Anda di halaman 1dari 28

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SIV

2.1.1 Definisi

SIV adalah sebuah retrovirus yang ditemukan pada primata. Virus yang
menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2, virus yang menyebabkan AIDS.
Asal HIV kini secara umum dianggap berasal dari SIV dari primata Afrika. HIV-2
adalah yang paling berhubungan dengan SIVsm, SIV yang menginfeksi Sooty
Mangabeys, sementara HIV-1 berhubungan dekat kepada SIVcpz(SIV yang
menginfeksi simpanse). Rute transmisi HIV-1 ke manusia melalui kontak darah
simpanse yang biasanya diburu di Afrika.

SIV pertama kali ditemukan pada tahun 1985, pada penangkaran Rhesus
macaques yang menderita karena SAIDS. Observasi ini dilakukan beberapa saat
setelah HIV-1 terisolasi sebagai penyebab AIDS dan menyebabkan penemuan
HIV-2 di Afrika Barat pada tahun yang sama.Kode ICTVdB SIV adalah
61.0.6.5.003.

2.1.2 Struktur Virus


Struktur virus di bagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Kapsid
Kapsid merupakan lapisan pembungkus DNA atau RNA, kapsid
dapat berbentuk heliks (batang), misalnya pada virus mozaik, ada yang
2

berbentuk polihedral pada virus adenovirus, ataupun bentuk yang lebih


kompleks lainnya. Kapsid yang paling kompleks ditemukan pada virus
Bbakteriofaga (faga). Faga yang pertama kali dipelajari mencakup tujuh
faga yang menginfeksi bakteri Escherichia coli, ketujuh faga ini diberi
nama tipe 1 (T1), tipe 2 (T2), tipe 3 (T3) dan seterusnya sesuai dengan
urutan ditemukannya.
2. Kapsomer
Kapsomer adalah subunit-subunit protein dengan jumlah jenis
protein yang biasanya sedikit, kapsomer akan bergabung membentuk
kapsid, misalnya virus mozaik tembakau yang memiliki kapsid heliks
(batang) yang kaku dan tersusun dari seribu kapsomer, namun dari satu
jenis protein saja.
3. Struktur tambahan lainnya
Struktur tambahan lainnya, yaitu selubung virus yang
menyelubungi kapsid dan berfungsi untuk menginfeksi inangnya.
Selubung ini terbentuk dari fosfolipid dan protein sel inang serta protein
dan glikoprotein yang berasal dari virus itu sendiri. Tidak semua virus
memliki struktur tambahan ini, ada beberapa yang memilikinya, misalnya
virus influenza. Secara kebetulan faga tipe genap yang diketemukan (T2,
T4 dan T6) memiliki kemiripan dalam struktur, yaitu kapsidnya memiliki
kepala iksohedral memanjang yang menyelubungi DNA dan struktur
tambahan lainnya, yaitu pada kepala iksohedral tersebut melekat ekor
protein dengan serabut-serabut ekor yang digunakan untuk menempel pada
suatu bakteri.

2.1.3 Taksonomi

Berikut merupakan turunan virus HIV berdasarkan spesies :

1 Kingdom : Virus
2 Unassigned Viruses
3 Retro-transcribing viruses
4 Familia : Retroviridae
3

5 Subfamilia : Orthoretrovirinae
6 Genus : Lentivirus
7 Primate lentivirus group
8 Spesies : HIV 1
9 Spesies : HIV 2
10 Daur Hidup HIV
(Peeters, 2010).
2.1.4 Strains

Sementara virus human immunodeficiency memiliki jumlah subtipe yang


terbatas, SIV sekarang diketahui menginfeksi beberapa lusin spesies primata non-
manusia, dan strain yang berbeda sering dikaitkan dengan masing-masing spesies,
atau dengan satu set spesies yang terkait erat. Yang sejauh ini dikategorikan ~ 40
strain dibagi menjadi 5 kelompok yang berbeda dan satu subkelompok:

