Anda di halaman 1dari 8

Ngutang Lagi!

BUMN Ramai-ramai Rilis Global Bond di 2020

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank pelat merah bakal cukup ramai menerbitkan instrumen
obligasi dalam denominasi dolar AS atau global bond di tahun depan sebagai opsi
pendanaan non konvensional untuk ekspansi kredit di tengah tren penurunan suku bunga
acuan global.

Setidaknya, ada dua bank BUMN yang berencana menerbitkan global bond dengan emisi
cukup besar, keduanya adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk (BBTN).

Bank Mandiri berencana akan merilis global bond senilai US$ 1,25 miliar atau setara Rp 17,5
triliun dengan asumsi kurs rupiah 14.000/US$. Sedangkan, Bank BTN berencana merilis
junior global bond senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun.

Direktur Treasury dan International Banking Bank Mandiri, Darmawan Junaidi mengatakan,
penerbitan obligasi adalah kelanjutan dari total Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Bank
Mandiri di tahun 2019 dengan target emisi sebesar US$ 2 miliar atau Rp 24 triliun.

"Dari penerbitan pertama US$ 500 juta kelebihan permintaan menjadi US $ 750 juta,
sehingga kita masih ada tiket US$ 1,25 miliar," kata Darmawan Junaidi, di Jakarta, belum
lama ini.

Ia menyatakan, dana hasil dari penerbitan obligasi berdenominasi dolar itu baru akan
dipakai pada semester kedua tahun 2020.

Sementara itu, Direktur Finance, Planning & Treasury BTN Nixon L.P. Napitupulu
menyatakan, BTN akan menerbitkan junior global bond pada awal tahun 2020.

Dia menyatakan saat ini sequence atau timeline penerbitan obligasi di awal tahun sedang
didiskusikan bersama Kementerian BUMN, pasalnya pada periode tersebut tidak hanya BTN
yang akan menerbitkan global bond, ada juga PT Pertamina (Persero) dan PT Waskita Karya
Tbk (WSKT).

"BTN akan menawarkan kepada investor di Singapura," ungkap Nixon saat ditemui di Bursa
Efek Indonesia, Rabu (4/12/2019).
Penerbitan instrumen surat utang ini bertujuan untuk mempertebal rasio kecukupan modal
(capital adequacy ratio) atau CAR BTN. Sebab, bank yang fokus pada pembiayaan
perumahan itu akan menjaga CAR pada level 19% pada tahun depan. Ini adalah instrumen
junior global bond pertama jika terealisasi.

Nixon menyebut, saat ini perseroan sudah menunjuk penjamin pelaksana obligasi
(underwriter) untuk membantu penerbitan junior global bond tersebut. "Untuk daya serap
masih menunggu quotation dari masing-masing underwriter," tandas Nixon.
Ingat! Kini Perusahaan Asuransi Tak Bisa Lagi Keluarkan Surety Bond

Pascapuluhan tahun berjalan sebagai produk asuransi, surety bond akhirnya disebutkan secara
spesifik sebagai produk lembaga penjaminan dengan lahirnya UU No. 1 Tahun 2016.

Menjawab tantangan pengambilalihan potensi risiko kerugian atas pelaksanaan suatu


kontrak pengadaan barang dan jasa, sejak era 90-an surety bond telah dilahirkan
perusahaan asuransi sebagai bentuk produk inovasi asuransi. Sayangnya, sejak berlakunya
UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian hingga digantikan oleh UU No. 40 tahun
2014 tentang Perasuransian, tak pernah diberikan dasar hukum secara jelas dan gamblang
pada tingkat UU bagi perusahaan asuransi dalam menerbitkan produk inovasi bernama
surety bond tersebut.

Hal ini diakui oleh praktisi hukum Ricardo Simanjuntak. Menurutnya, produk surety bond
memang dilahirkan dan dibesarkan oleh aktivitas asuransi. Dulu, kata Ricardo, UU No. 2
tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian memang tak spesifik memberikan kewenangan
kepada perusahaan asuransi untuk menjual produk surety bond, akan tetapi ketentuan itu
akhirnya dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 761/KMK.013/1992
yang diberikan kepada 20 perusahaan asuransi. Bahkan sebelum lahirnya KMK a quo, hanya
PT Persero Asuransi Jasa Rahardja saja yang diberikan izin untuk penerbitan surety bond.

Kemudian khusus penerbitan surety bond sebagai penjaminan pembayaran kewajiban


importir terhadap bea impor yang terutang kepada negara (custom bond) kala itu khusus
pula dikeluarkan KMK No. 108/KMK.01/1995, yang dibatasi hanya berupa izin kepada 15
perusahaan asuransi. Artinya, tak semua perusahaan asuransi berdasarkan KMK 761 dapat
menerbitkan surety bond untuk garansi pembayaran bea impor terutang.

Menariknya, pasca puluhan tahun berjalan sebagai produk asuransi, surety bond akhirnya
disebutkan secara spesifik sebagai produk lembaga penjaminan dengan lahirnya UU No. 1
tahun 2016 tentang Penjaminan (vide: Pasal 4 ayat 2). Bahkan ditegaskan pada pasal 61 ayat
(1) UU a quo, bahwa setiap orang di luar Lembaga Penjamin yang telah melakukan kegiatan
penjaminan sebelum berlakunya UU 1/2016 wajib menyesuaikan dengan ketentuan UU
Penjaminan paling lambat tiga tahun sejak berlakunya UU a quo.

Sekadar diketahui, UU Penjaminan disahkan pada tanggal 15 Januari 2016. Lalu UU tersebut
berlaku tiga tahun kemudian. Artinya, kata Ricardo, per-16 Januari 2019 ini perusahaan
asuransi sudah tak bisa lagi mengeluarkan surety bond jika merujuk pada UU Penjaminan.
Ditambah lagi dengan pembatasan kewenangan perusahaan asuransi dalam penerbitan
surety bond berdasarkan UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, tampak tak terlihat
komitmen pemerintah untuk memperkuat posisi perusahaan asuransi dalam mengeluarkan
surety bond.

Terkait hal itu, lanjut Ricardo, Pasal 2 UU Perasuransian membatasi bahwa perusahaan
asuransi hanya bisa menerbitkan produk asuransi, lalu dalam pengembangannya tidak
spesifik dikatakan bahwa surety bond adalah produk asuransi. “Kesimpulannya, produk yang
lahir dan dikembangkan oleh perusahaan asuransi, kini dialihkan kepada lembaga
penjaminan akibat Pasal 61 UU Penjaminan termasuk karena adanya pembatasan dengan
kata ‘hanya’ pada Pasal 2 UU Perasuransian,” tegasnya.
Lebih Menguntungkan, BNI Life Genjot Premi Reguler

Jakarta, CNBC Indonesia - BNI Life mencatat premi senilai senilai Rp 4,6 triliun hingga
Oktober 2019, atau turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp
4,8 triliun.

Direktur Utama BNI Life Shadiq Akasya mengatakan, penurunan premi tersebut karena
adanya perpindahan dari premi single ke reguler.

"Karena premi single uangnya besar, premi besar sekali setor aja. Sekarang premi reguler
sustain, kemungkinan akan fokus ke profitable," katanya saat ditemui dalam Acara Hari
Ulang Tahun BNI Life ke 23 di BNI Tower, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Dia menyebut, di tengah kondisi saat ini, setiap perusahaan asuransi harus memikirkan
produk apa yang sifatnya berkelanjutan. Ditambah lagi, produk apa yang sesuai dengan
kebutuhan setiap orang. Untuk itulah, BNI Life akan fokus untuk menggenjot premi reguler.

"Profitabilitas, reguler dalam analisa kami lebih menguntungkan," tegasnya.

Dia mencatat, rasio premi reguler tahun 2019 untuk bisnis individu meningkat sebesar 55%
jika dibandingkan dengan tahun lalu. Sampai dengan akhir tahun, BNI Life masih optimis
kinerja asuransi akan terus meningkat karena masih banyak potensi besar yang masih bisa
digarap dengan jumlah penduduk yang mencapai 268 juta orang di tahun 2019. Jumlah
tersebut apalagi melihat penetrasi asuransi penduduk Indonesia telah mencapai 6,6% di
kuartal III 2019 sesuai informasi dari AAJI.

"Tahun depan targetnya premi tumbuh 35%," tegasnya.

Sebagai informasi, BNI Life menargetkan laba hingga akhir tahun mencapai Rp 370 miliar. Di
mana saat ini, hingga Oktober 2019 BNI Life mencatat laba sudah menyentuh angka Rp 260
miliar.

Dia mengatakan dari induk perusahaan yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)
memasang target untuk BNI LIfe mencapai Rp 600 miliar tahun depan.
"Effortnya harus lebih untuk capai target itu. Optimalisasi bisnis bancassurance, perlu
dilipatgandakan," ujarnya.

Sementara itu, total aset BNI Life sampai dengan periode Oktober 2019 meningkat sebesar
Rp 2,12 Triliun atau tumbuh sebesar 13,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Untuk pertumbuhan Net Profit naik sebesar 40,5% jika dibandingkan tahun lalu.
Gandeng Bank IBK, Hanwha Life Indonesia Incar Premi Rp 36 Miliar

Liputan6.com, Jakarta - PT Hanwha Life Insurance Indonesia menjalin kerjasama


bancassurance dengan PT Bank IBK Indonesia Tbk. Kerjasama kedua perusahaan asal Korea
Selatan tersebut ditandai dengan penandatanganan MoU, di Hotel Fairmont, Jakarta.

CEO Hanwha Life Insurance Indonesia David Yeom mengatakan, pihaknya menyambut baik
kerja sama dengan Bank IBK. Kemitraan ini menargetkan premi tahunan ekuivalen (APE)
sebesar Rp 36,65 miliar selama lima tahun ke depan.

“Kami menyambut baik kerja sama bancassurance Hanwha Life dengan Bank IBK Indonesia,
yang merupakan sesama perusahaan finansial asal Korea Selatan. Kemitraan ini bersifat
jangka panjang," kata dia, Senin (11/11).

Direktur Utama Bank IBK Indonesia, Park Ju Yong menyatakan, sebagai bank yang memiliki
fokus utama pada segmen UKM di Indonesia, pihaknya berharap kemitraan bancassurance
Bank IBK Indonesia bersama Hanwha Life dapat memberikan proteksi dan manfaat lebih
kepada nasabah.

"Mulai bulan November ini, seluruh nasabah kami memiliki akses untuk menikmati manfaat
proteksi dan investasi dari Sejahtera Maxima Link melalui 30 jaringan kantor Bank IBK
Indonesia yang tersebar di wilayah Indonesia," urai dia.

"Kami akan terus mengembangkan kerja sama terkait asuransi dengan Hanwha Life
Insurance Indonesia, seperti layanan asuransi gratis untuk nasabah payroll, serta produk dan
layanan asuransi lainnya," lanjut dia.

Dalam kesempatan ini, bancassurance Hanwha Life dan Bank IBK Indonesia juga
memperkenalkan Sejahtera Maxima Link, sebagai produk perdananya.

Head of Bancassurance Hanwha Life Insurance Indonesia, Hendro Irianto, menjelaskan,


program Sejahtera Maxima Link menyediakan perlindungan jiwa hingga usia 100 tahun,
serta fleksibilitas dalam menentukan penempatan dana investasi dan memilih asuransi
tambahan (rider) yang sesuai dengan kebutuhan.
"Seperti untuk perlindungan kesehatan, penyakit kritis, dan lain-lain. Produk asuransi regular
premium unit link ini juga memberikan fitur bonus loyalitas pada tahun ke-10 dan ke-15,
biaya akuisisi yang singkat dan rendah selama tiga tahun, penarikan sebagian dana
(withdrawal) tanpa biaya, dan fitur yang menjamin polis tetap aktif selama 5 tahun
pertama," paparnya.

Anda mungkin juga menyukai