Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Peran Pegawai Negeri Sipil (PNS), dewasa ini cukup menjadi
perhatian serius Pemerintah untuk sedapat mungkin diupayakan
peningkatannya sebagaimana fungsi PNS sebagai Pelayan Publik,
Pelaksana Kebijak Publik dan Perekat dan Pemersatu Bangsa. Pemerintah
dalam kewenangannya juga terus mengupayakan kebijakan yang dapat
mendorong peningkatan terhadap fungsi PNS tersebut. Mulai dari wacana
perampingan terhadap Jabatan Struktural kedalam rumpun Jabatan
Fungsional, wacana bekerja dirumah, hingga perubahan terhadap Sistem
Penilaian Kinerja PNS adalah merupakan sebagian dari upaya Pemerintah
dalam mengoptimalkan peran dan fungsi PNS.
Disisi regulasi, Pemerintah juga telah melakukan pergantian terhadap
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang
mencamtumkan secara jelas 17 (tujuh belas) Kewajiban dan 15 (lima belas)
Larangan bagi PNS, yang antara lain :
1. Kewajiban PNS :
a. mengucapkan sumpah/janji PNS;
b. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
c. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah;
d. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
e. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
f. menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat
PNS;

g. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,


seseorang, dan/atau golongan;
h. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan;

1
i. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara;
j. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui
ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
k. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
l. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan
sebaik-baiknya;
n. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
o. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
p. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier; dan
q. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.
2. Larangan PNS :
a. menyalahgunakan wewenang;
b. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
c. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara
lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
d. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
e. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

f. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,


bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara;
g. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan
dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
h. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

2
i. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
j. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
k. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
l. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
1. ikut serta sebagai pelaksana kampanye
2. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai
atau atribut PNS;
3. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
dan/atau
4. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas
negara;
m. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara:
1. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa
kampanye; dan/atau

2. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan


terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat;
n. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan
Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan
cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan
perundangundangan;
o. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah, dengan cara:
1. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

3
2. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye;
3. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa
kampanye; dan/atau
4. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat.

Diantara Kewajiban dan Larangan sebagaimana uraian di atas,


terdapat salah satu kewajiban yang cukup detail diuraikan pada Pasal-Pasal
selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tersebut.
Kewajiban dimaksud adalah, Kewajiban Masuk dan Mentaati Jam Kerja
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor
53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang secara detail telah diuraikan
Sanksi Administrasi berupa Hukuman Disiplin, apabila terdapat PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah mulai dari 5 (lima) Hari Kerja
sampai dengan 46 (empat puluh) Hari Kerja.
Hukuman Disiplin yang ditetapkan pun beragam, mulai dari Teguran
Lisan sampai dengan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai PNS,
dengan Tata Cara yang secara jelas telah diatur dalam Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
PNS.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan tersebut,

4
maka Penegakan Disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran
terhadap Kewajiban Masuk Kerja dan Mentaati Jam Kerja, sudah sepatutnya
dilaksanakan oleh para Pejabat Pembina Kepegawaian Kepegawaian
(Menteri/ Gubernur/ Bupati/ Walikota), melalui Perangkat Daerah yang
mebidangi Fungsi Kepegawaian.
Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang, Badan Kepegawaian
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kupang Nomor 6 Tahun 2016,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kupang
Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Kupang, adalah merupakan Perangkat Daerah yang memiliki
Fungsi Manajemen Kepegawaian di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Kupang, termasuk Pembinaan PNS yang antara lain Penegakan Disiplin
PNS.

Untuk dapat melaksanakan Kewajiban Masuk Kerja dan Mentaati Jam


Kerja sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tersebut di atas, maka Pemerintah Kabupaten Kupang melalui Surat Edaran
Bupati Kupang Nomor : ------------------------ tanggal ----------------- tentang
------------------- telah menetapkan Jam Masuk dan Keluar Kantor bagi seluruh
PNS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang, dengan akumulasi -------
Jam Kerja dalam 1 (satu) bulan. Surat Edaran tersebut kemudian menjadi
pedoman bagi seluruh Pimpinan Perangkat Daerah untuk memberikan
pengawasan terhadap tingkat displin PNS dilingkungannya, untuk
dikemudian dievaluasi oleh BKPSDM Kabupaten Kupang.
Berdasarkan Rekapan Daftar Hadir yang diterbitkan BKPSDM Tahun
2019 menunjukan bahwa, terdapat setidaknya ----- PNS yang tidak Masuk
Kerja tanpa alasan yang sah. Hal ini berbanding terbalik dengan Data
Keputusan Hukuman Disiplin kepada para PNS tersebut, yang sampai
dengan tanggal 31 Desember 2019, tidak dikenakan Sanksi Administrasi
apapun oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan Hukuman Disiplin.

5
Hal tersebut tentunya bertentangan dengan ketentuan Pasal 14
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yang
secara tegas menegaskan bahwa, Pelanggaran terhadap kewajiban masuk
kerja dan mentaati jam kerja dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir
tahun berjalan atau antara Januari sampai dengan Desember tahun yang
bersangkutan. Dengan demikian maka, apabila pelanggaran terhadap
kewajiban tidak masuk kerja oleh para PNS sebagaimana Data Rekapan
Daftar Hadir PNS tahun 2019 tersebut di atas, tidak ditindaklanjuti dengan
Hukuman Disiplin, maka dengan sendirinya pelanggaran tidak masuk kerja
tersebut terhapus dan tidak dapat dilakukan penegakan berupa hukuman
disiplin pada tahun berikutnya.

Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka Penulis tertarik


untuk melakukan penelitian terhadap masalah tersebut dengan mengajukan
Judul Penelitian yakni : Mengapa Pelanggaran Terhadap Kewajiban
Masuk Kerja dan Mentaati Ketentuan Jam Kerja di Kabupaten Kupang,
Tidak Dilakukan Penegakan Disiplin Sebagaimana Ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil?

II. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian Latar Belakang permasalahan di atas, maka
Rumusan Masalah Penelitian ini adalah : Mengapa Pelanggaran Terhadap
Kewajiban Masuk Kerja dan Mentaati Ketentuan Jam Kerja di Kabupaten
Kupang, Tidak Dilakukan Penegakan Disiplin Sebagaimana Ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil?

III. Tujuan Penelitian


Berdasarkan Rumusan Masalah tersebut di atas, maka Tujuan

6
Penelitian ini adalah untuk mengetahui secara spesifik pelaksanaan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil oleh Pemerintah Kabupaten Kupang.

IV. Manfaat atau Kegunaan Penelitian


Manfaat atau Kegunaan Penelitian ini, terbagi atas Manfaat Akademis
dan Manfaat Praktis, yang antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran intelektual bagi Pemerintah Kabupaten Kupang khususnya
dalam Pembinaan PNS melalui Penegakan Disiplin PNS dan sebagai
bahan referensi bagi siapa pun yang berkeinginan melakukan penelitian
lanjutan pada bidang yang sama.
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis, Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai Saran dan
Masukan bagi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kabupaten Kupang, sebagai Perangkat Daerah yang
membidangi Fungsi Manajemen Kepegawaian.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian, Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil


A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
“Pegawai” berarti “orang yang bekerja pada pemerintahan (perusahaan dan
sebagainya)” sedangkan “Negeri” berarti Negara atau pemerintahan, jadi
Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintahan atau
Negara.
Dalam pengetahuan hukum kepegawaian ada beberapa pendapat yang
perlu dikemukakan mengenai apa sebenarnya pegawai negeri. Logemann
menggunakan kriteria yang bersifat materiil yakni hubungan antara Negara
dengan Pegawai Negeri tersebut. Logemann menyatakan bahwa Pegawai
Negeri adalah tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan
Negara. Sedangkan pengertian pegawai negeri menurut Mahfud M.D. dalam
buku Hukum Kepegawaian, terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Pengertian Stipulatif
Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang
diberikan oleh Undang-Undang tentang Pegawai Negeri terdapat dalam
Pasal 1 angka (1) dan Pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Pasal 1 angka 1 : Pegawai negeri adalah setiap warga negara Republik

