Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan
keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan,
dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi,
syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar
(appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai
(accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan tersebut mempunyai kedudukan yang sama
pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi
kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi
masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Apabila pelayanan kesehatan
yang bermutu dapat diselenggarakan, maka akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat. Untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut
dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu
(Quality Assurance Program).
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan
fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholdernya, dampak
dari QA akan menentukan keberlangsungan atau eksistensi sebuah rumah sakit. Bagi Rumah
Sakit, adanya QA yang baik akan membuat RS mampu untuk bersaing dan tetap exist di
masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang
bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan
adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati-hati dalam
menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan
standar dalam memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit (Lusa,
2007).
Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu untuk ; Menetapkan masalah dan
penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan upaya penyelesaian
masalah dan melaksanakan sesuai kemampuan menilai pencapaian hasil dengan
menggunakan indikator yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak lanjut untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan ini sangat berperan penting
dalam pelayanan keperawatan, karena keberhasilan dan tidaknya perawat tersebut dilihat
dari bagaimana perawat mampu memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan
melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses asuhan keperawatan yang telah
diberikan pada kliennya.
Jaminan mutu dalam keperawatan merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang
sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan keperawatan kepada klien.
Seorang perawat yang profesional harus senatiasa berupaya memberikan pelayanan
keperawatan dengan mutu yang terbaik kepada semua klien tanpa terkecuali. Pendekatan
jaminan mutu layanan keperawatan merupakan salah satu perangkat yang sangat berguna
bagi mereka yang mengelolah atau merencanakan layanan keperawatan.
Pendekatan tersebut juga merupakan bagian keterampilan yang mendasar bagi setiap
pemberi pelayanan kesehatan yang secara langsung melayani kien. Layanan keperawatan
yang bermutu adalah layanan keperawatan yang senantiasa berupaya memenuhi harapan
kien sehingga klien selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat. Pendekatan
jaminan mutu layanan keperawatan mengutamakan keluaran layanan keperawatan atau apa
yang dihasilkan dan di akibatkan oleh layanan keperwatan.
Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh pekerjaan
yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan organisasi layanan
keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan penyakit klien tersebut sangat
diperhatikan dan kemudian dilayani dengan layanan keperwatan dengan mutu yang terbaik.
Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu memperhatikan
mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta memperoleh kepercayaan dari
masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar jaminan mutu pelayanan kesehatan?
2. Bagaimana pentingnya jaminanan mutu layanan kesehatan dalam layanan keperawatan?
3. Bagaimana prinsip dan bentuk jaminan mutu layanan kesehatan?
4. Bagaimana standar mutu layanan kesehatan?
5. Bagaimana program jaminan mutu keperawatan?
6. Bagaimana evaluasi dan penilaian mutu pelayanan keperawatan?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui jaminan mutu dalam pelayanan kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar jaminan mutu pelayanan kesehatan
2. Mengetahui pentingnya jaminanan mutu layanan kesehatan dalam organisasi layanan
keperawatan
3. Mengetahui prinsip dan bentuk jaminan mutu layanan kesehatan
4. Mengetahui standar mutu layanan kesehatan
5. Mengetahui program jaminan mutu keperawatan
6. Mengetahui evaluasi dan penilaian mutu pelayanan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
a. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungandengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan
(ASQC dalam Wijoyo, 1999).
b. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan,
didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya
kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402,
1986).
c. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan hanya dapat
diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap
tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara
pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan.
B. Dimensi Mutu
Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan
tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-
dimensional. Tiap orang, mempunyai latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat
saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa
pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan
penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut Roberts dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan
penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan
adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana,
kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi
kerugian dari penyandang dana.
Pada dasarnya tahapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui :
a. Mutu
b. Penyusunan standar
c. Mengukur apa yang dicapai
d. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.
Semua langkah dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu
berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat dalam gambar
lingkaran mutu. Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
memerlukan hal-hal berikut :
2. Lisensi
Perizinan atau lisens merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layanan
kesehatan. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) yang diberikan merupakan suatu
pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi syarat untuk melakukan praktek sesuai
dengan profesinya. Demikian juga dengan profesi kesehatan lain, harus mempunyai
izin kerja sesuai dengan profesinya.
3. Sertifikasi
Sertifiasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai Perawat
adalah contoh sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh departemen
kesehatan dan /atau dinas kesehatan, sedangan sertifikasi oleh majelis tenaga
kesehatan Indonesia (MTKI).
4. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti rumah
sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan tertentu. Indonesia telah
melakukan akreditasi rumah sakit umum melalui departemen kesehatan.
Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sumber daya, bukan pada kinerja
penyelenggaraan layanan kesehatan. Inilah salah satu kekurangan pengukuran mutu
dengan cara prospektif.
b. Program Menjaga Mutu Konkuren
Pengukuran mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang
dilakukan selama layanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran
ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan
peninjauan pada rekam medik, wawancara dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan,
dan mengadakan pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan.
1. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang berhubungan
dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan retrospektif dn dari
jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan langsung mungkin
merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian penyelenggaraan layanan
kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung terdapat syarat bagi pengamat
yaitu:
a) Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati
b) Harus low profile
c) Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang diamati
d) Harus dapat bersifat objektif.
Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa daftar tilik atau
cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan dilakukan.
2. Penentuan sampel
Semua tehnik pengukuran memerlukan sampel pengamatan. Penentuan berapa besar
sampel dapat dibaca dala uku statistik khususnya kesehatan, tetapi hal-hal berikut
perlu diperhatikan:
a) sampel yang dipilih harus bebas bias sehingga sampel sama atau hampir sama
dengan populasinya.
b) sampel harus mengasilkan ukuran dalam jumlah yang dapat dikerjakan secara
realistis atau mudah oleh kelompok.
c. Program Menjaga Mutu Retrospektif
Program menjaga mutu restrospektif adalah penjaminan mutu yang diselenggarakan
setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada
standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka
obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja
pelaksana pelayanan atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program
menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survey klien dan lain-
lain.
a) Review Jaringan Rekam Medik
Pemeriksaan dan penilaian catatan medik atau catatan lain merupakan kegiatan yang
disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan lainnya sangat
berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan
dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap
hasil pemeriksaan tersebut.
b) Review Jaringan
Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber
daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan.
Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai
maupun terhadap kewajaran dan kecukupan daripelayanan yang diberikan.
c) Survey Klien
Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung
maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.
d. Program Menjaga Mutu Internal
Program Menjaga Mutu Internal (Internal quality assurance) adalah organisasi yang
bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada dalam institusi yang
menyelenggarakan layanan kesehatan. Untuk itu dalam institusi layanan kesehatan
tersebut dibentuklah suatu organisasi yang khusus menangani dan diberi tanggungjawab
menyelenggarakan program menjaga mutu. Organisasi yang dibentuk banyak
macamnya. Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya secara umum dapat dibedakan
atas dua macam :
1. Para pelaksana Program Penjaga Mutu yang terdiri para ahli yang tidak terlibat dalam
pendidikan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan
tanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2. Para pelaksana Program Penjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan
pendidikan kesehatan (team based) jadi semacam gugus kendali mutu sebagaimana
yang dibentuk di dunia industri.
e. Program Menjaga Mutu Eksternal
Program menjaga mutu eksternal (External quality Assurance) adalah suatu organisasi
yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu dibentuk berada
diluar organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Biasanya dibentuk dalam
suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu
organisasi di luar institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan, yang diserahkan
tanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu. Misalnya suatu Badan
Penyelenggara Akreditasi layanan kesehatan, yang untuk kepentingan programnya
membentuk suatu unit Program Menjaga Mutu, guna memantau, menilai serta
mengajukan saran-saran perbaikan mutu pendidikan kesehatan yang tergabung ke dalam
program yang dikembangkannya (Saifuddin dkk, 2001). Program menjaga mutu
eksternal ini merupakan sesuatu yang mungkin bisa menimbulkan konflik. Hal ini
disebabkan kepentingan pihak ketiga dimasukkan ke dalam saran-saran yang diberikan.
Saran-saran yang diberikan bisa saja tidak sesuai dengan visi dan misi dari institusi
layanan kesehatan yang menjadi mitra kerja Badan Penyelenggara diluar institusi
tersebut. Apabila dibandingkan dengan Program Menjaga Mutu Internal maka Program
Menjaga Mutu Eksternal kualitasnya lebih rendah.
G. Penilaian Mutu
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
a. Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan
masukan ( input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi,
manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas
keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya
mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga
dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yan g tersedia dan
dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada
karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur
berhubungan dengan pe ngaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber
daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas,
yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan; 2) per alatan, yaitu
suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat
absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi
gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan
pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan,
diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang me liputi ruang perawatan yang bersih, nyaman
dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah; 2) peralatan, peralatan
keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik; 3) staf keperawatan
sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas; 4) dan keuangan,
yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang
menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya
manusia, keuangan maupun logistik.
b. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentrans formasi struktur ( input) ke dalam hasil (outcome).
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
(perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa,
rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain
penilaian di lakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses
dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu
proses itu sendiri sesuai deng an standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran
(tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan
pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi
pelayanan keperawatan.
Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari
dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawa tan oleh perawat terhadap pasien dengan
menjalankan tahap -tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat
menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator
baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar ope
rasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987
dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan
dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai
dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat
kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini
yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat
kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan
indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
BAB III
Pembahasan
Selanjutnya, proses yang diidentifikasi adalah berkumpul sesuai dengan siklus Deming dan
adaptasi dengan ISO 9001:2000 standar (Gambar 1a dan b). Deming siklus adalah model
untuk perbaikan terus-menerus kualitas. Terdiri dari urutan logis dari empat langkah
berulang-ulang untuk berkesinambungan perbaikan dan pembelajaran: "Plan-do-check-
tindakan ' (PDCA) (Walton 1990; ISO 2000a; ISO 200 &). 'rencana' fase adalah fase
pembuatan strategi dan rencana, yang 'melakukan' fasa adalah satu di mana strategi dan
rencana dilaksanakan; fase 'check' adalah salah satu saat yang efektivitas proses dan kegiatan
dipantau dan dievaluasi; fase 'tindakan' adalah salah satu saat dimana tindakan untuk
meningkatkan sistem diidentifikasi dan direncanakan, berdasarkan Hasil dari fase 'check'.
Gambar 1 (a) The Deming Cycle (PDCA). (b) The adaptatation of Deming Cycle to the ISO 9001: 2000
Standard for Continuous quality improvement.
DAFTAR PUSTAKA
Brown,L.D. 1992. Quality Assurance cof health care in Developing countries,quality assurance
project,center for human service. Bethesda, Maryland.