Anda di halaman 1dari 20

Mata kuliah Keperawatan Dasar II

QBL 4 Infeksi atau Prinsip Steril

Dosen Pengampu:
Ns. Rista Apriana, M.Kep

A. PENGERTIAN DAN SIFAT INFEKSI


Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya suatu organism (agen infeksius) dalam
tubuh pejamu. Jika agen infeksius (pathogen) hanya berada dalam tubuh pejamu (host),belum
tentu infeksi akan terjadi jika suatu mikroorganisme menginvasi,bertumbuh,dan berkembang
biak di dalam pejamu tetapi tidak menyebabkan infeksi,maka ini disebut kolonisasi. Infeksi
bersifat infeksius atau menular. Penyakit seperti meningitis viral atau pneumonia bersifat
infeksius. Penyakit tersebut meskipun berakibat serius pada klien,tidak menimbulkan risiko
pada orang lain,termasuk pemberi layanan.
Jika penyakit infeksius dapat ditularkan secara langsung dari suatu individu ke
individu lainnya,maka disebut penyakit menular. Jika pathogen berkembang biak dan
menyebabkan tanda dan gejala klinis,maka infeksi tersebut bersifat simtomatik. Jika gejala
dan tanda klinis tidak ada,maka penyakit tersebut bersifat asimtomatik contohnya Hepatitis
C. Penyakit ini dapat menular melalui kontak dengan darah ke kulit akibat paparan
perkutaneris klien yang bersifat asimtomatik.
Infeksi Nosokomial
Klien dalam lingkungan pelayanan kesehatan memiliki peningkatan risiko yang tinggi
untuk terkena infeksi. Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan (Health Care-
associated Infection (Infeksi Nosokomial) biasanya disebut infeksi didapat dari pelayanan
kesehatan atau Nosokomial,yaitu infeksi yang dihasilkan dari penyampaian pelayanan pada
suatu sarana pelayanan kesehatan. Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang
invasive,pemakaian antibiotic,adanya organisme yang resisten dengan berbagai obat,dan
pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi. Infeksi Nosokomial dapat
bersifat eksogen atau endogen.
Organisme eksogen adalah satu jenis organisme yang berada diluar klien. Sebagai
contoh,infeksi pascaoperasi merupakan infeksi eksogen. Organisme endogen adalah bagian
dari flora normal atau organism virulen yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi endogen
dapat terjadi ketika bagian dari flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh secara
berlebihan. Sebagai contoh,klien yang memakai beberapa antibiotic dalam lingkungan rumah
sakit dan terkena infeksi C. difficile sebagai akibatnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan klien,tipe dan jumlah prosedur
invasif,terapi yang diterima, dan lamanya perawatan dirumah sakit dapat memengaruhi risiko
infeksi. Tempat utama infeksi nosokomial antara lain : luka operasi atau luka
traumatic,traktus respiratorius dan urinarius,serta aliran darah.
Tempat dan Penyebab Infeksi Nosokomial
Melakukan prosedur kebersihan tangan yang salah dapat meningkatkan risiko klie untuk
terkena semua jenis infeksi nosokomial
1. Traktus Urinarius
Penyebabnya :
 Pemasangan kateter urine yang tidak steril
 Posisi selang kateter yang tidak benar
 Sistem pengeluaran yang terbuka
 Selang dan kateter menjadi terkontaminasi
 Kantong pembuangan menyentuh permukaan yang terkontaminasi
 Teknik pengumpulan specimen yang salah
 Obstruksi atau gangguan pengeluaran urine
 Urine pada kateter atau selang pengeluaran kembali masuk ke kandung kemih
(refluks)
2. Luka operasi atau Traumatik
Penyebabnya :
 Persiapan kulit sebelum operasi yang salah (misalnya: mencukur
versus,menggunting rambut;tidak mandi sebelum operasi a permukaan kulit
dengan benar
 Gagal menggunakan teknik asepsis selama mengganti balutan
 Menggunakan cairan antiseptic yang terkontaminasi
3. Traktus Respiratorisus
Penyebabnya :
 Alat terapi pernapasan yang terkontaminasi
 Gagal untuk menggunakan teknik asepsis ketika mengisap jalan napas
4. Aliran darah
Penyebabnya:
 Kontaminasi cairan intravena (IV) melalui selang
 Memasukkan tambahan obat pada cairan IV
 Penambahan selang penghubung atau keran penghenti pada sistem IV
 Perawatan tempat masuknya jarum yang salah
 Jarum atau kateter yang terkontaminasi
 Gagal mengubah tempat masuk IV ketika terlihat pertama kali
 Teknik yang salah pemberian berbagai produk darah
 Perawatan peritoneal atau jalur hemodialisis yang salah
 Pemasangan jalur IV yang salah
B. PENGERTIAN ISOLASI
Isolasi adalah pemisahan dan pembatasan pergerakan orang sakit dengan penyakit
menular. Fasilitas perawatan kesehatan diharuskan memiliki kemampuan mengisolasi pasien.
Sebagai contoh, pasien dengan suspek atau dikonfirmasi TB aktif biasanya ditempatkan di
ruang isolasi infeksi udara.
Tingkat pertama dan paling penting adalah tindakan pencegahan standar. Tingkat
kedua membahas tindakan pencegahan isolasi, yang didasarkan pada cara penularan suatu
penyakit. Peringatan isolasi disebut udara, tetesan, kontak, dan lingkungan pelindung.
Tindakan pencegahan untuk pasien dengan patogen yang sangat menular. Kategori
lingkungan perlindungan dirancang untuk pasien yang telah menjalani transplantasi dan
terapi gen.
1. Kewaspadaan kontak: Kontak langsung mengacu pada perawatan dan penanganan
cairan tubuh yang terkontaminasi. Contohnya darah atau cairan tubuh lain dari pasien
yang terinfeksi yang masuk ke tubuh petugas kesehatan melalui kontak langsung
dengan kulit yang terganggu atau membran mukosa. Kontak tidak langsung
melibatkan pemindahan agen infeksius melalui objek perantara yang terkontaminasi
seperti instrumen yang terkontaminasi atau tangan petugas perawatan kesehatan.
Petugas kesehatan dapat mentransmisikan mikroorganisme dari satu lokasi pasien ke
lokasi lain jika kebersihan tangan tidak dilakukan di antara pasien.
2. Pencegahan tetesan: Tindakan dengan pemakaian masker bedah ketika dalam jarak 3
kaki dari pasien, kebersihan tangan yang tepat, dan beberapa peralatan perawatan
khusus. Contohnya adalah pasien dengan influenza.
3. Pencegahan melalui udara: Ini membutuhkan ruangan yang dilengkapi secara khusus
dengan aliran udara negatif yang disebut sebagai ruang isolasi infeksi udara. Udara
tidak dikembalikan ke sistem ventilasi dalam tetapi disaring melalui filter udara
partikulat efisiensi tinggi (HEPA) dan habis langsung ke luar. Semua petugas
kesehatan mengenakan respirator N95 setiap kali mereka memasuki ruangan.
4. Lingkungan perlindungan: Berfokus pada populasi pasien yang sangat terbatas.
Bentuk isolasi ini membutuhkan ruangan khusus dengan aliran udara positif. Laju
aliran udara ditetapkan lebih besar dari 12 pertukaran udara per jam, dan semua udara
disaring melalui filter HEPA. Pasien tidak diperbolehkan memiliki bunga kering atau
segar atau tanaman pot di kamar ini.
Prinsip-prinsip Dasar Isolasi
1. Membersihkan tangan saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien dalam
isolasi.
2. membuang persediaan dan peralatan yang terkontaminasi
3. Menerapkan pengetahuan tentang proses penyakit dan cara penularan infeksi saat
menggunakan pelindung.
4. Lindungi semua orang yang mungkin terpapar selama transportasi pasien di luar
ruang isolasi.
Kategori Isolasi
1. Isolasi Ketat
Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat
menular, baik melalui kontak langsung maupun peredaran udara. Teknik ini
mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan
dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker, dan sarung tangan serta
mematuhi aturan pencegahan yang ketat. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan
penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes Zoster diseminata atau pada
pasien imunokompromis.
Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruangperawatan isolasi ketat
yaitu:
1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding
tekanan di koridor.
2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
3. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi denganmenggunakan filter
HEPA (High-Efficiency Particulate Air)
4. Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak boleh
membuang ludah atau dahak di lantai -gunakan penampung dahak/ludah
tertutup sekali pakai (disposable).
2. Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan
melalui kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila
mendekati pasien, jubah dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai
setiap menyentuh badan infeksius. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru
lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia atau
infeksi kulit oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh
bakteri yang resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.
3. Isolasi Saluran Pernafasan
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan
dengan cara kontak langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien
dalam kamar terpisah, memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus
terhadap buangan nafas / sputum, misalnya pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa
paru, infeksi H. influenza.
C. TANDA INFEKSI
Tanda-tanda dan gejala infeksi mungkin lokal atau sistemik. Infeksi yang terlokalisasi
paling umum pada area kulit atau membran mukosa seperti luka bedah dan trauma, ulkus
tekan, lesi oral, dan abses.
Menilai untuk infeksi lokal, pertama memeriksanya untuk kemerahan dan
pembengkakan yang disebabkan oleh peradangan. Karena mungkin ada drainase dari lesi
atau luka terbuka, kenakan sarung tangan yang bersih. Drainase yang terinfeksi mungkin
berwarna kuning, hijau, atau coklat, tergantung pada patogennya. Sebagai contoh, hijau pada
sputum sering mengindikasikan infeksi sinus. Tanyakan pasien tentang rasa sakit atau
kelembutan di sekitar lokasi. Beberapa pasien mengeluh sesak dan sakit akibat edema. Jika
area yang terinfeksi cukup besar, pergerakannya dibatasi. Palpasi lembut pada area yang
terinfeksi biasanya menghasilkan beberapa tingkat kelembutan. Kenakan kacamata pelindung
dan masker bedah saat ada risiko percikan atau semprotan dengan darah atau cairan tubuh.
Gangguan sistemik menyebabkan gejala yang lebih umum seperti kelelahan, mual /
muntah, dan malaise. Kelenjar getah bening yang mengeringkan area infeksi sering menjadi
membesar, bengkak, dan lunak saat palpasi. Misalnya, abses di rongga peritoneum
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan. Infeksi pada bagian atas
saluran pernapasan menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening serviks. Jika infeksi
serius dan menyebar, semua kelenjar getah bening utama mungkin memperbesar.
Infeksi sistemik terkadang berkembang setelah pengobatan infeksi lokal gagal.
Waspada terhadap perubahan pasien tingkat aktivitas dan responsif. Sebagai infeksi sistemik
berkembang,peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan peningkatan episode detak jantung
dan pernapasan serta tekanan darah rendah. Keterlibatan sistem tubuh utama menghasilkan
gejala spesifik. Misalnya, infeksi paru menghasilkan batuk produktif dengan purulen dahak.
ISK menyebabkan urin keruh dan berbau.
Infeksi tidak selalu hadir dengan tanda-tanda khas dan gejala pada semua pasien.
dahak yang produktif.
D. Data Laboratorium : nilai laboratorium tidak cukup untuk mendeteksi infeksi.
Tes laboratorium untuk identifikasi infeksi
Nilai Laboratorium Nilai Normal (Dewasa) Indikasi Infeksi
Jumlah sel darah putih (WBC) 5000 – 10.000 / mmᵌ Peningkatan infeksi akut,
menurun pada virus tertentu atau
infeksi yang luar biasa
Laju sedimentasi eritrosit Hingga 15mm/ jam pada pria Meningkat karena adanya proses
200mm/jam pada wanita inflamasi
Tingkat zat besi 60-90 g / 100 ml Menurun pada infeksi kronis
Kultur urin dan darah Biasanya steril tanpa Terdapat pertumbuhan
pertumbuhan mikroorganisme mikroorganisme yang menular

Kultur dan pewarnaan gram Tidak ada WBC pada pewarnaan


dari luka, dahak, dan gram, kemungkinan flora normal Kehadiran pertumbuhan
tenggorokan mikroorganisme menural dan
WBC pada gram noda
Neutrofil 55%-70% Peningkatan infeksi supuratif akut
(pembentukan nanah), menurun
pada infeksi bakteri yang luar
biasa (orang dewasa yang lebih
tua)
Limfosit 20%-40% Peningkatan infeksi bakteri dan
virus kronis, menurun pada sepsis

Monosit 5%-10% Peningkatan infeksi protozoa,


reketsia, dan tuberkulosis
Eosinofil 1%-4% Meningkat pada infeksi parasit
Basofil 0,5%-1,5% Normal selama infeksi
E. APD : Peralatan Pelindung Pribadi APD, pakaian khusus atau peralatan yang dikenakan
oleh petugas kesehatan untuk perlindungan terhadap bahan infeksius.
PEDOMAN APD (Alat Pelindung Diri)
1. Gaun atau Skort.
Alasan utama menggunakan gaun adalah untuk
mencegah pakaian kotor selama kontak dengan
pasien. Gaun atau penutup ini dapat melindungi
petugas kesehatan dan pengunjung dari kontak
dengan bahan yang terinfeksi dan darah atau cairan
tubuh.
2. Perlindungan Mata.
Digunakan saat melakukan prosedur termasuk irigasi luka
perut yang besar atau pemasangan kateter arteri ketika
perawat membantu penyedia layanan kesehatan.
3. Sarung Tangan.
membantu mencegah penularan patogen melalui kontak
langsung dan tidak langsung.
4. Perlindungan Pernafasan.
melindungi diri dari menghirup mikroorganisme dan inti
tetesan partikel kecil yang tetap menggantung di udara dari
saluran pernapasan pasien. Masker bedah melindungi seorang
dari menghirup aerool partikel besar yang menempuh jarak
pendek (3 kaki). Saat merawat pasien dengan tetesan atau
tindakan pencegahan di udara, gunakan masker (bedah atau
respator) ketika memasuki ruang isolasi.
Alat pelindung pernafasan khusus (masker respirator N95) diperlukan saat merawat
pasien dengan kewaspadaan di udara, seperti pasien dengan TB yang diketahui atau
diduga (CDC, 2005a).
F. Faktor yang Dipertimbangkan dalam Pemnentuan Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)
1. Enak dan nyaman dipakai.
2. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja.
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya atau potensi bahaya.
4. Memenuhi syarat estetika.
5. Memperhatikan efek samping penggunaan APD
6. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan dan harga terjangkau.
DisusunOleh
Mata kuliah Keperawatan Dasar II
QBL 5 Perawatan Luka

Dosen Pengampu :
Ns. Rista Apriana, M.Kep
A. PENGERTIAN LUKA

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membrane dan tulang atau organ
tubuh lain. (Kozier, 1995).
Sedangkan Menurut Potter & Perry (2006) Luka merupakan rusaknya struktur dan
fungsi anatomis normal tubuh yang diakibatkan adanya proses patologis yang berasal dari
internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.

B. JENIS – JENIS LUKA


1. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek) : Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan
dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka
dan meningkatkan resiko infeksi.
2. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) : Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang
menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena
hanya daerah kulit.
3. Vulnus Punctum (Luka Tusuk) : Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu
yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi
didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus
penetrosum(luka tembus).
4. Vulnus Contussum (Luka Kontusio) : Penyebab jenis luka ini adalah benturan benda
yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue
dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila
kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat
menyebabkan akibat yang serius.
5. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat) : Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan
benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan
tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6. Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak) : Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada
pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus
alienum.
7. Vulnus Morsum (Luka Gigitan) : Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia,
kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
8. Vulnus Perforatum (Luka Tembus) : Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka
jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga
melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9. Vulnus Amputatum (Luka Terpotong) : Luka potong, pancung dengan penyebab
benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan
organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom
limb.
10. Vulnus Combustion (Luka Bakar) : Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik
ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula –
carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.
C. DERAJAT LUKA BAKAR
1. Luka derajat satu hanya mengenai epidermis luar, kulit
kering dan secara klinis tampak sebagai daerah hiperemia
dan eritema. Biasanya sembuh dalam 3–7 hari dan tidak ada
jaringan parut.

2. Luka derajat II mengenai lapisan epidermis yang lebih dalam dan mencapai
kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Luka dapat
sembuh 10–21 hari. Luka derajat ini tampak lebih pucat, terdapat
vesikel, edema dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial,
karena adanya kerusakan kapiler dan ujung syaraf di dermis. Juga
timbul berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena
permeabilitas dindingnya meninggi. Derajat dua ini dibedakan
menjadi:
♥ Derajat II A, dimana kerusakan mengenai bagian superfisial
dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10–14 hari.
♥ Derajat II B, dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis, terdapat
bula. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.
Penyembuhan terjadi lebih lama dengan waktu lebih dari 1 bulan (Hettiaratchy,
2004).
3. Luka derajat tiga mengenai semua lapisan epidermis dan dermis
serta biasanya secara klinis tampak sebagai luka kering, luka
merah keputih-putihan, dan hitam keabu-abuan, tidak ada bula,
lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
Seringkali vena mengalami koagulasi dan dapat terlihat dari
permukaan kulit (Sabiston, 1987).

LUAS LUKA BAKAR


Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat
diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda.
Untuk keperluan pencatatan medis, dapat digunakan kartu luka bakar dengan cara Lund and
Browder (Baxter, 1993). Rule of nines membagi tubuh manusia dewasa dalam beberapa
bagian dan setiap bagian dihitung 9%. Hanya luka bakar derajat dua dan tigalah yang
dihitung menggunakan rule of nine, sementara luka bakar derajat satu tidak dimasukan sebab
permukaan kulit relatif bagus sehingga fungsi kulit sebagai regulasi cairan dan suhu masih
baik.

Gambar 5. Luas luka bakar pada orang dewasa


(Hettiaratchy, 2004 Gambar 6. Luas luka bakar pada
anak (Hettiaratchy, 2004).

D. KLASIFIKASI LUKA

DESKRIPSI PENYEBAB IMPLIKASI


PENYEMBUHAN
1. WAKTU DAN LAMANYA
 Akut Trauma, sayatan Luka biasanya mudah
luka yang dihasilkan melalui proses reparatif bedah dibersihkan dan
yang teratur dan tepat waktu yang diperbaiki. Tepi luka
menghasilkan pemulihan integritas anatomi bersih dan utuh
dan fungsional yang berkelanjutan

 Kronis Kompromi Terus menerus terkena


Luka yang gagal diproses melalui proses yang pembuluh darah, paparan menghambat
teratur dan tepat waktu untuk menghasilkan peradangan penyembuhan luka
integritas anatomi dan fungsional kronis, atau
paparan berulang
pada jaringan
(Doughty and
Sparks-Defriese,
2012)

2. PROSES PENYEMBUHAN
 Primer Sayatan bedah, Penyembuhan terjadi
Luka yang ditutup luka yang dijahit dengan epitelisasi;
atau dijepit sembuh dengan cepat
dengan pembentukan
bekas luka minimal.
 Sekunder Ulkus dekubitus, Luka sembuh dengan
Tepi luka tidak diperkirakan luka bedah yang pembentukan jaringan
mengalami granulasi, kontraksi
kehilangan luka, dan epitelisasi
jaringan
 Tersier Luka yang Penutupan luka ditunda
Luka dibiarkan terbuka selama beberapa hari, terkontaminasi hingga risiko infeksi
kemudian tepi luka diperkirakan dan memerlukan teratasi (Doughty and
observasi untuk Sparks-Defriese, 2012)
tanda-tanda
peradangan

