior. Bulumata berasal dari
folikel rambut pada permukaan anterior tarsus dan menonjol keluar, di depan margo
palpebra. Setiap folikel rambut terdiri dari dua glandula Zeis. Kelenjar keringat, atau
glandula Moll, terdapat di dekat silia dan bermuara dekat folikel. Glandula Moll dan Zeis
menghasilkan lipid yang akan dikonstribusikan ke lapisan superfisial dari air mata dan
memperlambat penguapan. Posterior ke barisan bulu mata dan anterior ke tarsus terdapat
Grey Line. Grey line merupakan gambaran dari muskulus riolan dan muskulus pretarsal
orbikularis dan juga memisahkan lamella anterior dari lamella posterior.
Glandula meibom dan tarsus membentuk lapisan dari margo palpebra di belakang
grey line dan merupakan bagian lamella posterior. Glandula meibom tersusun secara vertikal
di dalam tarsus dengan orifisiumnya pada permukaan margo. Mucocutaneous junction
terletak di posterior dari orifisium glandula meibom. Punktum lakrimale terlihat di dekat
sudut kantus medial. Punktum superior tesembunyi oleh sedikit rotasi kedalam, terletak lebih
ke medial. Punktum inferior dapat terlihat tanpa melakukan eversi (AAO, 2013 ; Amato,
2003).

4
Gambar 6. Margo Palpebra

2.1.4 Muskulus Orbikularis Okuli


M. orbikularis okuli merupakan lapisan otot yang tipis dari serabut otot yang tersusun
secara konsentris yang menutupi palpebra dan daerah periorbital. Muskulus ini merupakan
muskulus protraktor yang utama dengan fungsi utama untuk membatasi fissura palpebra dan
penutupan palpebra. Muskulus ini juga mempunyai peranan dalam sistem pompa lakrimal.
M. orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus fasialis. Walaupun muskulus ini merupakan
muskulus skeletal, namun muskulus ini juga dapat bekerja secara refleks (Amato, 2003)
M. orbikularis okuli dibagi menjadi tiga bagian anatomi, pretarsal, preseptal dan
orbital. Pretarsal dan preseptal merupakan bagian palpebra, bergerak secara refleks, seperti
berkedip dan berfungsi sebagai pompa lakrimal. Bagain pretarsal palpebra superior dan
inferior, bagian profunda berorigo pada krista lakrimalis posterior dan bagian superfisial
berorigo pada permukaan anterior tendo kantus medial. Dekat kanalikuli kaput profunda
bagian pretarsal bersatu membentuk sekumpulan serabut yang dikenal sebagai m. Horner’s
(torsi Horner’s tensor). Di bagian posterior M. Horner’s berlanjut sampai krista lakrimalis
posterior. Pada bagian lateral bagian pretarsal bersatu menjadi tendo kantus lateralis
(Liesegang, 2008 ; Amato, 2003)
Bagian preseptal berasal dari batas atas dan bawah tendo kantus medial. M.preseptal
inferior berasal dari kaput tendon. Pada palpebra superior, M. Preseptal mempunyai kaput
anterior dari tendon sedangkan kaput posterior berasal dari cabang superior dan posterior
tendon. Pada bagian lateral, M. Preseptal membentuk membentuk Raphe lateral palpebra.
Bagian orbital dari muskulus orbikularis okuli merupakan bagian terluar dan terbesar.
Bagian ini berfungsi untuk menutup mata dengan keras dan berkedip secara sadar. Bagian

5
orbital berasal dari permukaan anterior tendo kantus medialis, processus orbitalis dari os.
frontalis, dan prosessus frontalis dari os.
Maxillaris di bagian depan krista lakrimalis. Muskulus ini berjalan mengelilingi
orbital sampai berinsersi kembali ke kantus medial inferior dimana muskulus ini melekat ke
periosteum krista lakrimalis posterior, faskia lakrimalis dan tendo muskulus medialis. Di
superior, bagian orbital meluas sampai alis dan bergabung dengan M. frontalis dan M.
Corrugator supercilii. Di medial, perlekatan meluas dari supraorbita sampai os. Nasalis. Di
inferior, bagian orbital berasal dari permukaan anterior tendo kantus medial dengan sekitar
periosteum dan meluas sampai foramen intraorbita yang akan berlanjut sepanjang margo
infraorbita. Di lateral, bagian ini melewati zygomaticum, pipi dan menutupi fascia
temporalis (Liesegang, 2008).