8
Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3 ayat (1) : Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen aparatur


sipil Negara berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas,
proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif
dan efisien, keterbukaan, nondiskriminatif, pesatuan dan kesatuan,
keadilan dan kesetaraan, dan kesejahteraan.
Pengertian di atas berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-
peraturan kepegawaian dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua
peraturan perundang-undangan.
2. Pengertian Ekstensif
Selain dari pengertian stipulatif ada beberapa golongan yang
sebenarnya bukan Pegawai Negeri, menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014, tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlukan
sama dengan Pegawai Negeri.
Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, dijelaskan bahwa pegawai negeri adalah setiap warga negara
Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. pegawai negeri terdiri dari :
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
3. Anggota Kepolisian Negara Repubik Indonesia
Pegawai negeri sipil sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan
diatas terdiri dari :
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat yaitu, Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

9
dan bekerja pada Departemen, Lembaga Non Departemen,
Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara, dan kepaniteraan
pengadilan.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah yaitu, Pegawai Negeri Sipil Derah adalah
pegawai negeri sipil daerah provinsi/kabupaten/kota yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dan bekerja pada pemerintah daerah, atau dipekerjakan diluar instansi
induknya.
Berdasarkan uraian-uraian diaatas, maka secara sederhana pengertian
Pegawai Negeri Sipil Daerah menurut penulis ialah orang yang memenuhi
syarat untuk bekerja dilingkungan Pemerintahan, yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang yang gajinya dibebankan pada APBN dan/ atau APBD
sesuai ketentuan yang berlaku.

B. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil


Kedudukan Pegawai Negeri Sipil didasarkan pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah sebagai unsur
aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepa da
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Rumusan
kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa
pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan.
Pemerintah juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau
dengan kata lain, pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib
pemerintahan, tetapi juga harus mampu menggerakkan dan memperlancar
pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. Pegawai Negeri Sipil
mempunyai peranan amat penting sebab Pegawai Negeri Sipil merupakan
unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional tergantung pada
kesempurnaan aparatur negara.

10
Pegawai Negeri Sipil dalam konteks hukum publik, bertugas membantu
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan
pemerintahan, tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam
artian wajib mengusahakan agar setiap peraturan perundang-undangan
ditaati oleh masyarakat. Seorang Pegawai Negeri sebagai abdi negara juga
wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara,
kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara, dan kepada
pemerintah.
Pegawai Negeri Sipil mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, pada akhirnya dapat
memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengerahkan segala daya
upaya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Hal tersebut juga
berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pemerintahan Kota Bandung,
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai unsur aparatur
negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dituntut untuk dapat
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, serta memiliki ketaatan dan
kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
Sementara Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu
yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sastra
Djatmika mengatakan, kewajiban Pegawai Negeri dibagi dalam tiga
golongan, yaitu:
1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan
2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu
tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai
pegawai negeri pada umumnya;
3. Kewajiban lain-lain.
Pegawai Negeri Sipil untuk menjunjung tinggi kedudukannya,
diperlukan elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan,

11
ketaatan, pengabdian, kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib, bersemangat
dengan memegang rahasia negara dan melaksanakan tugas kedinasan.
Penjelasan hal tersebut sebagai berikut :
1. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk
mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Pada umumnya
kesetiaan timbul dari pengetahuan dan pemahaman dan keyakinan
yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh karena itu setiap
Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami, menghayati dan
mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila
yang disetiai adalah sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 pada dasarnya dirumuskan secara singkat, oleh karena itu setiap
Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk menjabarkan dan
melaksanakan secara taat asas, kreatif, dan konstruktif terhadap nilai-
nilai yang terkandung, baik dalam tugas maupun dalam sikap, perilaku
dan perbuatannya sehari-hari. Pelanggaran terhadap disiplin,
pelanggaran hukum dalam dinas maupun di luar dinas secara langsung
maupun tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala
peraturan perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang
berlaku serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang
ditentukan.
3. Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan kedudukan
dan peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan
formal baik dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan
masyarakat secara khusus.
4. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang
sebenarnya) atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.

12
5. Jujur berarti lurus hati; tidak curang (lurus adalah tegak benar), terus
terang (benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang
dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya atau keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat sesuatu hal,
boleh dituntut dan dipersalahkan.
6. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati
martabat bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara
mengandung arti bahwa norma-norma yang hidup dalam Bangsa dan
Negara Indonesia harus dihormati. Setiap Pegawai Negeri Sipil harus
menghindari tindakan dan tingkah laku yang dapat menurunkan atau
mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.
7. Cermat berarti (dengan saksama); (dengan) teliti; dengan sepenuh
minat (perhatian).
8. Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian
dengan baik.
9. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk
bekerja keras dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas
dalam rangka pencapaian tujuan. Bersemangat berarti ada
semangatnya, mengandung semangat. Biasanya semangat timbul
karena keyakinan atas kebenaran dan kegunaan tujuan yang akan
dicapai.
10. Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi (hanya diketahui oleh
seorang atau beberapa orang saja; ataupun sengaja disembunyikan
supaya orang lain tidak mengetahuinya). Rahasia dapat berupa
rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah
dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya, apabila
diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak.
11. Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang
ditentukan untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang
mengurus sesuatu pekerjaan tertentu
Selain kewajiban, seorang Pegawai Negeri Sipil juga tentunya memiliki

13
Hak. Dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatu Sipil Negara, telah dicantumkan Hak-Hak Pegawai Negeri
Sipil meliputi :
1. Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas;
2. Cuti;
3. Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua;
4. Perlindungan; dan
5. Pengembangan Kompetensi.
Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut, aspek kebutuhan pegawai jika
dihubungkan dengan teori-teori yang ada dapat menjelaskan mengenai
hubungan antara hak dengan kewajiban dari pegawai. Hubungan ini meliputi
kecendrungan pegawai untuk melaksanakan pekerjaanya berdasarkan
kebutuhanya secara umum. Faktor motivasi yang timbul untuk memberikan
prestasi dipengaruhi oleh hukum tertulis yang membatasi setiap aktivitas dan
timbulnya output berupa kontraprestasi yang sepadan terhadap pekerjaan
yang dikerjakannya. Peraturan kepegawaian dalam hal ini, merefleksikan
pembatasan terhadap aktivitas, baik secara moril maupun dari sudut
pandang hukum dan peraturan ini menempatkan substansi yang ideal, dalam
bentuk kewajiban yang meupakan maksud dan tujuan dalam organisasi guna
pencapaian misinya. Hal tersebut dalam skala yang lebih luas merupakan
refleksi dari tujuan, guna menuju kesejahteraan masyarakat di dalam
konteksnya melalui administrasi kepegawaian.

Pembinaan Pegawai Negeri Sipil


A. Konsep dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Pembinaan merupakan suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan
menjadi lebih baik, pembinaan menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan,
perubahan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau
peningkatan atas sesuatu.

Pengertian di atas mengandung dua hal yaitu; pertama, bahwa


pembinaan itu sendiri bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari
suatu tujuan; kedua, pembinaan bisa menunjukkan kepada perbaikan atas
sesuatu. Pengertian lain dikemukakan oleh Rahardjo dkk, bahwa pembinaan

14
dalam manajemen sumber daya manusia adalah upaya untuk menaikkan
potensi dan kompetensi melalui pendidikan formal maupun informal,
pembinaan menurut pengertian di atas, bertujuan untuk menggali potensi
dan kompetensi pegawai. Potensi dan kompetensi pegawai perlu terus dibina
agar dapat meningkatkan kualitas kerja.
Pembinaan adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang
manajer untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan
tentang realitas di tempat kerja, dan membantunya mengatasi hambatan
dalam mencapai prestasi optimal. Pembinaan erat kaitannya dengan kata
membina, membimbing, yaitu proses pemberian dukungan oleh manajer
untuk membantu seorang karyawan mengatasi masalah pribadi di tempat
kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan organisasi yang
berdampak pada prestasi kerja. Pembinaan pegawai dapat diartikan sebagai
suatu kebijaksanaan agar perusahaan (organisasi) memiliki pegawai yang
handal dan siap menghadapi tantangan. Kegiatan dalam pembinaan yang
dilakukan antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan
keterampilan dan kecakapan melaksanakan tugas organisasi. Rencana
pembinaan harus berkait dengan sistem penghargaan agar pegawai
bersemangat untuk mengabdi dan setia kepada organisasi.
Pembinaan diberikan batasan yang sempit, yaitu upaya untuk
meningkatkan kecakapan dan keterampilan karyawan melalui pendidikan
dan pelatihan. Istilah pembinaan dalam administrasi kepegawaian diberikan
pengertian yang luas, meliputi berbagai unsur kegiatan seperti
pengembangan karier, perpindahan, pendidikan dan latihan, sampai dengan
kesejahteraan di luar gaji. Pembinaan dalam konteks pembahasan
administrasi kepegawaian, pembinaan pegawai diartikan sebagai proses
pembentukan sosok pegawai yang diinginkan organisasi.
Kegiatan pembinaan tersebut meliputi pembentukan sikap dan mental
yang loyal dan setia pada pemerintah dan negara yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta peningkatan keterampilan
dan kecapakan melaksanakan tugas organisasi. Langkah tersulit dalam

15
pembinaan adalah mengubah sikap mental dan meningkatkan kemampuan
mereka yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
maupun Peratur Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil memang tidak secara tegas menjelaskan pengertian
pembinan Pegawai Negeri Sipil, namun secara tersirat dapat ditafsirkan
bahwa pembinaan Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari manajemen
kepegawaian. Pembinaan dalam perspektif yang lebih luas, dapat dikatakan
bahwa pembinaan pada dasarnya merupakan bagian dari manajemen
sumber daya manusia, yang intinya adalah bagaimana memberikan
treatment terhadap sumber daya manusia yang ada, agar sesuai dan
diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
Salah satu contoh dari Pembinaan pegawai adalah sosok pembentukan
pegawai yang diinginkan organisasi. Contohnya, seorang petugas
pencatatan sipil yang direkrut dari lulusan SMA, yang sebelumnya tidak
mengetahui mengenai tugas pencatatan sipil. Melalui pembinaan dengan
cara pembentukan sikap dan mental yang loyal, serta setia pada pemerintah
dan negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dengan cara peningkatan keterampilan dan kecakapan melaksanakan tugas
organisasi, maka diharapkan dia dapat menjadi petugas pencatatan sipil
yang cakap dan trampil.
Upaya peningkatan kecakapan dan ketrampilan serta masa kerja yang
telah dijalani, dengan sendirinya pegawai mengharapkan adanya
penghargaan dari pemerintah berupa kesejahteraan material dan non
material. Kegagalan mengakomodasi pegawai akan menurunkan etos kerja
yang pada gilirannya akan merugikan Negara, serta proses pembinaan yang
dijalani pada masa awal kerja seorang Pegawai Negeri Sipil pun menjadi sia-
sia. Berdasarkan hal itu rencana pembinaan harus ada kaitan antara
pendidikan pelatihan dengan sistim penghargaan, agar pegawai
bersemangat untuk mengabdi dan setia secara penuh pada Negara dan
Bangsanya. Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil seperti yang di

16
maksud di atas, Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil
yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara
profesional dan berkompetisi secara sehat. Pengangkatan dalam jabatan
harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian
obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil.
Berkaitan dengan pembinaan kenaikan pangkat, di samping berdasarkan
sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.
Aparatur Negara dalam melaksanakan pembinaan, diperlukan adanya
landasan hukum yang kuat dan memuat ketentuan yang tegas sebagaimana
tertulis dalam buku Burhannudin yang berjudul Administrasi Kepegawaian
antara lain :
1. Pegawai Negeri Sipil: adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan
Abdi Masyarakat;
2. Pegawai Negeri Sipil harus setia dan taat sepenuhnya terhadap
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan secara terintegrasi, yaitu
adanya ketentuan pembinaan yang sama terhadap segenap Pegawai
Negeri Sipil,baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri
Sipil daerah;
4. Pelaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil didasarkan atas sistim
karier dan sistim prestasi kerja;
5. Sistim penggajian yang mengarah pada penghargaan terhadap prestasi
kerja dan besarnya tanggung jawab;
6. Satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan
kwalitas pegawai yang rasional berdasarkan jenis,sifat, dan beban
kerja;
7. Tindakan korektif terhadap Pegawai Negeri Sipil yang nyata-nyata
melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hukum dan norma-
norma kepegawaian;
8. Pembinaan dan pengembangan jiwa korsa yang bulat untuk menjamin

17
keutuhan dan kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil;
9. Pengembangan sistim administrasi yang berdaya guna dan
pengawasan yang berhasil guna.
Pembinaan aparatur Negara yang diorientasikan kepada kemampuan,
kesetiaan, pengabdian dan tanggung jawab pegawai negari terhadap Negara
dan bangsa, merupakan salah satu usaha untuk mengimbangi laju
pembangunan dan menghadapi era globalisasi pasar bebas, Adapun yang
menjadi tujuan dari pembinaan Pegawai Negeri adalah sebagai berikut:
1. Diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas perintahan
dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna;
2. Meningkatkan mutu dan keterampilan dan memupuk kegairahan kerja;
3. Diarahkan menuju terwujudnya komposisi pegawai, baik dalam jumlah
maupun mutu yang memadai serasi dan harmonis;
4. Terwujudnya pegawai yang setia dan taat kepada Pancasila dan
Undnag-undang Dasar 1945 dan terwujudnya aparatur yang bersih dan
berwibawa;
5. Ditujukan kepada terwujudnya suatu iklim kerja yang serasi dan
menjamin terciptanya kesejahteraan jasmani maupun rohani secara adil
dan merata;
6. Diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan pegawai
secara teratur terpadu dan berimbang;
7. Diarahkan kepada pembinaan dengan menggunakan sistem karier dan
sistem prestasi kerja

Suatu pembinaan diarahkan agar : (1) pegawai dapat melaksanakan


tugas- tugas secara berdaya guna dan berhasil guna; (2) mutu keterampilan
pegawai meningkat sehingga dapat menjamin semakin berpartisipasi dalam
pelaksanaan tugas- tugas; (3) diperolehnya para pegawai yang setia dan taat

18
kepada kepentingan perusahaan (organisasi), negara dan pemerintah; dan
(4) terciptanya iklim kerja yang harmonis, serasi dan mampu menghasilkan
produk yang bermutu dan optimal.87 Melihat besarnya peranan sumber daya
manusia dalam pencapaian tujuan organisasi, maka hadirnya para Pegawai
Negeri Sipil yang memiliki kecakapan dan keterampilan serta motivasi dalam
diri masing-masing individu sangatlah dibutuhkan, supaya tujuan organisasi
yang telah ditetapkan tidak hanya menjasi dokumen historis saja tetapi juga
harus dilaksanakan.88 Perhatian dan pembinaan terhadap Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu organisasi tempat dimana ia bertugas sangatlah penting,
karena tanpa atau kurangnya perhatian dan pembinaan pegawai dalam
suatu organisasi akan menimbulkan berbagai efek yang dapat mengancam
hidup organisasi yang bersangkutan

B. Jenis Pembinaan Pegawai Negeri Sipil


Sastrohadiwiryo dalam salah satu bukunya menguraikan dua jenis
pembinaan, yaitu Pembinaan Moral Kerja dan Pembinaan Disiplin Kerja.
Bentuk pembinaan yang harus dilakukan terhadap pegawai, yaitu:
1. Pembinaan mental dan spiritual;
2. Pembinaan loyalitas;
3. Pembinaan hubungan kerja;
4. Pembinaan moril dan semangat kerja;
5. Pembinaan disiplin kerja;
6. Pembinaan kesejahteraan; dan
7. Pembinaan karier untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi di
masa datang.

Implementasi character building sebagai bagian dari falsafah


pembinaan dan pengembangan pribadi secara utuh menggunakan tiga
landasan operasional sebagai berikut:
1. Pembinaan ketabahan dan keuletan (ketahanan) secara buttom up;
2. Pembinaan pemikiran, sikap dan perilaku secara utuh; dan
3. Pembinaan keberhasilan kinerja secara berimbang.
Pembinaan dalam perspektif landasan normatif kepegawaian,
difokuskan pada beberapa hal, yaitu: pembinaan prestasi kerja dan sistem

19
karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja, pembinaan jiwa korps,
pembinaan kode etik, dan pembinaan disiplin pegawai.
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam konteks kepegawaian di atas
paling tidak meliputi tiga aspek ruang lingkup, yaitu : aspek pembinaan sikap,
pembinaan mental, dan perilaku pegawai. Sebagai contoh, pembinaan jiwa
korps antara lain ditujukan agar Pegawai Negeri Sipil memiliki rasa
kebanggaan terhadap profesinya. Pembinaan kode etik antara lain bertujuan
untuk menanamkan identitas dan perilaku profesional sebagai pelayan
masyarakat, sedangkan pembinaan disiplin menekankan agar Pegawai
Negeri Sipil mempunyai disiplin kerja yang tinggi.
Kebijakan pokok pembinaan Pegawai Negeri Sipil meliputi: (1) lingkup
pembinaan Pegawai Negeri Sipil adalah nasional; (2) pembinaan dan
pengembangan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, dengan titik berat sistem prestasi kerja; (3) standar
kompetensi jabatan Pegawai Negeri Sipil berlaku nasional dan berorientasi
global; dan (4) pembentukan perilaku dan etos kerja yang peka terhadap
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke depan diarahkan pada Pegawai
Negeri Sipil yang netral, profesional, sejahtera, dan akuntabel. Pembinaan
Pegawai Negeri Sipil dengan kata lain, diarahkan untuk meningkatkan
profesionalisme, bersikap dan berperilaku jujur, bersih dan disiplin, bermoral
tinggi, dan netral dari pengaruh partai politik.94 Pembinaan pegawai dalam
penelitian ini difokuskan pada tiga hal, yaitu: pembinaan disiplin kerja,
pembinaan karier dan pembinaan etika profesi, karena menurut Penulis,
ketiga hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap pelanggaran-
pelanggaran disiplin yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil. Penjelasan dari
ketiga hal di atas adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan Disiplin Kerja
Pembahasan disiplin (discipline) pegawai dalam hukum kepegawaian
berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia sempurna, luput
dari kesalahan dan kekhilafan. Banyak ragam berkaitan dengan
pengertian disiplin yang dikemukakan oleh para ahli. Disiplin adalah
tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi (dicipline is

20
management action to enforce organization standards). Disiplin
merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan
perusahaan. Disiplin adalah kemampuan untuk menguasai diri sendiri
dan melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
bersama. Disiplin dapat dikatakan juga sebagai prosedur yang
mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan
atau prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan
dan pelaksanaan sebuah organisasi.
Ahli lain menggunakan istilah kedisiplinan, yaitu kesadaran dan
kesediaan seseorang untuk mentaati semua peraturan perusahaan
atau organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.97 Kesadaran
adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua
peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, jadi eseorang
akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan
atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan
perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis.

Pendapat para ahli diatas memang beragam, tetapi terdapat benang


merah yang dapat disimpulkan, bahwa disiplin pada dasarnya adalah
ketaatan atau kepatuhan pegawai pada peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut, pegawai yang disiplin berarti pegawai
yang mampu mematuhi semua peraturan yang berlaku di kantornya
atau organisasinya. Disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan
manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi
Adapun tujuan khusus pembinaan disiplin kerja antara lain adalah:
a. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan
yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta
melaksanakan perintah manajemen.
b. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta

21
mampu memberikan servis yang maksimum kepada pihak tertentu
yang berkepentingan dengan peru-sahaan sesuai dengan bidang
pekerjaan yang diberikan kepadanya.
c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana,
barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.
d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku pada perusahaan.
e. Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi
sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang
Guna mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pembinaan disiplin pegawai
dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut:
a. penciptaan peraturan- peraturan dan tata tertib-tata tertib yang
harus dilaksanakan;
b. menciptakan dan memberi sanksi bagi pelanggar disiplin;
c. melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan kedisiplinan yang
terus menerus.

2. Pembinaan Karier
Pembahasan tentang karier Pegawai Negeri Sipil, bertitik tolak dari
asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah
penempatan dalam suatu organisasi, akan terus bekerja untuk
organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga seseorang memasuki
usia pensiun. Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam kehidupan
organisasi, seseorang mengajukan berbagai pertanyaan yang
menyangkut karier dan prospek perkembangannya di masa depan.
Beberapa pertanyaan tersebut berkisar pada: Kemampuan,
pengetahuan dan keterampilan apa yang dituntut organisasi agar
meraih kemajuan dalam kariernya. Sistem promosi apa yang berlaku
dalam organisasi, jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah
organisasi menyelenggarakan pelatihan tersebut ataukah pegawai
sendiri yang mencari kesempatan untuk itu. Sampai sejauh mana faktor
keberuntungan berperan dalam promosi seseorang dalam organisasi,
dan mana yang lebih penting kemampuan kerja atau kesediaan

22
beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan
promosi seseorang.
Berbicara mengenai karier (career) dalam kehidupan organisasional,
bisanya diartikan sebagai keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan
jabatan yang dipangku oleh seseorang selama dia berkarya. Ada
pendapat lain yang mengartikan karier sebagai urutan posisi yang
terkait dengan pekerjaan yang diduduki seseorang sepanjang
hidupnya. Karier dalam istilah kepegawaian, sering diartikan dengan
kemajuan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam menekuni pekerjaannya selama masa aktif dalam hidupnya.
Karier sering juga diterjemahkan dengan mobilitas pegawai dalam
suatu organisasi mulai penerimaan, pengangkatan menjadi pegawai
sampai pensiun dalam suatu rangkaian jenjang kepangkatan, dan
dalam jabatan-jabatan yang dilaluinya. Pendek kata, sebagian orang
menganggap karier sebagai promosi di dalam organisasi.
Merangkum dari beberapa pendapat di atas, dijelaskan bahwa kata
“karier” dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda.
Perspektif pertama, karier adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh
seseorang selama masa hidupnya. Perspektif lainnya, karier terdiri atas
perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena
seseorang menjadi semakin tua, ini merupakan karier yang subjektif.
Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjektif terfokus pada individu.
Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki
beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka, sehingga dapat
memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan
kepuasan yang berasal dari karier mereka.
Seorang pegawai agar mengetahui pola karier yang terbuka, perlu
memahami tiga hal. Pertama, adalah sasaran karier yang ingin dicapai
dalam arti tingkat kedudukan atau jabatan tertinggi apa yang mungkin
dicapai apabila seseorang mampu bekerja secara produktif, loyal pada
organisasi, menunjukkan perilaku yang fungsional serta mampu

23
bertumbuh dan berkembang. Kedua, adalah perencanaan karier dalam
arti keterlibatan seseorang dalam pemilihan jalur dan sasaran
kariernya. Ketiga, adalah kesediaan mengambil langkah-langkah yang
diperlukan dalam rangka pengembangan karier sambil berkarya.
3. Pembinaan Etika Profesi
Upaya peningkatan keterampilan melalui pendidikan pelatihan tidak
banyak mempengaruhi kesadaran kedisiplinan kerja Pegawai Negeri.
Lain hal jika proses pembinaan pegawai itu dengan cara lebih
menekankan pada moralitas pegawai itu sendiri. Penekanan tersebut
seperti arti pentingnya etika bagi aparatur pemerintah yang merupakan
hal penting yang harus dikembangkan karena dengan adanya etika
diharapkan mampu untuk membangkitkan kepekaan birokrasi
(pemerintah) dalam melayani masyarakat.

