Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2018
Catatan:
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik
dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, maupun petunjuk bagi para pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………….………………………………………………………..... i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Larat Belakang…………………………………………………………………......... 1
1.2.Rumusan masalah………………………………………………………………….... 2
1.3.Tutuan makalah……………………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Microalga…………………………………………………………………………..... 3
2.2.Prinsip sel volta……………………………………………………………….…...... 4
2.3.Bahan baku……………………………………………………………….…............. 6
2.4.Proses Pembuatan………………………………………………………...……......... 9
3.1.Daftar Pustaka………………………………………………………………..…........ 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Penggunaan baterai sebagai salah satu sumber listrik di Indonesia semakin meningkat
seiring dengan kemajuan teknologi. Baterai merupakan salah satu sumber energi yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, baterai merupakan salah satu limbah yang
berbahaya bagi kehidupan, sehingga buangan limbahnya termasuk dalam limbah B3. Baterai
yang dibuang sembarangan akan mencemari air tanah dan membahayakan mahluk hidup,
karena kandungan baterai, seperti merkuri, mangan, timbal, kadmium, nikel, dan lithium.
Baterai memiliki beberapa komponen penting yang terdapat di dalamnya, yaitu anode (kutub
positif), katode (kutub negatif), jembatan garam dan larutan elektrolit. Beterai memiliki reaksi
kimia antara elektrode dengan larutan elektrolitnya sehingga akan menghasilkan suatu beda
potensial. Beda potensial antara elektrode positif dan negatif akan menghasilkan tegangan sel
baterai (Kiehne 2003). Jadi, prinsip utama dari baterai sendiri adalah memanfaatkan reaksi
yang berasal dari keempat komponen, yaitu katode, anode, jembatan garam dan elektrolit
(Theodore 2006). .
Pembuatan baterai mikroalga ini menggunakan prinsip sel volta, sama dengan
pembuatan baterai biasa. Perbedaan mendasar dari baterai mikroalga ini adalah bahan elekrolit
yang digunakan pada baterai. Baterai biasa menggunakan kalium, kadmium, merkuri dan
natrium. Baterai mikroalga ini mengganti bahan-bahan kimia pada elektrolit baterai biasa
dengan pasta mikroalga. Pasta mikroalga merupakan kumpulan mikroalga hasil kultivasi
mikroalga yang berbentuk cairan kental. Baterai mikroalga ini akan dibandingkan dengan
baterai biasa dan dilihat daya yang dihasilkan.
1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Mikroalga
Chlorophyceae adalah alga hijau yang berasal dari filum Chlorophyta dan selnya
mengandung kloropil A dan B. Produk yang dihasilkan dari alga ini adalah berupa kanji
(amilosa dan amilopektin),beberapa dapat menghasilkan produk berupa minyak. Beberapa
mikroalga yang merupakan dalam kelas Chlorophyceae adalah : Tetraselmis chuii ,
Nannochloropsis oculata, Spyrogyra sp., Scenedesmus sp. Dan Chlorella sp..
b) Bacillariophyceae ( Diatom )
Bacillariophyceae atau yang dikenal dengan nama Diatom adalah alga yang berasal dari
filum Chysophyta. Kelas ini mendominasi jumlah fitoplankton di laut dan sering ditemukan
dalam perairan tawar dan payau, hidupnya ada uniseluler dan koloni. Mikroalga ini mudah
dikenali karena selnya dilindungi kapsul seperti gelas dan pergerakannya tidak jelas.
Bacillariophyceae memiliki berbagai pigmen kloropil termasuk karotenoida serta pigmen
khusus yang disebut diatomin. Beberapa mikroalga yang merupakan dalam kelas
Bacillariophyceae adalah : Phaeodactylum tricornutum , Cyclotella sp., Navicula sp., dan
Chaetoceros gracilis
3
c) Cyanophyceae (Alga Biru - Hijau)
Cyanophyceae atau alga biru hijau termasuk dalam filum Cyanophyta yang memiliki
kombinasi kloropil berwarna hijau dan fikosianin berwarna biru. Adanya kombinasi dari
pigmen kloropil, karotenoida, fikosianin, dan fikoerithin dalam jumlah yang berbeda – beda di
dalam tubuh mikroalga ini, akan memunculkan aneka warna seperti merah, hijau terang,
cokelat, ungu bahkan hitam. Cyanobacteria adalah organisme prokariotik yang tidak memiliki
nukleus dan organel (kloroplas, mitokondria). Beberapa mikroalga yang merupakan dalam
kelas Cyanophyceae adalah : Spirulina sp., Nostoc comune , Chrococcus sp..
Alga ini merupakan kombinasi antara dua pigmen, yaitu keemasan (pigmen karoten)
dan kloropil (pigmen hijau). Chrysophyceae adalah nama latin dari alga cokelat keemasan atau
kadang dikenal sebagai alga kuning keemasan, terdiri dari sekitar 200 genus dan 1.000 spesies.
Alga ini memiliki pigmen korofil keemasan (karotenoid disebut fukosantin) yang memberi
warna kuning keemasan pada alga. Tubuh ada yang bersel satu dan bentuk koloni yang hidup
berenang atau mengambang di danau dan laut sebagai fitoplankton. Mikroalga yang
merupakan dalam kelas Chrysophyceae adalah : Ochromonas sp.
Sel Volta atau sel galvani adalah sel elektrokimia yang melibatkan reaksi redoks dan
menghasilkan arus listrik. Sel volta terdiri atas elektrode tempat berlangsungnya reaksi oksidasi
disebut anode (electrode negative), dan tempat berlangsungnya reaksi reduksi disebut katode
(electrode positif). Pada sel volta, reaksi kimia bersifat spontan dan menghasilkan arus listrik.
Katode merupakan kutub positif dan anode merupakan kutub negatif. Contoh penerapan sel
volta adalah pada penggunaan baterai dan aki.
Penemuan bahwa reaksi kimia dapat menghasilkan energi listrik oleh Alessandro Volta
(1745-1827) berdasarkan eksperimen Luigi Galvani (1737-1798). Rangkaian alat yang
menghasilkan arus listrik dari reaksi kimia selanjutnya disebut sel Volta. Reaksi kimia tersebut
hanya terjadi pada reaksi redoks yang berlangsung spontan. Prinsip-prinsip sel volta atau sel
galvani adalah berdasarkan gerakan elektron dalam sirkuit eksternal akibat adanya reaksi
redoks. Beberapa aturan dalam sel volta adalah sebagai berikut :
4
a. Terjadi perubahan : energi kimia → energi listrik
b. Pada anode, elektron adalah produk dari reaksi oksidasi; anode kutub negative
c. Pada katode, elektron adalah reaktan dari reaksi reduksi; katode kutub positif
Sel galvani atau yang dikenal sebagai sel volta terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
2. Jembatan garam (salt bridge), untuk menjaga kenetralan muatan listrik pada larutan.
3. Anode, elektrode negatif, tempat terjadinya reaksi oksidasi. pada gambar, yang
bertindak sebagai anode adalah elektrode Zn/seng (zink electrode).
4. Katode, elektrode positif, tempat terjadinya reaksi reduksi. pada gambar, yang
bertindak sebagai katode adalah elektrode Cu/tembaga (copper electrode).
Sel Galvani atau sel Volta mengakibatkan terjadinya reaksi redoks secara spontan, pada
kedua elektrode tersebut. Sel Daniel misalnya, terdiri dari electrode seng, Zn/Zn2+ dan
electrode tembaga, Cu/Cu2+
Apabila kedua electrode ini dihubungkan (lihat gambar), maka elektron akan mengalir dari Zn
ke Cu. Elektron-elektron ini berasal dari reaksi spontan pada elektrode Zn/Zn2+ :
5
Zn Zn2+ + 2 e (oksidasi)
Elektron yang tiba pada elektrode Cu/Cu2+ akan berantaraksi dengan ion-ion tembaga,
Cu2+ + 2e Cu (reduksi)
Sehingga ion-ion Cu diendapkan sebagai atom Cu. Reaksi sel secara keseluruhan di dapat
dengan menjumlahkan kedua reaksi tersebut di atas :
Kondisi yang terjadi pada seng yaitu seng menebal dan tembaga menipis. Dan juga
terjadi perubahan warna pada seng dan tembaga, yaitu seng yang awalnya berwarna silver
menjadi hitam. Dan tembaga yang awalnya berwarna kekuning-kuningan menjadi keputih-
putihan. Hal itu trjadi karena tembaga telah melapisi seng
2.3.Bahan baku
Pada prroses pembuatan ini sendiri ada beberapa mikroalga yang dapat digunakan
diantaranya Chlorella sp, Tetraselmis chuii, Tetraselmis sucica dan Nannochloropsis sp yang
termasuk kedalam Kelas Chlorophyceae (alga hijau) yang berasal dari filum Chlorophyta
a. Tetraselmis chuii
Tetraselmis sp. termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval
elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali
panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm.
Menurut Mujiman (1984), Sel-sel Tetraselmis sp. berupa sel tunggal yang berdiri
sendiri. Ukurannya 7-12 µm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah. Pigmen
penyusunnya terdiri dari kloropil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis chuii dapat
bergerak seperti hewan. Pigmen kloropil Tetraselmis chuii. terdiri dari dua macam yaitu karotin
dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa
dan pektosa.
Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm (Fabregas
et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakan bahwa Tetraselmis sp. masih dapat
mentoleransi suhu antara 15-350C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23-250C.
6
Reproduksi Tetraselmis chuii. terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi
aseksual dimulai dengan membelahnya protoplasma sel menjadi dua, empat, delapan dalam
bentuk zoospore setelah masing-masing melengkapi diri dengan flagella. Sedangkan
reproduksi secara seksual, setiap sel mempunyai gamet yang identik (isogami) kemudian
dengan bantuan substansi salah satu gamet tersebut ditandai dengan bersatunya kloroplast yang
kemudian menurunkan zygote yang sempurna (Erlina dan Hastuti, 1986).
b. Chlorella sp.
Chlorella adalah genus mikroalga atau ganggang hijau bersel tunggal yang hidup di
air tawar, laut, dan tempat basah. Ganggang ini memiliki tubuh seperti bola. Di dalam
tubuhnya terdapat kloroplas berbentuk mangkuk. Perkembangbiakannya terjadi secara
vegetatif dengan membelah diri. Setiap selnya mampu membelah diri dan menghasilkan
empat sel baru yang tidak mempunyai flagel. Ganggang ini sering digunakan di laboratorium
untuk penelitian fotosintetis. Karena sifatnya yang unik, para ahli berpendapat bahwa
Chlorella dapat ikut mengatasi kebutuhan pangan manusia pada masa yang akan datang.
Selain tersusun atas selulosa, beberapa spesies chlorella mempunyai dinding sel yang
juga tersusun atas sporopollenin. Sporopollenin juga terdapat pada spora dan serbuk sari yang
merupakan suatu biopolimer dari karotenoid yang mempunyai kemampuan resisten yang luar
biasa terhadap degradasi oleh enzim atau reagen-reagen kimia yang kuat.
Selain mempunyai kemampuan resisten yang sangat kuat, Sporopollenin ini juga mempunyai
kemampuan untuk mengadsorbsi ion logam dari suatu larutan membentuk kompleks logam
dengan ligan. Hal ini menyebabkan alga hijau ini disebut sebagai filter feeder, yaitu
organisme yang mampu menyaring partikel yang berasal dari suspensi di lingkungan
hidupnya.
7
c. Tetraselmis sucica
Tetraselmis suecica memiliki potensi sebagai bahan baku dalam dunia industri.
Pemenuhan terhadap kebutuhan industri tersebut membutuhkan produksi yang terus menerus
dan menghasilkan biomasa yang tinggi. Penelitian dari Kurnianto Dedy, Helmiati Senny,
Suyono Eko Agus (2018) yang berjudul "Pengaruh Salinitas dan pH Terhadap Pertumbuhan
Tetraselmis suecica Pada Kultur Skala Laboratorium" bertujuan untuk mengetahui salinitas
dan pH yang menghasilkan kecepatan pertumbuhan paling tinggi , waktu generasi paling cepat,
biomasa paling tinggi dan produktivitas paling tinggi bagi pertumbuhan T. suecica. Penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian faktorial terdiri dari 12 perlakuan kombinasi salinitas
dan pH ( 4 aras perlakuan saliitas dan 3 aras perlakuan pH).
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P≤0,01) pada
interaksi antara salinitas dan pH untuk kecepatan pertumbuhan dan waktu generasi. Kecepatan
pertumbuhan paling tinggi dan waktu generasi paling cepat terjadi pada salinitas 35‰ dengan
pH 5 (P10) yaitu sebesar 1,120 sel/hari untuk kecepatan pertumbuhan dan 0,620/hari atau 14,88
jam untuk waktu generasi. Parameter produktivitas meghasilkan beda nyata (P≤0,05) pada
interaksi antara salinitas dan pH. Produktivitas paling tinggi dicapai perlakuan dengan salinitas
30‰ dengan pH 9 (P9) yaitu sebesar 0,973 g/l/hari. Hasil untuk parameter biomasa hanya
terjadi bedanyata pada faktor utama. Biomasa paling tinggi dicapai pada masing-masing
perlakuan salinitas 25 ‰ dengan berat 5,533g/l dan pH 7 dengan berat 5,188 g/l
d. Nannochloropsis sp
8
Widianingsih, 2011. Nannochloropsis membutuhkan beberapa nutrien untuk dapat tumbuh
dengan baik. Nutrien tersebut terdiri dari unsur makro dan mikro.
Pada proses pembuatan baterai dengan prinsip sel volta, bahan yang masuk mengalami
tiga tahap yaitu:
Baterai mikroalga
A. Tahap Kultivasi
Prinsip dari kultivasi, yaitu untuk mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi dalam
waktu sesingkat-singkatnya (Kawaroe et al 2010). Sebelum tahapan kultivasi di mulai,
9
sebaiknya dilaksanakan kegiatan pensterillan alat dan bahan yang akan digunakan, seperti air
laut yang digunakan untuk media, stoples, dan selang udara. Sterilisasi air laut menggunakan
autoclave selama 25 menit, pada suhu 120 oC dan tekanan 1 atm sedangkan stoples dan selang
disterilisasi dengan alkohol. Setelah steilisasi selesai, dilakukan kultivasi mikroalga hingga
mendapatkan volume yang dibutuhkan. Kultivasi ini menggunakan alat aerator untuk
memompa udara ke media kultivasi sehingga meningkatkan kandungan CO2 pada media cair,
menggunakan selang untuk pengantar udara dari aerator ke wadah mikroalga. Kegiatan
kultivasi merupakan kegiatan yang membutuhkan waktu yang banyak dan sering dilakukan
untuk mendapatkan mikroalga yang optimal.
Ada beberapa parameter pertumbuhan pada fitoplankton yang harus diperhatikan yaitu
:
1. Nutrien
Nutrient dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat
tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut
maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti ammonia, nitrit dan
senyawa organic dapat digunakan apabila kekurangan nitrat (Cotteau, 1996; Taw, 1990)
2. Suhu
Suhu optimal kultur fitoplankton secara umum antara 20-24°C. hampir semua
fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-36°C. Suhu di bawah 16°C dapat menyebabkan
kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36°C dapat menyebabkan kematian pada
jenis tertentu (Cotteau, 1996; Taw, 1990).
3. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy dalam proses fotosintetis yang berguna untuk
pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung
kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer,
sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar (Cotteau, 1996; Taw,
1990).
10
4. Karbondioksida
5. pH
6. Salinitas
Hampir semua jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapt tumbuh optimal pada
salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis chuii memiliki kisaran salinitas yang
cukup lebar, yaitu 15-36 ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30
ppt (Cotteau, 1996; Taw, 1990).
B. Tahap Pembuatan
Pada tahap ini pembuatan baterai dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen
yang didasari dengan prinsip sel volta pertama-tama setelah didapat volume yang diinginkan
dari tahap kultivasi bahan terlebih dulu di saring. Prinsip baterai mikroalga ini adalah
mengganti bahan elektrolit pada baterai biasa dengan pasta dari mikroalga, elektrolit baru.
Wadah baterai botol film dan elektroda baterai terdiri dari tembaga (Cu) dan seng (Zn).
Elektroda positif berasal dari Tembaga (Cu) dan elektroda negatif berasal dari Seng (Zn)
C. Tahap pengujian
11
Kedua elektroda tersebut dipasangkan sebuah kabel, dan kabel tersebut dihubungkan
ke benda yang akan dinyalakan. Pasta mikroalga akan berperan sebagai elektrolit. Kemudian
multimeter digunakan untuk mengukur daya listrik yang dihasilkan dari mikroalga dan benda
yang dinyalakan akan menjadi indikator adanya listrik.
BAB III
12
PENUTUP
3.1.Daftar pustaka
H.A Kiehne. 2003. Battery Technology Handbook Second Edition. New York. Marcel
Dekker
Kawaroe, M, P. Tri, S. Adriani, W.S Dahlia, dan A. Dina. 2010. Mikroalga Potensi dan
Prince, R.C and Haroon, S.K. 2005. The Photobiological Production of Hydrogen: Potential
Schulz, T. 2006. The Economic of Microalgae Production and Processing Into Biofuel.
Theodore, L.B at al. 2006. Electrochemistry. Prentice Hall, Inc. St. Charles Community
Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution
of Washington. Washington.
Semarang.
13