Pengertian Akhlak11
Pengertian Akhlak11
PENDAHULUAN
1
1.2. Deskripsi Singkat
Akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa
yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa
memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang
keluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu
dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila keluar
perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Oleh karena itu kita sebagai muslim, haruslah
menanamkan sifat-sifat yang baik, agar akhlak yang keluar dari
diri kita, merupakan akhlak yang terpuji, yang disukai oleh
Allah, dan hanya Rasulullah yang pantas kita jadikan idola dalam
kehidupan.
1.3. Manfaat Penulisan
1. Agar menabah pengetahuan dan memperluas wawasan
tentang pendidkan akhlak
2. Agar kita dapat membantu dan memperbaiki akhlak bangsa
terutama bagi kaum muda-mudi
3. Agar menambah wawasan bagi penulis, teman-teman dan
bagi pembacanya.
2
BAB II
TEMA
1
Beni ahmad saebani, ilmu akhlak, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2012) h.13
3
disebut akhlak yang baik, dan bila lahir darinya perbuatan yang
buruk, maka disebut akhlak yang buruk.2
Sedangkan Aminuddin mengutip pendapat Ibnu
Maskawah (w.421 H/ 1030 M) yang memaparkan defenisi kata
akhlak ialah kondisi jiwa yang senantiasa mempengaruhi untuk
bertingkahlaku tanpa pemikiran dan pertimbangan.3
Pendapat lain dari Dzakiah Drazat mengartikan akhlak
sedikit lebih luas yaitu “Kelakukan yang timbul dari hasil
perpaduan antara nurani, pikiran, dan kebiasaan yang menyatu,
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian”.4
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat
dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang,
yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut
benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan terlebih dahulu. Dapat dipahami juga bahwa
akhlak itu harus tertanam kuat/tetap dalam jiwa dan melahirkan
5
kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan
akhlak walaupun sama-sama didasarkan pada Socrates.
3. Cynics dan Cyrenics
Diantara ajaran cynics adalah bahwa Tuhan dibersihkan
dari segala kebutuhan dan bahwa sebaik-baik manusia
adalah yang memiliki perangai akhlak ketuhanan.
Dengan akhlak ketuhanan ini, seseorang sedapat mungkin
meminimalisasi kebutuhan dan terbiasa dengan hidup
sederhana. Adapun kelompok cyrenaics berpendapat
bahwa mencari kebahagiaan dan menjauhi kepedihan
adalah satu-satunya tujuan hidup yang benar.
4. Plato
Pandangan plato mengenai akhlak didasarkan pada teori
”model” (paradigma). Ia berpendapat bahwa di balik
alam ini ada alam rohani (alam ideal) yang terdapat
bermacam-macam kekuatan. Keutamaan muncul dari
pertimbangan kekuatan tersebut dan tunduknya kekuatan
pada hukum akal. Ia pun berpendapat bahwa prinsip-
prinsip keutamaan ada empat yaitu hikmah atau
kebijaksanaan, keberanian,keperwiraan dan keadilan.
5. Aristoteles
Di antara beberapa pendapatnya tentang akhlak adalah
sebagai berikut:
6
a. Tujuan tarakhir yang dikehendaki manusia dalam
semua tindakannya adalah “bahagia”.
b. Jalan mencapai kebahagiaan adalah mempergunakan
kekuatan akal pikiran dengan sebaik-baiknya.
c. Keutamaan itu terletak di tengah-tengah, di antara
dua keburukan. Dermawan misalnya adalah
ditengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian
adalah ditengah-tengah antara membabibuta dan
takut dan lain-lain.5
6. Stoics dan Epicurics
Stoics dan Epicurics berbeda dengan para pendahulunya
dalam penyelidikan akhlak. Stoics berpendirian
sebagaimana paham Cynics yang pandangannya telah
dikemukakan diatas.
Epicurics mendasarkan pelajarannya pada paham
kelompok Cyrenics.Filsafat Epikurus bertujuan menjamin
kebahagiaan manusia. Di antara ajarannya adalah:
a. Manusia tidak dapat tenang karena takut pada dewa-
dewa, dan takut kepada mati dan nasib.
b. Manusia tidak perlu takut karena dewa-dewa yang
menikmati kebahagiaan yang kekal tidak
mengganggu.
8
harus kita pelihara dalam bentuk interaksi diantara kita
dan Tuhanlah yang menjelaskan baik dan buruk.
Menurut para filsuf yunani pendorong untuk melakukan
perbuatan baik adalah ilmu pengetahuan atau
kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani,
pendorong untuk melakukan perbuatan baik adalah cinta
kepada Tuhan dan iman kepada-Nya.
B. Sejarah Akhlak Pada Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan di kuasai oleh gereja. Gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari
wahyu, apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar.
Oleh karena itu, tidak ada artinya penggunaan akal dan pikiran
untuk kegiatan penelitian.Ajaran akhlak yang lahir di Eropa
pada abad pertengahan adalah ajaran akhlak yang di bangun
dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.6
C. Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum Islam
Bangsa arab pada zaman jahiliyyah tidak menonjol dalam
segi filsafat sebagaimana bangsa yunani. Hal ini karena
penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang
sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa arab
pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair
yang mengandung nilai-nilai akhlak. Dapat dipahami bahwa
10
Dalam Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah nabi yang di utus untuk menyempurnakan akhlak.
Akan tetapi tokoh pertama yang menulis ilmu akhlak dalam
Islam masih diperbincangkan .berikut ini akan dikemukakan
beberapa teori.
1. Ali bin Abi Tholib, berdasarkan sebuah risalah yang di tulis
untuk putranya Al-Hasan, setelah kepulangannya dari
perang shiffin dan kandungnya terdapat dalam kitab Nahj
Al-Balaghoh.
2. Isma,il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani pada abad
ke-2 H,beliau menulis kitab Al mukmin wa Al-Fajir.
3. Ja’far bin Ahmad Al-Qummi, penulis kitab Al-Mani’at min
Dukhul Al-Jannah pada abad ke-3H.
4. Ar-Rozi (250-313H) dalam kitab Ath- Thibb Ar-Ruhani
(kesehatan), walaupun masih ada filsof lain seperti Kindi,
Ibnu Sina.
5. Ali bin Ahmad Al-Kufi.menulis kitab Al-Adab dan Makarim
Al- Akhlak.
6. Warrom bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-
Khathir wa Nuzhah An- Nazhir.
7. Syehk Khowajah Nazhir Ath-thusi menulis kitab Al-Akhlak
an-Nashriyyah wa Awshaf Asy-Asraf wa Adab Al-
Muta’allimin.
11
E. Sejarah Akhlak Pada Zaman Baru
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa mulai mengalami
kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Segala sesuatu yang selama ini dianggap mapan
mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga akhirnya
mereka menerapkan pola bertindak dan berpikir secara liberal.
Diantara masalah yang mereka kritik dan dilakukan
pembaharuan adalah masalah akhlak. Penentuan patokan baik
dan buruk yang semula didasarkan pada dogma greja diganti
dengan berdasarkan pandangan ilmu pengetahuan yang
didasarkan pada pengalaman empirik. Banyak tokoh pemikir
akhlak yang lahir pada abad baru ini diantaranya:
1) Descartes (1596-1650)
Adalah seorang ahli filsafat prancis yang telah
meletakan dasar-dasar baru bagi ilmu pengetahuan dan
filsafat, diantaranya:
a. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal
dan penelitian empiric. Apa yang didasarkan pada
sangkaan semata dan tumbuh dari kebiasaan wajib
ditolak.
b. Menyelidiki dari hal yang terkecil dan kemudian ke arah
yang lebih komplek.
c. Menetapakan kebenaran harus di uji terlebih dahulu .
12
2) Jhon of Salisbury (1120-1180M).
Beliau adalah filsuf Inggris yang hidup pada tahun
1120-1180 M. Jhon of Salibus terkenal dangan uraiannya
yang menjelaskan bahwa kekuatan spiritual berada di atas
kekuatan duniawi. Oleh karena itu , ia menjadi pendukung
gereja, berbicara mewakili gereja, membela, menyerang
kekuasaan dunia dan menggambarkannya sebagai pengikut
spiritual pendapatnya diabadikan pada buku-bukunya.
Bukunya yang paling masyhur berjudul Stateman’s Book.
Buku ini membicarakan tentang dua pedang kekuasaan
yaitu, pedang fisik dan pedang spiritual .keduanya
bersumber pada gereja dan harus kembali kepadanya .
3) Bentham (1748-1832 ) dan Stuart Mill (1806-1873 ).
Keduanya termasuk tokoh yang banyak terpengaruh
oleh pemikiran Epicurus dengan cara mengubahnya menjadi
paham utilitarianism yaitu paham yang semula didasarkan
pada kebahagiaan yang bersifat individualistic kepada
kebahagiaan yang bersifat universalistik.
4) Thomas Hill Green (1836-1882 ) dan herbert Spencer (1820-
1903 )
Keduanya mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Di
antara pemikiran akhlak Green adalah;
13
a. Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik
dan dapat menghendaki, sebab ia adalah perilaku moral.
b. Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah
subjek yang sadar diri, reproduksi dari kesadaran diri
yang abadi.
c. Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah ideal.
d. Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia.
5) Spinoza (1632-1677), Hegel (1770-1831), dan Khat (1724-
1831)
Dalam buku etika yang berjudul Ethica Ordine
Geometrico Demonstrata yang bertujuan untuk mengurangi
penderitaan orang-orang yang menganut suatu keyakinan.
Sementara menurut Kant menyakini adanya kesusilaan.Titik
berat etikanya adalah rasa kewajiban (panggilan hati nurani)
untuk melakukan sesuatu berpangkang pada budi.
6) Viktor Causin (1729-1867) dan August Comte (1798-1857)
Menurut Causin pemikirannya bahwa dasar Metafisika
adalah pengamatan yang hati-hati dan analisis atas fakta-
fakta tentang kehidupan sadar. Sedangkan August dijuluki
dengan bapak sosiologi yang terkenal sebagai orang pertama
yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu social.
14
7) Pasca Mill dan Spencer
Sejak mill dan spencer hingga sekarang penelitian
tentang akhlak hanya menjelaskan teori-teori sebagaiman
diutarakan di atas. Dengan kata lain belum di temukan teori-
teori lain.7
2.3. Hak, Kewajiban dan Keadilan
A. Pengertian dan Macam-macam Hak
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yangsecara
etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan,
mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti
panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan
akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau kekuatan fisik
untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.8
Dalam pada itu Poedjawijatna mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan hak ialah semacam milik, kepunyaan, yang
tidak hanya merupakan benda saja, melainkan pula tindakan,
pikiran dan hasil pikiran itu.9 Jika seseorang misalnya
mempunyai hak atas sebidang tanah, maka ia berwenang,
berkuasa untuk bertindak atau memanfaatkan terhadap
16
2.4. Pembentukan Akhlak Mulia
A. Pengertian Pembentukan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan
berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali
dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah pembentukan akhlak. Misalkan pendapat
Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Abuddin Nata,
mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa dan tujuan pendidikan Islam.10 Demikian pula Ahmad
D.Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan Islam
adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk
menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan
menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.11
Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk, karena
akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir.
Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari
manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau
fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata
hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran.
Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan
10 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet, IV, h.5
11 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma‟arif, 1980), cet
IV,h. 48-49
17
sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok
ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin
sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini
tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang
bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya
meninggikan dirinya. Demikian juga sebaliknya.12
Kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak
adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan
keras dan sungguh-sungguh. Akhlak manusia itu sebenarnya
boleh diubah dan dibentuk. Orang yang jahat tidak akan
selamanya jahat, seperti halnya seekor binatang yang ganas dan
buas bisa dijinakkan dengan latihan dan asuhan. Maka manusia
yang berakal bisa diubah dan dibentuk perangainya atau sifatnya.
Oleh sebab itu usaha yang demikian memerlukan kemauan yang
gigih untuk menjamin terbentuknya akhlak yang mulia.
B. Tujuan Pembentukan Akhlak
Proses pendidikan atau pembentukan akhlak bertujuan untuk
melahirkan manusia yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia
akan terwujud secara kukuh dalam diri seseorang apabila setiap
empat unsur utama kebatinan diri yaitu daya akal, daya marah,
daya syahwat dan daya keadilan, Berjaya dibawa ke tahap yang
seimbang dan adil sehingga tiap satunya boleh dengan mudah
13 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 159
19
1. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang
selalu beramal sholeh. Tidak ada sesuatupun yang
menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak mulia
ini. Tidak ada pula yang menyamai akhlak mulia dalam
mencerminkan keimanan seseorang kepada Allah dan
konsistensinya kepada manhaj Islam.
2. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam; melaksanakan
apa yang diperintahkan agama dengan meninggalkan apa
yang diharamkan; menikmati hal-hal yang baik dan
dibolehkan serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang,
keji, hina, buruk, tercela, dan munkar.
3. Mempersiapkan insan beriman dan salehyang bisa
berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik dengan
orang muslim maupun nonmuslim. Mampu bergaul
dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya dengan
mencari ridha Allah, yaitu dengan mengikuti ajaran-
ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya, dengan
semua ini dapat tercipta kestabilan masyarakat dan
kesinambungan hidup umat manusia.
4. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu
dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah,
20
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan berjuang fii
sabilillah demi tegaknya agama Islam.
5. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau
merasa bangga dengan persaudaraannya sesama muslim
dan selalu memberikan hak-hak persaudaraan tersebut,
mencintai dan membenci hanya karena Allah, dan
sedikitpun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama dia
berada di jalan yang benar.
6. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa
bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang
berasal dari daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang
siap melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi demi
seluruh umat Islam selama dia mampu,
7. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa
bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan
berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam
di muka bumi. Atau insan yang rela mengorbankan harta,
kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya syariat
Islam
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Menurut Hamzah Ya‟kub Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya akhlak atau moral pada prinsipnya dipengaruhi
21
dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu factor intern dan
faktor ekstern.14
1. Faktor Intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri
yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan
sejak manusia lahir dan mengandung pengertian tentang
kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh
luarnya.
Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri
keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya
seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut
membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah:
a. Instink (naluri) adalah kesanggupan melakukan hal-
hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah
pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak
disadari dan berlangsung secara mekanis.28Ahli-ahli
psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada
pada manusia yang menjadi pendorong tingkah
lakunya, diantaranya naluri makan, naluri berjodoh,
naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri
bertuhan dan sebagainya.
b. Kebiasaan
23
Kehendak ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan
kekuatan dari dalam. Itulah yang menggerakkan
manusia berbuat dengan sungguh-sungguh.
Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan
pergi menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat
kekuatan azam (kemauan keras).
e. Hati Nurani
Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya
perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika
seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka
batin merasa tidak senang (menyesal), dan selain
memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan,
juga memberikan kekuatan yang mendorong
manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh
karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor
yang ikut membentuk akhlak manusia.
2. Faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang
mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu
meliputi ;
a. Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan
seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan
24
(milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu
tubuh yang hidup. Misalnya lingkungan alam mampu
mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang
dibawa oleh seseorang ;lingkungan pergaulan
mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah
laku.
b. Pengaruh keluarga
Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan
jelas fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu
memberikan pengalaman kepada anak baik melalui
penglihatan atau pembinaan menuju terbentuknya
tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua.Dengan
demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat
kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan
dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat,
sertapemikirannya di hari kemudian. Dengan kata
lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan
memberikan pengaruh yang besar dalam
pembentukan akhlak.
c. Pengaruh sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah
pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi
akhlak anak.
25
d. Pendidikan masyarakat
Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah
kumpulan individu dalamkelompok yang diikat oleh
ketentuan negara, kebudayaan, dan agama
26
yang menjatuhkan dirinya dalam jurang kehinaan yaitu
dengan mengikuti nafsunya. Kecenderungan berbuat
maksiat sudah ada tertanam dalam jiwa manusia sejak
dilahirkan ke alam dunia ini. Hal ini tersirat dalam Al-
Quran surat Asy-Syams ayat 8; “Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaan”
Sifat negatiflah yang mendorong berbuat congkak,
menyeleweng dan mengikuti hawa nafsu syahwati
lainnya, sehingga menyandang predikat fujjar. Berbuat
kemaksiatan merupakan kebiasaan bagi pengikut sifat
negative ini, dan nilai-nilai amal shaleh sama sekali jauh
darinya.
Menurut penjelasan diatas, manusia sebenarnya sudah
diberikan oleh Allah SWT sifat cenderung berbut
maksiat. Tergantung kepada manusia apakah dia
mengikuti sifat tersebut atau sebaliknya.
b. Ria Penyakit Jiwa
Perbuatan ria laksana hama penyakit yang merusak ganas
tanaman-tanaman di dunia. Kalau dunia adalah lading
untuk ditanami maka ria adalah hama penyakit yang
merusak tanaman tersebut. Sungguh suatu bahaya yang
sering tidak terduga oleh orang yang mengerjakan amal
27
kebajikan, bukan menyembah berhala yang sudah nyata-
nyata sirik dan kedzalimannya, namun letak bahaya ria
adalah di bibir manis dan dalam hati tidak lebih dari
kedzalimannya.
Ini namanya penyakit jiwa yang tumbuh dan menyerang
dalam hati. Penyakit itu merusak segala amal kebajikan
sekaligus membaurkan kejernihan hati. hatinya rusak
sakit dan sia-sia belaka suatu amalan yang landasan
niatnya berpenyakit. Kalau hati sakit, niatpun berpenyakit
maka sekujur tubuh dari kebajikan akan sia-sia tidak
tersisa dalam hidup yang abadi.15
c. Menyepelekan Berbuat Baik
Seiring dengan kemunduran pemahaman kaum muslimin
terhdap agamanya sendiri, muncullah sikap
menyepelekan hukum-hukum Allah. Baik terhadap
akidahnya maupun syariatnya. Ada beberapa sebab
sehingga terjadinya hal seperti itu:
1) Karena kebodohan
2) Hawa nafsu
3) Kesombogahan diri
4) Untuk membela kesalahan
15 Imam Ghozali, Bahaya Riya dan Penawarnya . (Surabaya: CV Anugerah, 1996) h.9-11
28
Tabiat jiwa yang sudah malas dan enggan bertaqwa,
maka saat mengerjakan perintah Allah, andaipun ia
kerjakan, maka dikerjakan dengan jauh dari
kesungguhan.16
d. Malu Tidak Pada Tempatnya
Malu adalah bagian dari sifat kodrati manusia, manusia
mengenal masa lalu ketika dirinya merasa lain atau tidak
sesuai dengan yang diharapkan banyak pihak. Mau
menjadi pagar kita sebagai orang yang terdidik dan
beradab. Diantara tipikal orang dengan sifat-sifat
khasnya, ada pula tipikal orang yang memiiki rasa mlau
yang tinggi. Orang seperti ini biasanya memiliki sifat
pendiam,dan tidak tanggap. Malu yang tidak pada
tempatnya manakala untuk melakukan perbuatan
perbuatan baik mereka ogah untuk bertindak. Aatas dasar
kata malu, orang jenis ini malah menjadi semkiin tidak
bisa membedakan mana malu untuk menyelimuti rasa
malas mana yang seharusnya malu ditampilkan.
e. Prioritas Imbalan
Usaha perbuatan baik kita,bukannya tanpa rintangan.
Sering kita mendapatkan hal-hal yang menyakitkan hati,
justru yang paling sering membuat kita kecewa adalah
16 M.Iwan Januar, Jangan Remehkan Kebaikan. (Bogor: Al Azhar Press, 2008), h.12-20
29
orang-orang terdekat kita.untuk itu, janganlah kita terlalu
berharap imbalan, dalam arti menuntut kebaikan setimpal
dari pihak yang telah kita bantu. Pasanglah sikap Zero
Ecpectation (hrapan nol).
30
3.1. RANGKUMAN
Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan
jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar
telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan
dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-
angankan terlebih dahulu.
Sejarah perkembangan akhlak dibagi menjadi beberapa
periode antaranya , pada zaman yunani , pada abad
pertengahan,pada bangsa arab sebelum islam, bangsa arab
sesudah islam,dan pada zaman baru (modern)
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara
etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan,
mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Didalam ajaran islam, kewajiban ditempatkan sebagai
salah satu hukum syara, yaitu suatu perbuatan yang apabila
dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan
mendapat siksa. Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan
terhadap hak (yang sah).
Akhlak yang mulia akan terwujud secara kukuh dalam diri
seseorang apabila setiap empat unsur utama kebatinan diri yaitu
daya akal, daya marah, daya syahwat dan daya keadilan, Berjaya
dibawa ke tahap yang seimbang dan adil sehingga tiap satunya
boleh dengan mudah mentaati kehendak syarak dan akal
31
Probematika dalam berbuat baik yaitu; 1). Kecenderungan
berbuat maksiat 2). Ria penyakit jiwa, 3). Menyepelekan berbuat
baik, 4). Malu tidak pada tempatnya 5). Prioritas imbalan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Anwar Rison. 2010. Akhlak Tasawuf Bandung : CV Pustaka Setia,
2010
Ilyas Yunahar, 2006, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset
34