Tersier Luka yang Penutupan luka ditunda


Luka dibiarkan terbuka selama beberapa hari, terkontaminasi hingga risiko infeksi
kemudian tepi luka diperkirakan dan memerlukan teratasi (Doughty and
observasi untuk Sparks-Defriese, 2012)
tanda-tanda
peradangan
3. STATUS INTEGRITAS KULIT Trauma oleh Robekan kulit
 Luka terbuka benda tajam atau memudahkan
Luka yang melibatkan robekan pada kulit tumpul. Seperti masuknya
atau membran mukosa. insisi bedah, mikroorganisme.
pungsi vena, dan Terjadi kehilangan
luka tembak. darah dan cairan tubuh
melalui luka. Fungsi
bagian tubuh
menurun.
 Luka Tertutup Bagian tubuh Luka dapat menjadi
Luka tanpa robekan pada kulit. yang terpukul predisposisi seseorang
oleh benda untuk mengalami
tumpul, penrdarahan internal.
terpelintir, Fingsi tubuh yang
keseleo, dan terkena akan
daya deselerasi mengalami
ke arah tubuh. penurunan.
Seperti fraktur
tulang dan
robekan pada
organ dalam.
4. TINGKAT KEPARAHAN Akibat gesekan Robekan
 Permukaan pada permukaan menimbulkan risiko
Luka hanya mengenai lapisan epidermis. kulit. Seperti infeksi. Luka tidak
abrasi, luka mengenai jaringan dan
bakar tingkat I, organ dibawahnya.
dan luka cukur. Suplai darah lancar.
 Penetrasi Benda asing Beresiko tinggi
Luka yang menyebabkan rusaknya lapisan atau alat yang mengalami infeksi
epidermis, dermis, dan jaringan atau organ masuk ke dalam karena benda asing
yang lebih dalam. jaringan tubuh, terkontaminasi. Luka
biasanya dapat menyebabkan
disengaja. perdarahan dalam dan
Seperti luka luar; kerusakan organ
tembak dan luka menyebabkan
tusuk. hilangnya fungsi
secara sementara atau
permanen.
 Perforasi Risiko tinggi infeksi.
Luka penetrasi akibat adanya benda asing Sifat cedera
bergantung pada
yang masuk ke dalam dan keluar organ organ yang perforasi
dalam. (paru, gangguan
oksigenasi, pembuluh
darah besar,
perdarahan,
kontaminasi usus,
rongga abdomen oleh
feses).
5. KEBERSIHAN Luka bedah Risiko terkena infeksi
 Luka Bersih tertutup yang rendah.
 Luka yang tidak mengandung tidak mengenai
organisme patogen. saluran GI,
 Proses inflamasi yang sangat minimal pernapasan,
 Terdapat di luka tertutup genital, saluran
 Kemungkinan terjadinya infeksi luka kemih yang
sekitar 1% – 5%. tidak terinfeksi
atau rongga
orofaring.
 Terkontaminasi-bersih Luka bedah pada Lebih beresiko
 Luka dalam kondisi aseptik tetapi saluran mengalami infeksi
melibatkan rongga tubuh yang gastrointestinal, dibanding luka bersih.
secara nomal mengandung pernapasan,
mikroorganisme. genital, saluran
 Luka tidak memperlihatkan tanda- kemih atau
tanda infeksi rongga orofaring
pada kondisi
yang terkontrol.
 Terkontaminasi Luka terbuka, Jaringan sering tidak
 Luka berada pada kondisi yang traumatik, sehat dan
mungkin mengandung kecelakaan, luka menunjukkan tanda-
mikroorganisme. bedah tanpa tanda inflamasi.
 Luka terbuka teknik aseptik Beresiko tinggi
 Akibat kecelakaan, dan luka yang baik. mengalami infeksi.
pembedahan yang tidak dilakukan
dengan teknik steril atau adanya
sejumlah besar rembesan dari saluran
cerna
 Memperlihatkan terjadinya proses
inflamasi
 Kemungkinan timbulnya infeksi luka
adalah 3% – 11%.

 Terinfeksi Setiap luka yang Luka tampak tanda


 Terdapat bakteri pada luka, tidak sembuh infeksi (inflamasi,
biasanya berjumlah lebih dari 105 dan didalamnya drainase purulen, kulit
organisme/gram jaringan. terdapat lepas).
 Luka berisi jaringan mati pertumbuhan
 Memperlihatkan tanda-tanda infeksi organisme, luka
klinis, seperti drainase purulen. traumatik yang
 Kemungkinan infeksi luka 10% – lama, dan insisi
17%. bedah ke area
yang terinfeksi.
Co : ruptur usus.
Luka kronik. Penyembuhan luka
 Terkolonisasi Seperti ulkus lambat, dan berisiko
Luka mengandung mikroorganisme statis vaskular tinggi mengalami
(biasanya multipel). dan ulkus/luka infeksi.
tekan.