1. HIV-1, SIVcpz ( simpanse ), SIVgor ( gorila ), SIVrcm ( mangabey yang


tertutup merah ), SIVagi ( mangabey tangkas ), SIVmnd 2 ( mandrill ),
SIVdrl ( bor monyet )
2. HIV-2, SIVsmm ( mangabey jelaga ), SIVmac ( rhesus macaque ),
SIVmne ( kera ekor ekor babi ), SIVstm ( kera ekor tunggang )
3. SIVagm [generik] ( monyet hijau Afrika ): SIVsab, SIVver, SIVgri (
monyet grivet, SIVtan ( monyet tantalus )
4. SIVMnd 1 ( mandrill ), SIVlho ( monyet milik Liao), SIVsun ( monyet
berekor matahari ), SIVprg ( guenon Preuss ), SIVwrc ( kolobus merah
barat ), SIVolc ( olive colobus ), SIVkrc ( Kibale colobus merah ) SIVtrc (
Tshuapa merah colobus )
5. SIVsyk ( monyet Srikandi), SIVdeb ( monyet De Brazza ), SIVden (
monyet monyet Dent ), SIVwol ( monyet monyet Wolf ), SIVgsn /
SIVmon / SIVmus 1 / SIVmus 2 clade, SIVtal (talapoin utara ), SIVasc (
merah -mulai guenon ), SIVbkm ( mangabey hitam ), SIVreg [dahulu
SIVery] (guen merah ), SIVblu (monyet biru)
6. SIVcol ( colobus guereza ), SIVkcol 1 ( kolobus hitam-putih ), SIVkcol 2,
SIVblc [formarly SIVbcm] ( kolobus hitam )
4

2.1.5 Gejala Klinis SIV


Pada dasarnya gejala klinis yang ditimbulkan oleh SIV sama dengan HIV
memiliki 4 fase yaitu.
a. Fase Klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
b. Fase Klinik 2
Penurunan berat badan (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan atas
(sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis) berulang.
c. Fase Klinik 3
Penurunan berat badan (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab
sampai >1 bulan. Demam menetap (intermitten atau tetap >1 bulan).
d. Fase Klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumonia bakteri berulang,
infeksi herpes simpleks kronik (orolabial, genital atau anorektal >1 bulan).
(Peeters, 2010).

2.2 HIV
2.2.1 Definisi

HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
kemudian menimbulkan AIDS. AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi
HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

2.2.2 Epidemiologi

1. Situasi Global

AIDS pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1981 sebagai
penyakit baru yang terdapat pada pria homoseksual. Dua puluh tahun kemudian,
AIDS menjadi epidemi diseluruh dunia yang terus meluas 3.
5

Infeksi HIV-1 adalah penyebab utama kelima kematian pada anak dari umur
2-5 tahun pada banyak kota di Amerika Serikat Timur. Penularan HIV-1
perinatal merupakan penyebab utama AIDS pediatri 4.

WHO memperkirakan dari 5 juta infeksi HIV baru setiap tahun, 90% terjadi
di negara berkembang. Di negara tersebut, AIDS melampaui penyakit yang
ditularkan secara heteroseksual dan jumlah kasus pada laki-laki dan perempuan
hampir sama4.

Tabel 1: Rekapitulasi Global epidemi HIV/AIDS tahun 2011 5

Jumlah orang yang menderita HIV

Total 34,0 juta (31,4-35,9 juta)

Dewasa 30,7 juta(28,2-32,3 juta)

Wanita 16,7 juta(15,4-17,6 juta)

Anak-anak (<15 tahun) 3,3 juta (3,1-3,8 juta)

Orang yang baru terinfeksi HIV tahun 2011

Total 2,5 juta(2,2-2,8 juta)

Dewasa 2,2 juta(1,9-2,4 juta)

Anak-anak (<15 tahun) 330.000 (280.000-390.000)

Kematian pada penyakit AIDS tahun 2011

Total 1,7 juta(1,5-1,9 juta)

Dewasa 1,5 juta(1,3-1,7 juta)

Anak-anak (<15 tahun) 230.000 (200.000-270.000)

Dari tabel 1 diatas dapat dilihat jumlah orang yang menderita HIV pada
tahun 2011 paling banyak diderita oleh wanita dewasa sebanyak 16,7 juta,
kemudian Laki-laki dewasa sebanyak 14 juta, Dan terakhir anak-anak usia < 15
tahun sebanyak 3,3 juta dari total keseluruhan sebesar 34 juta.

Jumlah orang yang baru terinfeksi HIV pada tahun 2011 paling banyak
diderita oleh Dewasa sebanyak 2,2 juta, Dan anak-anak < 15 tahun sebanyak
330.000 dari seluruh total sebanyak 2,5 juta.
6

Jumlah kematian pada penyakit AIDS pada tahun 2011 paling banyak
diderita oleh Dewasa sebanyak 1,5 juta, Dan anak-anak < 15 tahun sebanyak
230.000 dari seluruh total sebanyak 1,7 juta.

