Anda di halaman 1dari 13

KISAH SULAIMAN DALAM QS.

AN-NAML:
SIMBOLIS DALAM KEMAJUAN TEKNOLOGI
Oleh:
Muhammad Miftahuddin (15010246)
Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
Yogyakarta

Pendahuluan
Dalam kajian Alquran, ayat-ayat kisah memiliki peranan yang sangat vital,
baik dari sisi keberadaan maupun ruang. Dari sisi keberadaan, kisah merupakan
bagian dari media yang kerap kali digunakan oleh Alquran untuk menanamkan
pelajaran bagi pembacanya. Adapun dari sisi ruang, kuantitas ruang yang dimiliki
oleh ayat-ayat kisah dalam Alquran mencapai sepertiga bahkan lebih dari jumlah
ayat Alquran secara keseluruhan. Tentunya buka tanpa alasan kisah memiliki
ruang yang banyak di dalam Alquran.
Kajian-kajian tentang kisah-kisah dalam Alquran terutama kisah para nabi,
telah banyak dirangkum oleh mufasir dengan pendekatan yang beragam. Respon
yang muncul pun beragam
Alquran dalam perkembanganya menuntut mengikuti zaman. Pemahaman
terhadap Alquran pun (baca: tafsir) mengalami perkembangan. Salah satu
buktinya adalah dengan munculnya model baru tafsir ‘ilmy dalam kancah mazhab
tafsir.1 Perdebatan pemahaman tentang Alquran yang membahas atau tidak,
seputar sains dan teknologi tak pernah usai. Nah, di sini penulis mencoba
mengungkap keterkaitan masyarakat dengan teknologi serta bagaimana Alquran
mengcover semuanya. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba mengambil kisah

1
Tafsir ‘Ilmy ini adalah usaha memahami ayat-ayat Alquran dengan menjadikan
penemuan-penemuan sains modern sebagai alat bantunya. Ayat Alquran disini lebih diorientasikan
kepada teks yang secara khusus membicarakan tentang ayat-ayat kauniyat dalam Alquran dengan
penemuan sains modern, yang bertujuan untuk memperlihatkan kemukjizatan Alquran. Lihat,
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmy: Memahami Alquran Melalui Pendekatan Sains Modern,
Menara Kudus: Yogyakarta, 2004, hal. 127.

1
Nabi Sulaiman sebagai objek kajian dengan menggunakan metode Qira’ah
Mu’asirah Muhammad Syahrur.

Pembahasan
Pengantar
Surat al-Naml adalah salah satu surat Makkiyah yang semua ayat-ayatnya
disepakati turun sebelum nabi Muhammad berhijrah ke Madinah. Thahir Ibnu
Asyur mengemukakan bahwa yang menonjol dalam surah ini adalah uraian
tentang Alquran dan kemukjizatannya. Di dalam surah ini diuraikan tentang
kerajaan terbesar yang pernah dianugerahkan kepada seorang Nabi yaitu Nabi
Sulaiman dan diuraikan pula umat bangsa Arab yang terkuat yaitu Tsamud, serta
kerajaan Arab yang agung yaitu kerajaan Saba’. Uraian-uraian tersebut -masih
menurut Ibnu Asyur- memberi isyarat bahwa kenabian Muhammad adalah risalah
yang disertai dengan kebijakan memimpin umat, yang disusul dengan kekuasaan
dan bahwa melalui syariat nabi Muhammad akan terbentuk satu kekuasaan yang
kuat, sebagaimana terbentuk untuk bani Israil kerajaan yang kuat pada masa
kerajaan Nabi Sulaiman.2
Nabi Daud tadinya adalah penggembala kambing ayahnya. Beliau pandai
menggunakan ketapel, dan ketika menjadi tentara Thalut beliau berhasil
membunuh Jalut melalui ketapelnya, dan setelah keberhasilannya beliau menjadi
populer, dan dinobatkan menjadi raja penerus Thalut sebagai raja Bani Israil.
Beliau diahugerahi 11 orang anak, salah satunya adalah Nabi Sulaiman yang pada
periode berikutnya melanjutkan kerajaan Nabi Daud. Ilmu yang diberikan Allah
kepada keduanya sungguh banyak dan unik. Nabi Daud misalnya dianugerahi
kemampuan membuat perisai (QS. Al-Anbiya: 80), dan diajari hikmah dan
kemampuan menyelesaikan perselisisihan (QS. Shad: 20), sedang Nabi Sulaiman
di samping dianugerahi hikmah dan kemampuan memahami kasus-kasus
perselisihan, juga antara lain kemampuan memahami bahasa / suara hewan.3

2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Lentera
Hati: Yogyakarta, 2002, Vol. 10, hal. 167.
3
Ibid., hal. 198.

