A. Latar Belakang
Kurikulum berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan untuk balap kereta
kuda yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman kaisar Gaius Julius Caesar
di abad pertama tahun masehi. Namun, istilah tersebut digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep yang abstrak (Mulyasa, 2004). Dalam pandangan klasik,
lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah
(Yulaelawati, 2004). Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah,
itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa: “A Curriculun
is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for
the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu
yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan
Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh
pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has
changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences
which are offered to learners under the auspices or direction of school (Suparman,
2001).
1
rendahnya mutu kelulusan, fasilitas dan sarana yang kurang memadai, serta banyak hal
lain yang melingkupi problematika pendidikan kita. Begitu kompleksnya problem
pendidikan di Indonesia berujung kepada keprihatinan terhadap kualitas sumber daya
manusianya. Sebagai catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP
menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112, jauh
di bawah Filipina (25), Malaysia (58), Brunai Darussalam (31) dan Singapura (28).
Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk melakukan pembenahan-
pembenahan, khususnya sektor pendidikan. Karena dengan pendidikan itu akan mampu
melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, mandiri serta mampu menghadapi
beragam tantangan zaman (Rosyada.2004).
Dalam kaitanya dengan kurikulum ini perlu kita ketahui bahwa berdasarkan
perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia telah terdapat beberapa kurikulum yang
pernah dilalui dan itu telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi saat itu,
di antaranya: tahun 1947, 1952, 1968, 1984, 1994 dan tahun 2004 . Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
2
Gambar. 1. Perkembangan kurikulum di Indonesia
Sumber : http://kurikulum.kemdikbud.go.id/infos
Ini adalah kurikulum pertama sejak Indonesia merdeka. Perubahan arah pendidikan
lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Saat itu
mulai ditetapkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana
Pelajaran 1947, dan baru dilaksanakan pada 1950.
Karena kurikulum ini lahir dikala Indonesia baru merdeka, maka pendidikan yang
diajarkan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka,
berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran
1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
3
2. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
4. Kurikulum 1968
Kurikulum pertama sejak jatuhnya Soekarno dan digantikan Soeharto. Bersifat politis
dan menggantikan Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni.
4
5. Kurikulum 1975
6. Kurikulum 1984
5
KBK mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem
pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan
penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata
pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek
penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku.
Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang
dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di
materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah
materi Matematika.
B. Dasar Hukum
Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia dijadikan pijakan dalam pengembangan
kurikulum atau sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kurikulum
yang telah dibuat.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6
a. Penjelasan umum menjelaskan bahwa strategi pendidikan nasional dalam
undang undang ini meliputi pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK).
b. Pada pasal 35 dijelaskan bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
c. Pada pasal 36, terdapat penjelasan tentang acuan dan prinsip penyusunan
kurikulum yaitu: (1) mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, (3) Sesuai dengan
jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia;
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi
daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan
dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama;
dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
d. Pada pasal 38 dijelaskan bahwa (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah, (2) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menengah.
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional.
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
7
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013.
8
diimplementasikan dengan baik, terutama soal wajib belajar, maka angka partisipasi
kasar pendidikan kita tentu akan semakin meningkat (A-155/A-89).
D. Solusi
Dari masalah-masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tentu akan ada solusi
yang mampu untuk memecahkannya.
Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan :
9
1. Mengubah paradigma dari pengajaran yang berbasis sistetik-materialistik menjadi
religius. Solusi ini menunjukan akan berkurangnya kemerosotan moral. Dimana
tidak akan ada lagi siswa cerdas yang tidak bermoral.
2. Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk
mencapai suatu tujuan yang sebenarnya.
3. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke
sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang
terbelakang pendidikan.
4. Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin.
5. Membersihkan organ-organ kurikulum darin oknum-oknum tak bertanggung jawab.
6. Mengadakan studi kasus penelitan di setiap daerah Nusantara, agar dapat melahirkan
pengalaman dan dokumentasi yang kuat dan efektif dalam pengembangan
kurikulum. Studi kasus penelitian ini seperti “Mempelajari dan memahami
kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, keputusan
pemerintah, peraturan-peraturan daerah dan lain sebagainya, Menganalisis
budaya masyarakat tempat sekolah berada, Menganalisis kekuatan serta potensi-
potensi daerah, Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja, Menginterpretasi
kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat”.
Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan,
karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah
satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum
disusun bukan saja harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat,
tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebuadayaan seperti kehidupan
keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya.
2. Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan
perubahan masyarakat, maka kurikulum harus disusun dengan memperhatikan unsur
fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut senantiasa relevan
dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan
perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial
budaya yang ada pada saat itu.
10
3. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam
masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi
sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Kemajuan dalam bidang
teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian teknologi
baru itu kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan mempersiapkan para siswa
tersebut agar mampu hidup dalam teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-
benar dapat mengemban peran dan fungsinya sebagai lembaga modernisasi.
E. Kesimpulan
Indonesia mengalami kemerosotan di bidang pendidikan. Jika dibandingkan
dengan negara lain, Indonesia menduduki peringkat di bawah negara-negara di Asia.
Hal ini sangat berkatan dengan masalah-masalah kurikulum yang dihadapi Indonesia.
Masalah kurikulum di Indonesia dapat diselesaikan tidak cukup dengan mengganti
namanya saja, melainkan harus melakukan perombakan secara menyeluruh dari
kurikulum.
Masalah kurikulum juga terletak dari sarana dan prasarana yang kurang merata.
Selain itu, kurikulum Indonesia yang terlalu kompleks, kurangnya sumber prinsip
pengembangan dan membebani siswa beserta guru yang berkaitan menjadikan kurang
maksimalnya pembelajaran.
Kurikulum itu never ending, sehingga kurikulum harus menyesuaikan pada
jamannya. Kurikulum harus dinamis yang memberikan kesempatan untuk
mengembangkan sesuai dengan wilayah dan budaya lokal masing-masing. Kurikulum
harus mengadopsi jamannya.o
DAFTAR PUSTAKA
Djati, S. (2001). Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru
Pendidikan”, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
11
Rosyada, D. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Rosyada. (2004). ”Paradigma Pendidi kan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”.Jakarta: Kencana. p. 25-30.
Sukmadinata, S. (1997). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
Suparman, M. Atwi, (2001). Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PAU-
PPAI, Universitas Terbuka.
12