Gambar 7. Muskulus orbikularis okuli


Ket. Gmbr : a. Muskulus Frontalis b. Muskulus Corrugator Supercilii
c. Muskulus Procerus d. M. Orbikularis Okuli (pars orbitalis)
e. M. Orbikularis Okuli (pars preseptal) f. M. Orbikularis Okuli (pars pretarsal)

2.1.5 Septum Orbita


Septum orbita merupakan lembaran-lembaran fibrous yang tipis secara anatomi di
mulai pada arkus marginalis sampai superior dan inferior rima orbita yang berasal dari
periosteum. Pada palpebra superior, distal fibrous septum orbita bersatu dengan permukaan
anterior aponeurosis levator. Septum orbita biasanya berinsersi 3 – 5 mm di atas tepi tarsal
superior dan sekitar 10 mm di atas bulu mata. Pada palpebra inferior, septum berjalan ke
depan sampai bertemu M. Retraktor 4 – 5 mm di bawah tarsus inferior dan bersatu dengan
kapsulopalpebral (Liesegang, 2008).
Septum berjalan ke arah medial bersama M. Orbikularis pretarsal dan melekat pada
krista lakrimalis postrior bersama beberapa jaringan fibrous meluas sampai krista lakrimalis

6
anterior. Pada bagian lateral, septum melekat pada tendo kantus lateral dan berinsersi pada
bagian atas tuberkel orbita lateral. Tepat dibelakang septum terdapat kantung kuning lemak
tepat di depan aponeurosis levator palpebra superior dan fascia kapsulopalpebral pada
palpebra inferior (Liesegang, 2008).
2.1.6 Lemak Orbita
Lemak orbita memberikan perlindungan yang lunak pada bola mata dan
mempermudah pergerakan bola mata. Terdapat tiga kantung lemak di bawah mata dan dua
di atas; terletak di posterior septum orbita dan di anterior aponeurosis Levator (palpebra
superior) atau di anterior fascia kapsulopalpebral (palpebra inferior). Pada palpebra superior,
terdapat dua kantung lemak, daerah nasal dan sentral (preaponeurotik). Pada palpebra
inferior, terdapat tiga kantung lemak; nasal, sentral dan temporal. Kantung-kantung lemak
ini dibungkus oleh lapisan tipis fibrous (Liesegang, 2008 ; Amato, 2003).
2.1.7 Muskulus Retraktor (Liesegang, 2008 )
Refraktor pada palpebra superior adalah muskulus levator palpebra dan
aponeurosisnya dan muskulus tarsal superior (M.Muller’s) yang dipersarafi oleh simpati.
Pada palpebra inferior sebagai retraktor adalah fascia kapsulopalpebral dan muskulus tarsal
inferior.
o M. Levator Palpebra
M. levator palpebra berorigo pada apeks orbita yaitu pada periorbita tulang spenoidal
tepat di atas Annulus Zinni. Komponen otot berukuran 40 mm, sedangkan aponeurosisnya
14 – 20 mm. Ligamentum tarsal superior (ligamentum Whitnall) adalah kondensasi serabut
elastis selubung M. Levator bagian anterior yang berlokasi pada area transisi muskulus
levator dengan aponeurosis Levator. Ligamentum Whitnall fungsi utamanya sebagai
penunjang palpebra superior dan jaringan orbita superior. Di medial melekat di sekitar
troklea dan tendon M. Obliqus superior. Di lateral membentuk septum yang berisi stroma
kelenjar lakrimalis, kemudian ke atas melekat pada bagian dalam dinding lateral orbita kira-
kira 10 mm diatas tuberkel orbita.
Aponeurosis levator selanjutnya terbagi menjdi bagian anterior yang berinsersi pada
septum antara serat-serat muskulus preseptal orbikularis dan posterior berinsersi pada
permukaan anterior seperdua bagian bawah tarsus. Kornu lateral dari levator palpebra
membagi kelenjar lakrimal menjadi lobus orbital dan lobus palpebral. Kornu medial melekat
pada bagian posterior tendo medial dan posterior krista lakrimal.

7
Gambar 8 : Struktur palpebra bagian dalam dan anterior orbita dari tampak depan.
Ket. Gambar : A. Kelenjar lakrimal; B. Ligamentum transverse superior (ligamentum Whitnall’s); C.
Tendon oblique superior; D. Aponeurosis levator; E. Lateral horn; F. Medial horn; G. Tendon kantus
lateral; H. Tendon kantus medial; I. Sakkus lakrimalis; J. Refraktor palpebra inferior; K. M. Obliqus
inferior.

o Muskulus Muller
M. Muller disebut juga M. Tarsalis Superior. M. Muller berorigo pada permukaan
bawah aponeurosis levator pada level ligamentum Whitnall kira-kira 12 – 14 mm di atas tepi
tarsal superior, dipersarafi oleh saraf simpatis dan berinsersi pada tepi tarsus superior.
Muskulus ini melekat erat pada batas posterior konjungtiva.
o Fascia Kapsulopalpebral
Fascia kapsulopalpebral inferior analog dengan aponeurosis levator palpebra
superior, berasal dari ujung serat-serat M. Rektus Inferior. Fascia kapsulopalpebral
selanjutnya menyatu dengan pembungkus M. Obliqus Inferior. Di antara M. Obliqus
inferior, dua fascia ini membentuk ligamentum suspensori Lockwood’s. Ligamentum ini
berinsersi pada tepi tarsus inferior dan tepat berada di bawah tarsus selanjutnya bergabung
dengan fascia septum orbita.
o M. Tarsalis Inferior
M. tarsalis inferior pada palpebra inferior analog dengan M. Muller’s, terletak di
posterior dari fascia kapsulopalpebral dan berasal dari perluasan fascia kapsulopalpebral
pembungkungkus dari M. Rektus Inferior. M. Tarsalis inferior melekat di atas permukaan
fascia kapsulopalpebral dan melekat di bawah konjungtiva. Pembungkus fascia
kapsulopalpebral dan M. Tarsalis Inferior terbagi dan mengelilingi M. Obliqus Inferior dan
bertemu kembali sebelum berinsersi di anterior tarsus inferior. Serabut dari fascia
kapsulopalpebral dan M. Tarsalis Inferior bersatu dengan septum orbita 4 – 5 mm di bawah
tarsus inferior dan berinsersi di tepi bawah tarsus inferior.

8
2.1.8 Tarsus
Tarsus merupakan lamella posterior dan merupakan struktur penyokong utama dari
palpebra yang terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan tidak mengandung kartilago.
Tarsus melebar sepanjang palpebra superior dan inferior berukuran kira-kira 25 mm dan
tebalnya 1 mm. Tarsus palpebra superior lebarnya kira-kira 9 – 10 mm dan tarsus palpebra
inferior 4 – 5 mm. Lempengan tarsus melekat kaku pada bagian medial dan lateral
periosteum. Di dalam tarsus terdapat glandula meibom. Pada palpebra superior tarsus
mempunyai sekitar 30 glandula sedangkan pada palpebra inferior terdapat sekitar 20
glandula (Liesegang, 2008 ; Oyster, 1999)

Gambar 9 :Palpebra tampak dari posterior


2.1.9 Konjungtiva
Konjungtiva adalah suatu membran mukosa tipis yang transparan ditutupi oleh
berlapis-lapis epithel squamous non keratin membentuk lapisan posterior palpebra.
Konjungtiva membatasi kantung mata mulai dari margo palpebra sampai limbus kornea.
Konjungtiva bulbi melekat secara longgar pada bola mata, sedangkan konjungtiva palpebra
melekat erat dengant palpebra. Konjungtiva berisi sel-sel goblet dan kelenjar asesorius
Krause dan Wolfring dimana secara histologi identik dengan kelenjar lakrimal utama.
Kelenjar ini terletak terutama jaringan subkonjungtival di palpebra superior di antara batas
tarsus superior dan forniks. Beberapa kelenjar ditemukan pada palpebra inferior yaitu pada
forniks inferior. Sel-sel goblet menghasilkan musin yang disebarkan keseluruh konjungtiva
dan ada yang terkumpul di kripte Henle tepat di atas tepi tarsus. Musin merupakan komponen
utama dari lapisan air mata. Pada bagian medial, konjungtiva membentuk lipatan semilunaris
(Liesegang, 2008).

9
Gambar 10. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bagian bulbi (merah), forniks (hitam) dan palpebra (biru)

2.1.10 Vaskularisasi dan Sistem Limfatik


Vaskularisasi palpebra bersumber dari dua arteri, yaitu: (1) arteri karotis interna yang
mempercabangkan arteri oftalmika yang selanjutnya bercabang menjadi arteri supraorbital,
arteri supra trochlear dan arteri dorsonasal di sebelah medial serta arteri lakrimal di sebelah
lateral dan (2) arteri karotis eksterna bercabang menjadi arteri angular dan temporal pada
wajah. Sirkulasi kedua sistem ini sangat luas beranastomose melalui palpebra superior dan
inferior membentuk arkade marginal dan perifer. Arteri karotis interna mensuplai bagian
intraorbital termasuk arteri oftalmika yang cabang terminalnya mensuplai palpebra superior.
Arteri karotis eksterna mensuplai arteri superfisial yaitu arteri fasialis dan angular yang
mensuplai palpebra inferior. Arteri fasial mempercabangkan arteri angular yang melalui
regio kantus medialis dan beranastomose dengan arteri dorsonasal. Arteri temporalis
superfisial beranastomose melalui cabang fasial transversa dan cabang zygomatikum.
Aliran darah vena palpebra dibagi atas dua bagian yaitu bagian pretarsal atau
superfisial dan bagian postarsal atau bagian profunda. Bagian pretarsal mengalir ke vena
jugularis eksterna dan interna. Bagian posttarsal mengalirkan darah vena ke dalam vena
oftalmika dan berakhir di sinus kavernosus (AAO, 2013 ; Amato, 2003 ; Liesegang, 2008).

Gambar 11 : Tampak lateral dari sistem arteri Karotis Eksterna dan Interna dari orbita.

10
Drainase limfatik dari palpebra sesuai dengan perjalanan aliran vena. Terdapat dua
kelompok limfatik pada palpebra, yaitu kelompok medial yang mengalir ke dalam
limfonodus submandibular dan kelompok lateral yang mengalir ke dalam limfonodus
preaurikuler. Pembuluh limfe yang melayani bagian medial palpebra mengalir ke dalam
kelenjar limfe submandibular.

Gambar. 12 : Drainase imfatik dari palpebra.

2.1.11 Innervasi Palpebra


Nervus motorik dari muskulus orbikularis okuli berasal dari nervus fasialis (N. VII)
melalui cabang temporal dan zygomatikus. Nervus fasialis dibagi menjadi dua cabang, yaitu
cabang temporofasial superior dan cabang servikofasial inferior. Temporofasial superior
dibagi lagi menjadi dua subdivisi, yaitu cabang temporal dan zygomatikus yang
menginnervasi M. Frontalis dan M. Orbikularis okuli. Servikofasial inferior memberi cabang
pada bukal, mandibula dan servikal yang menginnervasi muskulus pada wajah bagian bawah
dan leher (AAO, 2013 ; Amato, 2003 ; Liesegang, 2008).
Nervus sensorik dari palpebra berasal dari cabang oftalmikus dan maxillaris yang
berasal dari nervus trigeminus. Rangsangan sensori dari palpebra superior berjalan ke
cabang oftalmikus melalui cabang terminal utama, yaitu nervus supraorbital, supratrokhlear
dan lakrimalis. Cabang dari nervus maxillaris (V2) menginervasi palpebra inferior, pipi dan
daerah inferial lateral. Kulit palpebra bagian medial, kantus medial, sakkus lakrimalis dan
kurunkel diinnervasi oleh nervus infratrokhlearis yang merupakan cabang dari nervus
nasosiliaris (cabang V1). Nervus zygomaticotemporal (cabang nervus lakrimalis)
menginnervasi bagian lateral dari palpebra dan pelipis. Cabang ini juga menginnervasi
daerah sekitar alis, dahi dan hidung (Larrabee, 2004).