2
Dalam kisah Sulaiman ini ada beberapa pendapat. Semisal para mufassir
kontemporer yang berusaha menafsirkan Alquran dengan penemuan-penemuan
ilmiah, semisal tentang sains modern yang sedang berusaha memahami tentang
bahasa hewan. Sedangkan Sayyid Quththub menentang keras usaha seperti ini.
Menurutnya, kisah ini murni mengisyarat tentang kemukjizatan Nabi Sulaiman
yang menjadi anugerah dari Allah. Sungguh mudah bagi Allah untuk mengajarkan
sesuatu kepada hamba-hambanya.4
Juga dikisahkan dimana kerajaan Sulaiman ingin menaklukkan kerajaan
Saba’. Negeri Saba’ adalah satu kerajaan di yaman, Arab Selatan pada abad VIII
yang terkenal maju peradabannya yang salah satu ratunya adalah Ratu Bilqis.
Bahkan ketenaran namanya disebut-sebut sebagai al—‘Arab as-Sa’idah (negara
bahagia). Lokasinya yang strateegis menghubungkan negeri ini dengan dataran
India, ethiopia, Somalia, Suriah, dan Irak. Negeri ini terkenal dengan kesuburan
negerinya.5

Sains, Teknologi, dan Masyarakat


Poedjiadi dalam Fajar mengemukakan, secara etimologi, kata teknologi
berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu kata techne dan logos Techne artinya
seni (art) atau keterampilan, logos artinya kata-kata yang terorganisasi atau
wacana ilmiah yang mempunyai makna. Menurut pernyataan Amien tujuan
pendidikan sains abad 21 antara lain: harus tanggap terhadap kondisi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa sekarang dan masa yang
akan datang dan masalah-masalah sosial yang timbul dari isu-isu sosial.6
Abdul Malik dalam penelitiannya Agama dan Sains: Studi Pemikiran
Seyyed Hossein Nasr dan Huston Smith menarik kesimpulan tentang integrasi
sains dan Islam perspektif Nasr. Dirinya menuliskan bahwa penyebab hilangnya
antara teologi, sains, dan filsafat adalah metafisika atau tasawuf. Hilangnya
metafisika telah menyebabkan pula penafian terhadap hierarki pengetahuan. Sains
begitu dominan sehingga filsafat justru menjadi anak buah sains, dan bukan
4
Ibid., hal. 203.
5
Ibid., hal. 211.
6
Safitri Yoshita Ratri, Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, essay, hal. 5.

3
menjadi kritikusnya. Sementara itu, teologi mendekati pemikiran ilmiah dengan
harapan menemukan sistesis baru. Inilah kesalahan besar dalam dialog sains dan
agama versi Nasr.
Dengan demikian, Nasr mengatakan bahwa dialog sains dan agama yang
sesungguhnya adalah dengan kembali menghidupkan metafisika sebagai sains
sakral yang telah dilupakan oleh Barat. Dalam penerapannya, sains akan
menangani hal-hal yang terperinci. Maka metafisika akan menangani pengetahuan
puncak tentang sesuatu. Keduanya diperlukan untuk membentuk pandangan dunia
yang sintetik dan pola hubungannya tetap satu arah. Sains tidak bisa memulai
tanpa asas metafisik, sebaliknya metafisik tidak mensyaratkan validitas.7
Menurut Quraish Shihab, dalam penafsirannya QS: An-Naml ayat 40
membagi kriteria kemampuan yang dimiliki manusia. Ayat ini menunjukkan
bahwa dengan mengetahui dan mengamalkan ilmu yang bersumber dari Allah,
seseorang akan memperoleh kekuatan dan kemampuan jauh melebihi kekuatan
dan kemampuan yang cerdik dan jenius sekalipun dari jenis jin. Manusia paling
tidak memiliki empat daya pokok yaitu: pertama, daya fisik yang bila diasah dapat
melahirkan ketrampilan. Kedua, daya pikir yang menghasilkan ilmu dan
teknologi. Ketiga, daya kalbu yang membuahkan iman serta dampak-dampaknya
yang luar biasa. Keempat, daya hidup yang menjadikan pemiliknnya mampu
menghadapi berbagai tantangan hidup. Yang mengasah daya-daya itu, melahirkan
aneka hal yang mengagungkan. Perhatikanlah pemain billiard atau akrobatik yang
dengan mengasah fisiknya melahirkan aneka hal yang tidak dapat dilakukan oleh
orang-orang pada umumnya. Demikian juga yang mengasah daya pikirnya dengan
aneka kemajuan ilmu pengetahuan yang kita nikmati dan kagumi ini, yang dinilai
oleh generasi masa lalu sebagai suatu hal tidak mungkin.8
Dalam analisa penulis, bahwa kisah Sulaiman ini dapat diambil sebuah
kesimpulan dimana ada keterkaitan antara kemajuan teknologi sebuah negara
dengan kemajuan masyarakat. Dalam kasus ini misalnya, ada simbolis kemajuan
teknologi dalam bidang militer yakni kemampuan Nabi Sulaiman sebagai raja
7
Abd. Malik, Agama dan Sains: Studi Pemikiran Seyyed Hossein Nasr dan Huston Smith,
Skripsi diajukan kepada Fak. Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2006, hal. 115-116.
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah......hal. 227.

4
untuk berkomunikasi dengan berbagai bangsa yang menjadikan kemampuan
militernya sangat besar. Saking besarnya negeri ini, sebuah simbolisasi
kemakmuran dalam kisah yang mengatakan bahwa nabi Sulaiman pernah
meminta kepada Allah untuk memberi rizki (memberi makan) seluruh hamba
Allah pun beredar.

Penutupan
Setidaknya ada dua hal yang bisa disimpulkan mengenai penafsiran kisah
Sulaiman ini. Pertama, dalam pandangan tafsir ilmi bahwa Alquran menyiratkan
tentang perkembangan kajian sains dan teknologi. Kedua, bahwa majunya sains
dan teknologi dalam suatu masyarakat menjadi sebuah simbol penting tentang
majunya peradaban masyarakat. Walaupun penulis masih belum menemukan
keterkaitan konteks makkiyyah yang ada dalam ayat ini, guna penkontekstualan
kepada masa sekarang. Namun jika dipandang dari alur kisahnya telah
mengisyaratkan kemajuan peradaban sebuah bangsa di bawah naungan salah satu
raja dunia Nabi Sulaiman yang berperadaban maju.

5
6
Qasas Qur’ani Muhammad Syahrur

A. Biografi
Syahrur bernama lengkap Muhammad Syahrur bin Daib Tahir. Lahir pada
11 April 1938 di Salihiyyah, Damaskus, Syiria. Karir intelektual Syahrur dimulai
dari pendidikan sekolah dasar dan menengah di Al-Midan, di selatan damaskus.
Setelah itu Syahrur mendapat beasiswa pemerintah untuk belajar di Uni Soviet,
yaitu di Faculty of Engineering, Moscow Engineering Institute. Saat itu ia tinggal
di Saratow dekat Moscow. Pada tahun 1964, Syahrur berhasil mendapatkan gelar
diploma di bidang teknik sipil. Dan pada tahun 1965 ia kembali ke Syiria dan
mengabdikan dirinya sebagai dosen di Universitas Damaskus. Pada 1969 pihak
universitas mengirim Syahrur belajar ke National University of Irlandia,
University College Dublin di Irlandia untuk program magister dan doktor dalam
bidang teknik sipil dengan spesialisasinya mekanika tanah dan teknik bangunan.
Setelah itu Syahrur kembali ke Damaskus dan menjadi Profesor Jurusan Teknik
Sipil di Universitas Damaskus pada 1972.9
Dalam usahanya mempelajari ilmu-ilmu kesilaman, Syahrur
mendapatkannya secara otodidak. Tokoh yang dirujuknya antara lain: A.N.
Whitehead, Ibnu Rusyd, Charles Darwin, Isaac Newton, Al-Farabi, Al-Jurjani, F.
Hegel, dan sebagainya. Beberapa karya Syahrur dalam bidang keislaman yaitu:
al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah, Dirasah Islamiyyah Mu’ashirah fi
ad-Daulah wa al-Mujtama’, al-Islam wa al-Iman: Mandhumat al-Qiyam, Nahwa
Ushul Jadidah li al-Fiqh al-Islami, Qashash al-Qur’aniy, dan beberapa artikel
lainnya. Karya-karya Syahrur dalam kajian keislaman bisa dikatakan merupakan
respon dari keadaan Syiria. Tradisi fikih turun temurun yang seringkali dikaitkan
kepada sebuah otoritas membuat terpasungnya fleksibilitas dan dinamisitas fikih
itu sendiri. Persoalan ini membuat munculnya tokoh—tokoh, termasuk Syahrur
yang paling mutakhir, untuk menyerukan dan menemukan kembali makna Islam
yang orisinil dalam Alquran dan as-Sunnah.10
9
Reni Nur Aniroh, “Telaah Penafsiran Muhammad Syahrur Terhadap Ayat Kewarisan
2:1”, Suhuf, Vol. 7, No. 2, November, 2014, hal. 277-278.
10
Ibid., hal. 279.

7
B. Qasas Qur’ani Muhammad Syahrur
Berbicara tentang kisah dalam Alquran, Syahrur berpandangan bahwa al-
Qasas al-Qur’ani merupakan kisah-kisah para nabi dan rasul yang berada dalam
Alquran, merupakan kisah yang nyata dan benar-benar terjadi, sedangkan setiap
11
kejadiannya mengandung ‘ibrah. Syahrur merupakan salah satu cendekiawan
yang memiliki perhatian lebih terhadap Qasas Qur’ani. Dalam bukunya, al-Qasas
al-Qur’ani: Qira’ah Mu’asyirah12 Syahrur menuliskan kisah-kisah para nabi dan
rasul yang termaktub dalam Alquran dengan pembacaan kontemporer. Dalam
menafsirkan kisah Alquran, Syahrur menggunakan metode tafsir tematik dan
dengan menggunakan pendekatan historis-ilmiah.13 Syahrur menggunakan
pendekatan historis-ilmiah karena memang menurutnya kisah Alquran memiliki
prinsip dasar bahwa dalam kisah Alquran dapat mengungkap sejarah peradaban.
Selain itu Syahrur juga percaya bahwa kajian kisah dalam Alquran dapat
memberikan gambaran nyata tentang perkembangan manusia di masa yang akan
datang.14
Metode penafsiran yang digunakan adalah:15 pertama, mengambil ibrah
dengan cara mengambil intisari yang haq dari yang bathil. Analisa yang
digunakan syahrur adalah analisa kisah yang mendalam dan bukan hanya saduran
sebuah cerita saja, sehingga bisa memunculkan ibrah yang dikandungnya. Kedua,
pembacaan kisah yang digunakan oleh Syahrur adalah pembacaan yang
mengkulturasikan antara pengetahuan dan sistem nilai dengan lingkaran wahyu
yang digunakan sebagai sandarannya, sehingga tercipta pengamalan secara syar’i.
Ketiga, pembacaan yang dilakukan tidak melupakan konsep i’jaz yang sesuai

11
Muhammad Syahrur, al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah (Kairo: Sina li al-
Nasr, 1992), hal. 676-677.
12
Muhammad Syahrur, al-Qasas al-Qur’ani: Qira’ah Mu’asirah Madkhal ila Qasas wa
Qissah Adam (Beirut: Dar al-Saqi, 2010).
13
Eva Hanifah, “Al-Qasas al-Qur’ani Perspektif Muhammad Syahrur”, Skrips yang
diajukan kepada prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Sunan Pandanaran, Yogyakarta, 2017, hal.
66.
14
Ibid., hal. 62-63.
15
Muhammad Syahrur, al-Qashash al-Qur’any: Qiro’ah Mu’ashiroh, hal. 183-185.

8
dengan tata ruang kesejarahannya. Semisal dalam kisah Musa, konteks mukjizat
yang sejalan dengan setting sejarahnya adalah pembahasan mengenai sihir.
Keempat, konsep pengungkapan ibrah yang digunakan berdasarkan atas
kesadaran tentang bagaimana harusnya manusia memahami mengenai perjalanan
hidup generasi-generasi sebelumnya. Kelima, memahami bagaimana pergerakan
bentuk perjalanan umat-umat terdahulu. Yang juga akan dikaitkan dengan
penurunan-penurunan ayat yang membahas mengenai kisah tersebut. Keenam,
pembacaan Syahrur juga menegaskan bahwa memang perputaran wahyu sudahlah
berhenti dan sempurna. Namun, petunjuk manusia tidak pernah berhenti, selintas
dengan pergumulan-pergumulan dan bagaimana perubahan yang terjadi di
sekeliling manusia itu sendiri. Ketujuh, bagaimana pembacaan ini menjadi sebuah
“mukjizat” dimana dia bisa menginspirasi untuk masa ke depannya juga.16
Berangkat dari metode yang digunakan Syahrur untuk membaca kisah
dalam Alquran dengan qira’ah mu’asirah-nya, penulis mencoba mengaplikasikan
metode tersebut untuk membaca kisah Nabi Sulaiman.

C. Kisah Nabi Sulaiman dan Relevansinya


Kisah Nabi Sulaiman di dalam Alquran disebutkan kurang lebih sebanyak
47 ayat yang tersebar dalam 5 surat; QS. Al-Naml (27/50), al-Baqarah (2/93), al-
Anbiya’ (21/75), Saba’ (34/59) dan Shad (38/40). Kisah dengan episode panjang
terletak dalam QS. Al-Naml, sedangkan yang lainnya adalah kisah-kisah
pelengkap episode.17 Dengan demikina penulis lebih menyoroti kisah Nabi
Sulaiman yang disebutkan dalam QS. Al-Naml. Terdapat beberapa ayat dalam QS.
Al-Naml yang mengisahkan Nabi Sulaiman, di antaranya:

No. Ayat Tentang


1 15-17 Nabi Daud dan Nabi Sulaiman bersyukur atas semua
keutamaan yang diberikan Allah, termasuk anugrah kerajaan
yang besar.

16
Muhammad Syahrur, al-Qashash al-Qur’any: Qiro’ah Mu’ashiroh, hal. 183-185.
17
Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insan Press,
2005), hal. 147.

9
2 20-27 Wujud perhatian Nabi Sulaiman kepada prajuritnya dan kabar
tentang Saba’
3 28-31 Nabi Sulaiman mengutus Hudhud mengirimkan surat kepada
negri Saba’
4 36-37 Nabi Sulaiman menolak kiriman hadiah dari negeri Saba’
5 38-40 Dengan bantuan ‘orang yang berilmu’ Nabi Sulaiman
membawa singgasana Ratu Bilqis dalam sekejap.
6 42-44 Ratu Bilqis terpukau dan memasrahkan dirinya mengikuti
ketauhidan Nabi Sulaiman.

Dari kisah Nabi Sulaiman yang tergambarkan dalam QS. Al-Naml tersebut
kemudian penulis akan mencoba menganalisanya menggunakan Qira’ah
Mu’asirah-nya Muhammad Syahrur.
Dalam kisahnya Nabi Sulaiman merupakan seorang raja dengan kerajaan
yang besar dan makmur. Hal tersebut terjadi karena ada beberapa faktor, faktor
pertama dari internal Nabi Sulaiman, faktor kedua datang dari eksternal Nabi
Sulaiman. Faktor pertama, Nabi Sulaiman merupakan seorang pemimpin yang
tegas, bijak, adil dan selalu mengontrol rakyatnya. Hal ini terlihat dalam QS. Al-
Naml ayat 20-21.

‫ ل عششذبنه عششذابا شششديدا أو‬. ‫وتفقششد الطي ش فقششال مششال ل أرى الدهششد أم كششان مششت الغششائبي‬
‫لذأبنه أو ليأتين بسلطان مبي‬
Sayyid Qutb menjelaskan bahwasanya ayat tersebut menggambarkan
seorang raja yang tegas, nabi yang adil dan bijak, serta raja yang selalu
memperhatikan dan mengontrol rakyatnya.18 Tafaqqada dalam ayat tersebut
berarti mencari sesuatu yang tidak hadir. 19 Hal tersebut memperlihatkan
bahwasannya Nabi Sulaiman merupakan seorang raja yang memperhatikan dan
mengontrol rakyatnya, dengan bukti mencari Hudhud di dalam barisan
rombongannya.
Nabi Sulaiman merupakan seorang raja dan nabi yang adil. Hal tersebut
digambarkan dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 78-89. Pada ayat tersebut terekam
18
Sayyid Qutb, Tashwiir al-Fannii fi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Syuruuq, 2002), hal. 210.
19
Ibn Manzur al-Ansaari, Lisaan al-Arabii Jilid 3, (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiah, 2005), hal.
336.

10
adegan hukum dan peradilan yang diperankan Nabi Sulaiman memberi keputusan
mengenai tanaman uang dirusak oleh kambing-kambing kaumnya.
Faktor kedua, Nabi Sulaiman memiliki bala tentara yang cukup kuat dari
berbagai makhluk dan memiliki teknologi dan sumber daya yang maju. Hal
tersebut terlihat dalam al-Naml ayat 38-40:

Pada ayat tersebut disebutkan bahwasanya Nabi Sulaiman dengan


bantuan ‘orang yang memiliki ilmu’ (tidak disebutkan namanya) berhasil
memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam sekejap. Hal tersebut menunjukkan
adanya suatu teknologi yang sangat tinggi. Kemudian jika penulis mencoba
tafsirkan dengan metode yang digunakan Syahrur, yakni kisah dalam Alquran
merupakan sebuah gambaran perjalanan manusia di kemudian hari. Kemudian
kita tarik ke masa sekarang ini, tidak bisa dipungkiri lagi teknologi berkembang
begitu pesat. Proses pemindahan singgasana Ratu Bilqis dengan waktu yang
singkat tersebut bisa disamakan dengan teknologi yang sudah berkembang
sekarang ini, yakni teleportasi.
Selain dari kemajuan teknologi, faktor selanjutnya adalah Nabi Sulaiman
memiliki bala tentara yang dahsyat, dari berbagai makhluk dengan bermacam
kekuatan. Hal tersebut menjadi faktor terjaganya keamanan kerajaan dan rakyat
sehingga kehidupan menjadi makmur dan maju. Kisah Nabi Sulaiman yang
memiliki bala tentara tiak hanya dari golongan manusia saja, akan tetapi juga dari
golongan jin dan binatang. Itulah salah satu mukjizat yang dimiliki Nabi Sulaiman
untuk bisa berkomunikasi dengan berbagai golongan, sehingga memiliki kekuatan
militer yang dahsyat. Kemudian jika penulis kontekstualisasikan di masa sekarang
maka sperti abdi negara yang siap sedia bertugas menjaga kamanan dan ketahanan
negara, seperti para Tentara, dan perangkat militer lainnya.
Kemudian dari kisah Nab Sulaiman yang termaktub dalam Alquran
tersebut dapat kita ambi ‘ibrah-nya, yakni menjadi seorang pemimpin harus
mempunyai sikap adil, tegas, memperhatikan rakyatnya dan juga bijaksana.
Selanjutnya untuk membangun negara yang maju dan makmur maka memiliki

11
teknologi tinggi dan memanfaatkan semaksimal mungkin serta memiliki kekuatan
militer yang tinggi untuk menjaga ketahanan dan keamanan negara. Apabila
pemimpin sudah menjalankan amanan kepemimpinan yang baik serta keamanan
dan ketahanan negara terjamin maka yang akan terjadi selanjutnya adalah rakyat
yang hidup di dalamnya akan makmur dan sejahtera.

Penutup

12
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Malik, Agama dan Sains: Studi Pemikiran Seyyed Hossein Nasr dan
Huston Smith, Skripsi diajukan kepada Fak. Ushuluddin, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2006.

Achmad Baiquni, Al Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Dana Bhakti:


Yogyakarta, 2001.

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran,


Lentera Hati: Yogyakarta, 2002.

Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmy: Memahami Alquran Melalui


Pendekatan Sains Modern, Menara Kudus: Yogyakarta, 2004.

Safitri Yoshita Ratri, Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, essay.

13

Anda mungkin juga menyukai