2. Situasi Nasional

Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru terinfeksi
HIV. Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di bawah usia 25 tahun.
Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa
percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di
Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014. Epidemi tersebut terutama dipicu
oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik 5.

Jumlah kasus HIV positif yang ditemukan pada penduduk yang melakukan
konseling dan tes HIV adalah 21.591 orang pada tahun 2010 dan 21.031 orang
tahun 20115.

Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (21.775 kasus), diikuti Jawa
Timur (11.994 kasus), Papua (9.447 kasus), Jawa Barat (6.640 kasus), dan
Sumatera Utara (5.935 kasus). Sedangkan kasus AIDS untuk tahun 2010
terdapat 6.476 kasus, dan tahun 2011 terdapat 6.178 kasus5.

Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta (3.995), Jawa Timur
(3.775), Jawa Barat (3.728), Papua (3.712), Bali (1.747), Kalimantan Barat
(1.125), Jawa Tengah (1.030), Sulawesi Selatan (591), Sumatera Utara (507),
dan DIY (505).

Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun
(47,2%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,3%) dan kelompok umur 40-
49 tahun (9,5%).

Kasus AIDS menurut pekerjaan, tertinggi pada Ibu Rumah Tangga (622
kasus), diikuti tenaga non-profesional atau karyawan (587 kasus), dan
wiraswasta atau usaha sendiri (544 kasus).
7

Cara penularan kasus AIDS terbanyak melalui heteroseksual (53,1%),


disusul IDU (37,9%), LSL (3,0%), perinatal (2,6%), transfusi darah (0,2%) dan
tidak diketahui (3,2%).4.

3. Rute Transmisi

HIV ditularkan ketika virus memasuki tubuh, biasanya melalui suntikan sel-
sel atau sperma yang telah terinfeksi. Ada beberapa cara yang memungkinkan
virus bisa masuk, yaitu:

1. HIV sering menular di kalangan pengguna narkoba yang berbagi jarum


suntik yang telah terkontaminasi dengan darah dari orang yang terinfeksi.

2. Umumnya infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seks dengan


pasangan yang terinfeksi. Virus ini dapat memasuki tubuh melalui
selaput vagina, vulva, penis, rektum atau mulut selama hubungan
seksual. Selain itu, transmisi melalui oral seks juga mugkin terjadi.

3. HIV dapat menular kepada petugas kesehatan melalui jarum suntik yang
telah terkontaminasi dengan darah dari seseorang yang positif HIV.

4. Perempuan bisa menularkan HIV kepada bayinya selama masa


kehamilan atau kelahiran dengan cara masuknya sel-sel ibu yang
terinfeksi ke sirkulasi bayi, atau melalui pemberian ASI.

5. Penularan melalui transfusi darah yang telah terkontaminasi ataupun


transplantasi organ-organ yang telah terinfeksi memungkinkan seseorang
terjangkit HIV, akan tetapi penularan dengan cara ini sudah sangat jarang
karena sekarang telah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk
meminimalkan resiko terinfeksi HIV.

6. Orang yang sudah menderita penyakit infeksi menular seksual, seperti


sifilis, herpes genital, infeksi klamidia, human papillomavirus (HPV),
gonorrhea, atau bakteri vaginosis, lebih mungkin untuk mendapat infeksi
HIV selama hubungan dengan pasangan yang terinfeksi14.
8

ketegangan garis keturunan tuan rumah Binomium penyakit

HIV-1 SIVcpz manusia H. sapiens AIDS

HIV-2 SIVsmm manusia H. sapiens AIDS

SIVcpz SIVrcm / SIVgsn Simpanse P. Troglodytes SAIDS

SIVgor SIVcpz Gorila G. gorilla (-)

SIVsmm Sooty mangabey (-)

Beatrice Hahn dari University of Pennsylvania dan tim peneliti pada tahun
2009 menemukan bahwa simpanse meninggal karena simian AIDS di alam liar
dan bahwa wabah AIDS di Afrika telah berkontribusi terhadap penurunan
populasi simpanse. Menguji simpanse liar, peneliti mendeteksi kerusakan organ
dan jaringan yang serupa dengan AIDS stadium akhir. Simpanse terinfeksi
memiliki risiko 10 sampai 16 kali lebih besar untuk kematian dibandingkan yang
tidak terinfeksi; betina yang terinfeksi cenderung tidak melahirkan, bisa
menularkan virus ke bayi mereka, dan memiliki tingkat kematian bayi yang lebih
[19] [20]
tinggi daripada wanita yang tidak terinfeksi. Bonobos tampaknya
menghindari simian immunodeficiency virus (SIV) dan pengaruhnya, meski tidak
diketahui mengapa. [2]

2.2.3 Etiologi

Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus


diketemukan oleh Luc Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur,
Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala
limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated
Virus (LAV). Gallo (National Institute Of Health, USA 1984) menemukan Virus
HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
9

Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga
berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses
(1986) WHO member nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda
dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. HIV-2 dianggap kurang patogen
dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai
HIV saja. (1,6)

2.2.4 Patogenesis HIV

Gambar : pathogenesis virus hiv (4)

HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk


masuk ke dalam sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di
permukaan sel. Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel yang memiliki
receptor CD4 pada permukaannya. Karena biasanya yang diserang adalah sel T
lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun tubuh), maka sel yang diinfeksi
oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di permukaannya (CD4+ T
cell). (1,8)

Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan
kemudian melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami
proses reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses
ini dilakukan oleh enzim reverse transcriptase. Proses sampai step ini hampir
10

sama dengan beberapa virus RNA lainnya. Yang menjadi ciri khas dari retrovirus
ini adalah DNA yang terbentuk kemudian bergabung dengan DNA genom dari sel
yang diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi (integration). Proses ini
dilakukan oleh enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus
yang terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus. (1,8)

Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses
replikasi sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel
menjalankan proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi.
Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi diri dari serangan sistem imun tubuh
dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus seumur hidup (a life long
infection). (1,8)

Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa
digunakan sebagai vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi
pasien HIV/AIDS. Soalnya, vektor HIV yang membawa gen anti-HIV hanya akan
masuk ke dalam sel yang sudah dan akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai
afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi
tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Kejadian infeksi
HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency
Virus ( SIV ). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa
vagina. (1,8)
11

Gambar 2: Penyebaran Virus Ke Organ Seluruh Tubuh.(4)

Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening


regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari
setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan
SIV dapat di deteksi dengan hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi.
Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah infeksi . Puncak jumlah sel yang
mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak
antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid
kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan sementara dengan
pembentukan respon imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia
adalah peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan
bahwa respon sel limfosit CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi
HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan ‘ steady-state ‘ beberapa bulan setelah
infeksi . Kondisi ini bertahan relatif stabil selam beberapa tahun, namun lamanya
sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut,
12

dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogeneitas


kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu. (1,8)

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun


secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun
sampai ke level ‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas
netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat
mematikan virus. (1,8)

2.2.5 Perjalanan penyakit

Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi.
Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS
pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun,
dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan
gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan sistem
kekebalan tubuh yang juga bertahap. (1,8)

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala


tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6
minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi
akut, di mulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini
umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang
yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula
yang perjalanannya lambat (non-pogresor). Seiring dengan makin memburuknya
kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran
kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dll. (1,8)
13

Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak


menunjukkan gejala, secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang
terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik
yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik
(tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV.
Manifetasi dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan
mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di
jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in
situ.Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di
peredaran darah tepi. (1,8)

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi,
muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran
limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bias mengkompensasi dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari. (1,8)

Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari


80% pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung
juga adalah penyakit yang dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya
tidak ditemukan pada odha yang tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan
jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin
lama seseorang menggunakan narkotika suntik , makin mudah terkena pneumonia
dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan menimbulkan efek yang
buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah
dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga
dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan
penyakitnya biasanya lebih progresif. (1,8)
14

2.2.6 Gambaran Klinis


Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan
spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium
awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut.
Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun
sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi HIV menjadi
AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berlanjut dan
pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah
AIDS. Menurunnya hitungan sel CD4 dibawah 200/ml menunjukkan
perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang memburuk juga ditunjukkan
oleh peningkatan B2 mikro globulin, p24 (antibody terhadap protein care) dan
juga peningkatan IgA (Sjaiful, 2014).
1. Gejala klinik
 Masa inkubasi 6 bulan-5 tahun.
 Window periodselama 6-8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah
terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
 Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak
diobati, maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS.
 Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti:
1. Diare kronis
2. Kandidiasis mulut yang luas
3. Pneumocystis carinii
4. Pneumonia interstisialis limfositik
5. Ensefalopati kronik(Widoyono,2011).

Perjalanan infeksi HIV ditandai oleh munculnya sindrom primer infeksi


HIV akut, penyakit kronis asimptomatis dan penyakit kronis simptomatis
(Radji,2015).
15

Tabel : Klasifikasi penyakit HIV/AIDS menurut WHO 11

Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas

I 1. Asimptomatis Asimptomatis, aktivitas


normal
2. Limfadenopati Generalisata

II 1. Penurunan BB <10% Simptomatis, aktivitas


normal
2. Infeksi pada mukosa, antara lain: dermatitis,
infeksi jamur, sariawan berulang-ulang, herpes
zoster, infeksi saluran pernafasan, sinusitis yang
berkepanjangan

3. Limfadenopati generalisata

III Munculnya gejala AIDS Related Complex (ARC), Pada umumnya lemah,
meliputi: aktivitas di tempat tidur
kurang dari 50%
1. Penurunan BB >10%

2. Kelelahan

3. Demam dan diare kronis > 1 bulan

4. Kandidiasis oral

5. Penurunan sistem imun yang ditandai oleh


infeksi tuberkulosis dan infeksi berat yang
disebabkan oleh bakteri lainnya

IV Disebut juga Full blown AIDS, ditandai dengan Pada umumnya sangat
HIV wasting syndrome, berupa: lemah, aktivitas di
tempat tidur lebih dari
1. Penurunan BB yang drastis 50%
2. Demam dan diare kronis >1 bulan

3. Muncul infeksi oportunitik antara lain:


pneumonia, toksoplasmosis otak,
kriptosporidiosis, kriptokokosis ekstrapulmonar,
infeksi cytomegalovitus pada liver dan limfa,
infeksi virus herpes simlex oral dan genital

4. Muncul berbagai infeksi sistemik dan komplikasi


yang disebabkan oleh jamur,parasit dan bakteri
terutama TB ekstrapulmoner dan septikemia

5. Muncul gejala khas AIDS: limfoma, sarkoma


kaposi, dan ensefalopati
16

Tanpa pengobatan interval antara infeksi primer oleh HIV dan timbulnya
penyakit klinis pertama kali pada orang dewasa biasanya panjang, rata-rata
sekitar 10 tahun 3.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Tes darah

Tes untuk mengetahui antibodi HIV pertama tersedia pada 1985. Baru
setelah tes dapat diperoleh, muncul berbagai pertanyaan tentang bagaimana cara
memakai tes tersebut. Umumnya, orang dapat dibagi dalam dua kubu: mereka
yang setuju dengan tes secara sukarela dan mereka yang mengusulkan tes wajib.
Gagasan wajib melakukan tes ditolak oleh sebagian besar negara akibat biaya dan
masalah logistik yang terkait.3 Tiga negara yang mewajibkan tes adalah Kuba (75
persen warga dites), Bulgaria (45 persen dites) dan bekas Uni Soviet (30 persen).
(1,6,7,8,9)

Karena HIV tidak ditularkan melalui hubungan biasa sehari-hari (yaitu,


bukan virus yang diangkut udara) tetapi melalui perilaku tertentu, tes wajib untuk
seluruh penduduk dilihat sangat mahal, secara ilmiah tidak dapat dibenarkan, dan
dapat menimbulkan perlakuan tidak adil. Di negara lain, kelompok tertentu
dijadikan sasaran, sering kali tanpa persetujuan dari yang bersangkutan. Kelompok
ini mencakup narapidana, pekerja seks, pengguna narkoba dalam tempat
pemulihan, dan wanita hamil. (1,6,7,8,9)

Penolakan terhadap tes HIV berarti program harus mengembangkan strategi


untuk membujuk orang yang berisiko terinfeksi HIV untuk melakukan tes HIV
karena akan bermanfaat untuk mereka. (1,6,7,8,9)

