Bahan Kuliah Analisa Kegagalan
Bahan Kuliah Analisa Kegagalan
ANALISA KEGAGALAN
TEKNIK MESIN
PEKANBARU
2014
BAB I
PENYEBAB UTAMA KEGAGALAN
Failures ?
Kerusakan ??
Kegagalan ???
Suatu komponen atau peralatan dikatakan failed, jika
a) Sama sekali tidak dapat dioperasikan
b) Dapat dioperasikan, tetapi tidak berfungsi dengan baik
c) Ada kerusakan, sehingga tidak aman bila dioperasikan.
Failure = kerusakan ??
= kegagalan ???
Kegagalan dapat diartikan kerusakan yang tidak wajar : rusak sebelum waktunya.
Failure = kegagalan
Failure analysis = analisa kegagalan : analisa untuk menemukan penyebab
kegagalan.
Contoh kegagalan:
I. Kesalahan dalam design:
- Design kriteria yang meleset dari kondisi operasi yang sebenarnya : beban,
lingkungan, suhu operasi, dst.
- Adanya takikan (notches)
Pemula seringkali ingin segera memotong dan membuat sample: dari komponen
rusak yang diterimanya. Hal ini adalah salah dan harus dihindarkan.
Latar belakang terjadinya kegagalan harus dipelajari atau diteliti ataupun
direnungkan dengan saksama.
- pemotretan.
4. Pengujian mekanik:
- Uji keras sangat praktis untuk secara cepat me peroleh angka kekerasan
sample:
v Kebenaran proses heat treatment ?
v Perkiraan kekuatan tarik (tensile strength):
v Adanya pengerasan / pelunakan ?
- Uji tarik & uji impact (bila perlu)
6. Pemeriksaan makroskopis:
- Permukaan patahan diperiksa secara. Visual.
- Alat bantu: kaca pembesar.
- Pengkajian permukaan patahan: ciri-ciri patahan.
- Kamera & lensa makro: teknik pencahayaa n yang tepat ag ar nampak ciri -
ciri patahannya.
- Mikroskop stereo pada pembesaran yang rendah akan menonjolkan relief
permukaan patahan.
7. Pemeriksaan mikroskopis:
- Replika plastik yang dilunakkan dengan aseton dapat memberikan gambar
permukaan patahan plastik replika diperiksa pada mikroskop optik ataupun
TEM (Transmission Electron Microscope).
- Permukaan patahan langsung diamati pada SEM ( Scanning E lectron
Microscope).
9. Pemeriksaan metalografi:
- Metalografi ser ingkali dih arapkan dapat mengungkap a danya "keaneh ”
dalam struktur mikro.
- Hal ini adalah karena sifat mekanik sangat dipenga ruhi oleh struktur mikro
material.
- Penyimpangan dari spesifikasi material dan proses p engerjaan sering
diketemukan lewat teknik metalografi.
Dari lokasi tersebut akan berawal retak lelah (crack initiation) yang
selanjutnya merambat. Perambatan retakan (crack propagation) terjadi sejalan
dengan pembebanan yang berfluktuasi. Bila retak lelah ini telah "jauh" merambat
sehingga luas penampang yang "tersisa" tidak lagi mampu mendukung beban,
maka komponen akan patah. Peristiwa patah tahap akhir ini disebut patah akhir
(final fracture). Modus patahan pada tahap tersebut adalah patah static, yaitu
karena tegangan yang bekerja pada penampang yang tersisa sudah melampaui
kekuatan tarik material. Permukaan patah lelah ditunjukkan pada gb.3.
Korosi tegangan dapat juga terjadi pada austenitic stainless steel pada
lingkungan yang mengandung ion Cl meskipun sedikit.
Baja konstruksi pun juga dapat mengalami retak korosi tegangan bila
bekerja pada lingkungan yang mengandung nitrat pekat yang panas atau larutan
NaoH. Baja berkekuatan tinggi juga peka terhadap korosi tegangan. Demikian
juga kuningan pada lingkungan yang tercemar dengan amoniak.
5. Penggetasan (embrittlement):
Baja kekuatan tinggi adalah peka terhadap penggetasan hidrogen. Atom-
atom hidrogen yang tadinya larut interstisi dapat bertemu dan berkumpul
membentuk molekul gas hidrogen akibat tidak tersedianya ruang yang cukup gas
tersebut akan bertekanan tinggi sekali dan mendesak baja hingga patah getas.
Masuknya hidrogen ke dalam baja ini dapat terjadi pada proses pengerjaan
misalnya pengelasan dan electroplating, atau pun pada operasi di lingkungan yang
banyak hidrogennya.
Hingga saat ini mekanisme patah lelah yang diterima secara luas adalah
terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal terjadinya retakan (crack initiation) dan
tahap penjalaran retakan (crack propagation). Setelah retak lelah menjalar cukup
jauh, maka beban yang bekerja hanya akan didukung oleh penampang "tersisa"
yang belum retak dan akhirnya komponen akan segera patah.
Tahap akhir ini disebut bagian patah statis. Kedua mekanisme retak lelah
ini akan dibahas secara terinci. Pembicaraan selanjutnya akan difokuskan pada
pengaruh beban atau tegangan terhadap umur lelah. Demikian pula akan dibahas
pengaruh variabel material serta pengaruh proses pengerjaan dan lingkungan.
Notasi tegangan yang biasa dipakai ditunjukkan pada Gb. 2 (2). Dari
kondisi beban yang berulang tersebut dapat dikenai berbagai parameter tegangan
Yaitu :
min
Ratio tegangan (stress ratio) : R
max
dimana : σmin = tegangan yang paling rendah
σmax = tegangan yang paling tinggi
a
Ratio amplitudo (amplitude ratio) : A
m
σ max σ min
dimana : σa = tegangan variabel =
2
σ max σ min
σa = tegangan rata-rata =
2
Uji lelah lentur putar (Gb. 3) yang dikembangkan oleh R.R. Moore memberi
fluktuasi tegangan dengan R = -1. Data umur lelah material dipresentasikan
dalam bentuk diagram Wohler atau kurva S-N (Gb.4). Dalam Gb. 4 terlihat
adanya dua macam bentuk kurva S-N. Baja memiliki batas kelelahan (fatigue
limit) atau batas ketahanan (endurance limit) yang jelas, sedangkan paduan
aluminium tidak mempunyai batas kelelahan yang jelas. Batas kelelahan (σf)
adalah batas tegangan yang akan memberikan umur lelah yang tidak berhingga.
Untuk baja, harga batas kelelahan ini diambil setelah jumlah siklus tegangan
mencapai 106 atau 107.
Pada daerah diatas jumlah siklus ini kurva S-N untuk material baja akan
mendatar. Bagian kurva S-N yang “miring” rnenunjukkan kekuatan lelah (fatigue
strength) di daerah ini umur lelah akan terbatas.
Berbagai literatur menyebutkan secara "salah kaprah" bahwa batas
kelelahan logam non fero adalah sarna dengan kekuatan lelahnya pada 108 atau 5
x 108 siklus.
Titanium menunjukkan karakteristik kelelahan yang mirip dengan baja
(Gb. 5). Pada titanium terlihat pula adanya batas kelelahan yang jelas.
4. pengaruh Pemusatan Tegangan
Adanya bagian komponen yang tidak kontinu, misalnya akibat adanya
takikan atau lubang ataupun goresan yang dalam, akan menyebabkan pemusatan
tegangan. Besarnya tegangan lokal yang bekerja disekitar takikan tersebut
dinyatakan dengan perkalian antara tegangan yang dihitung seandainya tidak ada
takikan dengan faktor pemusatan tegangan (stress concentration factor) Kt. Harga
Kt ini dapat diperoleh dari perhitungan ataupun dengan eksperimen.
Pengaruh adanya takikan terhadap karakteristik kelelahan dinyatakan
dengan faktor takikan terhadap kelelahan (fatigue notch factor). Kf :
kekuatan lelah pada spesimen t anpa takikan
Kf
kekuatan lelah pada spesimen dengan tak ikan
Harga kekuatan lelah pada kedua jenis spesirnen tersebut diatas diambil
pada jurnlah siklus yang sarna. Cara lain untuk rnenyatakan pengaruh takikan
adalah dengan sensitivitas takikan terhadap kelelahan (fatigue notch sensitivity) q:
Kf 1
q
Kt 1
Harga q dapat berkisar dari 0 (bila Kf = 1) sarnpai 1 (bila Kf = Kt) seperti yang
terlihat pada Gb. 6 (4).
Pada tingkat tegangan yang rendah serta jurnlah siklus yang tinggi, banyak
logam yang rnenunjukkan kepekaannya terhadap takikan. Di lain pihak, pada
tegangan yang tinggi dan jumlah siklus yang rendah, justru logarn yang ulet tidak
peka sekali terhadap takikan. Tegangan lokal yang tinggi akan rnenyebabkan
terjadinya deforrnasi plastis setempat, sehingga tegangan yang bekerja rnenjadi
lebih rendah daripada kalau hanya di daerah elastis (seperti halnya pada
perhitungan harga Kt).
Garis pantai dapat terjadi akibat perbedaan lamanya proses oksidasi pada
permukaan retakan. Garis pantai juga dapat terjadi akibat perubahan pada kondisi
pembebanan : frekuensi beban dan besarnya beban atau pun operasi peralatan
yang kadang-kadang terhenti.
Suatu contoh garis pantai ditunjukkan pada Gb. 7 (3). Patah lelah tersebut
terjadi pada roda gigi cacing yang terbuat dari baja paduan. Ciri perambatan
retakan yang berupa garis pantai tersebut adalah ciri yang paling baik dan jelas
untuk menetapkan terjadinya patah lelah. Akan tetapi ciri garis pantai sering pula
tidak muncul. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kondisi pembebanan ataupun
kondisi operasi yang menyebabkan narnpaknya garis pantai. Beban dengan
tegangan variabel yang konstan atau pun frekuensi yang tetap tidak akan
menampakkan garis pantai pada permukaan patahannya (Gb. 8).
Daerah patah statik atau daerah patah akhir (final-fracture zone) biasanya
memiliki ciri-ciri bidang patahan yang mirip patahan pada uji impact ataupun
pada uji fracture-toughness pada material yang sama. Bidang patahannya nampak
lebih kasar atau "berserabut" (fibrous).
Luas daerah patah akhir ditentukan oleh besarnya beban. Bentuk bidang
patah akhir tergantung pada jenis material (getas atau ulet) dan ukuran tebal
material serta arah pembebanannya. Pada material yang ulet dan cukup tebal,
daerah patah akhir ditandai oleh : (Gb. 9)
a. Patah tarikan (tensile fracture) dengan modus regangan bidang {plain
strain) sebagai kelanjutan retak lelah dan letaknya satu bidang dengan
patah lelah.
b. Patah geseran (shear fracture) dengan modus tegangan bidang (plane
stress) yang mernbentuk sudut 45 0 terhadap patah tarikan.
Pada Gb. 9 tersebut dapat ditentukan lokasi awal retakan, yaitu pada permukaan
dan ditunjukkan oleh alur-alur "chevron".
Material ulet yang tipis menunjukkan ciri yang berbeda dengan patahan
pada pelat yang teba1. Gb. 10 memperlihatkan patah lelah pada pelat yang relatif
ti- pis. Daerah patah akhir membentuk sudut 450 terhadap permukaan. Bidang
patah akhir ini dapat berupa bidang geser tunggal (single shear plane) ataupun
bidang geser ganda (double shear plane). Pengaruh besarnya tegangan nominal
dan pengaruh pemusatan tegangan serta garis pembebanan terhadap bentuk bidang
patah lelah dikemukakan secara skematis pada Gb. 11 (2).
dN
Satu cara yang sangat jelas menunjukkan laju perambatan retakan adalah dengan
rnemplotnya terhadap faktor intensitas tegangan. Faktor AK didefinisikan sebagai:
ΔK K max K min
ΔK σ max πa σ min πa σ r πa
Hubungan antara da/dN dengan 6K ditunjukkan secara skernatis pada Gb. 15 (4).
Daerah I dibatasi oleh ? Kth. Bila ? K < ? Kth, perambatan retak lelah tidak
teramati. Dengan kata lain, bila ? K < ? Kth , rnaka retakan tidak akan rnenjalar.
Di daerah II hubungan antara Log. da/dN dengan ? K dapat dikatakan linier seperti
yang dinyatakan sebagai Hukum Paris sbb :
da
A( K)P
dN
dimana : p = kerniringan kurva (P 3 untuk baja ; P = 3 4 untuk AI)
A = harga da/dN pada saat ? K = 1
Di daerah III terjadi percepatan pada laju perambatan retak. Di sini harga
Kmax mendekati harga fracture toughness material Kc .
Pengaruh rasio tegangan R terhadap persamaan Paris adalah :
da A ( K ) P
dN (1 R) K c ΔK
dimana :
Kc = fracture toughness
R = rasio tegangan = σmin/σmax = Kmin/Kmax
8. Pengaruh Pembebanan
Parameter pembebanan yang berpengaruh terhadap kelelahan adalah :
1. tegangan rata-rata σm
2. tegangan variabel σ a
3. frekuensi beban
K
n1 n n nj
2 ....... K 1 atau 1
N1 N 2 NK j i Nj
Hukum Miner ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan oleh karena itu kemudian
muncul berbagai alternative yang lain. Yang lebih jelas adalah bahwa pengaruh
amplituda tegangan dapat diamati dengan eksperimen. Hal ini dilakukan dengan
uji lelah yang memakai blok atau internal tegangan. Suatu spesimen dibebani
dengan suatu amplituda tegangan selama beberapa siklus. Kemudian harga
amplituda tegangan ini diubah-ubah. Data percobaan ini dapat dipakai pada teori
kerusakan linier yang telah diuraikan diatas.
Contoh lain adalah komponen yang harus tahan lelah dan tahan mulur
(creep). Ketahanan mulur Justru memerlukan ukuran butir yang agak kasar, yaitu
untuk menghindari migrasi batas butir. Karena itu material yang akan menghadapi
kondisi operasi yang semacam ini perlu memiliki ukuran butir yang optimal.
Adanya atom asing yang larut padat akan menaikan kekuatan luluhnya.
Akibatnya adalah bahwa deformasi plastis setempat akan lebih sukar terjadi. Hal
ini dinyatakan oleh naiknya kurva S - N (Kurva B). Bila atom asing tersebut larut
padat secara interstisi sehingga menimbulkan strain aging, maka terjadilah lagi
peningkatan kekuatan. Efek pengerasan strain aging yang setempat ini akan
berirnbang dengan turunnya kekuatan akibat kerusakan lelah. Penimbangan ini
terjadi pada suatu harga tegangan (Kurva C).
Bila strain aging terjadi lebih hebat maka terjadilah peningkatan batas
lelah (Kurva D).
9.4. Pengaruh Fasa Kedua
Contoh-contoh berikut dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh
fasa kedua terhadap kekuatan statik dan kekuatan lelah. Baja karbon eutektoid
(dengan 0,8 % C) dapat dibuat dengan perlit yang kasar ataupun dengan struktur
ferit dan sementit sferoidal. Kekuatan statik baja dengan dua struktur mikro
tersebut adalah sama, akan tetapi batas lelahnya berbeda sekali. Baja dengan perlit
yang kasar akan memiliki batas lelah yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh
lebih pekanya sementit lamelar terhadap efek takikan. (Gb.19).
Contoh lain adalah pada paduan aluminium berkekuatan tinggi. Proses
presipitasi yang dilakukan pada paduan ini akan menaikkan kekerasan (yang
berarti pula menaikkan kekuatannya). Akan tetapi batas lelahnya masih
tergantung pada sejauh mana proses presipitasi ini berlangsung. Ukuran presipitat
akan berpengaruh pada batas lelahnya. Demikian pula sifat koheren atau non
koheren antara presipitat dengan matriksnya akan mempengaruhi batas lelahnya.
Kekerasan yang tinggi dapat dicapai bila baja mempunyai fasa martensit
hasil proses celup cepat dari fasa austenit. Kekuatan tariknya pun akan tinggi
pula. Namun demikian fasa martensit ini bersifat getas. Uji lelah menghasilkan
batas lelah yang justru rendah. Untuk memperbaikinya dilakukan proses
tempering. Proses celup cepat yang disusul dengan tempering ini akan menaikkan
batas lelahnya. Lebih lanjut, proses austempering yang menghasilkan struktur
bainit bahkan menghasilkan batas lelah yang lebih tinggi dari pada yang diquench
dan ditemper (4).
Ditinjau dari struktur mikronya, efek takikan dapat terjadi pada perlit yang
kasar, ferit yang bebas, sisa austenit dan partikel karbida yang kasar.
Tegangan sisa tekan pad a perrnukaan pelat dapat pula diperoleh dengan
shot peening. Proses shot peening ini sudah rnerupakan prosedur standard dalam
pernbuatan pegas daun (6).
Oleh karena itu tidaklah heran bahwa lelah sarnbungan las adalah lebih
rendah daripada logam induknya. (Gb. 23). (7). Tegangan sisa pada HAZ juga
akan rnenurunkan kekuatan lelah. Karena itu proses post weld heat treatment akan
menaikkan kekuatan lelah benda kerja yang dilas.
Oleh karena itu penentuan jadwal inspeksi perlu didasarkan oleh perkiraan
kecepatan perambatan retak lelah yang mungkin terjadi pada komponen sesuai
dengan kondisi pembebanan yang dialaminya. Perhitungan perambatan retakan ini
cukup sulit dan sering perlu didukung oleh data eksperimen lelah untuk
komponen yang bersangkutan. Pemeriksaan retak lelah cukup sulit dilakukan bila
hanya secara visual saja. Hal ini disebabkan oleh karena retak lelah adalah retak
yang tidak "menganga"; kedua sisi material tetap kelihatan utuh. Oleh karena itu
pendeteksiannya memerlukan bantuan berbagai metoda NDT atau NDI. Metoda
NDI yang sering dipakai adalah :
Metoda NDI tersebut diatas biasanya dipakai secara kornplementer, dalam arti
satu metoda akan rnendukung cara yang lainnya.
Literatur:
1) McClintock, F.A., & Argon.. A.S., "Mechanical Behavior of Materials",
Addison Wesley, 1966.
2) ASM, "Metals Hadbook Vol. 10, Failure Analysis vention", American
Society for Metals, 1975.
3). Sumitro, H., "Analisa kerusakan pada Roda Gigi Cacing Mesin Pengerolan
Pipa, Tugas Akhir, Jurusan Mesin ITB,1988.
4). Dieter, G.E., "Mechanical Metallurgy, McGraw Hill, 1986.
5). Verein Deutscher Eisenhuttenleute, "Herstellung von draht", Verlag
Stahleisen, 1969.
6). Siswosuwarno, M., et al., “Influence of Shot-Peening in The Surface
Microstructure of Leaf Spring", Third national Conf. on Automotive Eng.,
1985.
7). Wiryosumarto, H.; Okumura, T., "Teknik Pengelasan 1979.
BAB V
TRANSISI ULET KE GETAS
Material yang tadinya bersifat ulet dapat berubah menjadi getas. Faktor
utama yang mempengaruhinya adalah keadaan tegangan temperatur dan laju
regangan. perubahan sifat ulet ke sifat getas ini disebut transmisi ulet ke getas.
Patah getas adalah modus kegagalan yang sangat ditakuti. Hal ini adalah karena
tingginya kecepatan perambatan retaknya.
Data uji impact dari suatu jenis baja karbon rendah diolah seperti dalam gambar
berikut ini :
Pengaruh suhu uji impact terhadap bentuk patahan ditunjukkan pada gbr.2.
Kejadian patah getas meskipun tidak sesering patah lelah adalah tetap
dikhawatirkan. Ringkasan kejadian berikut dapat memberikan gambaran tentang
bencana patah getas.