11
Gambar 12 : Innervasi sensorik orbita. Nervus sensorik.

2.2 FISIOLOGI PALPEBRA


Palpebra merupakan salah satu unsur yang paling penting yang terbentuk dalam
sistem proteksi pada mata fungsi ini dilaksanakan oleh tiga unsur pada palpebra :
1. Fungsi sensasi dan penyaringan dari silia
2. Sekresi kelenjar-kelanjar palpebra
3. Gerakan-gerakan palpebra

2.2.1 Silia dan Alis Mata


Fungsi proteksi palpebra yang pertama adalah silia dan alis mata pada folikel silia
dikelilingi pleksus saraf yang sangat rendah ambang rangsangannya, sehingga bila silia
tersentuh akan timbul refleks berkedip. Alis berfungsi sebagai penghalang objek yang
mendekati mata dari alis. Alis mata dapat dielevasi tanpa gerakan bola mata ke atas, namun
bila bola mata menatap ke atas alis mata dapat ikut terelevasi. Alis mata dielevasi oleh
m.frontalis dan didepresi oleh m.orbicularis oculi saat menutup palpebra (Kikkawa, 2003).
2.2.2 Sekresi Pelpebra
Fungsi proteksi yang kedua dilakukan oleh sekresi kelenjar palpebra oleh kelenjar
Meibom yang terdapat pada lempeng tarsal, yang jumlahnya kira-kira 30 pada tiap tarsus.
Lapisan minyak yang terbentuk merupakan lapisan superfisial dari tear film prekorneal dan
berfungsi mencegah evaporasi dan tumpahnya air mata dari palpebra. Palpebra juga
mengandung kelenjar lakrimal aksesorius yaitu Krause dan Wolfring (Kikkawa, 2003).
2.2.3 Pergerakan Normal Palpebra
M. levator Palpebra, m.orbicularis oculi dan m.Muller’s pada palpebra superior dan
inferior mempunyai peranan dalam fungsi pergerakan bola mata. Gerakan palpebra menutup
dan terbuka dapat secara volunter (disadari) maupun secara refleks (Kikkawa, 2003).

12
2.2.4 Elevasi
Pada saat mata dibuka, palpebra superior terangkat kira-kira 10 mm melawan
gravitasi dan terlipat di bawah tepi orbita pada lipatan palpebra. Gerakan ini terutama
diakibatkan oleh kontrasi dari m. Levator palpebra yang diinervasi oleh sistem simpatis.
Gerakan ini selalu berhubungan dengan kontraksi m.Rectus superior. Walaupun palpebra
superior mengikuti bola mata saat menatap ke atas, pada refleks berkedip bola mata dan
palpebra superior bergerak ke arah yag berlawanan, bola mata bergerak ke atas sedangkan
palpebra superior ke bawah dan menutup (Kikkawa, 2003 ; Oyster, 1999).
2.2.5 Menutup Mata
Gerakan menutup palpebra dilakukan oleh m.Orbicularis oculi yang diinervsi oleh
nervus faciais (N.VII). Bagian palpebra yang melapisi tarsus dan septum orbita berperan
pada pergerakan berkedip dan menutup mata, dan bagian orbital berperan pada saat palpebra
menutup mata dengan keras. Ada tiga jenis gerakan menutup mata yang dihasilkan oleh
kombinasi-kombinasi yang berbeda dari serabut muskulus orbicularis oculi dan muskulus
yang menggerakkan alis mata yaitu berkedip, menutup mata dengan sadar dan
blefarospasme.
Gerakan menutup mata secara sadar (voluntary Winking) adalah gerakan satu mata.
Gerakan ini dihasilan oleh konstraksi M. Orbicularis Oculi bagian palpebra dan orbital
secara simultan. Sedangkan pada blefarospasme, dihasilkan oleh kontraksi M. Orbicularis
oculi pars palpebra dan otot-otot pada alis mata (Oyster, 1999).

Gambar 13 : Fisiologi dari mekanisme aliran air mata


2.2.6 Berkedip
Air mata tidak hanya tergantung pada komposisinya, tapi juga tergantung pada
kemampuan palpebra untuk berkedip. Dengan berkedip terjadi pendistribusian kembali air

13
mata dan meransang sekresi air mata dari kelenjar lakrimal aksesorius dan memompakan ke
dalam sakkus lakrimal. Sebagian besar orang berkedip kira-kira 20-30 kali permenit
(Kikkawa, 2003).
Berkedip dapat diinduksi oleh rasa nyeri atau sentuhan pada permukaan okuler dan
dihantarkan melalui N.V atau oleh stimulus cahaya melalui N.Optik. Stimulus dihantarkan
ke nukleus sensorik N.Trigemunus dan diproses pada regio supranuklear. Stimulus efferent
untuk mengedip dibawa ke muskulus orbicularis oculi pretarsal oleh cabang Zygomaticus
dari N. VII. Abnormal dari N. V dapat dilihat dari infeksi Herpes Simpleks atau Varicella
Zoster yang dapat mencegah konduksi stimulus sensoris ke batang otak dan menurunkan
angka frekuensi mengedip atau menyebabkan kedipan yang tidak sempurna (Kikkawa, 2003
; Oyster, 1999).

2.3 BLEFARITIS
2.3.1 Definisi
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada tepi kelopak mata
(palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan bahan
kosmetik, sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman streptococcus alfa atau
beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan staphylococcus (melalui
demodex folliculorum sebagai vektor) (Ilyas, 2014 ; AAO, 2013).

Gambar 14 : Radang pada kelopak mata (blefaritis)

2.3.2 Epidemiologi
Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui, tetapi penyakit dengan

14
angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus sistemik, mungkin terdapat
blefaritis sebagai bagian dari gejala yang ditemukan. Morbiditas termasuk kehilangan fungsi
visual, kesejahteraan, dan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Proses penyakit dapat mengakibatkan kerusakan pada pelupuk mata dengan
trichiasis, entropion notching, dan ectropion. Kerusakan kornea dapat mengakibatkan
peradangan, jaringan parut, hilangnya kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan
penglihatan. Jika peradangan yang parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak
ada studi yang diketahui menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blefaritis. Rosacea
mungkin lebih umum di orang berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya karena
lebih mudah dan sering didiagnosis pada ras ini.
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui perbedaan dalam
insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis seboroik lebih sering terjadi pada
kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata adalah 50 tahun.8 Akan tetapi apabila
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada
rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada
penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua
umur. Dibandingkan dengan bentuk lain, blefaritis staphylococcal ditemukan pada usia lebih
muda (42 tahun) dan sebagian besar adalah wanita (80%) (Ilyas, 2014 ; AAO, 2013).

2.3.4 Faktor Resiko (AAO, 2013).


 Mata kering
Mata kering telah dilaporkan ada pada 50% pasien dengan blepharitis stafilokokus.
Sebaliknya, pada 66 pasien dengan mata kering, 75% pasien memiliki konjungtivitis atau
blepharitis stafilokokus. Mungkin ada penurunan lisozim lokal dan imunoglobulin. tingkat
yang terkait dengan defisiensi air mata dapat mengubah resistensi terhadap bakteri, yang
merupakan predisposisi terjadinya blepharitis stafilokokus.
Dua puluh lima persen hingga 40% pasien dengan blepharitis seboroik dan MGD, 4
dan 37% hingga 52% pasien dengan rosacea okular13 juga memiliki defisiensi air mata
berair. Ini mungkin hasil dari penguapan film air mata yang meningkat karena kekurangan
dalam komponen lipid dari air mata serta berkurangnya sensasi permukaan mata. Tingkat
rendah dari film air mata fosfolipid telah ditemukan dikaitkan dengan kehadiran mata kering
pada pasien. dengan blepharitis kronis.
 Kondisi dermatologis

15
Kondisi dermatologis yang terkait dengan blepharitis seboroik dan MGD dapat
berbagi etiologi umum dan faktor predisposisi. Dalam satu penelitian terhadap 99 pasien
blepharitis kronis dan 33 pasangan usia dan jenis kelamin, 95% pasien dengan seborrheic
blepharitis juga menderita dermatitis seboroik. Pada pasien dengan subset MGD yang
disebut meibomitis primer (difus), 74% menderita dermatitis seboroik dan 51% memiliki
rosacea (jerawat rosacea).
 Demodikosis
Demodex folliculorum telah ditemukan pada 30% pasien dengan blepharitis kronis,
tetapi tungau ini juga ditemukan dengan prevalensi yang hampir sama pada pasien tanpa
blepharitis. Namun, pasien dengan blepharitis bandel telah merespons terapi yang diarahkan
untuk mengurangi atau menghapuskan tungau Demodex. Bulu mata dengan ketombe
silinder atau lengan di dasar bulu mata dilaporkan menjadi tanda infestasi okular Demodex.
Penelitian telah menunjukkan bahwa keparahan ketidaknyamanan permukaan mata
memiliki korelasi positif yang kuat dengan jumlah Demodex per cilia.
 Rosacea
Rosacea adalah penyakit kulit dan mata yang diamati lebih sering pada individu
berkulit putih, tetapi dapat terjadi pada orang-orang dari semua ras dan kedua jenis kelamin.
Temuan kulit wajah yang khas meliputi eritema, telangiektasia, papula, pustula, kelenjar
sebaceous yang menonjol, dan rhinophyma. Rosacea juga berhubungan dengan kelainan
membran basal epitel dan erosi epitel kornea berulang. Tungau Demodex dapat berperan
dalam patogenesis rosacea. Beban Demodex meningkat pada individu dengan rosacea.

2.3.3 Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena adanya
pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Hal
ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan di sekitar kelopak
mata, mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh
produksi toksin bakteri, sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat
diperberat dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom (Allen,
2013 ; AAO, 2013).
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata dan mungkin
disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama dianggap hasil dari respon
mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel S. Aureus yang mungkin juga bertanggung

16
jawab untuk mata merah dan infiltrat kornea perifer yang ditemukan pada beberapa pasien.
Blefaritis seboroik sering dikaitkan dengan dermatitis seboroik umum yang mungkin
melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial, belakang telinga, dan sternum. Karena hubungan
erat antara kelopak dan permukaan okular, blefaritis kronis dapat menyebabkan perubahan
inflamasi dan mekanik sekunder di konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior
disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar meibomian.
Lipase bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas. Hal ini
meningkatkan titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari kelenjar, sehingga
berkontribusi terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin memungkinkan pertumbuhan S.
Aureus. Hilangnya fosfolipid dari tear film yang bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan
meningkatnya penguapan air mata dan osmolaritas, juga ketidakstabilan tear film.
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan :
1. Infeksi bakteri langsung
2. Respons melawan toksin bakteri
3. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi
sekresi dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan lipid
eksternal dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan tear film dan
mencegah kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan kelenjar di blepharitis
posterior telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu, kelenjar epitel dari hewan model
penyakit kelenjar meibomian menunjukkan hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi
kelenjar atau menyebabkan deskuamasi sel epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga
menyebabkan konstriksi kelenjar. Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar
dan karenanya mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam
blepharitis posterior, terjadi perubahan komposisi meibum di mana perubahan rasio asam
lemak bebas untuk ester kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa
memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga
menyebabkan menutupnya muara kelenjar.

2.3.4 Klasifikasi
Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi:

17
 Blefaritis Anterior:

Blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat dimana bulu mata
tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (stafilokokus blefaritis)
atau ketombe di kepala dan alis mata (blefaritis sebore). Walaupun jarang, dapat juga
disebabkan karena alergi (Allen, 2013 ; AAO, 2013).

Gambar 15 : Blefaritis Anterior

 Blefaritis Posterior
Blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian yang kontak
langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan karena produksi
minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis meibom) yang akan
mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan bakteri untuk bertumbuh.
Selain itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang lain seperti jerawat atau
ketombe.

Gambar 16 : Blefaritis Posterior

Berdasarkan etiologinya, blefaritis dibagi menjadi:


 Blefaritis bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai dengan berat. Diduga
sebagian besar infeksi kulit superfisial kelopak diakibatkan streptococcus. Bentuk
infeksi kelopak dikenal sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eksematoid.

18
Pengobatan pada infeksi ringan ialah dengan memberikan antibiotik lokal dan
kompres basah dengan asam borat. Pada blefaritis sering diperlukan pemakaian
kompres hangat. Infeksi yang bert perlu diberikan antibiotik sistemik (Ilyas, 2014).
o Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan
sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah.
Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom
untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya
menyertainya AAO, 2013).
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan
eritema pada tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata.
Infeksi kronis dapat disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya
blefaritis ulseratif. Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea
termasuk erosi epitelial, neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak.
o Blefaritis Sobore

Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar


penanganannya. Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar
dari kelenjar meibom, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan
hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk kalazion,
hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng. Pasien dengan blefaritis
sebore mempunyai sisik berminyak pada kelopak mata depan, dan sering di antara
mereka juga menderita dermatitis seboroik pada alis dan kulit kepalanya.11 The
American Academy of Dermatology mencatat bahwa penyebab kondisi ini belum
dipahami dengan baik. Tapi dermatitis sebore terkadang muncul pada orang dengan
sistem kekebalan yang lemah. Jamur atau ragi jenis tertentu yang memakan minyak
(lipid) di kulit juga dapat menyebabkan dermatitis seboroik, dengan blefaritis
menyertainya (Ilyas, 2014)

 Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta
pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.

19
Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit didaerah akar
bulu mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini
berjalan bersama dermatitis seboroik. Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan
metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas
dan gatal. Terdapat sisik berwarna halus–halus dan penebalan margo palpebra
disertai dengan madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya tanpa
mengakibatkan perdarahan.

Gambar 17 : Blefaritis Skuamosa

 Blefaritis Ulseratif

Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat


infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekunung- kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang
terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai
perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan
lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok
(madarosis).

Gambar 18: Blefaritis Ulseratif

20
 Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi pada tepi kelopak disudut kelopak mata atau
kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus dan
internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan padafungsi punctum lakrimal. Blefaritis
angularis disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Moraxella lacunata. Seringkali gejala
yang muncul adalah kemerahan pada salah satu tepi kelopak mata, bersisik, maserasi dan
kulit pecah-pecah di kantus lateral dan medial, juga dapat terjadi konjungtivitis folikuler dan
papil. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren. Blefaritis angularis diobati dengan sulfa
(kloramfenikol, eritromisin), tetrasiklin dan sengsulfat. Penyulit terjadi pada punctum
lakrimal bagian medial sudutmata yang akan menyumbat duktus lakrimal.

Gambar 19 : Blefaritis Angularis

 Blefaritis Meibomianitis.

Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda


peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres
hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.

Gambar 20 : Blefaritis Meibomiantis

21
2.3.5 Penegakan Diagnosa

Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang komprehensif.


Pengujian, dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata dan permukaan depan bola
mata, termasuk (Kanski, 2011 ; AA0, 2013) :

 Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan adanya
masalah kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap masalah mata.
 Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan penampilan
bulu mata.
 Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan kelenjar Meibomian
menggunakan cahaya terang dan pembesaran.
 Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.

22
2.3.6 Diagnosa Banding (AAO, 2013)

2.3.7 Penatalaksanaan

Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga kebersihan
kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter harus memastikan bahwa
pasien mengerti bahwa penanganan blefaritis adalah sebuah proses, yang harus dilakukan
untuk jangka waktu yang lama. Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan
semua ini termasuk variasi dari 3 langkah penting (Kanski, 2011 ; AA0, 2013).

 Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan untuk
memicu evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat penting. Pasien

23
umumnya diarahkan untuk menggunakan kompres hangat basah dan menerapkannya
pada kelopak berulang kali. Air hangat di handuk, kain kassa direndam, atau dimasak
dengan microwave, kain yang telah direndam dapat digunakan. Pasien harus
diinstruksikan untuk menghindari penggunaan panas yang berlebihan.
 Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan yang
menempel, seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan lubang kelenjar.
Hal ini dapat dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa
sering digunakan, meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes
shampo bayi dicampur dalam satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk
larutan pembersih. Harus diperhatikan untuk menggosok-gosok lembut atau
scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan kulit kelopak atau permukaan
konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan mungkin berbahaya.
 Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum
digunakan adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik
kortikosteroid kombinasi dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang tepat
untuk pengelolaan jangka panjang.

2.3.8 Komplikasi
Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang
paling sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin sebaiknya
disarankan untuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti kaca mata sampai
gejala blefaritis benar-benar sudah hilang.
 Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata merah
(konjungtivitis).
 Keratokonjungtivissica adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa memproduksi
air mata yang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini bisa menyebabkan mata
kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome mata kering dapat terjadi karena
dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis seboroik, dan dermatitis rosea, namun dapat
juga disebabkan karena kualitas air mata yang kurang baik
 Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang meradang atau
salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus) di kornea.
Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya, meskipun defisiensi tear

24
film kadang dapat mengaburkan penglihatan, menyebabkan berbagai
derajatpenglihatan berfluktuasi sepanjang hari.
2.3.9 Prognosis
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol
tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata yang
baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari
kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis
berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati
kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa
episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang
berhasil, kekambuhan dapat terjadi.

25
BAB III

PENUTUP

Blefaritis adalah radang pada tepi kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi
kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan
pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang
disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat
rosacea. Dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman,
blefaritistidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada
penglihatan. Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit
penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi
pada semua umur.

Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol
tanda- tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata yang
baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari
kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis berhubungan
dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi
tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis,
kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil,
kekambuhan dapat terjadi.

26

Anda mungkin juga menyukai