Anda di halaman 1dari 4

DIABETES MELITUS, SI MANIS YANG MEMATIKAN

Oleh Ady Putro, Latsar CPNS Gol II, Ang. 46, NDH 01

Rasanya sangat tepat jika kita harus mulai sadar diri guna menghindari penyakit yang
nikmatnya menyengsarakan ini. Jika boleh saya sampaikan, mengutip data dari Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2011
mengumumkan pengidapnya sebanyak 336 juta orang di seluruh dunia dan dengan 4,6 juta
kematian tiap tahunnya, atau satu kematian setiap tujuh detik. Dan lebih dari 90% semua
populasi diabetes adalah Diabetes melitus tipe 2, yang artinya mereka mendapatkan kerusakan
fungsi produksi hormon insulin dikarenakan pola hidup yang tidak benar, bukan karena faktor
kelainan genetik / keturunan.
World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM
di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Jumlah yang
sangat fantastis dalam hal pertambahannya.
Mengenal lebih jauh, Diabetes melitus (DM) adalah suatu keadaan kelebihan kadar
glukosa / gula dalam tubuh disertai dengan kelainan metabolik akibat gangguan hormonal dan
dapat menimbulkan berbagai kompilkasi kronik. Diabetes melitus juga merupakan penyakit
yang menahun atau tidak dapat disembuhkan. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus
seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta dengan gula darah sewaktu ≥200 mg/dL dan gula
darah puasa ≥126mg/dL.
Klasifikasi diabetes melitus mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke
waktu. Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu munculnya (time of onset). Diabetes
yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut “juvenile diabetes”, sedangkan yang baru muncul
setelah seseorang berumur di atas 45 tahun disebut sebagai “adult diabetes”. Namun klasifikasi
ini sudah tidak layak dipertahankan lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul
pada usia 20-39 tahun, yang menimbulkan kebingungan untuk mengklasifikasikannya.
Hingga saat ini, pembagian yang umum digunakan dalam dunia medis adalah tiga
macam, yakni Diabetes Mellitus Tipe 1 (DM T1) untuk menggambarkan Destruksi / rusaknya Sel
β (sel Beta) dari organ Pankreas sejak awal, Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM T2) untuk
menggambarkan ketidakcukupan kebutuhan pemenuhan insulin yang penyebabnya sangat
bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Dan yang ketiga, Diabetes
Mellitus Tipe Lain diantaranya Penyakit Pancreas, Diabetes karena obat/zat kimia, Diabetes
karena infeksi, dan Diabetes Mellitus Gestasional (terganggunya kadar gula yang muncul pada
masa kehamilan).
Untuk mengenali gejala awal terjangkiti penyakit ini bisa ditinjau dari tiga Poli, yakni
Poliuria, Polidipsia, dan Polifagia. Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24
jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala diabetes melitus
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini
lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung gula. Polidipsia
adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga
tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan. Polifagia adalah merasa cepat lapar,hal ini
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis, sedangkan kadar glukosa dalam darah
cukup tinggi. Dan tanda khas lainnya yakni penyusutan berat badan secara drastis. Penyusutan
berat badan pada pasien diabetes melitus disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan
membakar lemak sebagai cadangan energi.
Berlanjut ke faktor risiko. Setidaknya ada Tujuh. Pertama, Usia bisa menjadi faktor risiko
karena seiring bertambahnya umur terjadi penurunan fungsi-fungsi organ tubuh. Kedua, jenis
Kelamin pada usia lebih dari 40 tahun, wanita lebih berisiko mengalami diabetes. Pada wanita
yang telah mengalami menopause, gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan
produksi hormon esterogen dan progesteron. Hormon esterogen dan progesteron ini
mempengaruhi bagaimana sel-sel tubuh merespon insulin. Ketiga, Pola Makan. Makan yang
sekaligus banyak memicu insulin dan reseptor untuk bekerja lebih keras, sehingga reseptor
glukosa lebih cepat mengalami kerusakan.