PENILAIAN WARNA

A. Luka hitam
B. Luka kuning
C. Luka merah
D. Warna luka campuran

ANATOMI KULIT ATAU KEDALAMANNYA

 Stadium 1 : Luka dikatakan stadium 1 jika warna dasar luka merah dan hanya
melibatkan lapisan epidermis, epidermis masih utuh atau tanpa merusak
epidermis. Epidermis hanya mengalami perubahan warna kemerahan, hangat
atau dingin (tergantung pada penyebab), kulit melunak dan ada rasa nyeri atau
gatal. Contohnya adalah kulit yang terpapar matahari atau sunburn atau ketika
kita duduk pada satu posisi selama lebih dari dua jam, kemudian ada
kemerahan di gluteus (bokong).
 Stadium 2 : Luka dikatakan stadium 2 jika warna dasar luka merah dan
melibatkan lapisan epidermis-dermis. Luka menyebabkan epidermis terpisah
dari dermis dan/atau mengenai sebagian dermis (partial-tickness). Umumnya
kedalaman luka hingga 0,4 mm, namun bergantung pada lokasi luka. Contoh
luka pada stadium ini adalah bula atau blister karena epidermis sudah terpisah
dengan dermis
 Stadium 3 : Luka dikatakan stadium 3 jika warna dasar luka merah dan lapisan
kulit mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis, dermis, hingga
sebagian hipodermis (full-thickness). Umumnya kedalaman luka hingga 1 cm
(sesuai dengan lokasi luka pada tubuh bagian mana). Pada proses
penyembuhan luka, kulit akan membutuhkan lapisan-lapisan yang hilang
(granulasi) sebelum menutup (epitalisasi).
 Stadium 4 : Luka dikatakan stadium 3 jika warna dasar luka merah dan lapisan
kulit mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis, dermis, hingga
seluruh hipodermis, dan mencapai otot dan tulang (deep full-thickness).
Undermining (gua) dan sinus masuk ke dalam stadium 4.
 Unstageable : Luka dikatakan tidak dapat ditentukan stadiumnya (unstagable)
jika dasar luka kuning atau hitam dan merupakan jaringan mati (nekrosis),
terutama jika jaringan nekrosis ≥ 50% berada di dasar luka. Dasar luka yang
nekrosis dapat dinilai stadiumnya setelah ditemukan dasar luka merah
(granulasi) dengan pembuluh darah yang baik.

E. PENYEBAB LUKA

DESKRIPSI PENYEBAB IMPLIKASI


PENYEMBUHAN
 Disengaja Insisi bedah, tusukan Insisi biasanya dilakukan
Luka akibat terapi. tajam ke bagian dengan tehnik aseptik untuk
tubuh. meminimalkan peluang
terjadinya infeksi. Tepi luka
biasanya licin dan bersih.
 Kecelakaan Tidak Disengaja Cedera traumatik. Luka terjadi pada kondisi
Luka yang terjadi tanpa Seperti luka akibat yang tidak steril. Tapi luka
diharapkan. pisau dan luka bakar. sering kali tidak beraturan.

F. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

1. Fase Inflamasi : fase pertama dari proses penyembuhan luka. Fase penyembuhan
luka berupa inflamasi kemudian terbagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu inflamasi awal
(hemostatis) dan inflamasi akhir (lag phase).

 Inflamasi Awal (Hemostatis)

tubuh akan ‘mengerahkan’ faktor koagulasi (intrinsik dan ekstrinsik) sehingga


terjadi penyempitan pembuluh darah yang lantas menyebabkan penggumpalan
trombosit pada area luka. Aktivitas ini berujung pada pembekuan darah.
Setelahnya, pembuluh darah akan kembali melebar guna memberikan jalan bagi
darah menuju luka.

 Inflamasi Akhir (Lag Phase)

Setelah darah membeku, maka yang dilakukan oleh tubuh selanjutnya


adalah mengirimkan ‘pasukan’ sel darah putih (leukosit) guna mencegah
terjadinya infeksi agen mikrobial patogen, pun membuang jaringan rusak yang
telah mati. Sel darah putih juga memproduksi senyawa kimia yang membantu
memperbaiki jaringan yang rusak. Selanjutnya sel-sel kulit yang baru tumbuh
sehingga menutup area luka. Fase penyembuhan luka inflamasi akhir (lag
phase) terjadi 5 hari pasca trauma luka muncul.

2. Fase Proliferasi
Setelah fase inflamasi, proses penyembuhan luka berlanjut pada fase proliferasi, di
mana fase penyembuhan luka ini berlangsung dari hari ke-3 hingga 2 minggu pasca
trauma. Proliferasi diawali oleh aktivitas fibroblast men-sintesis kolagen dan
proteoglikan yang menghasilkan jaringan parut (terjadi di hari ke-5 pasca luka).
Kolagen sendiri adalah protein yang berfungsi untuk meningkatakan tensi dari
permukaan kulit yang terluka. Produksi kolagen yang memadai kemudian makin
memperkuat tensi permukaan kulit sehingga luka tertutup dengan baik.
Fase proliferasi diakhiri dengan tumbuhnya jaringan epitel, yang mana ini
berperan dalam meningkatkan aliran darah menuju area luka. Darah akan
menyalurkan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan jaringan untuk melancarkan proses
penyembuhan luka.
3. Fase Maturasi
Proses penyembuhan luka yang terakhir adalah maturasi. Fase penyembuhan luka ini
dimulai pada hari ke-20 pasca luka dan berakhir dalam kurun waktu tahunan (1-2
tahun). Di sini, fibroblast secara berkelanjutan akan mensintesis kolagen, yang
berdampak pada mengecilnya area luka, penurunan elastisitas kulit, dan munculnya
garis putih di sekitar luka.
Setelah itu, timbul jaringan parut yang memiliki tensi atau kekuatan serupa
dengan jaringan yang sudah rusak akibat luka. Kendati begitu, kulit baru secara
penampilan tidak sama dengan kulit lama, terutama dari aspek kelenturan kulit.
Kulit baru cenderung tidak selentur kulit sebelum mengalami luka. Hal ini
dikarenakan elastin, protein yang berperan dalam membentuk kelenturan kulit, tidak
dapat diproduksi kembali seperti halnya kolagen

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

1. Usia
Meningkatnya usia mempengaruhi semua fase penyembuhan luka. Menurunnya
fungsi makrofag menyebabkan terhambatnya respons inflamasi, terhambatnya
sintesis kolagen dan melambatnya epitelisasi.
2. Nutrisi
Proses fisiologis penyembuhan luka bergantung pada ketersediaan protein,
vitamin (A dan C), mineral, seng, dan tembaga.
3. Perfusi jaringan
Oksigen memberikan bahan bakar bagi fungsi sel ysng penting dalam proses
penyembuhan. Darah yang mengandung banyak oksigen dapat mempercepat
penyembuhan luka.
4. Infeksi
Infeksi luka memperpanjang fase inflamasi, memperlambat sintesis kolagen,
mencegah epitelisasi dan meningkatnya produksi sitokin proinflamatori.
5. Dampak psikososial luka

F. PRINSIP PERAWATAN LUKA


1. Prinsip pertama menyangkut pembersihan/ pencucian luka.
 Luka kering (tidak mengeluarkan cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing,
yaitu ditekan dan digosok pelan-pelan menggunakan kasa steril atau kain
bersih yang dibasahi dengan air steril atau NaCl 0,9 %.
 Luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu
disemprot lembut dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang)
atau NaCl 0,9 %. Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika
terdapat infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang sangat penting dalam
proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan luka di
kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman adalah
feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan tidak
menimbulkan reaksi alergi.
2. Prinsip kedua menyangkut pemilihan balutan.
 Calsium alginate yang berbahan rumput laut, berubah menjadi gel jika
bercampur dengan cairan luka. Karenanya dapat menyerap cukup banyak
cairan luka, merangsang proses pembekuan darah, dan mencegah kontaminasi
bakteri pseudomonas.
 Hydroactive gel dapat membantu proses pelepasan jaringan mati (nekrotik).
Sedang hydrocoloid yang berbentuk lembaran tebal/tipis atau pasta dapat
mempertahankan kelembaban luka, menyerap cairan, menghindari infeksi.
Cocok untuk luka yang merah, bengkak, atau mengalami infeksi.
 Nystatin yang dikombinasikan dengan metronidazole dan tepung maizena
digunakan untuk mengurangi iritasi/lecet, menyerap cairan yang tidak terlalu
berlebihan, dan mengurangi bau tidak sedap. Tidak beda dengan
campuran calsium alginate dan karbon yang juga berfungsi menyerap cairan
dan mengontrol bau tidak sedap.
 Aquacel terbuat dari selulosa berdaya serap sangat tinggi; atau pembalut
mengandung campuran zinc dan metronidazole yang dapat membantu
pelepasan jaringan mati, menjaga kelembaban, mengurangi bau, dan mudah
dibuka. Tetapi pembalut jenis ini tidak boleh digunakan pada saat radiasi.

Prinsip perawatan luka yang lain adalah tidak boleh membuat sebuah luka
menjadi luka baru (berdarah) lagi, karena itu berarti harus memulai perawatan dari
awal lagi. Juga, harus bisa mengontrol bau tidak sedap, mengatasi cairan yang
berlebih, mengontrol perdarahan, mencegah infeksi, mengurangi nyeri , dan
merawat kulit di sekitar luka. Yang penting diperhatikan dalam merawat luka
adalah selalu menjaga kebersihan. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan sesudah merawat luka, selalu menjaga kebersihan luka, menjaga agar
pembalut/penutup luka selalu bersih dan kering
Mata Kuliah: Keperawatan Dasar II
QBL 6 Pemeriksaan Penunjang

Dosen Pengampun:
Ns. Rista Apriana, M.Kep
B. PEGERTIAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah
pemeriksaan fisik pada penderita

C. MANFAAT PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium

1. Menguji saring (skrinning) adanya penyakit subklinis, dengan tujuan


menentukan risiko dan mendeteksi dini suatu penyakit terutama bagi individu
berisiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau keluhan).
2. Konfirmasi pasti diagnosis, untuk memastikan penyakit yang diderita
seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta
berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi.
3. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis.
4. Membantu pemantauan pengobatan.
5. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk
memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi dan pengelolaan
pasien.
6. Memantau perkembangan penyakit dan memantau efektivitas terapi yang
dilakukan agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi.
Pemantauan ini dilakukan secara berkala.
7. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai dan
potensial membahayakan

B. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

1. Kemampuan mendeteksi lebih awal bila ada deviasi


pertumbuhan pada janin.
2. Dapat dengan cepat mencari solusi untuk terapi.
3. Dapat memastikan kondisi janin baik atau tidak.
4. Dapat memperlihatkan pertumbuhan tumor ginjal, batu ginjal, tumor kandung
kemih, dan pembesaran prostat.
5. Mendeteksi adanya timbunan darah pada penyakit hematologi.
C. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

1. Dapat menghasilkan gambar potongan


struktur jaringan secara mendetail dan
resolusi tinggi.
2. Efek radiasi yang kecil.
3. Penentu langkah pengobatan.
4. Mengevaluasi efektivitas terapi.

D. Pemeriksaan Computerized Tomography (CT) Scan

1. Memperoleh diagnosis kelainan otot dan tulang, seperti tumor


atau keretakan pada tulang.
2. Menentukan lokasi tumor, infeksi, atau bekuan darah.
3. Memandu prosedur medis ketika melakukan operasi, biopsi,
atau terapi radiasi.
4. Mendeteksi dan memonitor kondisi dan penyakit tertentu,
seperti kanker, sakit jantung, dan tumor di organ tertentu
seperti paru-paru dan hati.
5. Mencari tahu cedera atau pendarahan internal.

E. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

1. Mendiagnosis aritmia jantung.


2. Dapat menilai perubahan anatomi, metobolik, ionik, dan
hemodinamik jantung.
3. Berperan penting mendiagnosis iskemia dan infark.
4. Mengetahui dimana kemungkinan lokasi pembuluh darah arteri
koroner mengalami sumbatan.

Manfaat pemeriksaan penunjang secara umum,


1. Menegakkan diagnosis definitif (pasti).
2. Menegakkan data laboratoris yang menunjang kecurigaan klinis.

D. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Ultrasonografi (USG)
suatu prosedur diagnosis yang dilakukan di atas permukaan kulit/ dirongga tubuh
menghasilkan suatu ultrasound di dalam jaringan. Pemeriksaan ini digunakan untuk
melihat struktur jaringan tubuh, untuk mendeteksi berbagai kelainan pada abdomen,
otak, jantung dan ginjal.
2. Rontgen
pemeriksaan yang memanfaatkan peran sinar x untuk melakukan skrining dan
mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya jantung, abdomen, ginjal,
ureter, kandung kemih, tenggorokan dan rangka.
3. Pap Smear (Papanicolaou Smear)
pemeriksaan sitologi yang digunakan untuk mendeteksi adanya kanker serviks atau
sel prakanker, mengkaji efek pemberian hormon seks serta mengkaji respons terhadap
kemoterapi dan radiasi.
4. Endoskopi
Pemeriksaan yang dilakukan pada saluran cerna untuk mendeteksi adanya kelainan
pada saluran cerna. Contoh : varises, esophagus, neoplasma, peptic ulcer
5. Colonoskopi
Pemeriksaan dilakukan pada saluran colon dan sigmoid untuk mendeteksi adanya
kelainan pada saluran colon. Contoh : varises, hemoroid, neoplasma dll
6. CT Scan
Pemeriksaan spesifik/khusus untuk melihat organ yang lebih dalam dan terlokalisir
serta khusus. Contoh : organ dalam tengkorak dan organ dalam abdomen
7. Mamografi
pemeriksaan dengan bantuan sinar x yang dilakukan pada bagian payudara untuk
mendeteksi adanya kista / tumor dan menilai payudara secara periodik.
8. Elektroensefalografi (EEG)
untuk melihat hantaran listrik pada otak (melihat kelainan pada gelombang otak)
dengan memasangkan elektroda pada bagian kepala klien. Indikasi : epilepsy, trauma
capitis
9. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat sistem hantaran/konduksi dari jantung indikasi :
Miocard Infark (MCI), Angna fektoris, gagal jantung.
E. PERSIAPAN PASIEN YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMERIKSAAN
PENUNJANG
untuk mendeteksi adanya penyakit, menentukan faktor risiko penyakit, memantau
perkembangan penyakit dan memantau efektvitas pengobatan. Persiapan pasien tergantung
dari jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Berikut ini kami sampaikan beberapa persiapan
pemeriksaan yang umum dianjurkan :
1. Pasien harus puasa minimal selama 10 jam sebelum pengambilan darah, kecuali untuk
pemeriksaan glukosa puasa minimal 8 jam. Untuk pemeriksaan trigliserida, sebaiknya
pasien puasa selama 12 jam.
2. Selama puasa, pasien tidak diperbolehkan makan dan minum, kecuali air putih.
3. Hindari merokok, makan permen karet, minum kopi dan teh (tanpa gula), alcohol,
addictive drugs (seperti amphetamine, morphine, heroin, cannabis) karena akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
4. Jangan berpuasa lebih dari 14 jam.
5. Jangan melakukan aktivitas berat seperti berolahraga sebelum pengambilan darah.
6. Pengambilan darah sebaiknya dilakukan pagi hari, antara pukul 07.00-09.00. Hal ini
karena pagi hari merupakan keadaan basal tubuh dimana pada umumnya belum
melakukan banyak aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai