Anda di halaman 1dari 13

All About Nursing

 Beranda

Friday, November 29, 2013


Askep Sindrom Nefrotik

BAB I

A. LATAR BELAKANG
Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema menandai
sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah
glomelurus. Sekitar 75% kasus terjadi karena glomerulonefritis primer (idiopatik). Prognosis
sindrom nefrotik sangat bervariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari (Kowalak,
2012).
Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya
dan sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang meningkat jumlahnya.
Glomerulonefritis membranosa ditandai oleh kompleks imun yang terlihat sebagi endapan
padat dalam membran basalis glomerulus dan penebalan yang seragam pada membran basalis
tersebut. Bentuk glomerulonefritis ini pada akhirnya berlanjut menjadi gagal ginjal.
Proteinuria yang ekstensif (lebih dari 3,5 g/hari) dan kadar albumin serum yang rendah
serta terjadi sekunder karena kehilangan albumin lewat ginjal menyebabkan tekanan osmotik
koloid serum yang rendah dan edema. Kadar albumin serum yang rendah juga menimbulkan
hipovolemia dan retensi garam serta air sebagai kompensasi. Hipertensi yang diakibatkan dapat
memicu gagal jantung pada pasien yang fungsi jantungnya sudah terganggu.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu menjelaskan Sindrom Nefrotik
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian Sindrom Nefrotik
b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi Sindrom Nefrotik
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi Sindrom Nefrotik
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan manifestasi klinis Sindrom Nefrotik
e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan komplikasi Sindrom Nefrotik
f. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi diagnosis Sindrom Nefrotik
g. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengelolaan Sindrom Nefrotik
h. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Sindrom Nefrotik

BAB II

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. PENGERTIAN
Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema menandai sindrom
nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah glomelurus.
Sekitar 75% kasus terjadi karena glomerulonefritis primer (idiopatik). Prognosis sindrom
nefrotik sangat bervariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari (Kowalak, 2012).
Sindrom nefrotik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid
dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein
kedalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus (Nursalam,
2009).
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal – hal
sebagai berikut :
1. Proteinuria masif > 3, 5gr/Hr
2. Hioalbuminemia
3. Edema
4. Hiperlipidemia
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.

2. ETIOLOGI
Penyebab sindrom nefrotik meliputi:
a. Nefrosis lipid
b. Glomerulonefritis membranosa
c. Glomerulonefritis membranoproliferatif
d. Glomerulosklerosis lokal
e. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus
f. Gangguan kolagen-vaskuler, seperti sistemik lupus eritematosus dan periarteritis nodosa
g. Penyakit sirkulasi, seperti gagal jantung, anemia sel sabit, dan trombosis vena renalis.
h. Nefrotoksin seperti merkuri, emas, dan bismuth
i. Infeksi, seperti tuberkulosis dan enteritis
j. Reaksi alergi
k. Kehamilan
l. Nefritis herediter
m. Penyakit keganasan, seperti multipel mieloma.

3. PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK


Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya
dan sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang meningkat jumlahnya.
Glomerulonefritis membranosa ditandai oleh kompleks imun yang terlihat sebagi endapan
padat dalam membran basalis glomerulus dan penebalan yang seragam pada membran basalis
tersebut. Bentuk glomerulonefritis ini pada akhirnya berlanjut menjadi gagal ginjal.
Glomerulosklerosis lokal dapat terjadi spontan pada segala usia, dapat terjadi sesudah
transplantasi ginjal, atau dapat disebabkan oleh penyuntikan heroin. Sepuluh persen anak dan
hampir 20% dewasa yang menderita sindrom nefrotik akan mengalami keadaan ini. Lesi pada
mulanya mengenai sebagian glomerulus yang letaknya lebih dalam dengan menimbulkan
sklerosis hialin. Glomerulus superfisial terkenan belakangan. Lesi ini biasanya menyebabkan
kemunduran fungsi ginjal yang berjalan progresif lambat kendati pada anak-anak dapat terjadi
remisi.
Glomerulonefritis membranoproliferatif menyebabkan lesi progesif lambat di daerah
subendotel membran basalis. Gangguan ini dapat terjadi sesudah infeksi, khususnya unfeksi
streptokokus, dan terutama ditemukan pada anak-anak serta dewasa muda.
Terlepas dari penyebabnya, membran filtrasi glomerulus yang mengalami cedera akan
menyebabkan hilangnya protein plasma, khususnya albumin dan imunoglobulin. Di samping
itu, gangguan metabolik, biokimia, ataupun fisiokimia dalam membran basalis glomerulus
mengakibatkan hilangnya muatan negatif dan peningkatan permeabilitas terhadap protein.
Hipoalbuminemia bukan hanya terjadi karena kehilangan albumin lewat urine, tetapi juga
karena berkurangnya sintesis albumin pengganti di dalam hati. Peningkatan kepekatan plasma
dan berat molekul yang rendah memperberat kehilangan albumin. Hipoalbunemia
menstimulasi hati untuk mensintesis lipoprotein dengan terjadinya hiperlipidemia sebagai
konsekuensi dan faktor pembekuan. Penurunan asupan protein dari makanan bersama dengan
anoreksia, malnutrisi, atau penyakit lain yang menyertai turut menimbulkan penurunan kadar
albumin plasma. Kehilangan imunoglobulin juga meningkatkan kerentanan pasien terhadap
infeksi.
Proteinuria yang ekstensif (lebih dari 3,5 g/hari) dan kadar albumin serum yang rendah
serta terjadi sekunder karena kehilangan albumin lewat ginjal menyebabkan tekanan osmotik
koloid serum yang rendah dan edema. Kadar albumin serum yang rendah juga menimbulkan
hipovolemia dan retensi garam serta air sebagai kompensasi. Hipertensi yang diakibatkan dapat
memicu gagal jantung pada pasien yang fungsi jantungnya sudah terganggu.

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang mungkin dijumpai pada sindrom nefrotik meliputi:
a. Edema periorbital akibat kelebihan muatan cairan
b. Edema dependen yang ringan hingga berat pada pergelangan kaki atau sakrum
c. Hipotensi ortostatik akibat gangguan keseimbangan cairan
d. Asites akibat ketidakseimbangan cairan
e. Genitalia eksterna yang bengkak akibat edema pada daerah yang tergantung
f. Kesulitan pernapasan akibat efusi pleura
g. Anoreksia akibat edema mukosa intestinal
h. Kulit yang pucat dang mengkilap dengan pembuluh vena yang menonjol
i. Diare akibat edema mukosa intestinal
j. Urine berbuih pada anak-anak
k. Perubahan kuelitas rambut yang berhubungan dengan defisiensi protein
l. Pneumonia akibat kerentanan terhadap infeksi

5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
a. Malnutrisi
b. Infeksi
c. Gangguan pembekuan
d. Oklusi vaskuler akibat tromboemboli
e. Aterosklerosis yang dipercepat
f. Anemia hipokromik akibat ekskresi transferin yang berlebihan ke dalam urine
g. Gagal ginjal akut.
6. EVALUASI DIAGNOSIS
Evaluasi diagnosis pada sindrom nefropati diantaranya yaitu :
a. Urinalisis: proteinuria, secara mikroskopik ditemukan hematuria, endapan pada urine, dan
berbusa
b. Urine 24 jam protein meningkat dan kreatinin klirens menurun
c. Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam ginjal: pemeriksaan histologi jaringan ginjal untuk
menegakkan diagnosis
d. Kimia serum: protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida
meningkat, dan gangguan gambaran lipid

7. PENGELOLAAN
Pengelolaan pada sindrom nefrotik yaitu :
a. Mengobati penyebab penyakit glomerulus
b. Kortikosteroid atau imunosupresant untuk menurunkan proteinuria
c. Penatalaksanaan edema secara umum
1) Pembatasan sodium dan cairan
2) Diuretik jika insufiensi ginjal tidak parah
3) Infus garam yang mengandung sedikit albumin
4) Diet suplemen protein

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki pada pengkajian riwayat kesehatan
sekarang peraawat menanyakan hal berikut :
1. Kaji berapa lama keluhan adanya urin out put
2. Kaji omset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan
pusing dan cepat lelah
3. Kaji adanya anoreksia pada klien
4. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah
menerita penyakit edema apakah ada riwayat diriwayat penyakit diabetes militus dan penyakit
hipertensi pada mesa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
Pada pengkajian psokososiokultural, adanya kelemahan fisik wajah dan kaki yang bengkak
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
komposmentis. Pada TTV tidak didapatkan adanya perubahan.
BI (brathing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walaupun secara frekuensi mengalami peningkatan pada fase akut. Pada fase lanjut sering
dikatan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
B2 (blood). Sering ditemukan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban volume.
B3 (brain). Didapatkan edema wajah terutama periorbital sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
B4 (bladder) . perubahan urin out put seperti warna urin berwarna kola.
B5 (bowel). Didapatkan mual muntah anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (bone). Didapatkan kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tunkai dari
keletihan fisik secara umum.
Pengkajian diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan
ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
Pengkajian penata laksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko
komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut meliputi hal – hal
sebagai berikut :

1. Tirah baring
2. Diuretik
3. Adenokortikosteroid, golongan pretnison
4. Diet rendah natrium tinggi protein
5. Terapi cairan. Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan out put diukur secara
cernat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada sindrom nefrotik yaitu :
a. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan proses penyakit.
b. Risiko infeksi yang berhubungan dengan pengobatan imunosupressant
c. Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.

3. INTERVENSI
a. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dapat meningkatkan volume
sirkulasi dan menurunkan edema
KH : Tidak terjadi syok
No Intervensi Rasional
Monitor berat badan setiap Mengetahui keadaan klien
1 hari, asupan dan
pengeluaran, dan BJ urin
Monitor CVP (jika Mengetahui keadaaan klien
diindikasikan), tanda vital,
2 tekanan darah ortosy=tatik,
dan irama jantung untuk
mendeteksi hipovolemia
Berikan diuretik atau Agar tidak terjadi penurunan
imunosupresant sesuai volume cairan
3
dengan resep dan evaluasi
respon pasien
Infus albumin sesuai Menambah asupan albumin
4
anjuran pada klien
Menganjurkan pasien untuk Membantu mobilisasi edema
5
bedrest selama beberapa hari
Tekan secara perlahan untuk Menghilangkan edema
menyalurkan sodium dan
6
cairan jika terjadi edema
berat atau diet tinggi protein

b. Risiko infeksi yang berhubungan dengan pengobatan imunosupressant


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi infeksi pada pasien
KH : Tidak ada tanda infeksi
No Intervensi Rasional
1 Monitor tanda dan gejala Mengetahui ada tidaknya
infeksi infeksi
2 Monitor suhu tubuh dan Mengetahui keadaan klien
hasil laboratorium untuk
mengetahui neutropenia
3 Gunakan teknik aseptik pada Agar tidak terjadi infeksi
setiap prosedur invasif dan
saat menyentuh pasien serta
semua kontak cuci tangan.

c. Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
KH : Tidak terjadi edema
Intervensi Rasional
Kaji adanya edema Kecurigaan gagal kongestif / kelebihan
ekstermitas volume cairan
Tirah baring klien pada saat Menjaga klien dalam keadaan tirah
edema masih terjadi baring selama beberapa hari, untuk
meningkatkan deuresis guna
mengurangi edema
Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang
dapat diketahui dari meningkatnya
tekanan darah
Ukur intake dan out put urin Penurunan curah jantung,
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium / air, dan penurunan urin
output.
Timbang BB Perubahan tiba tiba dari berat badan
menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan O2 untuk
dengan nasal kanul / kebutuhan mokaard untuk melawan
masker sesuai dengan efek hipoksia / iskemia
indikasi
Kolaborasi :
1. Diet tanpa garam Natrium meninkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma.
2. Berikan diet tinggi protein Diet tinggi protein untuk menurunkan
tinggi kalori insufiensi renal dan retensi Nitrogen
yang akan meningkatkan BUN. Diet
tnggi kalori untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein

Diuretik bertujuan untuk menurunkan


3. Berikan diuretik, contoh : plasma dan menurunkan retensi cairan
vurosemide di jaringan sehingga menurunan resiko
terjadinya edema paru

Adenokortokosteroid, golongan
pretnison digunakan untik menurunkan
4. Adenokortikosteroid, proteinuria.
golongan pretnison
Pasien yang mendapat terapi deuretik
mempunyai resiko terjadi hipokaemia
5. Pantau data laboratorium sehingga perlu dipantau
elektrolit kalium

BAB III

A. KESIMPULAN
1. Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema menandai sindrom
nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah glomelurus.
2. Etiologi dari sindrom nefrotik yaitu nefrosis lipid, glomerulonefritis membranosa,
glomerulonefritis membranoproliferatif
3. Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya dan
sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang meningkat jumlahnya.
4. Manifestasi klinis diantaranya yaitu edema periorbital akibat kelebihan muatan cairan dan
edema dependen yang ringan hingga berat pada pergelangan kaki atau sakrum.
5. Komplikasi dari sindrom nefrotik diantaranya yaitu : anemia hipokromik akibat ekskresi
transferin yang berlebihan ke dalam urine dan gagal ginjal akut.
6. Evaluasi diagnosis pada sindrom nefropati diantaranya yaitu : urinalisis: proteinuria, secara
mikroskopik ditemukan hematuria, endapan pada urine, dan berbusa
7. Pengelolaan pada sindrom nefrotik yaitu : mengobati penyebab penyakit glomerulus dan
kortikosteroid atau imunosupresant untuk menurunkan proteinuria
B. SARAN
1. Perawat harus memberikan rasa nyaman pada pasien agar pasien tidak mengalami nyeri.
2. Perawat harus membantu pasien dalam memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari
3. Perawat harus memotivasi pasien agar pasien cepat sembuh dan tidak terpuruk dengan
penyakitnya
4. Perawat harus memjelaskan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien pada
pasien/keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Kowalak dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media Aesculapius

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.

Jakarta : EGC

Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Diposkan oleh oktavy wardhani di 12:43 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Label: Asuhan Keperawatan
Reaksi:
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Translate
Select Language ▼

Arsip
 ► 2014 (12)

 ▼ 2013 (52)
o ▼ November (25)
 Askep Sindrom Nefrotik
 Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1
 Bunuh Diri (Susaide)
 Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
 TYPES OF DIET
 Gangguan Jiwa PPDGJ II
 TIFUS (Thypoid Fever)
 Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)...
 Askep Gagal Ginjal Kronis (GGK)
 Askep Hidronefrosis
 Askep Diabetik Nefropati
 Askep Diabetes Insipidus
 Askep Gonorhea (Kencing Nanah)
 Askep Tinea Pedis
 Luka Bakar
 Askep Diare (Gastroenteritis)
 Askep Kanker Esofagus
 Askep Esofagitis (Radang Tenggorokan)
 The Home Nurse
 Askep Kanker Rongga Mulut
 Askep Stomatitis (Sariawan)
 Askep Kanker Lambung
 Askep Penolakan Transplantasi Organ
 Askep Kanker Laring
 Askep Ileus
o ► September (22)
o ► August (2)
o ► July (1)
o ► June (1)
o ► May (1)

 ► 2012 (36)

 ► 2011 (5)

Labels
 AGAMA (5)
 Asuhan Keperawatan (21)
 Kesehatan (5)
 Makalah Keperawatan (12)
 Materi Kuliah (51)
Ads Powered
by:KumpulBlogger.com

Search This Blog

About Me

oktavy wardhani
View my complete profile
TURUN 3-5 KG dalam SEMINGGU..! SOLUSI PROBLEM DUNIAWI!!!
Simpelet 3
ATASI MASALAH PASUTRI DI PERUT KEMPES DALAM 3 HARI..!
RANJANG Rekom Boyke Simpelet 3

Entri Populer
 MAKALAH DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

MAKALAH DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) BAB I A. LATAR


BELAKANG Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue
adalah p...

 Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A. LATAR BELAKANG Terapi


kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bers...

 Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A. Kondisi klien Data Subjektif:


1. Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2. Mengu...

 Askep Hidronefrosis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hidronefrosis merupakan


penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karen...

 Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri
atau menarik diri : Menarik D iri (Isolasi Sosial)...

 Askep Tinea Pedis

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tinea Pedis BAB I PENDAHULUAN


A. Latar belakang System integument adalah suatu sistem yan...

Google+ Followers
Total Pageviews
Google+ Badge
91122
Watermark template. Template images by PLAINVIEW. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai