Anda di halaman 1dari 30

QUALITY ASSURANCE DALAM

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

Disusun Oleh:

Ronald H Panjaitan NPM 195059057

Ika Putri Nurmalitasari NPM 195059081

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan
keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan,
dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi,
syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar
(appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai
(accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan tersebut mempunyai kedudukan yang sama
pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi
kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi
masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Apabila pelayanan kesehatan
yang bermutu dapat diselenggarakan, maka akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat. Untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut
dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu
(Quality Assurance Program).
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan
fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholdernya, dampak
dari QA akan menentukan keberlangsungan atau eksistensi sebuah rumah sakit. Bagi Rumah
Sakit, adanya QA yang baik akan membuat RS mampu untuk bersaing dan tetap exist di
masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang
bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan
adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati-hati dalam
menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan
standar dalam memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit (Lusa,
2007).
Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu untuk ; Menetapkan masalah dan
penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan upaya penyelesaian
masalah dan melaksanakan sesuai kemampuan menilai pencapaian hasil dengan
menggunakan indikator yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak lanjut untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan ini sangat berperan penting
dalam pelayanan keperawatan, karena keberhasilan dan tidaknya perawat tersebut dilihat
dari bagaimana perawat mampu memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan
melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses asuhan keperawatan yang telah
diberikan pada kliennya.
Jaminan mutu dalam keperawatan merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang
sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan keperawatan kepada klien.
Seorang perawat yang profesional harus senatiasa berupaya memberikan pelayanan
keperawatan dengan mutu yang terbaik kepada semua klien tanpa terkecuali. Pendekatan
jaminan mutu layanan keperawatan merupakan salah satu perangkat yang sangat berguna
bagi mereka yang mengelolah atau merencanakan layanan keperawatan.
Pendekatan tersebut juga merupakan bagian keterampilan yang mendasar bagi setiap
pemberi pelayanan kesehatan yang secara langsung melayani kien. Layanan keperawatan
yang bermutu adalah layanan keperawatan yang senantiasa berupaya memenuhi harapan
kien sehingga klien selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat. Pendekatan
jaminan mutu layanan keperawatan mengutamakan keluaran layanan keperawatan atau apa
yang dihasilkan dan di akibatkan oleh layanan keperwatan.
Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh pekerjaan
yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan organisasi layanan
keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan penyakit klien tersebut sangat
diperhatikan dan kemudian dilayani dengan layanan keperwatan dengan mutu yang terbaik.
Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu memperhatikan
mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta memperoleh kepercayaan dari
masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar jaminan mutu pelayanan kesehatan?
2. Bagaimana pentingnya jaminanan mutu layanan kesehatan dalam layanan keperawatan?
3. Bagaimana prinsip dan bentuk jaminan mutu layanan kesehatan?
4. Bagaimana standar mutu layanan kesehatan?
5. Bagaimana program jaminan mutu keperawatan?
6. Bagaimana evaluasi dan penilaian mutu pelayanan keperawatan?

C. Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui jaminan mutu dalam pelayanan kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar jaminan mutu pelayanan kesehatan
2. Mengetahui pentingnya jaminanan mutu layanan kesehatan dalam organisasi layanan
keperawatan
3. Mengetahui prinsip dan bentuk jaminan mutu layanan kesehatan
4. Mengetahui standar mutu layanan kesehatan
5. Mengetahui program jaminan mutu keperawatan
6. Mengetahui evaluasi dan penilaian mutu pelayanan keperawatan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
a. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungandengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan
(ASQC dalam Wijoyo, 1999).
b. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan,
didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya
kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402,
1986).
c. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan hanya dapat
diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap
tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara
pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan.

B. Dimensi Mutu
Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan
tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-
dimensional. Tiap orang, mempunyai latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat
saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa
pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan
penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut Roberts dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan
penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan
adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana,
kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi
kerugian dari penyandang dana.

C. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan


Menurut Parasuraman dkk (1985) ada lima dimensi untuk menilai mutu pelayanan kesehatan
yaitu :
1. Kehandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan
secara akurat dan terpercaya, kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap
sempati dan dengan akurasi yang tinggi, memberikan informasi yang akurat, sehingga
ketrampilan, kemampuan dan penampilan dalam menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan sesuai dengan apa yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa percaya pasien
terhadap pelayanan yang diberikan.
2. Empati (Emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian
pribadi dan memahami kebutuhan para pasien. Disamping itu empati dapat diartikan
sebagai harapan pasien yang dinilai berdasarkan kemampuan petugas dalam memahami
dan menempatkan diri pada keadaan yang dihadapi atau dialami pasien. Empati diyakini
berpengaruh terhadap hasil komunikasi dalam berbagai tipe dari hubungan-hubungan
sosial kita sehari-hari, tanpa empati komunikasi diantara petugas kesehatan dengan
pasien akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan. Empati yakni peduli, memberi
perhatian pribadi dengan pasien atau dengan kata lain kemampuan untuk merasakan
dengan tepat perasaan orang lain dan untuk mengkomunikasikan pengertian ini kapada
orang trsebut.
Sikap petugas yang sabar dan telaten dalam menghadapi pasien cukup memberikan
harapan yang baik kepada pasien, disamping itu petugas memiliki rasa hormat,
bersahabat, memahami keadaan yang dialami pasien dengan baik merupakan harapan
para pasien.
3. Berwujud (Tangibles)
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan aksistensinya kepada pihak
ekseternal, dimana penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan
dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa yaitu meliputi fasilitas fisik (gedung), perlengkapan dan peralatan yang
digunakan (teknologi), dn penampilan pegawai serta media komunikasi.
4. Ketanggapan (Responsiveness)
Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang tepat pada
pasien, dengan menyampaikan informasi yang jelas, jangan membiarkan pasien
menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif
dalam kualitas pelayanan.
5. Jaminan Kepastian (Assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki petugas
kesehatan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Asuransi diartikan sebagai salah
satu kegiatan menjaga kepastian atau menjamin keadaan dari apa yang dijamin atau suatu
indikasi menimbulkan rasa kepercayan
Selain itu dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi:
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence)
Keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf pendukung dalam
memberikan pelayanan kepada pasien sehingga menimbulkan kepuasan pasien.
Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar
pelayanan yang telah ditetapkan
2. Akses terhadap pelayanan (Accessibility)
Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien tidak terhalang oleh
keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya, organisasi maupun hambatan yang terjadi
karena perbedaan bahasa.
a. Geografis
Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang akan mendapat
pelayanan, dapat diukur dengan jenis tansportasi yang digunakan untuk menuju
tempat pasien, jarak / jauh dan tidaknya tempat yang dituju, waktu perjalanan.
b. Akses ekonomi
Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang
pembiayaannya terjangkau pasien. Pelayanan yang diberikan memperhatikan
keadaan ekonomi pasien, apabila pasien kurang mampu bukan berarti tidak diberikan
pelayanan yang maksimal. Dalam hal ini yang dimaksud memberikan pelayanan
kesehatan yang pembiayaan terjangkau yaitu pasien diberi jalan lain untuk tetap
mendapat pelayanan kesehatan melalui bantuan misalnya dari pemerintah dengan
menggunakan ASKESKIN.
c. Akses sosial atau budaya
Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan nilai budaya,
kepercayaan dan perilaku dari masyarakat setempat.
d. Akses organisasi
Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja
klinik, waktu tunggu.
e. Akses bahasa
Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami pasien.
3. Efektifitas (Effectiveness)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut norma
pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang ada.
4. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)
Berkaitan dg interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, manajer dan petugas, dan
antara tim kesehatan dengan masyarakat.
5. Efisiensi (Efficiency)
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada
memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan
pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki
6. Kelangsungan pelayanan (Continuity)
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan termasuk rujukan tanpa
interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur, diagnosa dan terapi yang tidak perlu.
7. Keamanan (Safety)
Berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan
dengan pelayanan.
8. Kenyamanan (Amnieties)
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan
efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk
kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya (L.D. Brown et
al, op.cit., hlm 2-6).

D. Manfaat Program Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan


Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan,
sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta
menilai hasil yang dicapai dan menyusun aran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan.
Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak manfaat yang akan
diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat
diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar.
Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan
masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian
masalah telah dilakukan secara benar.
b) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar.
Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai
efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai
pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada
gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari
kemungkinan munculnya gugatan hukum.

E. Bentuk Program Menjaga Mutu


1) Penjaminan Mutu (Quality Assurance)
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan
berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan
mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar
layanan kesehatan yang disepakati. Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini
mencakup semua kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah
tersebut meliputi total quality management (TQM) atau manajemen mutu terpadu,
continous quality improvement atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality
management atau manajemen mutu. Dengan demikian jaminan mutu layanan kesehatan
mencakup kegiatan :
a. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan
eksternal layanan kesehatan.
b. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam instansi
pelayanan kesehatan.
c. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan atau dugaan.
d. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan
pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan
produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontrbusinya
kepada instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan dihargai.
e. Menghindarkan pemborosan setiap bagian instansi pelayanan kesehatan layanan
kesehatan, termasuk waktu, karena waktu adalah uang.
f. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi
pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.
g. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the right
things all the times.

Pada dasarnya tahapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui :

a. Mutu
b. Penyusunan standar
c. Mengukur apa yang dicapai
d. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.

Semua langkah dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu
berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat dalam gambar
lingkaran mutu. Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
memerlukan hal-hal berikut :

a. Komitmen dari pemimpin instansi pelayanan kesehatan puncak


b. Komitmen dari semua personel
c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan
d. Bersedia melakukan perubahan sikap
e. Pencatatan yang akurat
f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat instansi pelayanan kesehatan
g. Pelatihan tentang pengetahuan dan ketrampilan mutu dan jaminan mutu layanan
kesehatan.
2) Total Quality Manajemen (TQM)
Perkembangan “mutu” itu dari cara inspection, quality control, quality assurance
sampai ke total quality sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan ilmu. Jepang
menggunakan istialah quality control untuk seluruhnya. Sedangkan di Amerika
memakai istilah “continuous quality improvement” untuk “total quality” dan Inggris
memakai istilah quality assurance untuk “quality assurance”, continuous quality
improvement maupun untuk total quality dan tidak membedakannya.
a. Definisi TQM
Total quality management (TQM) adalah suatu cara pendekatan dalam upaya
meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsive instansi pelayanan kesehatan
dengan melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segala proses aktifitas
meningkatkan mutu dalam rangka memenuhi kebutuhan/tuntutan konsumen
pengguna jasa instansi pelayanan kesehatan-instansi pelayanan kesehatan tersebut.
Ini merupakan suatu tingkat tertinggi dalam upaya instansi pelayanan kesehatan
tersebut untuk mencapai tingkat dunia. Secara jelas akan dijelaskan mengenai TQM
lebih lanjut.
b. Pilar Dasar dalam TQM
Menurut Lewis dan Smith (1994) terdapat 4 pilar dasar dalam penerapan konsumen
yaitu:
1. Kepuasan konsumen
Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, langkah awal yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasi siapa pelanggan instansi pelayanan kesehatan,
apa kebutuhan dan keinginan mereka
2. Perbaikan terus menerus
Konsumen akan selalu mengalami dinamika seiring lingkungan bisnis yang terus
mengalami perubahan. Oleh karena itu, instansi pelayanan kesehatan harus
mampu mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen.
3. Hormat/ respek terhadap setiap orang
Setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan merupakan individu yang
memiliki kontribusi bagi pencapaian kualitas yang diharapkan. Oleh karenaitu
setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan harus diperlakukan dengan baik
dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.
4. Manajemen berdasarkan fakta Setiap keputusan yang diambil akan memberikan
hasil yang memuaskan jika didasarkan pada data dan informasi yang obyektif,
lengkap dan akurat.
c. Elemen-elemen pendukung TQM
Untuk mendukung penerapan TQM, terdapat 10 elemen-elemen pendukung yang
harus diperhatikan instansi pelayanan kesehatan (Goetsch dan Davis, 1994) yaitu :
1. Fokus pada pelanggan
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan pelanggan
eksternal merupakan kekuatan pendorong aktivitas instansi pelayanan kesehatan.
Pelanggan eksternal menentukan kualitas pelayanan yang mereka terima,
sedangkan pelanggan internal berperan dalam menentukan kualitas SDM, proses
dan lingkungan yang berhubungan dengan produk/jasa yang dihasilkan.
2. Obsesi terhadap kualitas
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan eksternal
sebagai penentu kualitas. Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki obsesi
untuk memenuhi atau melebihi kualitas yang telah ditentukan pelanggan, dengan
melibatkan aktif semua karyawan pada berbagai level.
3. Pendekatan ilmiah
Segala aktivitas instansi pelayanan kesehatan TQM terutama menyangkut desain
karyawanan, proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah harus
didasarkan pada kaidah ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dan diterima
semua pihak yang terlibat.
4. Komitmen jangka panjang
TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen instansi pelayanan
kesehatan yang membutuhkan budaya baru dalam penerapannya. Komitmen
jangka panjang dari seluruh elemen instansi pelayanan kesehatan sangat
diperlukan untuk mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM bias
berjalan baik. Menajemen puncak merupakan pendorong proses pengembangan
kualitas, pencipta nilai, tujuan, dan system.
5. Kerjasama tim
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM keberhasilan hanya akan dicapai jika
ada kerjasama dari seluruh elemen yang terkait, baik kerja sama antar elemen
internal instansi pelayanan kesehatan maupun dengan pihak eksternal instansi
pelayanan kesehatan.
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Setiap produk yang dihasilkan instansi pelayanan kesehatan selalu melalui
tahapan / proses tertenu di dalam suatu system/lingkungan. Oleh karena itu
system yang ada perlu terus diperbaiki agar selalu mendukung upaya pencapaian
kualitas.
7. Pendidikan dan Latihan
Dalam persaingan global yang diwarnai berbagai perubahan, kualitas total hanya
bisa dicapai jika para karyawan memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi.
Banyak ahli yang menyarankan pemberian pelatihan dan pendidikan dalam
rangka pengembangan kualitas (Banks: 1989). Pelatihan yang diberikan harus
merupakan pelatiahan yang bersifat dinamis, fleksibel, dan bias mendorong
kreatifitas karyawan. Dengan adanya pelatiahan, para karyawan akan selalu siap
menghadapi berbagai perubahan, komitmen karyawanan yang meningkat dan
mereka akan memiliki rasa percaya diri yang mantap.
8. Kebebasan yang terkendali
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, para karyawan diberi kesempatan luas
untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan tanggung jawab karyawan terhadap
segala keputusan yang yang telah disepakati bersama.
9. Kesatuan tujuan
Segala aktivitas seluruh elemen dalam instansi pelayanan kesehatan TQM harus
mengarah pada satu tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini bukan
berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen
dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Para karyawan merupakan sumber daya sangat berharga bagi instansi pelayanan
kesehatan. Pemberdayaan terhadap para karyawan dapat diartikan sebagai
pemberian wewenang dan kekuasaan kepada mereka dalam pengambilan
keputusan, kontrol terhadap karyawan mereka, dan kemudahan dalam
memuaskan pelanggan.
d. Creech (1996) menyatakan bahwa agar penerapan TQM berhasil, empat kriteria
berikut harus dipenuhi instansi pelayanan kesehatan yaitu :
1. TQM harus didasarkan atas kesadaran terhadap pentingnya kualitas.
2. TQM harus memiliki sifat kemanusian yang kuat yang tercermin pada cara
karyawan diperlakukan, diikut sertakan dan diberi inspirasi.
3. TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi dengan memberikan
pemberdayaan dan keterlibatan pada karyawan pada semua level.
4. TQM harus dilaksanakan secara menyeluruh yang melibatkan seluruh elemen
instansi pelayanan kesehatan.
e. Pedoman dalam penerapan TQM
Agar penerapan TQM memperoleh keberhasilan, instansi pelayanan kesehatan harus
memiliki pedoman yang jelas dan terarah. Dalam penerapan TQM, instansi
pelayanan kesehatan bisa mengacu pada atribut efisiensi yang dikemukakan oleh
Oakland (1994), yaitu :
1. Commitment (komitmen)
Komitmen untuk menyediakan produk atau layanan yang efisien dan
menguntungkan harus ditunjukkan oleh manajemen dan instansi pelayanan
kesehatan.
2. Consistency (konsistensi)
Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan produk dengan kerja yang
consisten misalnya ketepatan spesifikasi, ketepatan jadwal, ketepatan pengiriman
dll
3. Competence (kompotensi)
Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan karyawan dengan kemampuan
atau kompotensi yang unggul untuk melaksanakan tugas-tugas atau karyawanan
sehingga mendukung pencapaian sasaran instansi pelayanan kesehatan.
4. Contact (hubungan)
Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin hubungan baik dengan
consumen, karena tujuan instansi pelayanan kesehatan hádala menyediakan
produk yang sesuai dengan harapan dan keinginan consumen.
5. Communication (komuniksi)
Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin komunikasi yang baik
dengan consumen agara spesifikasi produk yang diinginkan consumen bisa
diterjemahkan dengan baik oleh instansi pelayanan kesehatan
6. Credibility (kredibilitas)
Instansi pelayanan kesehatan harus memperoleh kepercayaan dari consumen dan
juga harus mempercayai consumen. Dengan adanya saling percaya hubungan
dan komunikasi akan berjalan dengan baik.
7. Compasion (perasaan)
Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa simpati terhadap konsumen
eksternal terutama menyangkut kebutuhan dan harapan mereka, konsumen
internal (pegawai) menyangkut haknya.
8. Courtesy (kesopanan)
Instansi pelayanan kesehatan melalau para karyawan harus menunjukkan sikap
sopan kepada consumen terutam karyawan yang langsung berhubungan dengan
consumen.
9. Cooperation (kerjasama)
Instansi pelayanan kesehatan harus bisa menciptakan iklim kerja yang baik antar
karyawan maupun antara instansi pelayanan kesehatan dengan kosumen.
10. Capability (kemampuan)
Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki kemampuan untuk melakukan
pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan
pelayanan.
11. Confidence (kepercayaan)
Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa percata diri bahwa instansi
pelayanan kesehatan mampu menyediakan produk atau layanan sesuai kebutuhan
dan harapan consumen. Rasa percata diri harus tertanam keseluruh diri karyawan.
12. Criticism (kritik)
Instansi pelayanan kesehatan harus bersedia menerima kritican dari siapapun,
baik dari karyawan maupun dari eksternal terutama kritik dari konsumen.
f. Hambatan dalam penerapan TQM
Pada pelaksanaan TQM masih terdapat hambatan dalam penerapannya. Dalam
Sawarjuono (1996) disebutkan bahwa suatu studi tentang kegagalan atau factor
penghambat penerapan TQM. Show, et al (1995) meneliti faktor kegagalan
penerapan TQM pada Strong Memorial Memorial di Rochester. Hasil studi
menemukan 8 hal sebagai penyebab kegagalan atau hambatan dalam penerapan
TQM yaitu :
1. Pembentukan tim yang keliru
2. Tujuan pembentukan yang tidak jelas
3. Seringnya terjadi pergantian tim padahal penggantinya tidak pernah mengikuti
pelatihan TQM
4. Kurangnya pemahaman tentang TQM
5. Komunikasi antar anggota tim yang tidak lancar
6. Identifikasi masalah tidak dilakukan berdasar prinsip-prinsip TQM
7. Prinsip-prinsip TQM tidak dilaksanakan secara menyeluruh pada semua lapisan
manajemen.
8. Pimpinan puncak menghendaki pemecahan masalah secara cepat, tanpa proses
yang bertele-tele.
g. Faktor penyebab kegagalan penerapan TQM
Faktor penyebab kegagalan penerapan TQM menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Faktor internal instansi pelayanan kesehatan meliputi :
a) Top manjemen tidak melaksanakan komitmennya
b) Kurangnya keterlibatan seluruh elemen
c) Struktur yang tidak sesuai kebutuhan TQM
d) Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud filosofi TQM
e) Kurangnya pelatihan yang memadai
f) Kepemimpinan yang kurang memadai
g) Keengganan anggota untuk menerima perubahan
h) Manajemen tidak tanggap terhadap dampak sosial akibat perubahan
lingkungan kerja
i) Upaya perbaikan kualitas mengabaikan biaya
j) Manajemen kurang memperhatikan penghargaan terhadap para karyawan
k) Manjemen mengabaikan faktor waktu, artinya manejemen menginginkan
perubahan yang dapat tanpa melalui proses perubahan manajemen
l) Para karyawan tidak diberi kesempatan untuk menemukan cara pemecahan
masalah
2. Faktor eksternal instansi pelayanan kesehatan meliputi :
1) Ketidakmampuan mengontrol kualitas produk pemasok
2) Manajemen kurang menaruh perhatian terhadap kepentingan konsumen
3) Lack of guidance, artinya pengarahan yang diberikan oleh konsultan kurang
memadai atau pihak manajemen kurang sepenuhnya memberi kepercayaan
kepada konsultan sehingga peran konsultan tidak optimal.
F. Cara Pengukuran Mutu
Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui cara pengukuran mutu
perspektif, konkruen, retrospektif, internal dan eksternal.
a. Program Menjaga Mutu Perspektif
Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang
dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya
akan dituukkan teradap struktur atau masukan layanan kesehatan denan asumsi bahwa
layanan keehatan harus memiliki sumberdaya tertentu agar dapat menghasilkan layanan
kesehatan yang bermutu, seperti: standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.
1. Standarisasi
Penerapan standarisasi, seperti standarisasi peralatan, tenaga, gedung, sistem,
organissi, anggaran, dan lain-lain. Setiap fasilitas layanan kesehatan yang memiliki
standar yang sama mutunya. Standarisasi dapat membangun klasifikasi layanan
kesehatan. Contoh standarisasi layanan rumah sakit ke dalam berbagai kelas tertentu,
misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D, rumah sakit jiwa
kelas A dan kelas B.

2. Lisensi
Perizinan atau lisens merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layanan
kesehatan. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) yang diberikan merupakan suatu
pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi syarat untuk melakukan praktek sesuai
dengan profesinya. Demikian juga dengan profesi kesehatan lain, harus mempunyai
izin kerja sesuai dengan profesinya.
3. Sertifikasi
Sertifiasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai Perawat
adalah contoh sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh departemen
kesehatan dan /atau dinas kesehatan, sedangan sertifikasi oleh majelis tenaga
kesehatan Indonesia (MTKI).
4. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti rumah
sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan tertentu. Indonesia telah
melakukan akreditasi rumah sakit umum melalui departemen kesehatan.
Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sumber daya, bukan pada kinerja
penyelenggaraan layanan kesehatan. Inilah salah satu kekurangan pengukuran mutu
dengan cara prospektif.
b. Program Menjaga Mutu Konkuren
Pengukuran mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang
dilakukan selama layanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran
ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan
peninjauan pada rekam medik, wawancara dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan,
dan mengadakan pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan.
1. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang berhubungan
dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan retrospektif dn dari
jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan langsung mungkin
merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian penyelenggaraan layanan
kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung terdapat syarat bagi pengamat
yaitu:
a) Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati
b) Harus low profile
c) Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang diamati
d) Harus dapat bersifat objektif.
Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa daftar tilik atau
cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan dilakukan.
2. Penentuan sampel
Semua tehnik pengukuran memerlukan sampel pengamatan. Penentuan berapa besar
sampel dapat dibaca dala uku statistik khususnya kesehatan, tetapi hal-hal berikut
perlu diperhatikan:
a) sampel yang dipilih harus bebas bias sehingga sampel sama atau hampir sama
dengan populasinya.
b) sampel harus mengasilkan ukuran dalam jumlah yang dapat dikerjakan secara
realistis atau mudah oleh kelompok.
c. Program Menjaga Mutu Retrospektif
Program menjaga mutu restrospektif adalah penjaminan mutu yang diselenggarakan
setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada
standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka
obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja
pelaksana pelayanan atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program
menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survey klien dan lain-
lain.
a) Review Jaringan Rekam Medik
Pemeriksaan dan penilaian catatan medik atau catatan lain merupakan kegiatan yang
disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan lainnya sangat
berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan
dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap
hasil pemeriksaan tersebut.
b) Review Jaringan
Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber
daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan.
Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai
maupun terhadap kewajaran dan kecukupan daripelayanan yang diberikan.
c) Survey Klien
Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung
maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.
d. Program Menjaga Mutu Internal
Program Menjaga Mutu Internal (Internal quality assurance) adalah organisasi yang
bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada dalam institusi yang
menyelenggarakan layanan kesehatan. Untuk itu dalam institusi layanan kesehatan
tersebut dibentuklah suatu organisasi yang khusus menangani dan diberi tanggungjawab
menyelenggarakan program menjaga mutu. Organisasi yang dibentuk banyak
macamnya. Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya secara umum dapat dibedakan
atas dua macam :
1. Para pelaksana Program Penjaga Mutu yang terdiri para ahli yang tidak terlibat dalam
pendidikan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan
tanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2. Para pelaksana Program Penjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan
pendidikan kesehatan (team based) jadi semacam gugus kendali mutu sebagaimana
yang dibentuk di dunia industri.
e. Program Menjaga Mutu Eksternal
Program menjaga mutu eksternal (External quality Assurance) adalah suatu organisasi
yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu dibentuk berada
diluar organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Biasanya dibentuk dalam
suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu
organisasi di luar institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan, yang diserahkan
tanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu. Misalnya suatu Badan
Penyelenggara Akreditasi layanan kesehatan, yang untuk kepentingan programnya
membentuk suatu unit Program Menjaga Mutu, guna memantau, menilai serta
mengajukan saran-saran perbaikan mutu pendidikan kesehatan yang tergabung ke dalam
program yang dikembangkannya (Saifuddin dkk, 2001). Program menjaga mutu
eksternal ini merupakan sesuatu yang mungkin bisa menimbulkan konflik. Hal ini
disebabkan kepentingan pihak ketiga dimasukkan ke dalam saran-saran yang diberikan.
Saran-saran yang diberikan bisa saja tidak sesuai dengan visi dan misi dari institusi
layanan kesehatan yang menjadi mitra kerja Badan Penyelenggara diluar institusi
tersebut. Apabila dibandingkan dengan Program Menjaga Mutu Internal maka Program
Menjaga Mutu Eksternal kualitasnya lebih rendah.
G. Penilaian Mutu
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
a. Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan
masukan ( input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi,
manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas
keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya
mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga
dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yan g tersedia dan
dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada
karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur
berhubungan dengan pe ngaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber
daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas,
yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan; 2) per alatan, yaitu
suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat
absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi
gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan
pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan,
diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang me liputi ruang perawatan yang bersih, nyaman
dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah; 2) peralatan, peralatan
keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik; 3) staf keperawatan
sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas; 4) dan keuangan,
yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang
menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya
manusia, keuangan maupun logistik.
b. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentrans formasi struktur ( input) ke dalam hasil (outcome).
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
(perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa,
rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain
penilaian di lakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses
dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu
proses itu sendiri sesuai deng an standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran
(tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan
pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi
pelayanan keperawatan.
Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari
dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawa tan oleh perawat terhadap pasien dengan
menjalankan tahap -tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat
menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator
baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar ope
rasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987
dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan
dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai
dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat
kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini
yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat
kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan
indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
BAB III
Pembahasan

A. Upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan


Upaya peningkatan kualitas perlu dievaluasi /diukur atau nilai untuk menunjukkan
"apakah upaya perbaikan (1) mengakibatkan perubahan ke arah yang diinginkan, (2)
memberikan kontribusi untuk hasil yang tidak diinginkan di berbagai bagian sistem, dan (3)
memerlukan tambahan upaya untuk membawa proses kembali ke dalam rentang yang dapat
diterima".
Dasar pemikiran untuk mengukur peningkatan kualitas adalah keyakinan bahwa kinerja
yang baik mencerminkan praktek berkualitas baik, dan dapat membandingkan kinerja antara
bagian-bagian dan organisasi akan mendorong performa lebih baik. Salah satu tantangan
dalam menggunakan langkah-langkah pelaksanaan pelayanan adalah variabilitas atribusi
terkait dengan tingkat penalaran kognitif, kebijakan pengambilan keputusan, pemecahan
masalah, dan pengalaman knowledge.
B. Strategi Peningkatan Kualitas
Mengukur kualitas pelayanan kesehatan dengan mengamati struktur, proses, dan hasil.
Langkah-langkah Struktur menilai aksesibilitas, ketersediaan, dan kualitas sumber daya,
seperti asuransi kesehatan, kapasitas tempat tidur rumah sakit, dan jumlah perawat dengan
pelatihan lanjutan. Langkah-langkah proses menilai pemberian pelayanan perawatan
kesehatan oleh dokter dan penyedia, seperti menggunakan pedoman perawatan pasien
diabetes. Ukuran hasil menunjukkan hasil akhir dari perawatan kesehatan dan dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku. Contohnya termasuk kematian, kepuasan
pasien, dan peningkatan status kesehatan.
Manajemen Mutu (TQM), dipromosikan "konstannya tujuan" dan analisis sistematis dan
pengukuran langkah-langkah proses dalam kaitannya dengan kapasitas atau hasil. Model
TQM merupakan pendekatan organisasi yang melibatkan manajemen organisasi, kerja sama
tim, proses yang telah ditentukan, berpikir sistem, dan mengubah untuk menciptakan
lingkungan untuk perbaikan. Pendekatan ini dimasukkan pandangan bahwa seluruh
organisasi harus berkomitmen terhadap kualitas dan perbaikan untuk mencapai hasil terbaik.
Banyak institusi pendidikan memberikan jaminan kualitas (QA) program umumnya
berfokus pada permasalahan yang diidentifikasi oleh peraturan atau akreditasi organisasi,
seperti memeriksa dokumentasi, meninjau pekerjaan komite pengawasan, dan mempelajari
credentialing processes. Ada beberapa strategi lain yang telah diusulkan untuk meningkatkan
praktek klinis. Kompleksitas penyediaan layanan kesehatan, menggunakan tim, menentukan
tujuan, mengumpulkan data, menilai temuan, dan kemudian menerjemahkan hasil temuan
tersebut ke dalam perubahan praktek. Dari model ini, manajemen dan komitmen dan
keterlibatan dokter telah ditemukan untuk menjadi penting untuk keberhasilan pelaksanaan
perubahan.
Strategi peningkatan kualitas didefinisikan sebagai "intervensi yang bertujuan untuk
mengurangi kesenjangan kualitas mengembangkan taksonomi dari strategi perbaikan kualitas
yang menyimpulkan bahwa pilihan strategi peningkatan kualitas dan metodologi tergantung
pada sifat dari proyek peningkatan kualitas.
Dalam rangka membangun sistem manajemen mutu berdasarkan Standar ISO 9001:2000,
persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
 Menetapkan kebijakan mutu dan tujuan kualitas untuk mendukung kebijakan mutu;
 Menggunakan 'proses pendekatan manajemen', yang berarti mengelola program pelatihan
SDM sebagai serangkaian proses yang saling terkait;
 Mendokumentasikan sistem manajemen mutu dalam kualitas kebijakan, manual mutu,
prosedur, instruksi kerja dan catatan;
 Menentukan tanggung jawab manajemen;
 Memenuhi syarat sumber pengajaran (sumber daya manusia, infrastruktur dan lingkungan
kerja);
 Merencanakan proses realisasi produk dan kontrol mereka dan
 Mengukur, menganalisa dan memperbaiki jalan berfungsi

Selanjutnya, proses yang diidentifikasi adalah berkumpul sesuai dengan siklus Deming dan
adaptasi dengan ISO 9001:2000 standar (Gambar 1a dan b). Deming siklus adalah model
untuk perbaikan terus-menerus kualitas. Terdiri dari urutan logis dari empat langkah
berulang-ulang untuk berkesinambungan perbaikan dan pembelajaran: "Plan-do-check-
tindakan ' (PDCA) (Walton 1990; ISO 2000a; ISO 200 &). 'rencana' fase adalah fase
pembuatan strategi dan rencana, yang 'melakukan' fasa adalah satu di mana strategi dan
rencana dilaksanakan; fase 'check' adalah salah satu saat yang efektivitas proses dan kegiatan
dipantau dan dievaluasi; fase 'tindakan' adalah salah satu saat dimana tindakan untuk
meningkatkan sistem diidentifikasi dan direncanakan, berdasarkan Hasil dari fase 'check'.

Gambar 1 (a) The Deming Cycle (PDCA). (b) The adaptatation of Deming Cycle to the ISO 9001: 2000
Standard for Continuous quality improvement.
DAFTAR PUSTAKA

Brown,L.D. 1992. Quality Assurance cof health care in Developing countries,quality assurance
project,center for human service. Bethesda, Maryland.

Muninjaya, A.A.G. 2004. manejemen kesehatan. Jakarta ; EGC


Pohan, I.S. 2007. jaminan mutu layanan kesehatan; dasar-dasar pengertian dan penerapan.
Jakarta EGC.
Sulastomo. 2000. manajemen kesehatan. Jakarta; Gramedia
Tjiptono . 1997. total quality service. Jogjakarta; Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai