Anda di halaman 1dari 4

CERITA RAKYAT ASAL MULA ORANG LEMBATA

Nama pulau Lembata merupakankan nama dari dua buah pulau yakni Lapang dan Batang yang berada di
bagian Barat Pulau Alor atau Bagian utara dari Pulau Lembata ini. Pada Zaman Gle er atau zaman mencairnya
es di Kutub, yang mengakibatkan banyak pulau yang tenggelam. Peristi Gle er ini terjadi jutaan tahun yang
lalu.

Dengan adanya peristi air bah ini maka penduduk setempat lari untuk menyelamatkan diri sehingga
meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari dan menemukan tempat tinggal yang baru. Pada akhirnya
nenek moyang pulau Lapang dan Batangmenemukan tempat baru yang diberi nama Lepanbata.

Dalam pelarian ke utara menyusuri laut dan menetap pertama kali di Wairiang. Selanjutnya ke arah utara dan
mendiami Edang Aya Wei Lolong yakni suku Leo Hoeq, Atarodang dan Leuwayang. Nenek moyang
sebahagian menuju arah selatan tiba pertama kali di Nino daerah Hobamatang Leuhapu yang kini menjadi
Mahal I dan Mahal II. Nenek moyang yang mendiami tempat ini begitu subur dan diberinama Payong Koto
Manu, lalu berpindah lagi ke Perung Peu Obu Hobamatang, suku ini adalah Odelwala hingga kini. Sebagian
berjalan terus dan menetap di Wuyo Kape dan mendaki ke Balurebong.

Dari sini mereka menyebar ke bagian barat di wilayah Atakowa suku Kowa Lama Botung. Sebagian lagi ke
Bobu, Lamatuka dengan suku Lasar, Losor di Ude Hadakewa. Sebagian menuju ke waiteba, terus berjalan ke
1
watutena, Bota Harapuka, Paugora dan Mirek Puke. Dan sebagian menuju ke tanjung atadei di
lamanuna. Budaya seni yang dimiliki nenemoyang di tanjung atadei ini adalah Are. Sebagian lagi menuju ke
kiwan/gunung yakni Lamaheku dan Watuwawer. Budayaseni yang dibawah ke watuwawer yakni upacara Tule
Ahar. Suku yang menetap pertama di desa Watuwawer adalah suku wawin.

Sebelum pelarian nenek moyang dari Lapang dan Batang sudah membuat perjanjian jika suatu saat
nanti mereka dapat mengenali suka atau sanak keluarga mereka. Oleh karena itu perjanjian dilakukan dengan
menggunakan suku dengan kata LAMA. Suku itu akhirnya dapat kita ketahui yakni: Ruman Lama Bae, Likur
Lama Koma, Wayang Lama Hole, Lida Lama Loru, Wahen Lama Bera, Matan Laman Mangan, Kape Lama Bura,
Witing Lama Hingan, Hapu Lama Boleng, Hoe lama Dike, Lera Lama Dike, Kowa Lama Botung, Nila Lama Tolo,
Tolo Lama Ile, Watun Lama Gute, Laya Lama Bua, Naki Uma Lama Dayo, Koba Lama Waleng, Tuka Lama Roni,
Wolo Lama Doro, Mulang Lama Gali, Ura Lama Dayo, Baka Lama Wala, Liwo Lama Rebong, Resa Lama Doro,
Wuwur Lama Tangen, Boleng Lama Hodung, Wutun Lama Doan, Lama Blawa, Lama Helan, Lama Ole, Lama
Nepa, Lama Tonu Matan.

Penuturan dari cucu pertama: Lagar Lagadoni Lejab - Nogo Mayeli saudari dari Raja Labala Ibrahim Baha
Mayeli , Bernardus Boli Lejab,

Lembata Dalam Masa Pemerintahan Hindia Belanda.

Marsyarakat Lembata berubah saat pendatang asing memasuki wilayah Lamaholot sejak Portugis Menguasai
wilayah Kerajaan Larantuka yang meliputi wilayah Adonara, Solor dan Lembata dimana Raja yang berkuasa
saat itu adalah Don Fransisko Ola Ado Bala DVG sekitar abat ke 14. Dalam penguasaan masa penjajah
Portugis yang berakhir sekitar abat ke 16 dimana Belanda menguasai wilayah nusantara sekitar tahun 1602 –
1619.

2
Dalam pemerintahan Hindia Belanda dengan politik dagangnya yakni VOC { Verenigde Oost Indice Companny}
Lembatapun mulai berbena diri demi masa depan yang lebih baik dengan berbagai perjuangan demi
masyarakat yang lebih baik. Pada tahun 1613 Armada VOC menyerang benteng di Solor dan menguasai
kekuatan Portugis. Sejak saat itu kekuasasan dalam wilayah kerajaan Larantuka sudah beralih namun ada
perjajian dimana misionaris tetap melakukan tugasnya sebagaimana bisanya.

Pulau Lembata yang dulunya bernama pulau Lomblen dan Pulau Kewula dijuluki oleh bangsa Belanda dalam
politik mengadu domba VOC dan membentuk Paji dan Demong.

Sebagai bentuk kepedulian akan tanah Lomblen maka seorang inspirator, Petrus Gute Betekeneng berkeliling
ke 6 wilayah Hamente dengan menunggang kudanya sebagai alat transportasi yakni: Lewoleba, Lewotolok,
Kedang, Kawela, Labala dan Lamalera. Tujuannya adalah menghilangkan kelompok Demon dan Paji yang
dibentuk oleh Bangsa Belanda dalam politik memecah belah orang Lamaholot.

Pada akhirnya dibentuk sebuah Panitia Aksi Perjuangan Rakyat Lomblen yang disebut Statement 7 Maret 1954
di Hadakewa yang ditandatangani oleh Ketuai comisaris Lomblen Petrus Gute Betekeneng dan St. Lela Tuvan,
Ketua Partai Masjumi Cabang Kedang Abdul Salam Sarabiti dan S.A. Badjeher. Statement 7 Maret 1954 yang
ditandatangani para Kepala Hamente agar pulau Lomblen diberi status Daerah Tingkat II.

Pada bulan April 1954 diselenggarakan rapat bersama Yan Kia Poli di Hadakewa dengan kesepakatan
memberikan mandat kepadanya untuk memperjuangkan Lomblen menjadi daerah tingkat II.

Nama Pulau Lembata baru dikenal sekitar tahun 1965, karena dalam pemerintahan Hindia Belanda, pulau
Lembata dikenal dengan sebutan Pulau Lomblen dan Pulau Kewula. Pada tanggal 24 Juni diselenggarakan
Musyawara Kerja Luar Biasa Panitia Pembentukan Kabupaten Lembata yang diselenggarakan di Lewoleba,
sehingga pengukuhan nama “ Lembata “ sesuai sejarah asal masyarakat dari Pulau Lapang dan pulau batang,
sehingga sejak tanggal 01 Juli 1967 orang Lomblen berubah nama menjadi “ Orang Lembata “

Dalam masa Pemerintahan Presiden BJ Habiebi memberikan kepada daerah dalam pendekatan pelayanan
kepada masyarakat akhirnya, dikeluarkan UU No 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Dengan adanya UU 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah maka, Gebernur NTT, Bupati Flores Timur dan
Pembantu Bupati Lembata membuat Pernyataan/memorandum tanggal 7 Maret 1999, akhirnya Pulau
Lembata terpisah dari Pemerintahan Kabupaten Flores Timur menjadi Daerah Tingkat II Lembata. Pada tahun
1999 dengan adanya Otonomi Daerah maka, Pulau Lembata menjadi urutan yang Pertama dari 33 Daerah
Otonomi yang dibentuk saat itu di seluruh Indonesia.

Pemerintahan Kabupaten Lembata

Dalam periode pemerintahan Kabupaten Lembata sudah di pimpin oleh lima orang Kepala Daerah diantaranya
2 Penjabat Bupati dan 3 Bupati.

Penjabat Bupati periode I 1999-2001 adalah Drs. Petrus Boliona Keraf, Periode ke II, Drs. Andreas Duli Manuk
- Ir. Felix Kobun 2001 – 2006, Periode ke III, Drs. Andreas Duli Manuk - Drs. Andreas Nula Liliweri 2006-
2011, Periode ke IV, Eliaser Yentje Sunur – Viktor Mado Watun 2011 -2016, Periode ke V Penjabat Bupati
Petrus Manuk 2016-2017.

Budaya Lembata

Budaya Lembata memiliki keaneka ragaman budaya yang unik dalam tradisi Lamaholot yang selalu dijunjung
tinggi dengan norma-norman sosial, agama, suku dan bahasa. Masyarakat Lembata memiliki beberapa bahasa

3
yakni Atadei, Leregere, Ile Ape, Kedang, Puor, Lamalera. Dengan adanya keanekaragaman bahasa ini
maka, lahirlah seorang putra Lembata yang tidak asing bagi kita yakni Prof Dr. Goris Keraf, seorang ahli Tata
bahasa Indonesia datang dari desa Lamalera. Ada banyak kata-kata dalam kamus bahasa Indonesia yang bisa
kita jumpai seperti kata “ gelar “. Gelar-pangkat, sedangkan “ gelar “ dalam bahasa atadei bentang, layar di
gelar/bentang, “ krotolaria “ jenis tumbuhan polong-polong dari atadei.

Pola hidup masyarakat Lembata pada umumunya bercocok tanam dengan lahan yang berpindah-pindah serta
memilih untuk merantau ke Malaysia. Namun dengan adanya kesadaran masyarakat kini yang semakin
bertambah dalam pengelolahan lahan pertanian seperti, kelapa, kopi, kemiri, vanili, pala, pinang, jati,
cendana., jambu mete, coklat, cengkeh yang dapat memberikat manfaat bagi ekonomi hidup keluarga.

Wisata Alam

Tempat-tempat yang dapat di kunjungi sebagai wisata alam bagi masyarakat Lembata yakni: Pulau Pasir Putih
Awololong, Pulau Pasir Putih Lagadato Lamahora, Dapur Alama Karun Watuwawer, Upacara adat Tule Ahar
Watuwawer, Pantai Pasir Putih Waijarang, Wolor Pas/Bukit Cinta, Budaya Tradisional Perburuan Ikan Paus
Lamalera, Ritus Pesta Kacang Jontona Ile Ape, Pantai Pasir Putih Mingar, Pantai Lewolein, Pantai Nubi
Lusiduawutun, Pantai Rekreasi Tanah Terekat, Air terjun Atawuwur, Pantai Pasir Putih Beang, Pantai Pasir
Putih Wowong, Makam Raja Saguwowo Kalikur. Masih banyak lagi tempat yang dapat dikunjungi namun
karena sulitnya medan yang di tempuh

Masyarakat Lembata memiliki berbagai seni buaya dalam menghibur masyarakat setempat seperti: Tarian
Beku dari Leragere, Tarian Kolewalan dari Watuwawer, Holobeba tarian penyambutan tamu dari Watuwawer,
tarian dari kedang ula naga, dan tarian dari Ile Ape Sole Oha, Tarian Lamahora.

Momentum bersejarah bagi masyarakat Lembata, khususnya yang perlu dicatat dengan tinta emas yakni
Kunjungan Bapak Presiden RI Joko Widodo bersama ibu dalam acara Hari Nusantara tepatnya tanggal 13
Desember 2016. Ini suatu kehormatan tersendiri orang Lomblen - orang Lembata karena dalam usianya
kemerdekaan Negara RI ke 71 Tahun, akhirnya seorang Kepala Negara boleh menginjakan telapak kakinya di
Tanah Lembata helero.

Anda mungkin juga menyukai