Keempat, Keturunan. Kepekaan reseptor terhadap glukosa dapat diturunkan ke generasi
berikutnya. Sehingga, bila orang tua mengalami diabetes, kemungkinan anaknya juga dapat
mengalami diabetes. Kelima, Aktifitas Fisik. Masyarakat yang suka hidup dengan santai tanpa
melakukan apapun ternyata memiliki risiko lebih besar mengalami diabetes. Orang-orang yang
sering bersantai maka reseptor yang menerima glukosa tidak aktif. Akibatnya, glukosa akan
tinggi kadarya dalam darah. Keenam, Kehamilan Besar atau Kembar. Karena ini dapat
meningkatkan produksi hormon pertumbuhan lebih banyak. Hormon pertumbuhan ini
melawan kerja insulin. Akibat dari kerja insulin yang dihambat yaitu kadar glukosa dalam darah
tinggi. Dan ketujuh adalah Obesitas atau Kegemukan. Orang yang mengalami obesitas memiliki
simpanan lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan
ideal. Akibatnya, jumlah reseptor glukosa juga semakin sedikit. Sehingga yang terjadi adalah
peningkatan kadar glukosa dalam darah.
Hal terburuk dari adanya penyakit adalah komplikasi. Para ahli membedakan
komplikasinya menjadi dua, yakni Akut (segera) dan Kronis (menahun). Untuk komplikasi akut
sendiri ada 3 macam yang semuanya mengancam nyawa. Yaitu Hipoglikemia (kekurangan
glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan
yang kurang tepat. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi diabetes yang disebabkan
karena kelebihan kadar glukosa dalam darah ditandai oleh trias Hiperglikemia, Asidosis dan
Ketosis. Dan yang ketiga adalah Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa serum lebih dari 600 mg/dl. Sindrom HHNK disebabkan karena kekurangan jumlah
insulin efektif.
Sedangkan komplikasi kronis dibedakan menjadi dua jenis, dilihat dari besarnya efek
yang didapat. Komplikasi metabolik kronik pada pasien diabetes melitus berupa kerusakan pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskuer) dan komplikas pada pembuluh darah besar
(makrovaskuer). Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuer) yaitu: (1) Kerusakan retina
mata (Retinopati), (2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik), (3) Kerusakan syaraf (Neuropati
diabetik), dan (4) Kerusakan lambung (Gastropati diabetik). Komplikasi pembuluh darah besar
(makrovaskuer) yaitu stroke dan risiko jantung koroner.
Inti dari pembahasan kita adalah bagaimana agar terhindar dari yang namanya Diabetes
Melitus ini. Ya, pencegahan Diabetes Melitus. Ada 3 jenis pencegahan diabetes mellitus yakni
Primer, Sekunder, dan Tertier. Pencegahan Primer untuk mencegah terjadinya diabetes
mellitus. Untuk itu, faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes mellitus perlu
diperhatikan, baik secara genetik maupun lingkungan. Hal-hal yang harus dilakukan dalam
pencegahan primer: Pola makan sehari-hari harus seimbang dan tidak berlebihan, Olahraga
secara teratur dan tidak banyak berdiam diri, upayakan berat badan dalam batas normal, dan
hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes mellitus (diabetogenik).
Pencegahan Sekunder adalah mencegah agar penyakit diabetes mellitus yang sudah
timbul tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain, menghilangkan gejala, dan keluhan
penyakit diabetes mellitus. Pencegahan sekunder meliputi deteksi dini penderita diabetes
mellitus, terutama bagi kelompok yang berisiko tinggi terkena diabetes mellitus. Hal-hal yang
harus dilakukan dalam pencegahan sekunder: Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat,
Menjaga berat badan dalam batas normal, usaha pengendalian gula darah agar tidak terjadi
komplikasi diabetes mellitus, dan Olahraga teratur sesuai dengan kemampuan fisik dan umur.
Pencegahan Tersier bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi
penyakit yang sudah terjadi. Berikut pencegahan yang dimaksud: Mencegah terjadinya
kebutaan jika menyerang pembuluh darah mata, mencegah gagal ginjal kronik jika menyerang
pembulu darah ginjal, mencegah stroke jika menyerang pembuluh darah otak. Oleh karena itu,
diperlukan pemeriksaan secara rutin dan berkala terhadap bagian organ tubuh yang rentan
terhadap komplikasi dan kecacatan.

Anda mungkin juga menyukai