Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN HIV

A. Pengertian
B. Etiologi
C. Pathways
D. Manifestasi klinis
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan penunjang
G. Penatalaksanaan medis
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS
A. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suddarth, 2003).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat
kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai
semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).
B. Etiologi
Agen infeksius utama, M. tuberculosis adalah batang aerobic tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar
matahari. M. tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceace yang
mempunyai berbagaigenus, salah satunya adalah Mycobaterium dan salah
satu speciesnya adalah M. tuberculosis. Bakteri ini berbahaya bagi
manusia dan mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Bakteri
ini memerlukan waktu untuk mitosis 12 – 24 jam. M. tuberculosis sangat
rentan terhadap sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga dalam
beberapa menit akan mati. Bakteri ini juga rentan terhadap panas – basah
sehingga dalam waktu 2 menit yang berada dalam lingkungan basah sudah
mati bila terkena air bersuhu 100 C. Bakteri ini juga akan mati dalam
beberapa menit bila terkena alkhohol 70% atau Lysol 5% (Danusantoso,
2012).
C. Patofisologi
M. tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus di bagian bawah
lobus atau bagian atas lobus bakteri M. tuberculosis ini membangkitkan
reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tadi dan
mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari
pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
menimbulkan kerusakan jaringan paru atau biasa dikatakan proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel.
Bakteri juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag
yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini biasanya berlangsung 10 – 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relative padat seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari epilteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru – paru disebut focus ghon
dan gabungan terserang kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan
komplek ghon. Komplek ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang mengalami pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan di
mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan treakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada
bagian lain dari paru atau bakteri M. tuberculosis dapat terbawa ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut
yang tedapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
mencapai aliran darah dalam jumlah lebih kecil yang kadang – kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Hal ini terjadi bila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam
sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ
tubuh (Wijaya & Putri, 2013).
D. Pathways

E. Manifestasi klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejaa tuberkulosis adalah:
1) Demam
2) Malaise
3) Anoreksia
4) Penurunan berat badan
5) Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan)
6) Peningkatan frekuensi pernafasan
7) Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8) Bunyi nafas dan ronkhi kasar, pekat pada saat perkusi
9) Demam persisten
F. Komplikasi
1) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas).
2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3) Bronkiektasi (pelebaran bronkus setempat) fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau retraksi) pada paru.
4) Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura spontan kolaps
karena kerusakan jaringan paru).
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6) Insufisiensi kardio pulmoner.
G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboraturiom
2) Pemeriksaan sputum
H. Penatalaksanaan medis
LAPORAN PENDAHULUAN SOL (Space Occupying Lesion)

A. PENGERTIAN

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai


adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas
yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu
tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf
pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam
kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas
spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga
tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan
selaput otak. (Fransisca, 2008: 84).

B. ETIOLOGI

Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang


terkena. Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada
ketidaknormalan sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena
fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan
pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya
tumor.

1. Tumor lobus frontal

Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional


dan tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.

2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)


Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius
(gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.

3. Tumor korteks motorik

Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian


dimana kejang terletak pada satu sisi.

4. Tumor lobus frontal

Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional


dan tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.

5. Tumor intra cranial

Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi


bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang
paling sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna)
dan metastase serebral dari bagian luar.

6. Tumor sudut cerebelopointin

Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala
yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.

Gejala pertama :

 Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yanga


mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /
vestibulochorlearis / oktavus)
 Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan
cranial ke V/trigemirus)
 Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
 Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada
fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

C. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY

- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral

- Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal

- Hidrosefalus

- Gangguan fungsi hipofisis

Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasi leukosit melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction ataudinding kista berisi
pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.

Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi


berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.
Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan
tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak
dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang


tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya berman ifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin
dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang
sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Peningkatan intracranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor:
bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang relative dari
ruang tengkorak yang kaku.

Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum


sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang
menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan
sawar darah otak semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial.
Observasi sirkulasi cairan serebro spinal dari vantrikel laseral keruang sub
arachnoid menimbulkan hidrosephalus.

Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat


akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif
dan oleh karena itu tidak bergun apabila tekanan intracranial timbulcepat.

Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial,


volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel-
selparenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasiulkus/
serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser ke interior
melalui insisuratentorial oleh massa dalam hemisterotak. Herniasi menekan
ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran da nmenekan saraf ketiga. Pada
herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh
suatu massa poterior, (Suddart, Brunner. 2001).
PATHWAY

Idiopatik

Tumor otak

Penekananjaringanotak Bertambahnyamassa

Invasijaringanotak Nekrosis jar. otak Penyerapancairanotak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai Hipoksiajar Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah ingan

Kejang Gang.Neurolog Gang.Fungs Gang.Perf Oedema


isfokal iotak usijaringan

Defisitneurolo Disorientasi Peningkatan Hidrosefalus


gis TIK

 Aspirasisek Resti.Cidera Perubanah


resi proses pikir
 Obs.
Jlnnafas
Bradikardiprogresif, Bicaraterganggu, Hernialisulk
 Dispnea
hipertensisitemik, afasia us
 Hentinafas gang.pernafasan
 Perubahan
polanafas
Ancamankema Gang.Komunikasi Menisefalontek
tia verbal anan
Gang.Pertuka
ran gas
Cemas Mual, muntah, Gang.ke
papileodema, sadaran
pandangankabur,
( Suddart, Brunner. 2001 ) Gang. Rasa
penurunanfungsipendeng
nyaman
aran, nyerikepala
D. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :

a) Sakit kepala

b) Muntah

c) Papiledema

2. Gejala terlokalisasi (spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada
satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )

b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang


penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi penglihatan.

c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan


kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )

d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan


tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri

e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan


saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas
fungsi motorik.

f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,


gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner
& Sudarth, 2003 ; 2170 )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,


jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan


untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada


daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).

F. PENATALAKSAAN MEDIS

Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu
akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.
Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera
bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya
adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan
tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya
gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).

1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)


Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan
beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor
secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan
yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat
bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal
atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapy

Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum
tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima
kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong
pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi
radiasi.Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :

a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi


radiasi

b) Setelah tumor recurance

c) Setelah lengkap tindakan radiasi

3. Pendekatan stereotaktik

Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik


tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk
menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis
& epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT,
sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil
meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan
Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.
G. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi


narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah
pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial
tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :

1. Kehilangan memory

2. Paralisis

3. Peningkatan ICP

4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara

5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus

6. Mental confusion

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah


komplikasi mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :

1. Perubahan visual dan verbal

2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit


kepala

3. Perubahan pupil

4. Kelemahan otot / paralysis

5. Perubahan pernafasan

Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan


yang terjadi yaitu :

1. Gangguan fungsi neurologis.


Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan
jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan
mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif.

Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan


sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan
menurun.

3. Gangguan tidur & mood

Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga


hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan
malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.

4. Disfungsi seksual

a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas


prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu).

b).Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan


hipogonadisme.

c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan


perubahan tingkat kepuasan.
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway

Adanya sumbatan / obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret


akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

a) Chin lift / jaw trust

b) Suction / hisap

c) Guedel airway

d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.

2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan


yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing,
sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.

3. Circulation

TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,


takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.

4. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri


atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara
yang cukup jelas dan cepat adalah dengan metode AVFUAwake : A, Respon bicara
:V, Respon nyeri : P, Tidak ada respon : U

5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi inline harus dikerjakan.

PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.

2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan


intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5. Aktivitas / istirahat

Gejala : malaise

Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

6. Pemeriksaan Fisik

a) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda : TD : meningkat

Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada


vasomotor).

b) Eliminasi

Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)

Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

d) Hygiene

Gejala : -) , dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri


(pada periode akut).

e) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan. Tanda :


Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang
umum lokal.

f) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung
kaku.

Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

g) Pernapasan

Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi


sampai koma) dan gelisah

h) Keamanan

Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah,
sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
I. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL

Dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,


perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital

Kriteria Hasil :

Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan kognitif, fungsi


motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra
Kranial)

Intervensi :

a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan

b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
(GCS )

c. Pantau TTV

d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil

e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )

f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan

g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara


tambahan yang abnormal

Kolaborasi :

a. Pantau analisa gas darah

b. Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan

c. Berikan oksigenasi

2. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan


neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria Hasil :

Pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA
dalam batas normal

Intervensi :

a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan

b. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi

c. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar

d. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret

e. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif

Kolaborasi:

a. Berikan O2 sesuai indikasi

b. Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi

3. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK,

Ditandai dengan menyetakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri,


pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan
terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri, wajah menahan
nyeri, perubahna pola tidur, menarik diri secara fisik

Kriteria Hasil :

Pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku untuk mengurangi


kekambuhan atau nyeri .

Intervensi :

a. Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri yang dirasakan
klien
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( Misal : ekspresi wajah,
gelisah,menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung,
pernapasan dan tekanan darah.

c. Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang

d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan

e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat
toleransi terhadap sentuhan

f. Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif “saya sembuh


“atau“ saya suka hidup ini “

Kolaborasi :

a. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi

b. Berikan antiemetiksesuai indikasi

4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan


atau integrasi (trauma atau defisit neurologis)

Ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang,


inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual,
penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal
berlebihan, perubahan pola perilaku

Kriteria Hasil :

Pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya,


mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu,
mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.

Intervensi :

a. Kaji secara teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris


dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam
atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya
masalah penglihatan

c. Observasi repon perilaku

d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan

e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,


pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis

Kolaborasi :

a. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB

b. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi

5. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d


peningkatan TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, (anoreksia,
iritasi, penyimpangan rasa mual)

Dibuktikan oleh keluhan masukan makanan tidak adekuat, kehilangan


sensasi pengecapan, anoreksia, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, BBI <
10 %, penurunan penumpukan lemak/masa otot, sariawan, rongga mulut
terinflamasi, diare, konstipasi, kram abdomen.

Krieteria Hasil :

Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil, mengungkapkan


pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang
nafsu makan

Intervensi :

a. Pantau masukan makanan setiap hari

b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi

c. Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis,
berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

e. Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah

Kolaborasi :

a. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler

b. Vitamin A, D, E dan B6

c. Rujuk kepada ahli diit

d. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan (Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit :
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai