Anda di halaman 1dari 11

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

“TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH


OTONOMI DAERAH BARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN
PERATURAN PEMERINTAH NO. 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA
PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN,
DAN PENGGABUNGAN DAERAH”

OLEH:

HASAN HASIM

H1A1 16 638

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
Tata Cara Pembentukan Dan Penggabungan Daerah Otonomi Daerah Baru
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah

Daerah Otonomi Baru (DOB) merupakan daerah hasil pemekaran atau


penggabungan dari daerah induk. Pembentukan, penghapusan, serta
penggabungan daerah otonomi baru berikut dengan tata caranya tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah RI No. 78 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

PEMBENTUKAN DAERAH
Pembentukan daerah otonomi baru sebagaimana yang disebutkan pada pasal
32 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dibagi menjadi dua jenis,
yaitu pemekaran daerah yang diatur pada Pasal 33-43 dan penggabungan daerah
yang diatur dalam Pasal 44-47.
1. Pemekaran Daerah

Pasal 33 menjelaskan bahwa pemekaran daerah terjadi karena adanya


pemecahan daerah provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua atau lebih daerah
baru; atau terjadi karena adanya penggabungan bagian daerah provinsi dari
daerah yang bersanding dalam satu daerah provinsi menjadi satu daerah baru,
dimana pemekaran daerah ini harus melalui tahapan-tahapan persiapan daerah
baru serta memenuhi persyaratan dasar dan administratif. Kemudian, pada
pasal 34, menjelaskan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk
melakukan pemekaran daerah yang meliputi persyaratan dasar kewilayahan
dan dasar wilayah, serta luas wilayah minimal, jumlah penduduk minimal,
batas wilayah, cakupan wilayah, batas usia minimal daerah provinsi,
kabupaten/kota, dan juga kemampuan daerah untuk berkembang untuk
kesejahteraan masyarakat. Pada pasal 35, dijelaskan bahwa luas wilayah
minimal dan jumlah penduduk minimal ditentukan berdasarkan
pengelompokan pulau atau kepulauan yang diatur dalam peraturan pemerintah.
Sedangkan batas wilayah harus dibuktikan dengan titik koordinat pada peta
dasar. Selain itu, juga dijelaskan mengenai cakupan wilayah yang setidaknya
memiliki 5 daerah kabupaten/kota untuk pembentukan daerah provinsi,
minimal memilliki 5 kecamatan untuk pembentukan daerah kecamatan, dan
minimal 4 kecamatan untuk pembentukan daerah kota. Untuk batas usia
minimal yang diperlukan adalah minimal 10 tahun untuk daerah provinsi, 7
tahun untuk daerah kabupaten/kota, dan 5 tahun untuk kecamatan terhitung
sejak pembentukan.

Pasal 36 menguraikan persyaratan dasar kapasitas daerah yang


didasarkan pada parameter a. geografi, meliputi lokasi ibu kota, hidrografi, dan
kerawanan bencana; b. demografi, meliputi kualitas sumber daya manusia dan
distribusi penduduk; c. keamanan, meliputi tindakan criminal umum dan
konflik social; d. social politik, adat dan tradisi, meliputi partisipasi masyarakat
dalam pemeliharaan umum, kohesivitas social, dan organisasi kemasyarakatan;
e. potensi ekonomi, meliputi pertumbuhan ekonomi dan potensi unggulan
daerah; f. keuangan daerah, meliputi kapasitas pendapatan asli daerah induk,
potensi pendapatan asli calon daerah persiapan, dan pengelolaan keuangan dan
aset daerah; g. kemampuan penyelenggaraan pemerintahan, meliputi
aksebilitas pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, jumlah
pegawai aparatur sipil Negara di daerah induk, dan rancangan rencana tata
ruang wilayah daerah persiapan. Lebih lanjut, pasal 37 menjelaskan mengenai
persyaratan administrative yang harus dipenuhi oleh daerah provinsi antara
lain persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota dengan bupati/walikota daerah
yang bersangkutan. Sedangkan untuk daerah kabupaten/kota meliputi
keputusan musyawarah desa terkait, persetujuan bersama DPRD
kabupaten/kota induk dengan bupati/walikota daerah induk, dan persetujuan
bersama DPRD dengan gubernur dari daerah terkait. Kemudian, pada pasal 38
dijelaskan lebih jauh mengenai usulan pembentukan daerah persiapan yang
dilakukan oleh gubernur kepada Pemerintah pusat, DDR atau DPD RI setelah
memenuhi persyaratan dasar dan administrative, yang kemudian usulan
tersebut dilakukan penilaian atas pemenuhan persyaratannya. Hasil penilaian
tersebut kemudian disampaikan kepada DPR atau DPD RI, yang apabila
memenuhi persyaratan maka dibentuklah tim kajian independen yang bertugas
untuk mengkaji persyaratan dasar kapasitas daerah. Hasil kajian tersebut
kemudian disampaikan kedada Pemerintah pusat untuk dikonsultasikan kepada
DPR dan DPD RI, dimana hasil konsultasi tersebut menjadi bahan
pertimbangan Pemerintah Pusat untuk menetapkan kelayakan pembentukan
Daerah Persiapan.

Pasal 39 menjelaskan bahwa daerah persiapan ditetapkan dengan


peraturan pemerintah dengan jangka waktu selama 3 bulan yang dipimpin oleh
kepala daerah persiapan dalam hal ini untuk kepala daerah persiapan provinsi
merupakan pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan diangkat serta
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri; dan kepala daerah
kabupaten/kota juga adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan
yang diangkat serta diberhentikan oleh Menteri atas usul gubernur. Adapun
persyaratan kepala daerah persiapan diatur dalam peraturan pemerintah. Pada
pasal 40, dipaparkan mengenai pendanaan yang berasal dari bantuan
pengembangan Daerah Persiapan yang bersumber dari APBN, bagian
pendapatan dari pendapatan asli daerah induk yang berasal dari daerah
persiapan, penerimaan dari bagian dana perimbangan daerah induk, dan
sumber pendapatan lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Pendanaan penyelenggaraan pemerintah pada Daerah persiapan ini ditetapkan
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah induk. Sedangkan pada pasal
41, diuraikan mengenai kewajiban daerah induk terhadap daerah persiapan,
antara lain membantu penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan,
melakukan pendataan personel, pembiayaan, peralatan dan dokumentasi,
membuat pernyataan kesediaan untuk menyerahkan personel, pembiayaan,
peralatan dan dokumentasi apabila daerah persiapan ditetapkan menjadi daerah
baru, serta menyiapkan dukungan dana. Selain itu, juga diuraikan tentang
kewajiban daerah persiapan yang meliputi, menyiapkan sarana dan prasarana
pemerintahan, mengelola personel, pembiayaan, peralatan, dan dokumentasi,
membentuk perangkat daerah persiapan, melaksanakan pengisian jabatan
aparatur sipil Negara pada perangkat daerah persiapan, mengelola anggaran
belanja daerah persiapan, dan menangani pengaduan masyarakat. Adapun
masyarakat di daerah persiapan turut berpartisipasi dan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan oleh
daerah persiapan.

Pasal 42 menjelaskan bahwa pemerintah pusat melakukan pembinaan,


pengawasan, dan evaluasi terhadap daerah persiapan, DPR dan DPD RI
melakukan pengawasan terhadap daerah persiapan, dan pemerintah pusat
menyampaikan perkembangan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap
daerah persiapan kepada DPR dan DPD RI. Sedangkan pasal 43
mengungkapkan bahwa pemerintah pusat melakukan evaluasi akhir masa
daerah persiapan untuk menilai kemampuan daerah persiapan tersebut dalam
melaksanakan kewajibannya, yang kemudian hasil evaluasi akhir tersebut
dikonsultasikan kepada DPR dan DPD RI. Jika daerah persiapan dinyatakan
layak, maka statusnya ditingkatkan menjadi daerah baru dan ditetapkan dengan
undang-undang. Namun, jika dinyatakan tidak layak, maka statusnya sebagai
daerah persiapan dicabut dengan PP dan dikembalikan ke daerah induk. Daerah
baru yang terdiri atas pulau-pulau, selain memuat cakupan wilayahnya juga
harus memuat perincian nama pulau yang berada dalam wilayahnya.
Kemudian, daerah baru tersebut melakukan pemilihan kepala daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun tata cara pembentukan daerah diatur dalam pasal 14 sampai


dengan pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahum 2007 dalam tulisan kali
ini saya tidak menjelaskan secara rinci terkait pasal demi pasalnya, namun
perlu kita ketahui dalam pasal-pasal tersebut secara garis besar tampaknya
menggabungkan obsesi kuat untuk ”memperjelas” syarat dan sekaligus
”memperketat/membatasi” kemungkinan terbentuknya daerah baru dengan
banyaknya persetujuan pemerintah yang menjadi syarat dalam pembentukkan
daerah otonomi baru, tidak hanya itu aspirasi dari masyarakat juga sangat
penting yang harus dituangkan dalam suatu bentuk Keputusan Badan
Permusyawatan Desa (BPD) atau Forum Komunikasi (Forkom) Kelurahan.
Aspirasi lapis akar rumput ini menjadi dasar lanjutan bagi DPRD untuk
membuat keputusan yang akan ditindaklanjuti Kepala Daerah. Pada batas
tertentu, klausul baru ini dapat memberi kejelasan, formalisasi dan
akomodasi arus bawah demokrasi.
Selain itu dalam salah satu pasalnya membahas penambahan jumlah
minimal daerah pendukung, dalam pasal lain juga memperketat batasan
waktu pemekaran yang usia minimal untuk pemekaran lagi ditetapkan secara
jelas, yakni berusia 10 tahun untuk Propinsi dan 7 tahun untuk
Kabupaten/Kota.

2. Penggabungan Daerah

Penggabungan daerah dalam pasal 44 berupa penggabungan dua daerah


kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu daerah provinsi menjadi
daerah kabupaten/kota baru, serta penggabungan dua atau lebih daerah provinsi
yang bersanding menjadi daerah provinsi baru. Penggabungan daerah
dilakukan berdasarkan kesepakatan daerah yang bersangkutan dan hasil
evaluasi pemerintah pusat. Sedangkan dalam pasal 45, penggabungan daerah
disebutkan bahwa harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan
dasar kapasitas daerah. Ketentuan persyaratan administrative dan persyaratan
dasar kapasitas daerah berlaku secara mutatis mutandis terhadap persyaratan
administrative dan persyaratan dasar kapasitas daerah penggabungan daerah.
Pada pasal 46, dijelaskan bahwa penggabungan daerah kabupaten/kota
diusulkan oleh gubernur kepada pemerintah pusat, DPR atau DPD RI setelah
memenuhi persyaratan administrative. Sementara penggabungan daerah
provinsi diusulkan secara bersama oleh gubernur daerah terkait kepada
pemerintah pusat, DPR atau DPD RI setelah memenuhi persyaratan
administrative. Atas usulan tersebut, pemerintah pusat melakukan penilaian
terhadap pemenuhan persyaratannya, yang kemudian hasilnya disampaikan
kepada DPR dan DPD RI. Jika dinyatakan memenuhi persyaratan
administrative, dibentuklah tim kajian independen yang bertugas melakuakn
kajian terhadap persyaratan kapasitas daerah, yang kemudian hasil kajian
tersebut disampaikan kepada pemerintah pusat untuk selanjutnya
dikonsultasikan kepada DPR dan DPD RI. Hasil konsultasi tersebut menjadi
bahan pertimbangan dalam pembentukan undang-undang mengenai
penggabungan daerah. Jika penggabungan daerah dinyatakan tidak layak,
pemerintah pusat, DPR atau DPD RI menyampaikan penolakan secara tertulis
yang disertai alasan penolakan kepada gubernur. Sedangkan pada pasal 47
menjelaskan bahwa penggabungan daerah dilakukan karena daerah atau
beberapa daerah tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penilaian
terhadap kemampuan menyelenggarakan otonomi daerah dilakukan oleh
pemerintah pusat, yang kemudian mengajukan rancangan undang-undang
mengenai penggabungan daerah kepada DPR dan DPD RI, yang apabila
disetujui maka ditetapkan menjadi undang-undang.

Adapun tata cara penggabungan daerah, perlu kita ketahui bahwa


penggabungan daerah adalah penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang
bersandinga, Alasan pengajuan penggabungan suatu daerah antara lain ;kebutuhan
untuk pemerataan ekonomi daerah, kondisi geografis yang terlalu luas, perbedaan
Basis Identitas, kegagalan pengelolaan konflik komunal, dan adanya insentif
fiskal. Dalam PP No.78 Tahun 2007 penggabungan daerah diatur dalam pasal 22
sampai dengan pasal 23. Pasal 22 berbunyi (1) Daerah otonom dapat dihapus,
apabila daerah yang bersangkutan dinyata tidak mampu menyelenggarakan
otonomi daerah. (2) Penghapusan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi
daerah dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan
publik dan daya saing daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (3) Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digabungkan dengan daerah lain yang bersandingan berdasarkan hasil kajian.
Dan berikut tata cara penggabungan daerah menurut pasal 23 PP No. 78
Tahun 2007
(1). Berdasarkan proses evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2). Menteri menyampaikan hasil evaluasi kemampuan
penyelenggaraan otonomi daerah kepada DPOD bersidang untuk
membahas hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3). Dalam hal sidang DPOD menilai daerah tertentu tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah, DPOD merekomendasikan
agar daerah tersebut dihapus dan digabungkan ke daerah lain.
(4). Menteri meneruskan rekomendasi DPOD sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada Presiden.
(5)Apabila Presiden menyetujui usulan penghapusan dan
penggabungan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri
menyiapkan rancangan undang-undang tentang penghapusan dan
penggabungan daerah.

Dari pasal diatas dalam regulasi dapat disimpulkan bahwa, kebijakan


penggabungan daerah dapat diberlakukan bagi daerah yang tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah dengan baik, dalam hal ini pelaksanaan
pelayanan publik dll, yang merupakan tujuan pemekaran dan penggabungan
daerah otonom baru dari pemekaran dan pembentukan daerah otonomi untuk
lebih meningkatkan pelayanan publik, kehidupan serta kesejahteraan
masyarakat setempat. Perlu diketahui bahwa kemampuan daerah dalam
melaksanakan kewenangan setelah pemekaran tidak sama karena masing-
masing mempunyai kondisi dan karakteristik yang berbeda. Sehingga
pada kenyataan perkembangan selajutnya banyak daerah hasil pemekaran
belum atau kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat bahkan berpotensi
menimbulkan permasalahan baru seperti sengketa batas wilayah, perebutan
lokasi ibukota, dan konflik lainnya. Terutama dalam bidang
pertumbuhan ekonomi yang belum membuahkan hasil terlihat dari kemiskinan
dan pengangguran yang belum teratasi. Perlu dipertimbangan permasalahan-
permasalahan yang ditimbulkan dari pemekaran daerah seperti jumlah
penduduk apakah telah sesuai dengan luas wilayah, Perkembangan penduduk
yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan terutama lahan yang ditempati
akan menjadi sempit, atau sebaliknya. Hal ini akhirnya menimbulkan
permasalahan, akibat dari permasalahan inilah yang memicu penggabungan daerah
otonom ataupun penghapusan daerah otonom bagi daerah-daerah yang tidak bisa
menjalankan dengan baik atas kewenangan yang telah diberikan untuk menegelola
daerahnya sendiri.

TATA CARA PENGGABUNGAN DAERAH OTONOMI BARU


BERDASARKAN UU NO 23 TAHUN 2014
Banyak yang memahami bahwa otonomi daerah saat ini adalah
membentuk daerah kabupaten/kota dan provinsi baru dengan cara membagi
wilayah daerah yang sudah ada, namun pembentukan suatu daerah dapat pulah
dilakukan dengan cara penggabungan antara satu daerah dengan daerah lain.
Maka apabila Dirujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurusi
sendiri urusan pemerintahan menurut tugas pembantuan. Pemerintah daerah
meliputi gubernur, bupati, walikota dan perangkat daerah sebagai penyelenggara
pemerintahan daerah. Peran pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang
dilakukan dalam bentuk pelaksanaan otonomi daerah sebagai suatu hak,
wewenang dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
undangundang. Pemerintah daerah lebih difungsikan sebagai pelaksana teknis
kebijakan desentralisasi. Konstelasi ini, tidak mengherankan bila keberadaan
desentralisasi lebih dipahami pemerintah daerah sebagai kewajiban daripada
sebagai hak.

Penggabungan wilayah adalah menggabungkan beberapa wilayah menjadi


satu. Dalam Pasal 44 UU No. 23/2014 penggabungan daerah yang dimaksud
adalah penggabungan dua daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding
dalam satu daerah provinsi menjadi daerah kabupaten/kota yang baru; dan
penggabungan dua daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi daerah
provinsi baru, yang dilakukan berdasarkan kesepakatan daerah yang
bersangkutan; harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan dasar
kapasitas daerah yang tertera dalam Pasal 37 dan berlaku secara mutatis mutandis,
dan hasil evaluasi pemerintahan pusat; harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dalam Pasal 36 yang berlaku secara mutatis mutandis.

Dalam Pasal 47 ditegaskan bahwa penggabungan daerah dilakukan dalam


hal daerah atau beberapa daerah tidak mampu menyelenggarakan Otonomi
Daerah. Penilaian terhadap kemampuan menyelenggarakan otonomi daerah
dilakukan oleh pemerintah pusat. Selanjutnya pemerintah pusat mengajukan
rancangan undang-undang mengenai penggabungan daerah kepada DPR RI dan
DPD RI, apabila rancangan undang-undang disetujui maka ditetapkan menjadi
undang-undang. Dimana Penggabungan Daerah berdasarkan :

1. kesepakatan Daerah yang bersangkutan; dimana apabila kedua daerah


setuju dalam merangkaikan penggabungan dengan melalui tahapan yang
paling sederhana yakni dengan saling sepakat yang dilatar belakangi oleh
kemanfaatan apabila penggabungan itu terjadi.
2. hasil evaluasi Pemerintah Pusat; pemerintah pusat mengetahui potensi
setiap daerah apakah layak atau pantas melakukan penggabungan daerah yang
dirujuk atas beberapa factor seperti yang telah dijabarkan diatas. Yang dimana
penggabungan dibagi atas daerahnya :

1) Penggabungan Daerah kabupaten/kota yang dilakukan berdasarkan


kesepakatan Daerah yang bersangkutan, diusulkan oleh gubernur kepada
Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi persyaratan
administratif.

2) Penggabungan Daerah provinsi yang dilakukan berdasarkan kesepakatan


Daerah yang bersangkutan diusulkan secara bersama oleh gubernur yang
Daerahnya akan digabungkan kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau
DPD RI setelah memenuhi persyaratan administratif.

3) Penggabungan Daerah berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat


dilakukan dalam hal Daerah atau beberapa Daerah tidak mampu
menyelenggarakan Otonomi Daerah.

Anda mungkin juga menyukai