Orang yang mengusulkan tes sukarela secara luas menganggap bahwa jika
seseorang mengetahui apakah ia terinfeksi HIV atau tidak akan menjadi unsure
penting dalam mendorong terjadinya perubahan. Berarti, orang dengan HIV akan
menerapkan penggunaan narkoba atau hubungan seks yang lebih aman untuk
melindungi pasangannya, dan orang yang memakai narkoba bersamanya. Untuk
17

mereka yang HIV-negatif, akan mendorong perubahan perilaku agar meyakinkan


bahwa mereka tidak tertular HIV di masa yang akan datang. Sebaliknya, ada yang
menganggap bahwa setiap orang yang menggunakan narkoba dengan jarum suntik
dan melakukan seks yang tidak aman harus mengubah perilakunya, terlepas
apakah mereka HIV-positif atau tidak. Karena pesannya sama, tes tidak
dibutuhkan dan dapat meningkatkan perlakuan tidak adil, stigmatisasi dan
pengucilan. Daripada melakukan tes secara massal, mereka mengusulkan program
pendidikan massal sebagai gantinya. Banyak negara di Asia melakukan gabungan
antara tes wajib, tes sukarela dan surveilans sentinel. (1,6,7,8,9)

2.2.8 Diagnosa Banding

1. HIV
2. Encefalitis
3. TB paru

2.2.9 Pencegahan

2.2.9.1 Penularan Lewat Suntikan

1. Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan
melakukan penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya
luka, semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato)

2. Pisau cukur harus disterilisasi dengan benar (jangan memakai jarum suntik
atau alat yang menembus kulit bergantian) dengan orang lain

2.2.9.2 Penularan Lewat Hubungan Seks

Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan


seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini
memungkinkan penularan HIV) ada tiga cara:

1. Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan seks)


18

2. Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan


saling setia kepada pasangannya

3. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko,


dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom

Pemberian terapi arv pada bayi yang lahir denga ibu HIV. (3)

AZT 2X/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu dosis 4 mg/kgBB/kali

PEMBERIAN ARV PROFILAKSIS PADA BAYI YANG LAHIR DARI IBU H


19

2.2.9.3 Pencegahan Aids Pada Petugas Kesehatan

1. Jenis pajanan: Perlukaan kulit, pajanan pada selaput mukosa, pajanan


melalui kulit yang luka dan gigitan yang berdarah.

2. Bahan Pajanan: Darah, cairan bercampur darah yang kasat mata,


cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan
serebrospinal, c. sinovia, c. pleura, c peritoneal, c. perickardial, c.
amnion dan virus yang terkonsentrasi.

Prinsip penanganan: Jangan Panik! tapi selesaikan dalam <4 jam.

1. luka tusuk: bilas dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik.

2. pajanan mukosa mulut ludahkan dan kumur.

3. pajanan mukosa mata irigasi dengan air atau garam fisiologis.

4. pajanan mukosa hidung: hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.

5. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.

6. desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu: (1) betadine
(povidone iodine 2,5%) selama 5 menit atau (2) alkohol 70% selama 3
menit. chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi tidak HBV

LAPORKAN(2)

1. catat dan laporkan kepada: (1) panitia PIN, (2) panitia K3, (3) atasan
langsung, agar secepat mungkin diberi PPP (profilaksis pasca
pajanan).

2. perlakukan sebagai keadaan darurat, dimana obat PPP harus diberikan


sesegera mungkin (dalam 1-2 jam).

3. PPP setelah 72 jam tidak efektif.

4. tetap berikan PPP bila pajanan risiko tinggi meski maksimal hingga
satu minggu setelahnya.

5. pantau sesuai denga protokol pengobatan ART.

6. hitung sel darah, LFT, kepatuhan dan beri dukungan.

7. Pertimbangan profilaksis didasarkan pada derajat pajanan, status


infeksi dari sumber pajanan dan ketersediaan obat PPP.
20

1. Menentukan kategori pajanan (KP)

Gambar. 3 Kategori Pajanan (KP) HIV

2.Menentukan Kategori / status HIV sumber pajanan (KS-HIV) (2)

Gambar.4 Kategori Status (KS) HIV Sumber Pajanan(2)


21

3. Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan

2.2.10 PENGOBATAN PROFILAKSIS PASCA PAJANAN(2)

CATAT
1. Tanggal dan jam kejadian (pajanan)
2. Uraian kejadian lebih rinci
3. Sumber pajanan bila diketahui
4. Pengobatan PPP secara rinci bila mendapatkannya
5. Tindak lanjut
6. Hasil pengobatam
7. Simpan semua data pajanan

Informasi kepada orang yang terpajan

8. risiko transmisi HIV setelah terpajan darah adalah 0,3% jika sumber
pasien adalah HIV positif

9. risiko transmisi sesuai dengan jenis kecelakaan.


22

10. PPP tergantung pada kegawatan pajanan dan status HIV dari
sumber pasien.

11. PPP tidak 100% efektif.

12. Minum ARV

13. efek samping ARV

14. hindari hubungan seks yang tidak terlindungi sampai konfirmasi


setelah 3 bulan.

Ingat!

1. HIV dan virus-virus lebih cenderung ditularkan melalui hubungan


seksual atau transfusi darah yang terkontaminasi

2. kemungkinan tertular sebagai akibat pajanan pada kecelakaan kerja


lebih

2.2.10.1 Pengobatan antiretroviral

Berbagai pengobatan telah diterapkan untuk penyembuhan AIDS.


Yang banyak dipraktikkan sampai saat ini adalah pengobatan dengan obat
kimia (chemotherapy). Obat-obat ini biasanya adalah inhibitor enzim yang
diperlukan untuk replikasi virus, seperti inhibitor reverse transcriptase dan
protease.

Zidovudin-lebih dikenal dengan AZT-adalah obat AIDS yang


pertama kali digunakan. Obat yang merupakan inhibitor enzim reverse
transciptase ini mulai digunakan sejak tahun 1987. Setelah itu
dikembangkan inhibitor protease seperti indinavir, ritonavir, dan
nelfinavir. Sampai saat ini Food and Drug Administration (FDA) Amerika
telah mengizinkan penggunaan sekitar 20 jenis obat-obatan.

Pemakaian obat kombinasi menjadi standar pengobatan AIDS saat


ini, yang disebut highly active antiretroviral threrapy (HAART).
Walaupun demikian, cara ini juga masih belum efektif.
23

2.2.10.2 Lini Pertama

No. Nama generik Formulasi Data Dosis menurut umur.


farmakokinetik

1. Zinovudin Tablet: Semua umur 1. < 4 minggu: 4


(NRTIs) 300mg mg/kg/dosis, 2x/hari
(profilaksis)

2. minggu – 13 tahun:
180 – 240
mg/m2/dosis, 2x/hari

3. dosis maksimal: >13


tahun, 300 mg/dosis,
2x/hari.

2. Lamivudin Tablet: 150 Semua umur 1. < 30 hari< 2


(NRTIs) mg mg/kg/dosis, 2x/hari
(profilaksis)

2. > 30 hari atau <60kg:


4 mg/kg/dosis.
2x/hari.

3. Dosis maksimal: 150


mg/dosis, 2x/hari.

3. Kombinasi Tablet: 300 Remaja dan dewasa Dosis maksimal: < 13 tahun
tetap mg (AZT) atau > 60 kg: 1 tablet/dosis,
Zinovudin plus plus 150 2x/hari (tidak untuk berat
Lamivudin mg (3TC) badan 30 kg)

1.
4. Nevirapin Tablet: 200 Semua umur < 8 tahun: 200 mg/m2
(NNRTIs) mg
24

Dua minggu pertama 1x/hari.

Selanjutnya 2x/hari.

2. > 8 tahun: 120-150


mg/m2,

Dua minggu pertama, 1x/hari

Selanjutnya 2x/hari.

5. Efavirenz 600mg Hanya untuk anak 3. 10-15 kg: 200 mg


(NNRTIs) >3 tahun dan berat 1x/sehari.
>10 kg
4. 15 - <20 kg: 250 mg
1x/sehari.

5. 20 - <25 kg: 300 mg


1x/hari

6. 25 - <33 kg: 350 mg


1x/hari

7. 33 - <40 kg: 400 mg


1x/hari

8. Dosis maksimal: > 40


kg: 600 mg 1x/hari

6 Stavudin, d4T 30 mg Semua umur 9. < 30 kg: 1


(NRTIs) mg/kg/dosis, 2x/hari

10. 30 kg atau lebih : 30


mg/dosis, 2x/hari

7. Abacavir 300 mg Umur > 3 bulan 1. < 16 tahun atau <


(NRTIs) 37.5 kg: 8
25

mg/kg.dosis, 2x/hari

2. Dosis maksimal: >16


tahun atau > 37.5 kg

300 mg/dosis, 2x/hari

8. Tenofovir Tablet: 300 Diberikan setiap 24 jam.


disoproxil mg Interaksi obat dengan ddl,
fumarat tidak lagi dipadukan dengan
(NRTIs) ddl.

9. Tenofovir + tablet 200


emtricitabin mg/ 300
mg

2.2.10.3 Lini Kedua

No. Nama generik Formulasi Data Dosis


farmakokineti
k

1. Lopinavir/ Tablet tahan suhu 6 bulan 1. 400 mg/100 mg setiap 12 jam


ritonavir (PI) panas, 200 mg untuk pasien naïf baik
dengan atau tanpa kombinasi
Lopinavir + 50 mg
EFV atau NVP.
ritonavir
2. 600 mg/ 150 mg setiap 12
jam bila dikombinasi dengan
EFV atau NVP untum pasien
yag pernah mendapat terapi
ARV

3. 2 minggu- 6 bulan: 16 mg/4


26

mg/kg BB, 2x/hari

4. 6 bulan – 18 bulan: 10
mg/lgBB/dosis lopinavir

2. Tenofovir Tablet: 300 mg Diberikan setiap 24 jam interaksi


disoproxil obat dengan ddl, tidak lagi
fumarat (NRTIs) dipadukan dengan ddl.

2.2.10.4 Rekomendasi Waktu Memulai Arv

Target pasien Klinis Rekomendasi

Asimtomatik WHO stadium 1 CD4 < 350

Simtomatik WHO stadium 2 CD4 < 350

WHO stadium 3 atau 4 CD4 berapa pun

TB dan Hepatitis B TB aktif CD4 berapa pun diberikan


secepatnya setelah OAT 2
bulan

Ibu hamil WHO stadium apa pun CD4 berapa pun

Pemilihan obat yang berdasarkan pada kondisi pasien diantaranya adalah.

1. Kombinasi awal yang digunakan bagi pasien HIV dengan hasil lab normal
adalah AZT+3TC (Duviral) + NVP (Neviral).

2. Bila pasien tersebut sedang dalam pengobatab TB maka yang digunakan


adalah EFV. Setelah selesai pengobatan TB maka yang digunakan adalah
EFV. Setelah selsai pengobatan TB, EFV diganti dengan NVP.

3. Bila pasien tersebut memiliki Hb<9 maka regimen yang digunakan adalah
TDF=3TC. Jika TDF belum tersedia, d4T_3TC selama 6-12 bulan
kemudian regimen diganti menjadi AZT+3TC atau TDF+3TC.

4. Lopanavir/ritonavir digunakan sebagai lini kedua.


27

2.2.10.5 Regimen Lini Pertama Yang Direkomendasikan Pada Dewasa


Yang Belum Pernah Terapi Arv (treatment naive)

Populasi target Pilihan yang Catatan


direkomendasikan

Dewasa remaja AZT atau TDF + 3TC atau Piliha regimen yang sesuai
FTC + EFV atau NVP untuk mayoritas odha

gunakan FDC

Perempuan hamil AZT+ 3TC _ EFV atau Tidak boleh menggunakan


NVP EFV pada trimester pertaa

TDF bisa merupakan


pilihan

Pada perempuan HIV yang


pernah menjalani regimen
PMTCT, lihat rekomendasi
dibagian lain

Koinfeksi AZT atau TDF + 3TC atau Mulailah terapi ARV


FTC + EFV secepat mungkin (dalam 8
minggu pertama) setelah
mulai terapi TB

Gunakan MVP atau triple


NRTI bila EFV tidak dapat
digunakan.

Koinfeksi HIV/HBV TDF + 3TC atau FTC + Pertimbangkan screening


EFV atau NVP HBsAg sebelum mulai
terapi ARV

diperlukan penggunaan 2
terapi ARV yang memiliki
aktivitas anti- HBV
28

Alur pemindahan lini pertama ke lini kedua

Dicurigai kegagalan klinis atau


imunologis

Pemeriksaan viral load

VL > 5000 kopi/ml

Penatalaksanaan kepatuhan

Pemeriksaan ulang VL

VL <5000 kopi/ml VL <5000 kopi/ml

Jangan pindah ke Pindah ke lini


lini kedua kedua

Anda mungkin juga menyukai