Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Institusi pendidikan dipandang sebagai sebuah tempat yang

strategis untuk mempromosikan kesehatan sekolah juga merupakan

institusi yang efektif untuk mewujudkan pendidikan kesehatan,

dimana peserta didik dapat diajarkan tentang maksud perilaku sehat

dan tidak sehat serta konsekuensinya (Sarafino, 2014).

Pembentukan perilaku kesehatan sejak dini di institusi

pendidikan lebih mudah pelaksanaannya daripada setelah anak

menginjak usia dewasa. Perilaku kesehatan yang buruk pada anak

dapat mendatangkan berbagai jenis penyakit.

Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization

(2015) mencatat bahwa setiap tahun 100.000 anak

Indonesiameninggal akibat diare. Data Departemen Kesehatan

menyebutkan bahwa di antara 1000 penduduk terdapat 300 orang

yang terjangkit penyakit diare sepanjang tahun.

Data penyakit yang diderita oleh anak sekolah (SD) terkait

prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah penyakit kecacingan

40-60% (Profil Depkes RI, 2015), anemia anak sebesar 23,2 %

(Yayasan Kusuma Buana, 2014), karies dan periodental sebesar 74,4

% (SKRT, 2013).
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014

menyebutkan sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari

10 tahun. Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada

kelompok umur remaja (15-19 tahun). Hal ini berarti bahaya rokok

pada masyarakat yang rentan yakni anak-anak dan berdampak pada

masa remaja.

Departemen Kesehatan (2016), menyatakan bahwa penderita

TB anak masih 397. Data departemen kesehatan menunjukkan kasus

TB pada anak di seluruh Indonesia tahun 2015 sebanyak 3.990

kasus. Kebiasaan PHBS harus ditanamkan sejak dini agar bisa

terbawa hingga usia tua, Murid Sekolah Dasar (SD) cenderung

menjadi target yang tepat untuk dibekali dengan hal yang positif

seperti PHBS untuk hidup lebih sehat.

Usia anak sekolah adalah usia yang masih muda, mereka

masih membutuhkan bantuan dan tuntunan dari orang di sekitar

lingkungannya yaitu, orang tua, guru dan teman. Pada dasarnya

keluarga merupakan unit terkecil bagi suatu bangsa yang

memungkinkan untuk menjadi awal dari proses pendidikan dan

sosialisasi budaya baik, seperti salah satunya adalah budaya PHBS.

Namun, karena kesibukkan orang tua yang harus mencari nafkah,

maka anak-anak cenderung lebih banyak berkomunikasi dan

menghabiskan waktu bersama dengan guru dan teman-temannya di

lingkungan sekolah.
Adiwiryono (2015), menyatakan bahwa PHBS pada tatanan

pendidikan adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan

masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu

mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan

sekolah sehat. Sasaran pembinaan PHBS disekolah adalah siswa,

warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite

sekolah, dan orang tua siswa), dan masyarakat lingkungan

sekolah(penjaga kantin, satpamdan lain-lain).

Anak yang memasuki pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar

(SD) sangat tergantung kepada guru kelasnya di sekolah sehingga

guru kelas merupakan faktor penting dalam pendidikan anak SD

termasuk dalam pembentukan PHBS di sekolah. Sekolah selain

sebagaitempat belajar bagi anak juga merupakan sarana

bersosialisasi dengan teman sebaya dan lingkungan. Selain dengan

guru di sekolah, seorang anak juga berinteraksi dengan temannya

khususnya ketika istirahat di sekolah. Seorang anaksecara psikologis

cenderung meniru apa yang dilihat dalam kesehariannya termasuk

juga perilaku kesehatan yang dilakukan dan ditanamkan oleh orang

tuanya di rumah dan temannya di sekolah, sehingga faktor tersebut

juga dapat berpengaruh terhadap PHBS anak di lingkungan sekolah.

Dwigita (2015), menyatakan bahwa orang tua dan guruadalah

sosok pendamping saat anak melakukan aktifitaskehidupannya setiap

hari. Peranan mereka sangat dominan dan sangat menentukan

kualitas hidup anak di kemudian hari, sehingga sangatlah penting


bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan

gangguan kesehatan pada anak usia sekolah yang cukup luas dan

kompleks. Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia sekolah dapat

mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang

diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap

kesehatan anakusia sekolah tersebut, diharapkan dapat tercipta anak

usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi.

Penyebab rendahnya pelaksanaan PHBS dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain faktor perilaku dan non perilaku yang

berupa faktor lingkungan fisik, sosial ekonomi, oleh sebab itu

peningkatan masalah kesehatan tersebut harus ditujukan kepada dua

faktor tersebut. Banyak hal lain yang menjadi penyebab menurunnya

pelaksanaan PHBS di sekolah seperti faktor teknis, faktor geografi,

sosial ekonomi, serta kurangnya upaya promotif tentang kesehatan

khususnya mengenai PHBS dari puskesmas dan instansi kesehatan

lain seperti puskesmas (Sekretariat Eksekutif Pusat WSSLIC, 2015)

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Mbembu

(2014) menunjukkan bahwa diketahui adanya gambaran perilaku

hidup bersih dan sehat pada anak usia 7 -10 tahun. Pengetahuan,

sikap, dan lingkungan merupakan faktor-faktor penunjang hidup dan

mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat. Sebanyak 100%

responden memiliki pengetahuan yang baik dalam perilaku hidup

bersih dan sehat, sebanyak 98,8% responden memilki sikap positif

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, sedangkan sebanyak 1,2%


responden memilki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan

sehat,serta sebanyak 100% responden memiliki perilaku hidup bersih

dan sehat yang baik.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 10

siswa/siswi SDN Karet 3 Kabupaten Tanggerang dengan metode

wawancara menggunakan kuesioner sederhana dan observasi yang

berisi 10 pertanyaan tentang PHBS terdiri dari kebiasaan mandi 2

kali sehari, keramas, gosok gigi, potong kuku, membuang sampah

pada tempatnya, jajan makanan sehat disekolah, cuci tangan sebelum

makan, ketersediaan jamban di sekolah, dan pemeriksaan kuku rutin

oleh guru, diperoleh hasil bahwa 7 orang siswa memiliki PHBS yang

buruk yakni dengan memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan

sebelum makan dengansabun, buang sampah sembarangan, makan

jajanan yang tidak sehat di sekolah, memiliki rambut yang kotor

serta kuku tangan dan kaki yang panjang dan kotor. Hasil

wawancara dengan guru kelas didapatkan informasi bahwa

pemeriksaan kuku tangan, kaki, kebersihan dan kerapian rambut

dilaksanakan dengan tidak program tersecara kontinyu,

pelaksanaannya kadang dilakukan dalam duaminggu sekali, sebulan

sekali bahkan pernah 3 bulan tidak dilaksanakan pemeriksaan.


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah : Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) pada anak usia sekolah di SDN Karet 3

Kabupaen Tanggerang

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa

mengenai perilaku hidup bersih sehat dengan perilaku hidup bersih

dan sehat siswa SDN Karet 3 Kabupaten Tanggerang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengeahui pengaruh siswa mengenai perilaku hidup

bersih sehat dengan perilaku hidup bersih dan sehat siswa SDN

Karet 3 Kabupaten Tanggerang.

2. Untuk mengetahui Pengaruh Sikap siswa mengenai perilaku

hidup bersih sehat dengan perilaku hidup bersih dan sehat siswa

SDN Karet 3 Kabupaten Tanggerang.

3. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan siswa mengenai

perilaku hidup bersih sehat dengan perilaku hidup bersih dan

sehat siswa SDN Karet 3 Kabupaten Tanggerang.


1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai bahan

masukan dalam menentukan strategi perencanaan informasi

yang paling sesuai untuk perubahan perilaku masyarakat dalam

peningkatan pemahaman masyarakat tentang kesehatan

lingkungan.

2. Bagi kepala sekolah

Memberi gambaran sekaligus mengevaluasi terlaksananya

program PHBS siswa Sekolah Dasar sehingga dapat digunakan

sebagai pertimbangan dalam memberikan pendidikan kesehatan

dan promosi kesehatan siswa Sekolah Dasar.

3. Bagi guru SDN Karet 3 Kabupaten Tanggerang

Memberi gambaran sejauh mana pengetahuan PHBS siswa

Sekolah Dasar untuk dapat digunakan sebagai pertimbangan

untuk menentukan kebijakan tentang PHBS.

4. Bagi siswa SDN Karet 3 Kabupaten Tanggerang

Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dilingkungan

sekolah maupun di rumah.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sehat

Sehat merupakan kondisi yang diinginkan setiap individu.

Menurut WHO (2016) definisi sehat adalah keadaan sejahtera,

sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas hanya

pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Pencapaian derajat

kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak

yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama,

jenis kelamin, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.

Dalam setiap hal di dunia, termasuk kesehatan pasti memiliki

masalah - masalah tertentu. Tidak selamanya masalah kesehatan

merupakan masalah kompleks yang merupakan resultan dari

berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah

buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk,

genetika dan sebagainya.

Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai

psychosocio somatic health well being merupakan resultante dari 4

faktor yaitu:

1. Environment atau lingkungan.

2. Behaviour atau perilaku, antara yang pertama dan kedua

dihubungkan dengan ecological balance.

3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi,


distribusi penduduk dan sebagainya.

4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat

preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Dari empat faktor

tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang

paling besar pengaruhnya (dominan) (Soejoeti, 2016).

Status kesehatan akan tercapai secara optimal apabila

keempat faktor tersebut bersama-sama mempunyai kondisi yang

optimal juga. Jika salah satu faktor tersebut berada dalam keadaan

yang terganggu (tidak optimal), maka status kesehatan akan

tergeser dibawah optimal (Fitriani, 2015).

2.2. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah kumpulan dari reaksi, perbuatan, aktivitas,

gabungan gerakan, tanggapan dan jawaban yang dilakukan

seseorang, seperti proses berpikir, bekerja, hubungan seks dan

sebagainya (Chaplin, 2016). Menurut Fitriani (2015) perilaku

merupakan keseluruhan atau totalitas kegiatan akibat belajar dari

pengalaman sebelumnya dan dipelajari melalui proses penguatan dan

pengkondisian.

Menurut Branca dalam Herri (2015), perilaku adalah reaksi

manusia akibat kegiaan kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga

aspek ini saling berhubungan. Jika salah satu aspek mengalami

hambatan, maka aspek perilaku lainnya juga terganggu.

Bimo Walgito (1990) mengatakan bahwa perilaku adalah


akibat interelasi stimulus eksternal dengan internal yang akan

memberikan respon-respon eksternal. Stimulus internal merupakan

stimulus-stimulus yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis atau

psikologis seseorang. Misalnya, ketika kita lapar maka reaksi kita

adalah mencari makanan. Sedangkan stimulus eksternal merupakan

segala macam reaksi seseorang akibat faktor luar diri (lingkungan).

Misalnya, ketika melihat roti maka timbul keinginan untuk makan,

meskipun reaksi dari tubuh kita tidak menunjukkan rasa lapar.

Menurut Skinner perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap rangsangan dari luar (stimulus). Perilaku

terhadap rangsangan dari luar dapat dikelompokkan menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (covert behaviour), perilaku tertutup terjadi

bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum bisa diamati

orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservabel

behavior” atau “covert behavior” apabila respon tersebut terjadi

dalam diri sendiri dan sulit diamati dari luar (orang lain) yang

disebut dengan pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).

b. Perilaku Terbuka (overt behaviour), apabila respon tersebut

dalam bentuk tindakan yang dapat diamati dari luar (orang lain)

yang disebut praktik (practice) yang diamati orang lain dari luar

atau “observabel behavior”.

Perilaku muncul sebagai akibat dari:


 Hubungan timbal balik antara stimulus dan respon yang

lebih dikenal dengan rangsangan tanggapan. Hubungan

stimulus dan respon akan membentuk pola-pola perilaku

baru.

 Hubungan stimulus dan respon merupakan suatu

mekanisme dari proses belajar dari lingkungan luar.

Ganjaran (reward) akan memberikan penguatan kepada respon

atau tetap untuk mempertahankan respon. Adanya hukuman

(punishment) melemahkan respon atau mengalihkan respon ke

bentuk respon lainnya. Perubahan perilaku akibat perubahan

dari ganjaran atau hukuman (Herri, 2016).

Menurut Soekidjo (2017), perilaku adalah suatu aktivitas

dari manusia itu sendiri. Pendapat di atas disimpulkan bahwa

perilaku (aktivitas) yang ada pada individu tidak timbul dengan

sendirinya, tetapi akibat dari adanya rangsang yang mengenai

individu tersebut.

Perilaku dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Perilaku pasif atau respon internal, yaitu yang terjadi dalam

diri manusia dan yang tidak secara langsung dapat terlihat

orang lain. (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap)

artinya seseorang yang memiliki pengetahuan positif untuk

mendukung hidup sehat tetapi ia belum melakukannya

secara kongkrit.
b. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati secara

langsung (melakukan tindakan), misalnya: seseorang yang

tahu bahwa menjaga kebersihan amat penting bagi

kesehatannya ia sendiri melaksanakan dengan baik serta

dapat menganjurkan pada orang lain untuk berbuat serupa.

Menurut Suryani (2016) yang dikutip dari Fitriani (2015),

perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari

hubungannya. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas

manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar.

Perilaku manusia pada hakekatnya tindakan manusia itu

sendiri yang bertentangan sangat luas dari mulai berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja dan sebagainya.

Skinner (1938) membedakan respon menjadi dua, yaitu:

1. Respondent Respon atau reflexive

Merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan

tertentu. Bisa juga disebut dengan eliciting stimulation

atau stimulasi yang menimbulkan respon tetap seperti:

makanan lezat merangsang makan, cahaya terang

menyebabkan mata tertutup menarik bila jari terkena api,

juga cakupan emosional seperti menangis bila sedih,

luapan kegembiraan bila bahagia.

2. Operant respon atau instrumental respon

Yaitu respon yang timbul dan berkembang oleh stimulus


tertentu. Perangsang ini disebut dengan reinforce artinya

penguat. Seperti karyawan yang telah bekerja dengan baik

diberikan reward (penghargaan) atau hadiah dengan

harapan bisa lebih meningkatkan kinerjanya lagi (Fitriani,

2011).

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant

conditioning (respon perilaku yang diciptakan karena

adanya kondisi tertentu) menurut Skinner adalah sebagai

berikut:

a. Melakukan identifikasi terhadap hal – hal yang

merupakan penguat berupa reward atau hadiah bagi

perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analsiis untuk mengidentifikasi komponen

kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki.

c. Menggunakan secara urut komponen sebagai satu

tujuan sementara.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan urutan

komponen tersebut (Fitriani, 2011).

2.2. Pengertian Perilaku Kesehatan

Gochman (1998) mendefinisikan perilaku kesehatan


sebagai atribut- atribut seperti kepercayaan, ekspektasi, motif-

motif, nilai-nilai, persepsi elemen kogniti lainnya, karakteristik

kepribadian, termasuk mood dan status emosi dan sifat-sifat serta

pola peilaku yang jelas, tinndakan dan kebiasaan yang

berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan, restorasi dan

peningkatan kesehatan.

2.3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

2.3.1. Pengertian PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk

memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi

bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan

membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan

edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku

melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social

support) dan pemberdayaan masyarakat (enpowerment) sebagai

suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengetahui

masalah sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat

menerapkan cara cara hidup sehat dalam rangka menjaga,

memelihara dan meningkatkan kesehatan (Anggelina, 2015).

2.3.2. Tujuan, Manfaat dan Sasaran PHBS

Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan,


kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih

dan sehat, serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat termasuk

swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal. Sasaran PHBS meliputi tatanan rumah tangga, tatanan

institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat-tempat

umum dan tatanan institusi kesehatan (Albar, 2016).

Menurut Albar, manfaat PHBS disekolah antara lain :

1. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta

didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindung dari

berbagai gangguan dan ancaman penyakit

2. Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang

berdampak pada prestasi belajar peserta didik.

3. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat

sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat)

4. Meningkatkan citra pemerintah daerah dibidang pendidikan.

5. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

Dari kelima sasaran PHBS tersebut dalam penelitian ini

ditekankan pada tatanan institusi pendidikan dimana institusi

pendidikan adalah sarana yang diselenggarakan oleh

pemerintahan/swasta atau perorangan yang digunakan untuk

kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di institusi

pendidikan merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya


berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah, yang

ternyata umumnya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat. PHBS disekolah merupakan sekumpulan perilaku yang

dipraktekkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan

sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga

secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan

kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan

sehat (Depkes, 2015).

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS

Penerapan PHBS terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi.

Lawrence Green dalam Adelia (2017) membedakan adanya dua

determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku (behavioral

factors) dan faktor non perilaku (non behavioral).

Green menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh

tiga faktor utama :

1. Faktor pemudah (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap anak-anak

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga faktor ini

menjadi pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi

dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau

kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial

ekonomi, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang

dimiliki seseorang yang tidak merokok.


2. Faktor pemungkin (enambling factor)

Faktor ini merupakan pemicu terhadap perilaku yang

memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor

ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi anak-anaknya seperti air bersih, tempat

pembuangan sampah, ketersediaan jamban, dan makanan yang

bergizi. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Faktor penguat ( reinforcing factor)

Faktor ini merupakan faktor yang menentukan apakah

tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Faktor ini

terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku pengasuh anak-anak

atau orangtua yang merupakan tokoh yang dipercaya atau

dipanuti oleh anak-anak seperti pengasuh anak-anak memberikan

keteladanan dengan melakukan mencuci tangan sebelum makan,

atau selalu meminum air yang sudah dimasak. Maka hal ini akan

menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-

anak.

Terdapat hal hal yang dapat mempengaruhi PHBS,

sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri, yang disebut

faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya yang disebut

faktor eksternal (Alamsyah, 2016).

1. Faktor Internal

Faktor internal seperti keturunan. Seseorang


berprilaku tertentu karena memang sudah demikian

diturunkan dari orang tuanya. Sifat – sifat yang dimiliki

adalah sifat sifat yang diperoleh dari orang tua atau neneknya

dan lain sebagainya. Faktor internal lainnya adalah motif.

Manusia berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif

tertentu. Motif atau dorongan ini timbul karena dilandasi oleh

adanya kebutuhan yang oleh Maslow dikelompokkan

menjadi kebutuhan biologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan

rohani.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi

seseorang untuk berbuat sesuatu yang disebabkan karena

adanya suatu dorongan atau unsur-unsur tertentu. Faktor

eksternal juga merupakan faktor yang terdapat diluar diri

individu.

2.3.4 Indikator PHBS

Menurut Depkes RI (2015) menetapkan indikator yang

ditetapkan pada program PHBS berdasarkan area/wilayah, ada tiga

bagian yaitu sebagai berikut :

1. Indikator Nasional ;

- Persentase penduduk tidak merokok

- Persentase penduduk yang memakan sayur-sayuran dan


buah- buahan

- Persentase penduduk melakukan aktifitas fisik/ oalahraga

2. Indikator Lokal Spesifik

Indikator nasional ditambah indikator lokal spesifik masing-

masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Dengan

demikian ada 16 indikator yang dapat digunakan untuk

mengukur perilaku sehat.

3. Indikator PHBS di setiap tatanan

Indikator sehat terdiri dari indikator perilaku dan indikator

lingkungan di 5 (lima) tatanan, yaitu :

a. Indikator tatanan rumah tangga

b. Indikator tatanan tempat kerja

c. Indikator tatanan tempat umum

d. Indikator tatanan sarana kesehatan

e. Indikator tatanan sekolah

2.3.5. PHBS di lingkungan Sekolah

PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa,

guru, danmasyarakat lingkungan sekolah agara tahu, mau dan

mampu mempraktekkan PHBS, dan berperan aktif dalam

mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah lembaga dengan

organisasi yang tersusun rapi dengan segala aktifitasnya

direncanakan dengansengaja disusun yang disenut kurikulum

(Ahmadi, 2016).
PHBS di institusi pendidikan adalah upaya pemberdayaan

dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan

sehat di tatanan institusi pendidikan. Indikator PHBS di institusi

pendidikan/ sekolah meliputi (Depkes, 2017) :

a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun

b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

d. Olahraga yang teratur dan terukur

e. Memberantas jentik nyamuk

f. Tidak merokok di sekolah

g. Memimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap

bulan

h. Membuang sampah pada tempatnya

2.3.6. Sasaran PHBS di Tatanan Sekolah

Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2017) dikembangkan

dalam lima tatanan yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat

kerja, di tempat-tempat umum, institusi pendidikan, dan di sarana

kesehatan.

Sedangkan sasaran PHBS di tatanan sekolah adalah seluruh warga

tatanan sekolah yang terbagi dalam :


a. Sasaran primer

Sasaran utama dalam tatanan sekolah yang akan dirubah

perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/

kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah)

b. Sasaran sekunder

Sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan

yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, tokoh masyarakat,

petugas kesehatan dan lintas sektor terkait

c. Sasaran tersier

Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam

mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya

pelaksanaan PHBS di isntitusi pendidikan seperti, kepala desa,

lurah, camat, kepala puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat,

dan orang tua murid.

Menurut Tarigan (2016) yang dikutip Rahmawati (2015),

sasaran PHBS pada usia sekolah (6-10 tahun) yang kurang baik akan

menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, sakit gigi, sakit kulit

dan cacingan.

Dengan demikian untuk mengurangi prevalensi dampak buruk

tersebut maka perlu diterapkan sasaran PHBS dengan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut :

1. Kebersihan Kulit

Memelihara kebersihan kulit, harus memperhatikan kebiasaan

berikut ini :

a. Mandi dua kali sehari

b. Mandi pakai sabun

c. Menjaga kebersihan pakaian

d. Menjaga kebersihana lingkungan

2. Kebersihan rambut

Menurut Potter dan Perri dalam Hidayat (2018) untuk selalu

memelihara rambut dan kulit kepala dan kesan cantik serta tidak

berbau apek, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Memerhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut

sekurang kurangnya dua kali seminggu

b. Mencuci rambut dengan shampo/ bahan pencuci rambut lain

c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut

sendiri

3. Kebersihan gigi

Menurut Irianto (2016), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

menjaga kebersihan gigi adalah sebagai berikut :

a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dan dianjurkan setiap

habis makan

b. Memakai sikat gigi sendiri

c. Menghindari makanan yang merusak gigi


d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi

e. Memeriksakan gigi secara rutin

4. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku

Menurut Potter dan Perri dalam Hidayat (2018), hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam memelihara kebersihan tangan, kaki,

dan kuku yaitu :

a. Mencuci tangan sebelum makan

b. Memotong kuku secara teratur

c. Kebersihan lingkungan

5. Kebiasaan olahraga

Olahraga yang teratur mencakup kualitas gerakan dan kuantitas

dalam arti dan frekuensi yang digunakan untuk berolahraga.

Dengan demikian akan menentukan status kesehatan seseorang

khusunya anak-anak pada masa pertumbuhan (Notoatmojo,

2015).

6. Kebiasaan Tidur yang cukup

Tidur yang cukup bukan saja berguna untuk memelihara

kesheatan fisik, tetapi juga untuk kesehatan mental. Dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, mengacu orang

untuk meningkatkan kehidupannya di bidang sosial dan ekonomi,

yang akhirnya mendorong orang bersangkutan untuk bekerja

keras tanpa menghiraukan beban fisik dan mentalnya.

Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk


mempertahankan kesehatannya (Notoatmojo, 2015). Tubuh yang

cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga.

Dengan tidur yang cukup, kemampuan dan keterampilan akan

meningkat sebab susunan saraf serta tubuh terpelihara agar tetap

segar dan sehat. Tidur yang sehat merupakan kebutuhan yang

pentin gyang dibutuhkan setiap hari. Tidur yang sehat apabila

lingkungan tempat tidur udaranya bersih, suasana tenang dan

cahaya lampu remang-remang (tidak silau), serta kondisi tubuh

yang nyaman seperti tungkai diletakkan agak tinggi agar

memperlancar peredaran darah pada anggota gerak bawah

(Irianto, 2016).

7. Gizi dan menu seimbang

Keadaan gizi setiap individu adalah faktor yang sangat penting

sebab zat gizi zat kehidupan yang esensial bagi pertumbuhan dan

perkembangan manusia sepanjang hayatnya. Gizi seimbang

merupakan makanan yang beraneka ragam yang mengandung

karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dans erat sesuai

dengan proporsi yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan

serta pola makan yang teratur yaitu tiga kali sehari pada pagi,

siang, dan malam hari (Tarigan, 2015).

2.3.7. Fasilitas Penunjang PHBS

Salah satu faktor penting yang berpengaruh pada praktek


PHBS adalah fasilitas sanitasi yang tercermin dari akses masyarakat

terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, persentasi

rumah yang memiliki yang mempunyai akses terhadap air yang layak

untuk dikonsumsi baru mencapai 50% dan akses rumah tangga

terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5% (Adisasmito W., 2018).

Fasilitas PHBS merupakan sarana yang dipergunakan

sebagai pendukung perilaku hidup bersih dan sehat. Fasilitas yang

harus tersedia sebagai faktor pendukung untuk PHBS pada murid

sekolah adalah sebagai berikut (Depkes,2015) :

1. Fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Penyediaan tempat cuci tangan di sekolah minimal satu tempat

cuci tangan untuk dua kelas yang dilengkapi dengan :

- Tersedianya air bersih yang mengalir

- Tersedianya sabun cair/ batang

- Tersedianya tisu / lap tangan

2. Kantin Sekolah

Pengelolaan kantin dan makanan memperhatikan beberapa aspek

Keputusan Kementrian Kesehatan Nomor 1429/ Menkes/ SK/

XII/ 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan

Lingkungan di Sekolah yaitu :

- Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan

terbungkus dan atau tertutup

- Makanan jajanan yang disajikan dalam kemasan harus dalam

keadaan baik dan tidak kadaluarsa


- Tempat penyimpanan makanan harus bersih dan memenuhi

persyaratan kesehatan

- Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih yang

mengalir atau dalam 2 wadah yang berbeda dan dengan

menggunakan sabun

- Peralatan yang sudah bersih harus disimpan di tempat yang

bebas pencemaran

- Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan

makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya

- Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang

hanya untuk sekali pakai

- Penyaji makanan di sekolah harus selalu menjaga kebersihan

dengan selalu mencuci tangan sebelum memasak dan dari

toilet

3. Jamban

Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang

memenuhi syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank,

cemplung tertutup) dan terjaga kebersihannya. Jamban tidak

mencemari sumber air minum, tidak berbau kotoran, tidak

dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah, mudah dibersihkan

dan aman digunakan, terpisah antara laki-laki dan perempuan.

4. Sarana atau tempat olahraga

Tersedianya tempat berolahraga dan bermain bagi murid sekolah.

Harus dalam keadaan bersih, tidak becek dan tidak


membahayakan murid.

5. Pengendalian jentik nyamuk

- Kepadatan jentik nyamuk Aedes Aegypti yang diamati

melalui indeks container di dalam lingkungan sekolah harus

nol.

- Tersedianya poster tentang 3 M (menguras, menutup dan

mengubur)

6. Peraturan dilarang merokok

- Tersedianya atau adanya ketentuan dilarang merokok berupa

poster dan peraturan tertulis.

7. Alat penimbang berat dan pengukur tinggi badan

- Tersedianya alat penimbang berat dan pengukur tinggi badan

8. Tempat sampah

- Di setiap ruangan harus tersedia tempat sampah yang

dilengkapi dengan tutup

- Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) dari

seluruh ruangan untuk memudahkan pengangkutan atau

pemusnahan sampah

- Peletakan tempat pembuangan/ pengumpulan sampah

sementara dengan ruang kelas berjarak minimal 10 m.

2.3.8. Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah sangat


diperlukan seiring dengan banyaknya penyakit yang sering

menyerang anak usia sekolah yang umumnya berhubungan dengan

PHBS. Indikator PHBS di sekolah akan memberikan indikasi

keberhasilan atau pencapaian kegiatan PHBS di sekolah. Indikator

yang dikembangkan meliputi indikator yang terkait dengan perilaku

siswa di sekolah dan indikator yang berkaitan dengan penyediaan

sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan sekolah sebagai

bentuk dukungan kebijakan.

Agar indikator PHBS memenuhi persyaratan tersebut, perlu

dilakukan kajian dengan pemilihan responden atau informan

masyarakat sekolah terutama siswa sekolah.

Dengan diketahuinya perkembangan pelaksanaan PHBS di

sekolah maka dapat dilakukan upaya promosi kesehatan lebih lanjut

sehingga dapat meningkatkan jumlah sekolah sehat di Indonesia

(Ismoyowati, 2017).

Beberapa indikator PHBS di SD (Depkes, 2015), meliputi :

1. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun ketika berada di

sekolah

2. Menggunakan jamban jika buang air kecil dan buang air

besar ketika di sekolah

3. Membuang sampah pada tempatnya

4. Mengikuti kegiatan olahraga

5. Jajan di kantin sekolah


6. Memberantas jentik nyamuk

7. Mengukur berat badan dan tinggi badan setiap bulan

8. Tidak merokok di sekolah

2.3.9. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun

Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2015), ada 2

teknik dalam melakukan cuci tangan yaitu : (1) mencuci tangan

dengan menggunakan sabun dan air, (2) mencuci tangan dengan

menggunakan larutan berbahan dasar alkohol.

Langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan

air yang mengalir yaitu:

1. Basuh tangan dengan air

2. Tuangkan sabun secukupnya

3. Ratakan dengan kedua telapak tangan

4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan

kanan dan sebaliknya

5. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari

6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

lakukansebaliknya

8. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan

ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

9. Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan

kanan dan lakukan sebaliknya


10. Bilas kedua tangan dengan air

11. Keringkan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar

kering

12. Gunakan handuk tersebut untuk menutup kran

13. Kedua tangan telah aman

Pada langkah nomor 3 sampai dengan nomor 9 merupakan

langkah cuci tangan dengan menggunakan sabun sedangkan langkah

nomor 2 sampai nomor 8 merupakan langkah cuci tangan dengan

menggunakan berbahan dasar alkohol yang dikenal sebagai 7

langkah hygiene tangan dan menjadi dasar pedoman prosedur tetap

mencuci tangan rumah sakit di Indonesia.

Menurut Depkes RI (2015), seluruh anggota masyarakat

(siswa, guru, staf sekolah) harus mencuci tangan sebelum makan,

sesudah buang air kecil/besar, sesudah beraktifitas atau setiap kali

tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang mengalir.

Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang ada

pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan

kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan sehingga

tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah

terjadinya penularan penyakit diare, demam tifoid, kecacingan,

penyakit kulit, ISPA, dan flu burung.

Menurut penelitian Quintero (2018) , terdapat sekitar 33,6 %

siswa SD dan SMP yang mencuci tangan dengan menggunakan


sabun dan air yang mengalir dan hanya sekitar 7% saja siswa yang

rutin setiap harinya yang mencuci tangan dengan menggunakan

sabun dan air yang mengalir. Kurang nya fasilitas disekolah terkait

dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

menyebabkan penerapan mencuci tangan dengan sabun dan air yang

mengalir masih tergolong rendah. Penelitian tersebut juga

menyebutkan bahwa perilaku siswa yang melakukan cuci tangan

pakai sabun dan air yang mengalir menurunkan prevalensi penyakit

pencernaan sebesar 0,8% dan menunurunkan absensi siswa karena

sakit sebesar 0,7 kali.

Menurut penelitian Wati (2017), terdapat sekitar 33 orang

siswa (70,2%) memiliki pengetahuan yang baik dalam cuci tangan

sebelum diberi penyuluhan dan meningkat menjadi 44 orang siswa

(93,6%) setalah diberi penyuluhan. Menurut penelitian Salasa (2015)

membuktikan bahwa metode diskusi menunjukkan metode

penyuluhan yang paling efektif digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar tentang PHBS. Hal ini

diketahui perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden

sesudah intervensi baik dengan metode ceramah maupun metode

diskusi dimana rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan

metode diskusi yaitu 22,47 dan 14,00 lebih besar nilainya

dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden.

2.3.10 Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

Menurut Evayanti (2016), sekolah sebai knya menyediakan


warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi

seimbang dan bervariasi sehingga membuat tubuh siswa yang

mengkonsumsi makanan/jajanan tersebut menjadi sehat dan kuat

sehingga angka ketidakhadiran siswa menjadi menurun dan proses

belajar berjalan dengan baik.

Menurut penelitian yang di lakukan Hermina, (2015) bahwa

frekuensi konsumsi makanan jajanan di sekolah selama seminggu

terakhir tampak bahwa sebagian siswa (50%) mengkonsumsi

makanan jajanan yang kurang beragam jenis zat gizinya. Mereka

umumnya membeli jenis makanan jajanan yang kandungan zat

gizinya hanya satu atau dua jenis sumber zat gizi, yakni hanya

mengandung karbohidrat dan lemak saja sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Hidayat (2018) tentang makanan jajanan di SDN 1

Pamijen Sukaraja, menunjukkan bahwa sebagian besar makanan

jajanan yang dijual belum memenuhi nilai gizi yang diharapkan.

Makanan yang dianggap sebagai makanan berat, seperti: bubur nasi

dan bubur sum-sum, berat perporsi hanya 20-40 gram, dengan nilai

energi 32-59 kkal, dan protein 0.3-0.98, sedangkan makanan semi

basah seperti: cilok, mendoan, bakwan, timus goreng, dan sosis

goreng, berat per porsi hanya 5-30 gram, dengan nilai energi 0-95

kkal, dan protein 0- 3.2 gram.

Menurut penelitian Kristianto (2017), menunjukkan bahwa

pada makanan jajanan pada anak sekolah dasar yang dijual


dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah tidak

memenuhi syarat syarat keamanan karena penggunaan bahan

berbahaya yang dilarang seperti formalin (71,4%), boraks (23,5%),

dan rhodamin B (18,5%).

2.3.11. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah

jamban yang memenuhi syarat kesehatan (leher angsa dengan

septictank, cemplung tertutup) dan terjaga kebersihannya. Jamban

yang sehat adalah yang tidak mencemari sumber air minum, tidak

berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah

di sekitarnya, mudah dibersihakan dan aman digunakan.

Penggunaan jamban yang bersih dan sehat setiap buang

air besar dan buang air kecil dapat menjaga lingkungan sekolah

disekitar sekolah menjadi bersih , sehat serta tidak berbau.

Penggunaan jamban yang bersih dan sehat dapat juga mencegah

terjadinya pencemaran air yang ada dilingkungan sekolah serta juga

dapat menghindari adanya lalat dan serangga yang dapat

menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit diare, demam

tifoid, serta kecacingan (Evayanti, 2016).

2.3.12 Olahraga yang teratur dan terukur

Olahraga yang teratur dan terukur dapat memelihara


kesehatan fisik dan mental pada diri siswa serta dapat

meningkatkan kebugaran tubuh siswa sehingga siswa tidak mudah

jatuh sakit. Olahraga yang teratur dan terukur dapat dilakukan

dilingkungan sekolah yang dilakukan secara bersama-sama oleh

masyarakat yang berada dilingkungan sekolah seperti karyawan

sekolah, komite, penjaga kantin, serta satpam (Evayanti, 2016).

2.3.13. Memberantas jentik nyamuk

Menurut Evayanti (2016), kegiatan ini dilakukan untuk

memberantas penyakit yang disebabkan oleh penularan nyamuk

seperti penyakit demam berdarah. Memberantas jentik nyamuk di

lingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M (menguras,

menutup dan mengubur) tempat-tempat penampungan air (bak

mandi, drum, tempayan, ban bekas, tempat air minum dan lain-

lain) minimal seminggu sekali. Hasil yang di dapat dari

pemberantasan jentik nyamuk ini kemudia di sosialisasikan kepada

seluruh warga sekolah.

2.3.14. Tidak merokok di sekolah

Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat

orang sekitarnya merokok. Di sekolah murid dapat merokok

dikarenakan mencontoh dari teman, guru maupun masyarakat di

sekitar sekolah. Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan

merokok akan menjadi lebih dewasa. Merokok di lingkungan

sekolah sangat tidak dianjurkan karena rokok mengandung zat

berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan murid sekolah.


Menurut Proverawati (2017), dalam satu batang rokok

yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya

seperti nikotin, tar dan carbon monoksida (C0). Nikotin dapat

menyebabkan ketagihan dan merusak jantung serta aliran darah.

Tar dapat menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker

sedangkan gas CO dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

darah membawa oksigen yang akan membuat sel-sel dalam tubuh

akan mati.

Menurut Riset Dasar Kesehatan (2017), sebagian besar

perokok mulai merokok ketika mereka masih anak-anak atau

remaja yaitu pada usia 10-14 tahun sebesar 13,6% dan angka

tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar

27,7%.

Menurut penelitian Rahmadi (2015), sekitar 32,3% siswa

pernah merokok dan umumnya mereka mempunyai pengetahuan

yang kurang tentang efek negatif dari rokok terhadap kesehatan.

Kebiasaan meokok pada siswa tersebut dipengaruhi oleh orang tua,

teman sebaya, kepribadian, dan media inforrmasi yang

mengiklankan rokok.

2.3.15. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap

bulan

Kegiatan menimbang berat badan dan mengukur tinggi


badan pada siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengamati

tingkat pertumbuhan pada siswa. Hasil pengukuran dan

penimbangan berat badan pada siswa tersebut dibandingkan dengan

standar berat badan dan tinggi badan yang telah ditetapkan

sehingga guru mengetahui pertumbuhan siswanya normal atau

tidak normal (Evayanti, 2016).

2.3.16. Membuang sampah pada tempatnya

Menurut Evayanti (2016), siswa dan masyarakat sekolah

wajib membuang sampah pada tempat sampah yang telah

disediakan. Siswa diharapkan tahu dalam memilih jenis sampah

seperti sampah organik maupun sampah non organik. Sampah yang

berserakan dilingkungan sekolah dapat menimbulkalkan penyakit

dan tidak indah dipandang oleh mata.

2.3.17. Masalah Kesehatan yang Dapat Dikurangi dengan PHBS di

Sekolah

Masalah kesehatan pada anak usia sekolah yangdapat

dicegah dan dikurangi dengan melaksanakan PHBS di sekolah

antara lain diare, karies gigi, gizi buruk, penyakit kulit dan

kecacingan.

Masalah terbanyak akibat memiliki Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat yang tidak baik adalah diare, karies gigi serta kecacingan

(Masita,2015). Jika sebahagian murid SD memahami PHBS bukan


tidak mungkin dapat menekan tingginya angka kesakitan seperti,

penyakit diare, DBD dan penyakit ISPA yang kerap kali datang

pada musim panca roba (Eurika, 2018).

2.4. Pendidikan Kesehatan

2.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui panca indra manusia yaitu indraa penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif

merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Agung, 2017).

Menurut Notoatmodjo dalam Agung (2017), pengetahuan

mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu

dapat diukur dari kemampuan orang tersebut

menyebutkannya, menguraikan dan mendefinisikan.

2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


Orang telah paham terhadap suatu atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk

mempergunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi

sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam

konteks atau situasi lain.

4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di

dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

5. Sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.5. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Adelia, 2016). Sikap


mempunyai beberapa karakteristik yaitu selalu ada objeknya, biasanya

bersifat evaluatif, relatif mantap, dapat dirubah. Sikap adalah reaksi

atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau

objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap mempunyai tiga komponen

pokok yaitu kepercayaan, kehidupan emosional serta kecendrungan

untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk

sikap yang utuh. Dalam penetuan sikap yang utuh ini, pengetahuan

berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap

terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon, diartikan bahwa subjek memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikator dari sikap.

3. Menghargai, diartikan bahwa subjek memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikator dari sikap.

4. Menghargai, diartikan bahwa subjek mengajak orang lain

untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah.

5. Bertanggung jawab, diartikan bahwa subjek bertanggung

jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko.
Sikap dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Sikap negatif, sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak

menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu

berada

2. Sikap positif, sikap yang menunjukkan menerima terhadap

norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu

objek secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis,

kemudia dinyatakan sebagai responden (Ahmadi, 2016).

Tindakan adalah gerakkan atau perbuatan dari tubuh setelah

mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh

suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan

banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya

terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan

dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan

bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Tindakan terdiri dari beberapa tindakan yaitu :

1. Persepsi, mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin, melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar

3. Mekanisme, bila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis sesudah kebiasaan

4. Adaptasi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa


mengurangi kebenaran tindakan tersebut

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung

yaitu dengan wawancara. Pengukuran juga dapat dilakukan secara

langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan

responden.

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen


1. Lingkungan
a. Cuci tangan
b. Kantin sekolah
c. Jamban
d. Tempat Olahraga
e. Pengendali Jentik Nyamuk
f. Peraturan tertulis tentang
larangan merokok
g. Alat penimbang berat dan
pengukur tinggi badan
h. Tempat Sampah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

2. Pengetahuan
3. Sikap

Anda mungkin juga menyukai