Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik

mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui

system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hlm. 1110)


Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul

mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer,

2000, hlm. 17)


Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat

emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru

bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi

iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema

sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130)


B. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 128) penyebab Stroke non hemoragik

diakibatkan oleh:
1. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya. Beberapa keadaan dibawah

ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis, hiperkoagulasi pada

polisetimia, arthritis dan emboli


2. Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh

bekuan darah, lemak, dan udara.


Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 129) faktor – faktor resiko stroke non

hemoragik adalah: Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok, minum alkohol,


strees dan gaya hidup yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai

hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol tinggi,

Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia.


C. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001, hlm. 2133-2134) menjelaskan

ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung

pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke

non hemoragik adalah:


1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan

kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi

tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang

belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi

(paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)


2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke

adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.

Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:


1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab

menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau

reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya.
3. c. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi

tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang

atau objek ditempat kehilangan penglihatan


4. d. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan

kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.


5. e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus

frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin

terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,

kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.


6. f. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami

inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.


D. Klasifikasi stroke non hemoragik
Menurut Tarwoto, dkk (2007, hlm. 69) Stroke non hemoragik dapat

diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:


1. TIA (Trans Ischemic Attack)
2. Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja

dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
3. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
4. Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam

waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.


5. Stroke in Volution (progresif)
6. Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya

gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau

beberapa hari.
7. Stroke Komplit
8. Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari

sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan.


E. Patofisiologi
Berbagai penyakit jantung seperti aterosklerosis dapat menyebabkan

thrombosis cerebral yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah atau otak.

Sedangkan penyakit jantung yang lain seperti kelainan pada jantung kiri,

endokarditis, PJR dan infark miokard dapat menimbulkan emboli cerebral yaitu

bekuan darah atau tempat material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh

yang lain. Thrombosis dan emboli cerebral mengakibatkan terjadinya sumbatan


pembuluh darah ke otak. Hal ini menyebabkan suplai O2 otak menurun, teerjadi

iskemia otak, akhirnya terjadi infark cerebri. Gal tersebut memunculkan

perubahan perfusi jaringan cerebral.


Jika iskemia otak itu terjadi di daerah cerebrum maka akan terjadi

gangguan fungsi motorik yaitu gangguan komunikasi verbal dan gangguan

mobilitas. Jika terjadi di daerah cerebellum maka akan terjadi gangguan

koordinasi dan keseimbangan berlanjut dengan gangguan mobilitas fisik

sehingga terjadi intoleransi aktivitas. Jika terkena pada batang otak maka akan

menurunkan reflek menelan sehingga beresiko terjadi perubahan nutrisi,

kemudian reflek batuk juga menurun sehingga terjadi bersihan jalan napas tidak

efektif. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 131)


Pathway :
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 139) yaitu:
1) CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan

posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan


hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar

ke permukaan otak.
2) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.


3) Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan

yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.


4) Magnatik Resonan Imaging (MRI):
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5) Ultrasonografi Dopler :
Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6) Sinar X Tengkorak:
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
7) Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan

mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.


b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna

likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama.


2) Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum.


G. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral

dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2137)
1. Hipoksia serebral
Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
2. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

integritas pembuluh darah serebral.


3. Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium

atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan

menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan


aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak

konsisten dan penghentian thrombus lokal.


H. Penatalaksanaan
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi:
1. Pengobatan Konservatif
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk. (2001, hlm. 2137) pengobatan

konservatif meliputi:
a) Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat

maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.


b) Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari

tempat lain dalam kardiovaskuler.


c) Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran

sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.


2. Pengobatan pembedahan
Menurut Arif Muttaqin, (2008, hlm. 142) tujuan utama adalah memperbaiki

aliran darah serebral


a) Endosteroktomi karotis (lihat pada gambar 2.7)membentuk kembali

arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.


b) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan

manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA


I. Asuhan Keperawatan Teoritis Stroke
1. Pengkajian
a) Aktivitas dan istirahat.
Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi

atau paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Tanda : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau

spastis), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan

penglihatan
b) Sirkulasi

Gejala : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,

gagal jantung , endokarditis bakterial).


Tanda : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG. Pulsasi :

kemungkinan bervariasi, denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau

aorta abdominal.

c) Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediaan,

kwegembiraan, kesulitan berekspresi diri.


d) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, anuria. Distensi abdomen (kandung kemih sangat

penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik)


e) Makan / minum
Gejala : Nafsu makan hilang. Nausea / vomitus menandakan adanya

Peningkatan Tekanan Intra Kranial. Kehilangan sensasi lidah, pipi,

tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.


Tanda : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan

faring). Obesitas.
f) Sensori Neural
Gejala : Pusing, Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat

seperti lumpuh/mati. Penglihatan berkurang. Sentuhan: kehilangan sensor

pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang

sama). Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.


Tanda : Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan,

gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan

fungsi kognitif. Ekstremitas: kelemahan/paraliysis pada semua jenis

stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon

dalam. Wajah: paralisis/paraparese. Afasia (kerusakan atau kehilangan

fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata,

reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/ kombinasi dari

keduanya. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendenga.


Kehilangan kemampuan menggunakan motorik. Reaksi dan ukuran

pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h) Respirasi
Gejala : Perokok (faktor resiko).
i) Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan

persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang

kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali

objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali. Gangguan berespon

terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh. Gangguan

dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang

kesadaran diri.
j) Interaksi sosial
Gejala : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,

parestesia, flaksid / paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan

perceptual / kognitif.
b) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi

serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot

fasial / oral, kelemahan/kelelahan umum.


c) Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, penurunan

kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.


3. Rencana Keperawatan
a) Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,

parestesia, flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan

perceptual/kognitif.
 Tujuan :
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh

tidak adanya kontraktur, foot drop.


- Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh

yang terkena atau kompensasi.


- Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan melakukan

aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit.


 Perencanaan tindakan:
- Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan awal dan

dengan cara teratur.


- Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan

sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakan

dalam posisi bagian yang terganggu.


- Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada

semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan latihan seperti

latihan kuadrisep/gluteal, meremas bola karet, melakukan jari-jari

dan kaki/telapak.
- Tinggikan tangan dan kepala.
- Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda

lain dari gangguan sirkulasi.


- Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara

teratur. Lakukan massage secara hati-hati pada daerah kemerahan

dan beriakan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan

kebutuhan.
- Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

mengguanakan ekstremitas yang tidak sakit untuk

menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalami

kelemahan.
- Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan resestif,

dan ambulasi pasien.


b) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi

serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot

fasial/oral, kelemahan/kelelahan umum.


 Tujuan :
- Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
- Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat

diekspresikan.
- Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
 Perencanaan tindakan :
- Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak

memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat

pengertian sendiri.
- Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan

balik.
- Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda

tersebut.
- Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH

atau pus.
- Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika

tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang

pendek.
- Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
- Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
c) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,

penurunan kekuatan dan ketahanan.


 Tujuan :
- Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk

memenuhi kebutuhan perawatan diri.


- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan

sendiri.
 Perencanaan tindakan:
- Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan

kebutuhan sehari – hari.


- Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien

sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan


- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang

kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk


menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi dengan

teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.


- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E.2000. Rencana Asuhan Dan dokumentasi Keperawata. Edisi 3.

Jakarta: EGC
NANDA, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002 , Philadelphia
Hudak, C.M dan B.M Gallo.1997. Keperawatan Kritis: pendekatan Holisti. Edisi 6.

Jakarta. EGC
Muttaqim, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai