Anda di halaman 1dari 12

@ 2019 Agung Dalyanto

Tugas Semester Genap 2019


Analisis Kebijakan Pendidikan
Program Doktor Ilmu Pendidikan UNS
Dosen :
Prof. Dr. Baedhowi, M.Si.

Ringkasan Materi Kuliah


ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANAGAN KURIKULUM DI INDONESIA

A. Latar Belakang

Kurikulum berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan untuk balap kereta
kuda yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman kaisar Gaius Julius Caesar
di abad pertama tahun masehi. Namun, istilah tersebut digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep yang abstrak (Mulyasa, 2004). Dalam pandangan klasik,
lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah
(Yulaelawati, 2004). Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah,
itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa: “A Curriculun
is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for
the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu
yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan
Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh
pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has
changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences
which are offered to learners under the auspices or direction of school (Suparman,
2001).

Melongok kondisi Indonesia jika membicarakan pendidikan apalagi persoalan


kurikulum untuk saat ini sangat kompleks. Beragam kurikulum yang pernah ada di
Indonesia ternyata masih belum mampu memberikan solusi yang dapat meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Kondisi seperti itu seiring dengan di tandai oleh

1
rendahnya mutu kelulusan, fasilitas dan sarana yang kurang memadai, serta banyak hal
lain yang melingkupi problematika pendidikan kita. Begitu kompleksnya problem
pendidikan di Indonesia berujung kepada keprihatinan terhadap kualitas sumber daya
manusianya. Sebagai catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP
menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112, jauh
di bawah Filipina (25), Malaysia (58), Brunai Darussalam (31) dan Singapura (28).
Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk melakukan pembenahan-
pembenahan, khususnya sektor pendidikan. Karena dengan pendidikan itu akan mampu
melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, mandiri serta mampu menghadapi
beragam tantangan zaman (Rosyada.2004).

Kurikulum sebagai rancangan, disaign dengan segala bentuk materi, pelaksana,


fasilitas dan sebagainya yang mampu membentuk dan mencetak generasi atau SDM
yang sesuai dengan cita-cita atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya
(Sukmadinata, 1997). Hal ini menunjukkan peran penting kurikulum demi kemajuan
bangsa. Akan tetapi, konsep atau sketsa kurikulum yang ideal tanpa didukung oleh
pelaksana yang handal dan segala fasilitas yang memadai tentu nonsen akan
menghasilkan mutu yang bagus sesuai harapan.

Dalam kaitanya dengan kurikulum ini perlu kita ketahui bahwa berdasarkan
perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia telah terdapat beberapa kurikulum yang
pernah dilalui dan itu telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi saat itu,
di antaranya: tahun 1947, 1952, 1968, 1984, 1994 dan tahun 2004 . Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Kurikulum pendidikan di Indonesia telah berganti berkali-kali sejak merdeka.


Berikut adalah perkembangan kurikulum di Indonesia sampai Kurikulum 2013 (K13)

2
Gambar. 1. Perkembangan kurikulum di Indonesia
Sumber : http://kurikulum.kemdikbud.go.id/infos

1. Kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947

Ini adalah kurikulum pertama sejak Indonesia merdeka. Perubahan arah pendidikan
lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Saat itu
mulai ditetapkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana
Pelajaran 1947, dan baru dilaksanakan pada 1950.

Karena kurikulum ini lahir dikala Indonesia baru merdeka, maka pendidikan yang
diajarkan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka,
berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran
1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

3
2. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952

Adanya kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci


setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Seperti setiap pelajaran
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara
jelas seorang guru mengajar satu mata pelajaran.

3. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964

Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana


Pendidikan 1964. Kurikulum ini bercirikan bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD.
Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.

4. Kurikulum 1968

Kurikulum pertama sejak jatuhnya Soekarno dan digantikan Soeharto. Bersifat politis
dan menggantikan Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni.

Cirinya, muatan materi pelajaran bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan


permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik sehat
dan kuat.

4
5. Kurikulum 1975

Pemerintah memperbaiki kurikulum pada tahun itu. Kurikulum ini menekankan


pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan SD
Departemen Pendidikan Nasional kala itu, kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep
di bidang manajemen MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal
dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

6. Kurikulum 1984

Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan


pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
“Kurikulum 1975 disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model
ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan


kurikulum kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Namun,
perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan,
disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai
muatan lokal. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

8. Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)

Pada 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti


Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung
tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan
pembelajaran.

5
KBK mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.

9. Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem
pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan
penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata
pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).

10. Kurikulum 2013

Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek
penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku.
Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang
dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di
materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah
materi Matematika.

B. Dasar Hukum
Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia dijadikan pijakan dalam pengembangan
kurikulum atau sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kurikulum
yang telah dibuat.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

6
a. Penjelasan umum menjelaskan bahwa strategi pendidikan nasional dalam
undang undang ini meliputi pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK).
b. Pada pasal 35 dijelaskan bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
c. Pada pasal 36, terdapat penjelasan tentang acuan dan prinsip penyusunan
kurikulum yaitu: (1) mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, (3) Sesuai dengan
jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia;
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi
daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan
dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama;
dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
d. Pada pasal 38 dijelaskan bahwa (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah, (2) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menengah.
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional.
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.

7
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013.

C. Permasalahan Pengembangan Kurikulum


Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami
Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran
dan pendidikan Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum:

1. Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks


Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan
di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan
terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Ssiswa harus berusaha keras
untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan
mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan
lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi
tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang
mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang.
Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru
akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru
akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini
tidak sesuai dengan peran guru. Kurikulum di Indonesia yang cenderung fokus pada
kemampuan intelektual membuat bakat atau soft skill siswa tidak berkembang. Padahal,
sebenarnya bakat siswa bermacam-macam dan tidak bisa dipaksa harus berada di suatu
bidang saja. Akibat soft skill yang kurang tergali, di katakan Rektor Universitas Pakuan,
Bibin Rubini saat ini tawuran serta bentrok makin marak. Selain itu, Bibin juga
mengingatkan banyaknya aturan dan ketentuan yang ada dalam sistem pendidikan tidak
diimplementasikan. "Jika dilihat, sistem pendidikan kita tidak jauh berbeda dengan
negara lain. Hanya saja, di negara lain diimplementasikan dengan baik, sedangkan di
kita hanya sekadar aturan," misalnya kebijakan sekolah gratis tidak diterapkan dengan
baik sehingga masih banyak siswa tidak mampu yang tidak bisa mengenyam pendidikan
karena keberatan dengan biaya pendidikan yang mahal. Jadi kebijakan yang ada

8
diimplementasikan dengan baik, terutama soal wajib belajar, maka angka partisipasi
kasar pendidikan kita tentu akan semakin meningkat (A-155/A-89).

2. Seringnya Berganti Nama


Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan
tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum,
tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan,
pengubahan nama kurikulum mampu disajikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Pengubahan nama kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup banyak.
Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut
digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.

3. Kurangnya sumber prinsip pengembangan


Pengembangan suatu kurikulum tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk
menunjukan dari mana asal mula lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum.
Sumber prinsip pengembangan kurikulum yang dimaksud adalah data empiris
(pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil
penelitian), cerita/legenda yang hidup di masayaraksat (folklore of curriculum), dan akal
sehat (common sense).
Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu sifatnya
sangat terbatas. Terdapat banayk data yang bukan diperoleh dari hasil penelitian juga
terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang komploks, diantaranya adat
kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curiculum). Ada juga hasil pemikiran
umum atau akal sehat (common sense).

D. Solusi
Dari masalah-masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tentu akan ada solusi
yang mampu untuk memecahkannya.
Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan :

9
1. Mengubah paradigma dari pengajaran yang berbasis sistetik-materialistik menjadi
religius. Solusi ini menunjukan akan berkurangnya kemerosotan moral. Dimana
tidak akan ada lagi siswa cerdas yang tidak bermoral.
2. Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk
mencapai suatu tujuan yang sebenarnya.
3. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke
sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang
terbelakang pendidikan.
4. Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin.
5. Membersihkan organ-organ kurikulum darin oknum-oknum tak bertanggung jawab.
6. Mengadakan studi kasus penelitan di setiap daerah Nusantara, agar dapat melahirkan
pengalaman dan dokumentasi yang kuat dan efektif dalam pengembangan
kurikulum. Studi kasus penelitian ini seperti “Mempelajari dan memahami
kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, keputusan
pemerintah, peraturan-peraturan daerah dan lain sebagainya, Menganalisis
budaya masyarakat tempat sekolah berada, Menganalisis kekuatan serta potensi-
potensi daerah, Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja, Menginterpretasi
kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat”.
Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan,
karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah
satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum
disusun bukan saja harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat,
tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebuadayaan seperti kehidupan
keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya.
2. Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan
perubahan masyarakat, maka kurikulum harus disusun dengan memperhatikan unsur
fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut senantiasa relevan
dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan
perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial
budaya yang ada pada saat itu.

10
3. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam
masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi
sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Kemajuan dalam bidang
teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian teknologi
baru itu kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan mempersiapkan para siswa
tersebut agar mampu hidup dalam teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-
benar dapat mengemban peran dan fungsinya sebagai lembaga modernisasi.

E. Kesimpulan
Indonesia mengalami kemerosotan di bidang pendidikan. Jika dibandingkan
dengan negara lain, Indonesia menduduki peringkat di bawah negara-negara di Asia.
Hal ini sangat berkatan dengan masalah-masalah kurikulum yang dihadapi Indonesia.
Masalah kurikulum di Indonesia dapat diselesaikan tidak cukup dengan mengganti
namanya saja, melainkan harus melakukan perombakan secara menyeluruh dari
kurikulum.
Masalah kurikulum juga terletak dari sarana dan prasarana yang kurang merata.
Selain itu, kurikulum Indonesia yang terlalu kompleks, kurangnya sumber prinsip
pengembangan dan membebani siswa beserta guru yang berkaitan menjadikan kurang
maksimalnya pembelajaran.
Kurikulum itu never ending, sehingga kurikulum harus menyesuaikan pada
jamannya. Kurikulum harus dinamis yang memberikan kesempatan untuk
mengembangkan sesuai dengan wilayah dan budaya lokal masing-masing. Kurikulum
harus mengadopsi jamannya.o

DAFTAR PUSTAKA
Djati, S. (2001). Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru
Pendidikan”, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Mulyasa. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,,


Implementasi dan Inovasi. Bandung: Remaja Rosdakaraya. p. 15
Rahmadhi, S. (1989). Masalah Pendidikan di Indonesia, Jakarta: CV Miswar.

11
Rosyada, D. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Rosyada. (2004). ”Paradigma Pendidi kan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”.Jakarta: Kencana. p. 25-30.
Sukmadinata, S. (1997). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
Suparman, M. Atwi, (2001). Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PAU-
PPAI, Universitas Terbuka.

Suparman. (2001). Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PAU-PPAI.


Universitas Terbuka. p. 23-35.
Tilaar, H.A.R, (1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi:
Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo persada.

Yulaelawati. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi.


Bandung: Pakar Raya. p. 38

12

Anda mungkin juga menyukai