Disiplin mengandung gagasan hukuman, dalam arti disiplin berkaitan


dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan. Disiplin
secara singkat dapat dikatakan, suatu keadaan yang menyebabkan
atau memberikan dorongan kepada pegawai untuk berbuat dan
melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan
yang telah ditetapkan. Disiplin dalam arti sempit sebagai sikap atau
tingkah laku seseorang atau sekelompok orang, untuk menaati atau
melaksanakan segala peraturan yang berlaku dalam organisasi secara
sadar dan sukarela untuk mencapai tujuan.
Etik adalah sistem moral dari individu atau grup. Sistem moral
mengandung kaidah-kaidah yang mengatur tindak tanduk dan perilaku
angota kelompok agar tetap berwibawa dan dipercaya masyarakat.
Sehubungan dengan itu, di dalam kelompok tertentu misalnya
persatuan profesi yang terdapat kode etik yang menjadi Pedoman bagi
setiap anggota agar berperilaku terpuji sehingga dihormati dan
dipercaya oleh masyarakat. Berdasarkan hal itu, setiap anggota

24
berusaha untuk mencegah perilaku yang mencemarkan nama baik
organisasi. Penerapan etik dengan sendirinya disertai dengan
pengawasan secara terus menerus, dan adanya sanksi-sanksi yang
tegas atas adanya pelanggaran kode etik tersebut.
Umumnya yang dimaksud dengan kode etik adalah norma, asas, dan
nilai yang menjadi pedoman bagi anggota kelompok profesi tertentu
dalam bersikap, berperilaku dan melaksanakan kegiatan sebagai
anggota kelompok profesi tersebut. Setiap manusia dalam kehidupan
sehari-harinya memiliki keterikatan satu sama lain. Keterikatan tersebut
yaitu :
a. Dalam Lingkungan Keluarga, kehidupan pribadi kita dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan ataupun pedoman hidup yang berasal dari
adat maupun agama;

b. Dalam kehidupan bermasyarakat yang menjadi patokan adalah


hukum positif yang proses penerapanya untuk memelihara dan
menumbuhkan rasa keadilan.
c. Dalam kehidupan profesi, martabat serta kehormatan anggota
ditentukan oleh kode etik.
Berbicara mengenai kode etik dalam kaitannya dengan Pegawai Negeri
Sipil, ada suatu prinsip-prinsip yang digariskan dalam kode etik
Pegawai Negeri Sipil yaitu:
a. Adalah warga negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila,
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersikap
hormat-menhormati antar sesame warga negara yang memeluk
agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
berlainan;
b. Sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi
Masyarakat, setia dan taat spenuhnya kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah serta mengutamakan kepentingan

25
negara di atas kepentingan diri sendiri atau golongan;
c. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat
Pegawai Negeri Sipil serta menaati segala peraturan perundang-
undangan, peraturan kedinasan, dan perintah-perintah atasan
dengan penuh kesadaran, pengabdian, dan tanggung jawab;
d. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sebaik-baiknya sesuai
dengan bidang tugasnya masing-masing;
e. Tetap memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan, dan
kesatuan negara dan bangsa Indonesia serta Korps Pegawai
Negeri Sipil.

C. Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam buku Black’s Law Dictionary, law
enforcement diartikan sebagai “the act of putting something such as a law
into effect; the execution of a law; the carrying out of a mandate or
command”. Bryan A. Garner dalam Black’s Law Dictionary, menerjemahkan
penegakan hukum sebagai, pertama; “The detection and punishment of
violations of the law. The term is not limited to the enforcement of criminal
laws, for example, the Freedom of Information Act contains an exemption for
law-enforcement purposes and furnished in confidence. That exemption is
valid for the enforcement of a variety of noncriminal laws (such as national-
security laws) as well as criminal laws”. Kedua; “Criminal justice”.
Ketiga;“Police officers and other members of the executive branch of
government charged with carrying out and enforcing the criminal law.
Satjipto Rahardjo membedakan istilah penegakan hukum (law
enforcement) dengan penggunaan hukum (the use of law). Penegakan
hukum dan penggunaan hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat
menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat

26
menegakkan hukum untuk digunakan bagi pencapaian tujuan atau
kepentingan lain. Menegakkan hukum tidak persis sama dengan
menggunakan hukum. Menurutnya, penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak. Pengekan
hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah,
pandangan-pandangan nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara,
dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Hakikat dari penegakan
hukum adalah untuk mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang memuat
keadilan dan kebenaran. Fungsi hukum secara konkrit harus dapat
mengendalikan pertentangan kepentingan-kepentingan kehidupan manusia
menjadi keadaan yang teratur dan mantap.

Fungsi hukum perlu dipertahankan secara terus-menerus dalam waktu


yang lama, mulai dari pokok-pokok pikiran tersebut fungsi hukum sebagai
pengendali sosial yang terkait dengan stabilitas social.
Berbeda dengan Satjipto Rahardjo, Soerjono Soekanto mengemukakan
ada dua pengertian penegakkan hukum, yaitu: Pengertian dalam arti luas
yang mencakup :
1. Lembaga-lembaga yang menerapkan hukum seperti Pengadilan,
Kejaksaan, Kepolisian.
2. Pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana atau
Penegak Hukum seperti Hakim, Jaksa, Polisi.
3. Segi Adminsitratif seperti proses peradilan, pengusutan, penahanan,
dan seterusnya.
4. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan Batas-batas wewenang
antara Pengadilan Sipil dengan Pengadilan Militer, dan Pengadilan
Agama. Pengertian dalam arti sempit yang mencakup; penerapan
hukum oleh lembaga-lembaga peradilan (serta pejabat-pejabatnya),
kejaksaan dan kepolisian.
Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo,

27
yang menyatakan bahwa penegakan hukum maknanya adalah pelaksanaan
hukum atau implementasi hukum itu sendiri. Pengertian penegakan hukum
dapat pula di tinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya.
Pengertian penegakan hukum dalam hal ini mencakup makna yang luas dan
sempit. Penegakan hukum itu mencakup nilai-nilai keadilan yang terkandung
di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Penegakan hukum dalam arti sempit, hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Penerjemahan perkataan
“Law Enforcement” ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan istilah
“Penegakan Aturan Hukum” dalam arti luas, dapat pula menggunkan istilah
“Penegakan Peraturan” dalam arti sempit.

Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan


cakupan nilai keadilan yang dikandungnya, bahkan timbul dalam Bahasa
Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah “the rule of law” yang
terkandung makna pemerintahan oleh hukum. Istilah itu tersebut bukan
dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya.
Hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-
kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan
hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara
konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Penegakan hukum
merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal, masalah penegakan
hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat.
Setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin
memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka
penegakan hukumnya. Setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama,
agar di dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari
penegakan hukum yang formil. Kedamaian tersebut dapat diartikan bahwa di
satu pihak, terdapat ketertiban antar pribadi yang bersifat ekstern, dan di lain

28
pihak terdapat ketenteraman pribadi intern. Demi tercapainya suatu
ketertiban dan kedamaian, maka hukum berfungsi untuk memberikan
jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh setiap orang
lain. Hukum harus bisa melindungi jika ada kepentingan itu terganggu, oleh
karena itu hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa membeda-
bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara diskriminatif.
Karakteristik hukum sebagai kaedah selalu dinyatakan berlaku umum
untuk siapa saja dan di mana saja dalam wilayah negara, tanpa membeda-
bedakan, kendatipun ada pengecualian yang dinyatakan secara eksplisit dan
berdasarkan alasan tertentu yang dapat diterima dan dibenarkan. Pada
dasarnya hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif, kecuali oknum aparat
atau organisasi penegak hukum dalam kenyataan sosial telah
memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Penegakan hukum seperti
diatas, akhirnya tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa
keadilan dalam masyarakat. Penegakan hukum, tekanannya selalu
diletakkan pada aspek ketertiban. Hal itu mungkin sekali disebabkan oleh
karena hukum diidentikkan dengan penegakan perundang-undangan,
asumsi seperti ini sangat keliru, karena hukum itu harus dilihat dalam satu
sistem, yang menimbulkan interaksi tertentu dalam berbagai unsur sistem
hukum.
Sumber dari segala sumber hukum di negara kita adalah Pancasila.
Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum dan cita-
cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia.
Ketentuan hukum maupun penegakan atau pelaksanaannya haruslah
merupakan operasionalisasi dari nilai-nilai Pancasila tersebut dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum
dengan memperhatikan kandungan nilai-nilai yang terdapat dalam rumusan
Pancasila, harus ditujukan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam
realitas kehidupan nasional kita. Penegakan hukum dengan demikian
dihadapkan kepada persoalan bagaimana agar dalam penegakan hukum itu
terpancar nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan

29
Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Penegakan hukum dilandasi oleh nilai etik, moral dan spritual yang
memberi keteguhan komitmen terhadap kedalam tugas hukum kita.
Penegakan hukum, dengan demikian tidak hanya sekadar menegakkan
kebenaran formal, tetapi ditujukan untuk mencari kebenaran materiil yang
diharapkan dapat mendekati kebenaran yang sifatnya hakiki. Tanggungjawab
penegak hukum dengan demikian juga bertumpu kepada sikap etis, moral
dan spiritual.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum


merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah
hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum
hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum yang mendasari peraturan
hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi
dalam proses pembuatan perundang-undangan.
Penegakan hukum harus dilakukan oleh para penegak hukum dalam
suatu kerjasama yang baik dengan dibantu dan didukung oleh aparatur
negara untuk turut serta mengambil bagian dalam hal menjamin,
memelihara, dan menyadari betapa perlunya hukum itu berfungsi. Hukum
dapat menjalankan tugasnya untuk mempertahankan suatu ketertiban atau
kedisiplinan pola yang ada, menjaga agar setiap orang menjalankan
perannya sebagaimana telah ditentukan dan diharapkan.
Penegakan hukum (Law enforcement) merupakan bagian dari
penerapan hukum yang semestinya dapat berjalan selaras dengan
kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat sangat
dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum pada
dasarnya harus memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi upaya

30
penegakan hukum tersebut, yaitu meliputi; Materi hukum (peraturan
/perundangan-undangan), aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan
lembaga pemasyarakatan), Sarana prasarana hukum, serta Budaya hukum.
Budaya hukum meliputi di dalamnya cita hukum masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat dan etika profesi para aparat penegak hukum.
Penegakan hukum tidak saja mencakup Law enforcement, akan tetapi
mencakup pula peace maintenance. Hal tersebut disebabkan karena
hakekat dari penegakan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-
nilai kaidah dan pola perilaku.

Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan”


hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum,
penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili
kepentingan-kepentingan yang berbeda, dalam bingkai aturan yang telah
disepakati bersama. Penegakan hukum, oleh karena itu tidak dapat semata-
mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat
kaum legalistik. Proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih
luas daripada pendapat penegakan hukum tersebut, karena dalam
penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Berangkat
dari pemahaman tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa masalah-
masalah hukum yang akan selalu menonjol adalah problema “law in action”
bukan pada “law in the books”.
Satjipto Rahardjo berpendapat, sejak hukum modern semakin
bertumpu pada dimensi bentuk yang menjadikannya formal dan prosedural,
maka sejak itu pula muncul perbedaan antara keadilan formal atau keadilan
menurut hukum disatu pihak dan keadilan sejati atau keadilan substansial di
pihak lain. Adanya dua macam dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat

31
melihat bahwa dalam praktiknya, hukum itu dapat digunakan untuk
menyimpangi keadilan subsatansial. Penggunaan hukum seperti diatas, tidak
berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata
menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain, selain
mencapai keadilan. Satjipto Raharjo berpendapat, progresivisme bertolak
dari pandangan kemanusiaan, bahwa manusia dasarnya adalah baik,
memiliki kasih sayang serta kepedulian terhadap sesama sebagai modal
penting untuk membangun kehidupan hukum dalam masyarakat.

Berfikir secara progresif, menurut Satjipto Raharjo berarti harus berani


keluar dari mainstream pemikiran absolutisme hukum, kemudian
menempatkan hukum dalam posisi yang relative. Hukum dalam hal ini, harus
diletakkan dalam keseluruhan persoalan kemanusiaan. Bekerja berdasarkan
pola pikir yang determinan hukum memang perlu, namun itu bukanlah suatu
yang mutlak dilakukan manakala para ahli hukum berhadapan dengan suatu
masalah yang jika menggunakan logika hukum modern akan menciderai
posisi kemanusiaan dan kebenaran.
Bekerja berdasarkan pola pikir hukum yang progresif (paradigma
hukum progresif), barang tentu berbeda dengan paradigma hukum positivis-
praktis yang selama ini diajarkan di perguruan tinggi. Paradigma hukum
progresif melihat factor utama dalam hukum adalah manusua itu sendiri.
Paradigma hukum positivistis meyakini kebenaran hukum di atas manusia,
manusia boleh dimarjinalkan asal hukum tetap tegak. Paradigma hukum
progresif berfikir bahwa justru hukumlah yang boleh dimarjinalkan untuk
mendukung eksistensialitas kemanusian, kebenaran dan keadilan. Hukum
progresif mengingatkan, bahwa dinamika hukum tidak kunjung berhenti.
Hukum terus menerus berada pada status membangun diri, dengan

32
demikian terjadinya perubahan sosial dengan didukung oleh social
engineering by law yang terencana, akan mewujudkan apa yang menjadi
tujuan hukum progresif yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Manusia perlu mendapatkan kehidupan hukum yang beradab.
Berbicara mengenai hukum di Indonesia saat ini, maka hal pertama
yang tergambar mungkin ketidakadilan. Seorang yang mencuri buah dari
kebun tetangganya karena lapar harus dihukum kurungan penjara,
sedangkan koruptor yang merajalela di negara ini justru mendapatkan
hukuman yang cukup ringan, bahkan ada yang dibebaskan dan bisa
menempati posisi yang berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan
negara. Kasus yang lain seperti seorang maling ayam yang harus dijatuhi
hukuman kurungan penjara dalam hitungan tahun.

Hal tersebut sangat berbeda dengan para pejabat pemerintah atau


mereka yang mempunyai banyak uang yang memang secara hukum terbukti
bersalah, namun dengan mudahnya membeli keadilan dan mempermainkan
hukum sesuka mereka. Keduanya dalam kondisi yang sama namun dapat
kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan dimanakah hukum itu
berlaku.
Contoh di atas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar
kita. Hal tersebutlah yang akhirnya mungkin membuat orang-orang di negara
ini akan menggambarkan bahawa hukum negara kita tidak adil. Masyarakat
pun sudah tidak asing lagi dengan istilah bahwa “hukum Indonesia runcing
kebawah tapi tumpul keatas”. Pernyataan tersebut timbul bukan semata-
mata karena ketidakadilan dalam satu perkara. Beberapa kasus di atas
adalah bukti yang jelas. Bagi mereka yang mempunyai kekuasaan dan harta,
hukum telihat begitu mudah untuk diatur. Mungkin kita akan bertanya “apa
penyebabnya?”. Begitu banyak penyebab permasalahan sistem hukum di
Indonesia, mulai dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, dan masih
banyak lagi. Penyebab utama yang menjadi sumber permasalahan bias jadi
karena ketidak konsistenan penegakan hukum.

33
Pengadilan yang merupakan representasi utama wajah penegakan
hukum, dituntut untuk mampu melahirkan tidak hanya kepastian hukum,
melainkan pula keadilan, kemanfaatan sosial dan pemberdayaan sosial
melalui putusan-putusan hakimnya. Kegagalan lembaga peradilan dalam
mewujudkan tujuan telah mendorong meningkatnya ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pranata hukum dan lembaga-lembaga hukum. Salah
satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian kita semua, adalah
merosotnya rasa hormat masyarakat terhadap wibawa hukum.
Bagaimanapun juga masih banyak warga masyarakat yang tetap
menghormati putusan-putusan yang telah dibuat oleh pengadilan, meskipun
demikian sah-sah saja kiranya apabila masyarakat mempunyai penilaian
tersendiri terhadap putusan tersebut.

Adanya penilaian dari masyarakat ini menunjukkan bahwa


hukum/pengadilan tidak dapat melepaskan diri dari struktur sosial
masyarakatnya.
Hukum tidaklah steril dari perilaku-perilaku sosial lingkungannya. Wajar
kiranya apabila masyarakat mempunyai opini tersendiri setiap ada putusan
pengadilan yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan hidup
yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat. Persoalannya tidak akan berhenti
hanya sebatas munculnya opini publik, melainkan berdampak sangat luas
yaitu merosotnya citra lembaga hukum di mata masyarakat. Kepercayan
masyarakat akan luntur dan mendorong munculnya kebingungan mengenai
nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Hakikat penegakan hukum
itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan
kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para
penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi
tugas dari setiap orang. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang
melibatkan banyak hal. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa agar hukum
dapat berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara
empat faktor, yakni sebagai berikut:

34
1. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa
terjadi ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan
mengenai bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah
ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan hukum
tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala ada ketidakserasian
antara hukum tercatat dengan hukum kebiasaan.
2. Mentalitas petugas yang menegakan hukum penegak hukum. Antara
lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan,
dan seterusnya. Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik,
tetapi mental penegak hukum kurang baik, maka akan terjadi gangguan
pada sistem penegakan hukum.

3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum.


Kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas
penegaknya juga baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai (dalam
ukuran tertentu), maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan
semestinya.
4. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat
Cara atau prosedur pelaksanaan dalam proses penegakan hukum
harus jelas dan tegas serta mudah dimengerti agar pelaksanaannya tidak
mengalami kesalah pahaman dan keraguan dalam tata organisasi maupun
kewenangan. Sistem penegakkan hukum (yang baik) menyangkut
penyerasian antara nilai dengan substansi hukum serta prilaku nyata
manusia, sehingga hakikat penegakkan itu mewujudkan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah (substansi yang memuat keadilan dan kebenaran). Menurut
J.B.J.M, ten Berge, “tugas penegakan hukum tidak hanya diletakkan di
pundak Polisi, penegakkan hukum merupakan tugas dari semua subjek
hukum dalam masyarakat.128 Pemerintah meskipun demikian, dalam
kaitannya dengan hukum publik, adalah pihak yang paling bertanggung
jawab melakukan penegakan hukum. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan

35
beberapa aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam
penegakan hukum, yaitu:
1. Suatu peraturan harus sedikit mungkin memberikan ruang bagi
perbedaan interpretasi;
2. Ketentuan perkecualian harus dibatasai secara minimal;
3. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang
secara obyektif dapat ditentukan;
4. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh meraka yang terkena
peraturan itu dan mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan
(hukum).

Penegakan hukum dalam setiap pelaksanaannya harus memperhatikan


keadilan, namun hukum itu tidak identik dengan keadilan, hukum itu bersifat
umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang
mencuri harus dihukum tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri.
Keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Adil
bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang lain. Aristoteles dalam
buah pikirannya “Ethica Nicomacea” dan “Rhetorica” mengatakan, hukum
mempunyai tugas yang suci, yakni memberikan pada setiap orang apa yang
berhak ia terima. Anggapan ini berdasarkan etika dan berpendapat bahwa
hukum bertugas hanya membuat adanya keadilan saja (Ethische theorie).
Anggapan semacam itu tidak mudah dipraktekkan, maklum tidak mungkin
orang membuat peraturan hukum sendiri bagi tiap-tiap manusia, sebab
apabila itu dilakukan maka maka tidak aka nada ujungnya. Hukum harus
membuat peraturan umum, kaedah hukum tidak diadakan untuk
menyelesaikan suatu perkara tertentu. Kaedah hukum tidak menyebut suatu
nama seseorang tertentu, kaedah hukum hanya membuat suatu kualifikasi
tertentu.

D. Sanksi Dalam Hukum Administrasi Negara

36
Penggunaan Sanksi Administrasi Negara dalam Hukum Administrasi
Negara merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana
kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak
tertulis. Pada umumnya, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
menetapkan norma-norma hukum administrasi tertentu, diiringi pula dengan
memberikan kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu melalui
penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma hukum
administrasi tersebut.

J.J. Oosternbrink mengatakan bahwa, sanksi administrasi adalah


sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah dengan warga negara
dan yang dilaksanakan tanpa perantara kekuasaan peradilan. Hal itu dapat
secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri, serta ketika warga
negara melalaikan kewajiban yang timbul dalam hubungan hukum
administrasi, pihak lawan (pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa
perantara hakim. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa penerapan sanksi
adminsitratif, pada dasarnya tanpa perantara hakim, namun dalam beberapa
hal ada pula sanksi administratif yang harus melalui proses peradilan.
Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi
merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini
berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis.
JJ.Oosternbrink berpendapat sanksi administratif adalah, sanksi yang
muncul dari hubungan antara pemerintah dan warga negara yang
dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi
dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri. Sanksi dalam
Hukum Administrasi Negara ditinjau dari segi sasarannya, dikenal dua jenis
yaitu sanksi reparatoir (reparatoire sancties) dan sanksi punitif (punitieve
sancties). Sanksi reparatoir memiliki arti sanksi yang diterapkan sebagai

37
reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada
kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum
(legale situatie). Sanksi dengan kata lain, mengembalikan pada kondisi
semula sebelum terjadinya pelanggaran), sedangkan sanksi punitif adalah
sanksi yang semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman (staffen)
pada seseorang. Contoh dari sanksi reparatoir adalah paksaan pemerintah
(bestuurdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom), sedangkan contoh
dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi (bestuurboete).

J.B.J.M ten Berge mengatakan di samping sanksi reparatoir dan punitif,


ada sanksi lain yang disebut sebagai sanksi regresif (regresieve sancties),
yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi
ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya
ketetapan. Seiring dengan luasnya ruang lingkup dan keragaman bidang
urusan pemerintahan yang masing-masing bidang itu diatur dengan
peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi dalam rangka penegakan
peraturan itu menjadi beragam. Pada umumnya macam-macam dan jenis
sanksi itu dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan
perundang-undangan bidang administrasi tertentu. Macam-macam sanksi
dalam Hukum Administrasi aadalah; Bestuursdwang (paksaan
pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang
menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang
paksa oleh pemerintah (dwangsom).
1. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan
organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan,
mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan

38
semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang
bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang
Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan
Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan
menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan Bestuursdwang atau
tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.

Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang


berlaku, baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas
pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain. Contoh
Pelanggaran yang tidak bersifat substansial, seseorang mendirikan
rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB. Pemerintah tidak
sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan
membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi,
dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus
IMB. Apabila perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka
pemerintah dapat menerapkan Bestuursdwang, yaitu pembongkaran.
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada
pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk,
yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RT/RW yang
ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan
Bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada
pelaksanaan Bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu
peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata

39
Usaha Negara. Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal
sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang
harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat,
Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan
dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas
dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung
pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan
biaya.

2. Penarikan Kembali Keputusan (Ketetapan) Yang Menguntungkan


Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang
menguntungkan, dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru
yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi
ketetapan yang terdahulu. Hal tersebut diterapkan jika terjadi
pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan
pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi
pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang
dipegang oleh si pelanggar. Penarikan kembali ketetapan ini
menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas
het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu
bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum.
Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada
dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya
oleh hakim di pengadilan. Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk
mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai
akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara
sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.

40
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai
sanksi ini terjadi, apabila yang berkepentingan tidak mematuhi
pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau
pembayaran. Apabila yang berkepentingan pada waktu mengajukan
permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah
memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap,
hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka
keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.

3. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)


Uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan
syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan,
tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan,
dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan
pembayaran bunga. Menurut hukum administrasi, pengenaan uang
paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang
tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan
4. Pengenaan Denda Administratif
Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan
dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda
dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan
situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak
lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan
untuk menambah hukuman yang pasti. Pemerintah dalam menegakan
sanksi ini, harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi,
baik tertulis maupun tidak tertulis.

41
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
yuridis sosiologis. Metode kualitatif menurut Bosdan dan Taylor, bahwa
metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata kata, tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.
Penulis memilih penelitian kualitatif didasarkan pada alasan bahwa; (1)
hukum dalam penelitian ini diartikan sebagai makna-makna simbolik
sebagaimana termanifestasikan dan tersimak dalam dan dari aksi-aksi serta
interaksi warga masyarakat (2) agar dapat mengungkap dan mendapatkan
makna yang mendalam dan rinci terhadap obyek penelitian dari
informan,140 dalam hal ini adalah makna-makna tentang penegakan hukum
disiplin bagi PNS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Kupang

42
Aspek-Aspek Penelitian
Aspek-aspek yang menjadi bahan penelitian antara lain sebagai
berikut :
1. Jumlah PNS Aktif di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang
2. Ketersediaan Aparatur dalam menjalankan fungsi Pembinaan dan
Penegakan Disiplin PNS
3. Program/ Kegiatan serta Anggaran dalam APBD yang dialokasikan
untuk Pembinaan dan Penegakan Disiplin PNS
4. Jumlah Dugaan Pelanggaran dan Penegakan Disiplin yang telah
dilaksanakan
5. Prosedur dan tata Cara serta hambatan-hambatan dalam Penegakan
Disiplin PNS

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Data Primer, yaitu data utama yang diperoleh secara langsung dari
objek penelitian pada instansi yang bersangkutan dengan masalah
yang di teliti yaitu, pada Badan Kepegawaian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Kupang.
2. Data Sekunder, yaitu data penunjang data primer yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen serta
kepustakaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang
sesuai dengan objek kajian.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam Penelitian ini
sebagai berikut :
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab dan
dialog secara langsung dengan orang yang dianggap mengetahui dan
bertanggungjawab terhadap persoalan dari Penelitian ini.
2. Kuisioner,yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik,

43
untuk diberikan kepada para responden dengan memberikan jawaban
atau tanda tertentu.
3. Studi Dokumentasi, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh
Data Sekunder yang dilaksanakan dengan mengumpulkan data yang
bersumber pada arsip dan dokumen lapangan, serta data-data yang
relevan dan mendukung Penelitian ini

Responden
Yang akan menjadi Responden dalam Penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Bupati Kupang, selaku Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (1
Orang)
2. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kabupaten Kupang (1 Orang)
3. Kepala Bidang Penilaian Kinerja Aparatur dan Penghargaan pada
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kabupaten Kupang (1 Orang)
4. Kepala Sub Bidang Disiplin dan Penghargaan pada Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten
Kupang (1 Orang)
5. Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kabupaten Kupang (5 Orang)
Sehingga total Responden dalam Penelitian ini berjumlah 9 (Sembilan)
Orang.

VII. Pengolahan Data


1. Analisis Data, adalah upaya atau cara untuk mengolah data menjadi
informasi sehingga karakteristik data tersebut dapat dipahami dan

44
bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama masalah yamg
berkaitan dengan Penelitian ini.
2. Editing Data, adalah proses dimana Peneliti memeriksa kembali data
yang telah terhimpun, untuk mengetahui apakah data tersebut baik
dan dapat diolah.
3. Coding Data, yaitu menyusun secara teratur dan sistematis semua
data yang diperoleh untuk memudahkan analisis.
4. Tabulasi Data, yaitu pembuatan Tabel yang berisikan berbagai data
yang telah diberi kode sesuai analisis yang dibutuhkan.

VIII. Keaslian Penelitian


Berdasarkan Penelusuran Pustaka yang dilakukan Penulis pada
Register Judul Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha
Wacana Kupang, tidak ditemukan adanya Judul dan Rumusan Masalah
yang sama dengan yang akan penulis tetliti. Namun, pada Media On-Line
terdapat Penelitian Ilmiah (Skripsi) yang memiliki kemiripan dengan Judul
dan Rumusan Masalah yang Penuli Angkat, yakni Skripsi dengan Judul
Penegakan Hukuman Disiplin Berat Bagi Pegawai Negeri Sipil Di
Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat, oleh Muhamad Haryono
NIM : E1A006221 Fakultas Hukum Universitas Soedirman Purwokerto.

Jadwal Penelitian
1. Tahap Persipan : 20 Hari
2. Tahap Proposal : 20 Hari
3. Tahap Pengumpulan Data : 20 Hari
4. Tahap Penulisan Skripsi : 30 Hari
Sehingga Total Waktu Penelitian ini direncanakan dilakukan dalam 90
(Sembilan puluh) Hari Kalender.

Biaya Penelitian
1. Biaya Persiapan : Rp.500.000,-
2. Biaya Pengadaan Literatur : Rp.500.000,-

45
3. Biaya Transportasi : Rp.250.000,-
4. Biaya Penelitian : Rp.500.000,-
5. Biaya Penggandaan : Rp.500.000,-
Sehingga Total Biaya dalam Penelitian adalah sebesar Rp. 2.250.000,- (dua
juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)

Sistematika Penulisan
Cover
Lembar Pengesahan
Bab I Pendahuluan
I. Latar Belakang
II. Rumusan Masalah
III. Tujuan Penelitian
IV. Manfaat atau Kegunaan Penelitian
Bab II Tinjauan Pustaka
I. Pengertian, Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai
Negeri Sipil
A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
B. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil
II. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
A. Konsep dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
B. Jenis Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
C. Penegakan Hukum
D. Sanksi Dalam Hukum Administrasi Negara
Bab III Metodelogi Penelitian
I. Jenis Penelitian
II. Lokasi Penelitian
III. Aspek-Aspek Penelitian
IV. Sumber Data
V. Teknik Pengumpulan Data

46
VI. Responden
VII. Pengelolaan Data
VIII. Keaslian Penelitian
IX. Jadwal Penelitian
X. Biaya Penelitian
XI. Sistematika Penulisan

DAFTAR PUSTAKA

Bryan A. Garner (Editor In Chief). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh


Edition. St. Paul Minesota, West Publishing. Ebook
Burhannudin A, Tayibnapis, 1995, Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan
Analitik, Jakarta, Pradnya Paramita
Djatmika, Sastra, dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia,
Jakarta, Djambatan
Rahardjo, Satjipto, 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Cetakan
Kedua. Jakarta, Penerbit Buku Kompas
Soekanto, Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Jakarta, Bina Citra
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494)
Peraturan pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 74 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5135)

47

Anda mungkin juga menyukai