Cindy Fenita Mangindaan PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 165

PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA

PERBAIKAN VESSEL SAAT KEGIATAN


TURNAROUND (TA) DI PT. PUPUK SRIWIDJAJA
(PUSRI) PALEMBANG TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH
CINDY FENITA MANGINDAAN
NIM. 10011181320006

PROGRAM STUDI (S1) ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA
PERBAIKAN VESSEL SAAT KEGIATAN
TURNAROUND (TA) DI PT. PUPUK SRIWIDJAJA
(PUSRI) PALEMBANG TAHUN 2017

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

OLEH
CINDY FENITA MANGINDAAN
NIM. 10011181320006

PROGRAM STUDI (S1) ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KESEHATAN KESELAMATAN KERJA
DAN KESEHATAN LINGKUNGAN (K3KL)
FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Skripsi, 20 Juli 2017

CINDY FENITA MANGINDAAN

Penilaian Risiko Keselamatan Kerja Pada Perbaikan Vessel Saat Kegiatan


Turnaround (TA) Di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang Tahun 2017

xvii + 112 Halaman, 19 Tabel, 26 Gambar, 9 Lampiran

ABSTRAK

Pekerjaan pada confined space merupakan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi.
Salah satu penyumbang angka kecelakaan kerja pada pekerjaan di confined space
terjadi saat kegiatan perbaikan. Turnaround merupakan kegiatan rutin yang
memiliki risiko tinggi yang dilakukan di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang dimana
pada kegiatan ini dilakukan berbagai perbaikan alat-alat produksi. Meskipun telah
dilaksanakan manajemen risiko, masih ada 2 kasus kecelakan kerja yang terjadi
saat kegiatan turnaround di tahun 2015, oleh karena itu dilakukan penilaian risiko
pada perbaikan vessel saat kegiatan turnaorund. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian kualitatif, dengan menggunakan Job Safety Analysis (JSA) untuk
proses identifikasi risiko, tabel penilaian risiko semikuantitatif AS/NZ 4360:1999
untuk analisis risiko dan level risiko semikuantitatif Cross (1988) untuk evaluasi
risiko. Hasil identifikasi risiko menunjukkan bahwa ditemukan 54 risiko pada
kegiatan penggantian stripper dan 59 risiko pada kegiatan penggantian carbamat
condensor. Hasil analisis risiko menunjukkan terdapat 27 risiko dengan tingkat
risiko very high, 1 risiko dengan tingkat risiko priority 1, 14 risiko dengan tingkat
risiko substansial, 2 risiko dengan tingkat risiko priority 3 dan 10 risiko dengan
tingkat risiko acceptable pada kegiatan penggantian stripper dan 33 risiko dengan
tingkat risiko very high, 1 risiko dengan tingkat risiko priority 1,14 risiko dengan
tingkat risiko substansial, 2 risiko dengan tingkat risiko priority 3 dan 9 risiko
dengan tingkat risiko acceptable pada kegiatan penggantian carbamat condensor.
Saran penelitian ini sebaiknya semua aktivitas di lapangan dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku serta dilakukan pengawasan untuk memastikan
penerapan peraturan.

Kata Kunci : Penilaian Risiko, Confined Space, Job Safety Analysis


Kepustakaan : 56 (1982-2017)

ABSTRAK BAHASA INDONESIA

i
Universitas Sriwijaya
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH ENVORIONMENT
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SRIWIJAYA
Skripsi, 20th July 2017

CINDY FENITA MANGINDAAN

Safety Risk Assesment On Vessel Repairment During Turnaorund (TA)


Activitity at PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang in 2017

xvii + 112 Pages, 19 Tables, 26 Images, 9 Attachments

ABSTRACT

Work in confined space is a job that has high risks. One contributor to the number
of work accidents on the work in the confined space is an accident that occurred
during the repairment activities. Turnaround is a high-risk routine activity
conducted at PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang where in this activity carried out
various repairments of production tools. Despite the implementation of risk
management, there were still 2 cases of work accidents occurred during
turnaround activities in 2015, therefore a risk assessment were performed on
vessel repairment during turnaorund activities. This research used qualitative
research design, used Job Safety Analysis (JSA) for risk identification, AS/NZ
4360:1999 semi quantative risk assessment table for risk analysis and Cross’ semi
quantitative risk level (1988) for risk evaluation. The results of risk identification
showed that there were 54 risks in stripper replacement activity and 59 risks on
carbamat condensor replacement activity. The result of risk analysis showed there
were 27 risks with very high risk level, 1 risk with priority 1 risk level, 14 risk
with substantial risk level, 2 risk with priority 3 risk level and 10 risk with
acceptable risk level on stripper replacement activity and 33 risk with very high
risk level, 1 risk with priority 1 risk level, 14 risk with substantial risk level, 2 risk
with priority 3 risk level and 9 risk with acceptable risk level on carbamat
condensor replacement activity. Suggestions from this research are all activities
in the field should be carried out in accordance with applicable regulations and
there should be supervision to ensure the implementation of the regulations.

Key Words : Risk Assesment, Confined Space, Job Safety Analysis


Bibliography : 56 (1982-2017)

ABSTRAK BAHASA INGGRIS

ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Umum
Nama Lengkap : Cindy Fenita Mangindaan
NIM : 10011181320006
Tempat / Tanggal Lahir : Palembang, 12 November 1996
Alamat : Jl. Sikam No. 102 RT. 11 RW. 03 Kel/Kec.
Kalidoni Palembang
Email : cindyfenita@gmail.com
HP : 082282688494

Riwayat Pendidikan
2013-2017 : Dept. Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Kesehatan Lingkungan (K3KL), Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sriwijaya
2011-2013 : SMA Negeri 5 Palembang
2008-2011 : SMP Negeri 29 Palembang
2002-2008 : SD Negeri 200 Palembang

Pengalaman Organisasi

2009-2010 : Bendahara 2 OSIS SMP Negeri 29 Palembang


2014-2015 : Anggota BEM KM FKM UNSRI
2014-2015 : Anggota BO ESC FKM UNSRI
2014-2015 : Kepala Departemen Ekonomi Kreatif BO GEO
FKM UNSRI
2015-2016 : Bendahara Umum BO GEO FKM UNSRI
2015-2016 : Anggota Ikatan Bujang Gadis UNSRI

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul : “Penilaian Risiko Keselamatan Kerja
pada Perbaikan Vessel saat Kegiatan Turnaround (TA) Di PT. Pupuk
Sriwidjaja (PUSRI) Palembang Tahun 2017”.
Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari adanya
kekurangan dan kelemahan yang disebabkan terbatasnya kemampuan,
pengetahuan, dan pengalaman yang penulis miliki. Ucapan terima kasih penulis
ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan segala bentuk dukungan,
bantuan, bimbingan, motivasi serta doanya, sehingga memacu dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini:
1. Bapak Iwan Stia Budi, S.KM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya
2. Ibu Dr. Novrikasari, S.K.M.,M.Kes selaku pembimbing satu yang telah
mendampingi, mengarahkan dan memberikan masukan yang sangat
bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan proses bimbingan.
3. Ibu Inoy Trisnaini,S.K.M.,M.KL selaku pembimbing dua yang telah
mendampingi, mengarahkan dan memberikan masukan yang sangat
bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan proses bimbingan.
4. Ibu Elvi Sunarsih, S.K.M., M.Kes selaku penguji satu yang telah
memberikan masukan dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi.
5. Ibu Ani Nidya Listianti, S.K.M., M.KKK selaku penguji dua yang telah
memberikan masukan dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi.
6. Bapak Ir.H.Maulana Yusuf, M.Sc.,M.T selaku penguji tiga yang telah
memberikan masukan dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi.
7. Mbak Sri Arinda, S.KM selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan dukungan, bimbingan dan saran selama kegiatan penyusunan
skripsi.
8. Mama dan Papa yang selalu memberikan doa dan dukungan moral
maupun materi selama pengerjaan proposal skripsi ini.

vii
9. Alm. Papade, Mamade, Vanny Oktarina, S.T dan Azzahra Aprilia yang
selalu memberikan saran, semangat, serta pencerahan.
10. Dinda Rahma Vinanty, thank you for stick around me through ups and
down. I owe you lots!
11. Manis Manja (Dinda, Tiara, Ria, Syahyahi, Desi, Vivin, Pupu dan Bela),
thank you for being my biggest support system.
12. Faster dan Okidoki, thank you for never turn your back on me.
13. Teman-teman angkatan FKM 2013, thank you for being the best college
friends. I’ll see you guys on top!

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, saran, dan kritik yang membangun sangatlah diharapkan guna lebih
sempurnanya proposal skripsi ini.

Indralaya, Juli 2017

Penulis

viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas Akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda


tangan di bawah ini :

Nama : Cindy Fenita Mangindaan


Nim : 10011181320006
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya Ilmiah : Skripsi

Dengan ini menyatakan menyetujui untuk memberikan kepada Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif
(Non-exclusive Royalty Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Perbaikan Vessel saat Kegiatan


Turnaround (TA) Di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang Tahun 2017

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Ekslusif ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat : di Indralaya
Pada Tanggal : 25 Juli 2017
Yang Menyatakan,

Cindy Fenita Mangindaan


Nim. 10011181320006

ix
DAFTAR ISI

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ..................................................................... i


ABSTRAK BAHASA INGGRIS ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ ix
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.4.1 Bagi Penelitian .................................................................................. 5
1.4.2 Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ............................................. 5
1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ............................................... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 6
1.5.1 Lingkup Lokasi ................................................................................. 6
1.5.2 Lingkup Materi.................................................................................. 6
1.5.3 Lingkup Waktu.................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
2.1 Bahaya (Hazard) ...................................................................................... 7
2.2 Risiko (Risk) ............................................................................................. 8
2.3 Kecelakaan Kerja...................................................................................... 9

x
2.3.1 Definisi Kecelakaan Kerja ................................................................ 9
2.3.2 Penyebab Kecelakaan Kerja ............................................................. 9
2.4 Confined Space ....................................................................................... 10
2.4.1 Pengertian Confined Space ............................................................. 10
2.4.2 Penggolongan Jenis Confined Space............................................... 11
2.4.3 Jenis Pekerjaan Pada Confined Space ............................................. 11
2.4.4 Bahaya Pada Confined Space .......................................................... 12
2.4.5 Program Confined Space ................................................................. 13
2.5 Immediately Dangerous to Life or Health (IDLH) ................................ 16
2.6 Material Safety Data Sheet (MSDS) ...................................................... 16
2.7 Vessel (Bejana Tekan) ............................................................................ 19
2.7.1 Defini Vessel ................................................................................... 19
2.7.2 Jenis-Jenis Vessel Berdasarkan Posisinya ....................................... 19
2.6.3 Jenis-jenis Vessel Berdasarkan Prosesnya ...................................... 20
2.8 Bekerja Pada Ketinggian ........................................................................ 22
2.8.1 Pengertian Bekerja pada Ketinggian ............................................... 22
2.8.2 Bahaya Bekerja pada Ketinggian .................................................... 22
2.9 Manajemen Risiko .................................................................................. 24
2.9.1 Pengertian Manajemen Risiko ........................................................ 24
2.9.2 Proses Manajemen Risiko ............................................................... 24
2.10 Job Safety Analysis (JSA)....................................................................... 33
2.10.1 Langkah-Langkah melakukan JSA ................................................. 33
2.11 Keabsahan Penelitian ............................................................................. 36
2.12 Kerangka Teori ....................................................................................... 37
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH.............................. 38
3.1 Kerangka Pikir ........................................................................................ 38
3.2 Definisi Istilah ........................................................................................ 38
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 40
4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 40
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 40
4.3 Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data ............................................... 41
4.3.1 Jenis Data ........................................................................................ 41
4.3.2 Cara Pengumpulan Data .................................................................. 42
4.3.3 Alat Pengumpulan Data .................................................................. 42
4.4 Pengolahan Data ..................................................................................... 42
4.5 Validasi Data .......................................................................................... 43

xi
4.6 Analisis dan Penyajian Data ................................................................... 43
4.6.1 Analisis Data ................................................................................... 43
4.6.2 Penyajian Data ............................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 45
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian................................................................... 45
5.1.1 Gambaran Umum PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ...................... 45
5.1.2 Gambaran Khusus Pabrik PUSRI IB dan Kegiatan Turn Around
(TA) 59
5.1.3 Karakteristik Informan .................................................................... 63
5.2 Langkah Kerja ........................................................................................ 63
5.3 Identifikasi Risiko .................................................................................. 71
5.4 Analisis dan Tingkatan Risiko................................................................ 81
5.5 Evaluasi Risiko ....................................................................................... 92
BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................... 95
6.1 Pembahasan ............................................................................................ 95
6.1.1. Tingkat Risiko Very High ............................................................... 95
6.1.2 Tingkat Risiko Priority 1 .............................................................. 100
6.1.3. Tingkat Risiko Substansial ........................................................... 102
6.1.4. Tingkat Risiko Priority 3 .............................................................. 107
6.1.5 Tingkat Risiko Acceptable ............................................................ 108
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 111
7.1 Simpulan ............................................................................................... 111
7.2 Saran ..................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Ukuran Konsekuensi Secara Kualitatif ....................................... 27


Tabel 2.2 Skala Ukuran Likelihood Secara Kualitatif .......................................... 27
Tabel 2.3 Rating Penilaian Teknik Analisis Semi Kuantitatif .............................. 28
Tabel 2.4 Kriteria Kualitatif Level Risiko ............................................................ 31
Tabel 2.5 Level Risiko Secara Semi Kuantitatif dan Tindakan yang Harus ......... 31
Tabel 2.6 Penelitian yang Terkait ......................................................................... 36
Tabel 3.1 Definisi Istilah ....................................................................................... 38
Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian.................................................................... 41
Tabel 5.1 Gambaran Kecamatan .......................................................................... 48
Tabel 5.2 Komposisi Karyawan ............................................................................ 51
Tabel 5.3 Jadwal Kerja Non-Shift ......................................................................... 52
Tabel 5.4 Jadwal Kerja Shift ................................................................................. 52
Tabel 5.4 Karakteristik Informan Kunci ............................................................... 63
Tabel 5.5 Karakteristik Informan Biasa ................................................................ 63
Tabel 5.6 Identifikasi Risiko Penggantian Stripper .............................................. 68
Tabel 5.7 Identifikasi Risiko Penggantian Carbamat Condensor ........................ 73
Tabel 5.8 Analisis dan Tingkatan Risiko Penggantian Stripper ........................... 79
Tabel 5.9 Analisis dan Tingkatan Risiko Penggantian Carbamat Condensor ..... 84
Tabel 5.10 Daftar Prioritas Risiko dan Tindakan yang Harus Diambil................89

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Vessel Vertikal .................................................................................. 19


Gambar 2.2 Vessel Horisontal .............................................................................. 20
Gambar 2.3 Separator Vessel ................................................................................ 20
Gambar 2.4 Drum Vessel ...................................................................................... 21
Gambar 2.5 Tower Vessel ..................................................................................... 21
Gambar 2.6 Proses Manajemen Risiko ................................................................. 25
Gambar 2.7 Rumus Risiko .................................................................................... 28
Gambar 2.8 Hirarki Pengendalian Hazard ............................................................ 35
Gambar 2.9 Kerangka Teori .................................................................................. 37
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada ............... 38
Gambar 5.1 Lambang PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ...................................... 47
Gambar 5.2 Peta Situasi Pabrik, Komplek, Perumahan ...................................... 50
Gambar 5.3 Blok Diagram Pabrik Amoniak ......................................................... 56
Gambar 5.4 Proses Pembuatan Urea ..................................................................... 57
Gambar 5.5 Stipper PUSRI IB .............................................................................. 61
Gambar 5.6 Carbamat Condensor ........................................................................ 62
Gambar 5.7 Proses Penurunan Stripper ................................................................ 64
Gambar 5.8 Proses Kerja Penurunan Stripper ......................................................65
Gambar 5.9 Proses Kerja Penurunan Carbamat Condensor ................................. 65
Gambar 5.10 Proses Pemindahan Stripper dan Carbamat Condensor ................ 66
Gambar 5.11 Proses Penegakan dan Pengangakatan Stripper .............................. 67
Gambar 5.12 Proses Kerja Pangangkatan Stripper ............................................... 67
Gambar 5.13 Proses Kerja Pengangkatan Carbamat Condensor..........................68
Gambar 5.14 Proses Pelepasan Tali Crane dari Stripper......................................69
Gambar 5.15 Proses Pemasangan Stripper Saat Di Pondasi.................................70
Gambar 5.16 Proses Pemasangan Carbamat Condensor Saat di Pondasi............70

xiv
DAFTAR ISTILAH

A
Asetilin : bahan bakar yang digunakan untuk pengelasan gas
C
Carbamat Condensor : alat yang berfungsi untuk menghasilkan panas
melalui proses kondensasi gas
Confined Space : ruang yang cukup luas namun memiliki akses
keluar masuk yang terbatas
Consequences : dampak yang ditimbulkan oleh suatu kejadian
D
Drum Vessel : vessel yang digunakan untuk menampung fluida
E
Englufment : terperosok/terjebak
Exposure : frekuensi pemaparan terhadap bahaya
F
Flammable : mudah terbakar
G
Grating : baja yang digunakan sebagai pijakan
H
Handrail : pegangan tangan atau pembatas yang terdapat pada
scaffold
Hot Work Permit : permit yang digunakan untuk jenis pekerjaan yang
berkaitan dengan penggunaan nyala api
I
IDLH : pemaparan terhadap kontaminan di udara yang
mungkin bisa menyebabkan kematian atau efek
samping kesehatan
J
Job Safety Analysis : tools yang digunakan untuk mengidentifikasi
risiko
L
Lower Explosive Limit : batas bawah titik nyala gas explosive
Lower Flammable Limit : batas bawah konsentrasi campuran gas atau uap
yang mudah terbakar di udara
M
Manhole : tempat keluar masuk pekerja di confined space
MSDS : dokumen yang mengandung informasi mengenai
bahan kimia, berupa sifat fisik dan kimiawi, cara

xv
penggunaan, penyimpanan dan pengelolaan bahan
buangan
N
Nozzle : saluran penghubung antar vessel
P
Permissible Explosive Limit : batas pemaparan zat kimia atau agen fisik yang
diizinkan pada karyawan
Platform : alat pendukung scaffold yang berfungsi sebagai
pijakan pekerja
Probability : kecenderungan terjadinya suatu kejadian
Production Separator : vessel yang berfungsi untuk memisahkan proses
produksi
S
Scaffold : konstruksi pembantu untuk pekerjaan diketinggian
Separator Vessel : jenis vessel yang berfungsi untuk memisahkan
bahan yan masuk
Skirt/Leg : penyangga vessel
Stripper : alat pemisah kelebihan amoniak dan menguraikan
amonium karbamat yang tidak terkonversi di reaktor
urea
Swirl : pemisah amoniak di dalam stripper

T
Test Separator : pengukur kadar laju produksi
Torque Wrench : alat yang digunakan untuk melepas dan
mengencangkan baut
Tower Vessel : jenis vessel yang digunakan untuk menyaring dan
memisahkan bahan mentah yang masuk
Turnaround : kegiatan rutin yang dilakukan untuk melakukan
perbaikan alat-alat produksi di PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang

V
Vessel : tempat yang digunakan untuk menyimpan fluida,
baik bertekanan atau tidak bertekanan
Vessel Horizontal : vessel yang posisinya mendatar
Vessel Vertical : vessel yang posisinya berada tegak lurus

W
Work Permit : izin kerja

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Worksheet Job Safety Analysis (JSA)


Lampiran 2. Tabel Penilaian Risiko Semi kuantitatif
Lampiran 3. Level Risiko Secara Semi kuantitatif dan Tindakan Yang Harus
Diambil
Lampiran 4. Form Kesediaan Menjadi Informan
Lampiran 5. Pedoman Wawancara
Lampiran 6. Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 7. Foto-foto Penggantian Stripper dan Carbamat Condensor
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian
Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kementerian Perindustrian Republik Indonesia menyatakan hingga tahun
2016, sebanyak 73 kawasan industri telah dibangun di Indonesia. Industri
pengolahan non migas misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 4,61% pada
triwulan II tahun 2016 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu
sekitar 4,47%. Semakin meningkatnya jumlah sektor industri, semakin meningkat
pula risiko kecelakaan kerja yang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Salah satu penyumbang angka kematian pada pekerja adalah kecelakaan
kerja pada ruang terbatas atau confined space. Menurut Work Safe BC (2005),
kecelakaan terkait confined space memang lebih jarang terjadi dibandingkan
kecelakaan pada jenis pekerjaan lainnya, namun mampu menimbulkan dampak
yang besar, seperti luka serius dan kematian. OSHA mengestimasi bahwa ada
sekitar 239.000 industri dengan 12 juta pekerja yang memiliki confined space di
area kerjanya. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,6 juta pekerja masuk dan melakukan
pekerjaan di confined space setiap tahunnya.
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
nomor 113 tahun 2006 menyatakan bahwa confined space mengandung beberapa
sumber bahaya yang bersumber dari bahan kimia yang mengandung racun dan
mudah terbakar dalam bentuk gas, uap, asap, debu dan sebagainya. Selain itu,
masih terdapat bahaya lain berupa terjadinya oksigen defisiensi atau sebaliknya
kadar oksigen yang terlalu berlebihan, suhu yang ekstrem, terjebak atau terliputi
(englufment), maupun risiko fisik lainnya yang timbul seperti kebisingan,
permukaan yang basah/licin dan kejatuhan benda keras yang terdapat di dalam
ruang terbatas tersebut yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja sampai
dengan kematian tenaga kerja yang bekerja di dalamnya.
Selama lima periode dari tahun 2005 hingga tahun 2009, ditemukan 481
kematian akibat kecelakaan kerja pada ruang terbatas (confined space) di dunia.
Rata-rata terjadi 96,2 kematian per tahun atau 1,85 kematian per minggu. Hal itu
berarti bisa dikatakan bahwa setiap 4 hari terjadi 1 kejadian kematian. Data ini

1
Universitas Sriwijaya
2

tidak mencakup semua insiden yang mengakibatkan cedera serius atau penyakit.
Angka kejadian ini terjadi pada 28 negara dengan melibatkan hampir setiap
kelompok usia. Lebih dari 61% dari insiden (298 orang) terjadi selama kegiatan
konstruksi, perbaikan dan pembersihan (Bakhtiar&Sulaksmono, 2013).
Kecelakaan kerja terkait confined space juga terjadi di Indonesia,
sayangnya belum ada data yang komperhensif. Dalam beberapa tahun terakhir
terjadi cukup banyak kasus kecelakaan kerja terkait confined space yang
mengakibatkan pekerjanya mengalami luka serius atau bahkan kematian. Di
Indonesia, hal tersebut juga terjadi pada industri besar yang dipercaya cukup
profesional di bidangnya (Khair, 2012). Salah satu contoh kejadian kecelakaan
pada confined space di Indonesia terjadi pada 21 November 2016, dua orang
pekerja tewas saat sedang melakukan pengelasan dalam rangka perbaikan tangki
penyimpanan oli di pabrik PT. Tawu Inti Bati (Khumaini, 2016).
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang merupakan salah satu industri non-migas
yang terus mengalami perkembangan. Industri yang bergerak dalam bidang
produksi dan pemasaran pupuk ini terus menerus melakukan pembangunan dan
perbaikan untuk meningkatkan hasil produksi berupa urea dan amonia sebagai
hasil produksi utama. Dalam pelaksanaan proses produksi, PT. Pupuk Sriwidjaja
ditunjang oleh beberapa alat dan mesin salah satunya adalah bejana tekan atau
selanjutnya disebut vessel (PT. Pusri, 2017).
Peningkatan peforma kerja dari vessel serta alat-alat produksi lainnya,
dilakukan dengan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan saat Turnaround
(TA). Turnaround (TA) adalah suatu kegiatan yang melibatkan orang ketiga atau
kontraktor dalam rentang waktu tertentu dimana suatu pabrik atau sebagian dari
pabrik di non-aktifkan secara terencana untuk melaksanakan tindakan
perawatan/pemeliharaan, modifikasi-modifikasi dan proyek-proyek
penyempurnaan. Kegiatan turnaround (TA) merupakan salah satu kegiatan yang
memiliki risiko yang tinggi, karena itu sebelum dilaksanakan kegiatan tersebut
PT. Pupuk Sriwidajaja (PUSRI) Palembang telah melaksanakan proses penilaian
risiko. Meskipun demikian, pada tahun 2015 terjadi 2 kasus kecelakaan kerja yang
menimpa kontraktor selama proses turnaround (TA) (Arif, 2016).

Universitas Sriwijaya
3

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khair (2012) menjelaskan


bahwa ditemukannya 31 jenis bahaya yang terdapat pada perbaikan confined
space PT. X dan dilakukan oleh Fitriana (2012) yang menjelaskan beberapa
contoh kecelakaan yang terjadi di confined space saat Overhaul tangki PT.
Pertamina (persero) Palembang antara lain terbentur benda keras, terpeleset,
tangan terjepit, tangan dan kaki tertimpa peralatan, terjatuh, patah kaki, luka
memar, kebakaran, tangan melepuh dan kematian. Berdasarkan keterangan di atas,
dibutuhkan penilaian risiko keselamatan kerja pada perbaikan confined space
yang pada penelitian ini jenis vessel untuk menghindari terjadinya kecelakaan
kerja.
Identifikasi risiko bertujuan untuk menghasilkan informasi-informasi
mengenai sumber risiko, bahaya (hazard), faktor risiko, bencana/musibah (perils),
dan eksposur terhadap kerugian (AS/NZS 4360:2004) dengan menggunakan
worksheet Job Safety Analysis (JSA). Menurut Canadian Centre for Occupational
Health and Safety yang disitasi oleh Said (2012), JSA merupakan prosedur yang
membantu untuk mengitegrasikan diterimanya prinsip dan praktek keselamatan
dan kesehatan untuk tugas tertentu atau operasi kerja. Dalam JSA, setiap langkah
dasar dari pekerjaan diperlukan untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan
merekomendasikan cara paling aman untuk melakukan pekerjaan. Sementara itu,
analisis risiko bertujuan untuk memisahkan risiko kecil yang dapat diterima dari
risiko-risiko besar dan menyediakan data untuk membantu dalam evaluasi dan
perlakuan risiko, dengan menggunakan tabel analisis risiko semi kuantitatif
AS/NZ 4360:1999. Tabel analisis risiko semi kuantitatif AS/NZ 4360:1999
mampu memberikan pemahaman yang masuk akal mengenai perbandingan risiko
sekalipun bersifat relatif dan bukan mutlak serta memberikan pembeda yang
masuk akal antar kejadian risiko.

1.2 Rumusan Masalah


Keberadaan vessel sebagai salah satu alat penunjang produksi di PT.
Pupuk Sriwidajaja (PUSRI) Palembang menyebabkan perbaikan vessel menjadi
salah satu kegiatan yang penting untuk dilakukan. Perbaikan vessel saat kegiatan
turnaround (TA) tentu saja memiliki risiko terjadi kecelakaan yang cukup tinggi

Universitas Sriwijaya
4

dan meskipun telah dilakukan penilaian risiko, 2 kasus kecelakan kerja tetap
selama kegiatan turnaround (TA) pada tahun 2015 (Arif, 2016). Mengingat
perbaikan vessel yang dilakukan saat kegiatan turnaround (TA) yang melibatkan
banyak pihak dan posisi PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang yang berada
di tengah pemukiman penduduk, maka adanya kecelakaan harus dihindari agar
tidak membahayakan pekerja dan penduduk sekitar yaitu dengan cara melakukan
penilaian risiko keselamatan kerja pada perbaikan vessel saat kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidajaja (PUSRI) Palembang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Melaksanakan penilaian risiko keselamatan kerja pada perbaikan vessel
saat kegiatan turnaround (TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Melakukan identifikasi risiko dengan menggunakan Job Safety
Analysis (JSA) pada perbaikan vessel saat kegiatan turnaround (TA)
di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang.
2. Melakukan analisis risiko terhadap bahaya pada perbaikan vessel
saat kegiatan turnaround (TA) dengan menggunakan tabel analisis
risiko semi kuantitatif AS/NZ 4360:1999 di PT. Pupuk Sriwidjaja
(PUSRI) Palembang.
3. Mengetahui tingkatan risiko pada perbaikan vessel saat kegiatan
turnaround (TA) di PT. Pupuk Sriwdijaja (PUSRI) Palembang.
4. Melakukan evaluasi terhadap hasil analisis risiko pada perbaikan
vessel saat kegiatan turnaround (TA) di PT. Pupuk Sriwdijaja
(PUSRI) Palembang.

Universitas Sriwijaya
5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Penelitian
1. Peneliti mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang peneliti
dapatkan selama berkuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya.
2. Peneliti mampu menambah pengetahuan mengenai proses
identifikasi dan analisis risiko terutama pada perbaikan vessel.
3. Menambah pengalaman peneliti dalam menerapkan ilmu
pengetahuan di lingkungan kerja.

1.4.2 Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang


1. Mendapatkan informasi tambahan mengenai penilaian risiko
keselamatan kerja pada perbaikan vessel saat kegiatan turnaround
(TA).
2. Dapat menerapkan tindakan pengendalian atau kontrol terhadap hasil
penilaian risiko.
3. Dapat menerapkan langkah kerja yang aman terhadap pekerja.
4. Dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk membandingkan
hasil penilaian risiko yang dilakukan penulis dengan yang telah
diterapkan di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang.

1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat


1. Sebagai sarana dalam mengembangkan keilmuan keselamatan dan
kesehatan kerja terutama mengenai analisis risiko keselamatan
pekerja.
2. Mendapat tambahan literatur mengenai penilaian risiko terhadap
aktivitas kerja yang masih jarang dilakukan.

Universitas Sriwijaya
6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


1.5.1 Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang
yang terletak di Jalan Mayor Zen Palembang, Sumatera Selatan.

1.5.2 Lingkup Materi


Lingkup materi pada peneilitian ini meliputi langkah kerja, identifikasi
risiko serta analisis terhadap risiko pada perbaikan vessel saat kegiatan
turnaround (TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang tahun 2017. Proses
identifikasi risiko pada penelitian ini menggunakan metode Job Safety Analysis
(JSA) dan proses analisis risiko menggunakan metode semi kuantitatif AS/NZ
4360:1999.

1.5.3 Lingkup Waktu


Penelitian dilaksanakan selama bulan april hingga mei tahun 2017.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahaya (Hazard)


Menurut Kurniawidjaja (2010), bahaya (hazard) adalah segala sesuatu
yang berpotensi menyebabkan kerugian, baik dalam bentuk cedera atau gangguan
kesehatan pada pekerja maupun kerusakan harta benda antara lain berupa
kerusakan mesin, alat, properti, termasuk proses produksi dan lingkungan serta
terganggunya citra perusahaan. Sementara itu, menurut ILO (2013) potensi
bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya insiden
atau hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan kerugian.
Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang
membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan (Ramli,
2010).
Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (Ratnasari, 2009), yaitu :
1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Safety hazard merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya
kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta
kerusakan property perusahaan dan dampaknya bersifat akut. Jenis-jenis
safety hazard antara lain :
a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti
tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeselet.
b. Bahaya elektrik, disebabkan oleh peralatan yang mengandung arus
listrik.
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi atau bahan kimia yang
bersifat flammable (mudah terbakar).
d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya
eksplosif.

7
Universitas Sriwijaya
8

2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)


Health hazard adalah jenis bahaya yang memiliki dampak terhadap
kesehatan, baik itu berupa gangguan kesehatan ataupun penyakit akibat kerja
yang bersifat kronis. Jenis-jenis health hazard, yaitu :
a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non
pengion, suhu ekstrem dan pencahayaan.
b. Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, dan vapor.
c. Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static postures,
manual handlinng dan postur janggal.
d. Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan jamur yang
bersifat patogen.
e. Bahaya psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat serta
hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman.

2.2 Risiko (Risk)


Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya
dan peluang terjadinya kejadian tersebut (ILO, 2013). Risiko merupakan
kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dalam rentan
waktu yang khusus atau dalam keadaan tertentu. Bisa dinyatakan sebagai
frekuensi (jumlah kejadian dalam unit waktu tertentu) atau suatu probabilitas
(kemungkinan terjadinya kejadian), tergantung pada situasinya.
Dalam buku Risk Assesment and Management Handbook : For
Enviromental, Health and Safety Profesional yang disitasi oleh Kolluru (1996),
risiko dibagi menjadi 5 antara lain :
1. Risiko Keselamatan (Safety Risk)
Ciri-ciri risiko keselamatan antara lain probabilitias rendah, tingkat
pemaparan yang tinggi, tingkat konsekuensi kecelakaan yang tinggi, bersifat
akut dan menimbulkan efek secara langsung.

Universitas Sriwijaya
9

2. Risiko Kesehatan (Health Risk)


Ciri-ciri risiko kesehatan antara lain memiliki lain probabilitias tinggi,
tingkat pemajanan yang rendah, konsekuensi yang rendah, memiliki masa
laten yang panjang, efek tidak langsung terlihat dan bersifat kronik.
3. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environment and Ecological Risk)
Ciri-ciri risiko lingkungan dan ekologi antara lain melibatkan interaksi
yang beragam antara populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro
maupun makro, ada ketidakpastian yang tinggi antara sebab dan akibat,
berfokus pada habitat dan dampak ekosistem yang mungkin bisa
bermanifestasi jauh dari sumber risiko.
4. Risiko Kesejahteraan Masyarakat (Public Welfare/Goodwill Risk)
Ciri-ciri risiko kesejahteraan masyarakat antara lain berkaitan dengan
persepsi kelompok atau umum tentang perfomance sebuah organisasi atau
produk, nilai property, estetika dan penggunaan sumber daya yang terbatas.
5. Risiko Keuangan (Financial Risk)
Ciri-ciri risiko keuangan antara lain memiliki risiko jangka panjang dan
jangka pendek dari kerugian property, yang terkait dengan perhitungan
asuransi dan pengembalian investasi.

2.3 Kecelakaan Kerja


2.3.1 Definisi Kecelakaan Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 3 tahun 1998 menyatakan
bahwa kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Kecelakaan
kerja dapat diartikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang tidak terduga dan
tidak diinginkan yang dapat menimbulkan kerugian terhadap manusia, harta benda
maupun proses (Budiono, 2005).

2.3.2 Penyebab Kecelakaan Kerja


Menurut Teori Domino dari Heinrich (1920) yang dikutip dalam Stranks
(2007), terdapat lima faktor berurutan yang menyebabkan terjadinya sebuah
kecelakaan. Kelima faktor tersebut adalah :

Universitas Sriwijaya
10

1. Lingkungan Sosial
Karakter negatif dapat memperbesar kemungkinan seseorang
berperilaku tidak aman. Karakter seseorang terbentuk dari lingkungan sosial
dan faktor keturunan/ancestry.
2. Kesalahan Manusia
Karakter negatif baik yang diturunkan maupun pengaruh lingkungan,
menjadi penyebab mengapa seseorang berperilaku tidak aman dan mengapa
kondisi tidak aman dapat tercipta.
3. Tindakan Tidak Aman Atau Kondisi Tidak Aman
Tindakan tidak aman dilakukan oleh manusia dan menimbulkan
bahaya mekanikal maupun fisik yang merupakan penyebab langsung
kecelakaan.
4. Kecelakaan
Pada umumnya, kecelakaan yang mengakibatkan cidera disebabkan
oleh jatuh atau terbentur oleh benda yang bergerak.
5. Cidera
Termasuk dalam cidera yaitu terjatuh, terbentur benda bergerak,
terpotong, terbakar, terkena ledakan, terjebak dalam ruang terbatas,
tertimbun, dan tenggelam.

2.4 Confined Space


2.4.1 Pengertian Confined Space
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.
113 tahun 2006, menyatakan ruang terbatas (confined space) adalah ruangan yang
:
1. Cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa sehingga pekerja
dapat masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya;
2. Mempunyai akses keluar masuk yang terbatas;
3. Tidak dirancang untuk tempat kerja yang dilakukan secara berkelanjutan
atau terus-menerus di dalamnya.

Universitas Sriwijaya
11

Dari pendekatan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ruang terbatas


adalah suatu tempat yang memiliki konfigurasi cukup luas sehingga
memungkinkan seseorang untuk bekerja di dalamnya, tetapi memiliki akses keluar
masuk yang terbatas (manhole) serta didesain untuk pekerjaan yang sifatnya
sementara (temporary).

2.4.2 Penggolongan Jenis Confined Space


Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.
113 tahun 2006 tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Ruang
Terbatas, penggolongan jenis confined space terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Ruang Terbatas Tanpa Izin Khusus
Ruang terbatas tanpa izin khusus adalah jenis ruang terbatas yang
tidak berpotensi mengandung gas atmosfer berbahaya ataupun bahan bahaya
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya luka fisik bahkan kematian.
2. Ruang Terbatas Dengan Izin Khusus
Ruang terbatas dengan izin khusus berarti ruang terbatas yang
mempunyai satu atau lebih ciri-ciri berikut ini :
a. Mengandung gas atmosfer udara yang berbahaya
b. Material yang berpotensi memerangkap pekerja di dalamnya
c. Mempunyai struktur sedemikian rupa yang menyebabkan petugas
utama berisiko untuk terperangkap atau mengalami asfiksia akibat
dinding yang melengkung ke dalam atau lantai yang curam dan
mengarah ke lorong atau ruangan yang lebih kecil, atau
d. Mengandung bahaya lainnya.

2.4.3 Jenis Pekerjaan Pada Confined Space


Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.
113 tahun 2006 menyebutkan bahwa jenis pekerjaan yang menyebabkan orang
memasuki ruang terbatas antara lain :
1. Pemeliharaan (pembersihan, pencucian)
2. Pemeriksaan
3. Pengelasan, pelapisan dan pelindung karat
4. Perbaikan

Universitas Sriwijaya
12

5. Penyelamatan dan memberikan pertolongan kepada pekerja yang cidera atau


pingsan dari ruang terbatas, dan
6. Jenis pekerjaan lain yang mengharuskan masuk ke dalam ruang terbatas.

2.4.4 Bahaya Pada Confined Space


Bahaya pada confined space umumnya dikategorikan menjadi 2 jenis,
yaitu :
1. Confined Space Atmospheric Hazard
Bahaya pada kandungan udara di dalam confined space dapat melukai,
mengganggu, serta membuat pekerja tidak mampu melakukan pekerjaan dan
penyelamatan oleh diri pekerja dan tim penyelamat yang masuk ke dalam
confined space. Berikut adalah contoh bahaya atmospheric pada condined
space :
a. Gas, uap, mist mudah terbakar dan meledak yang memiliki konsentrasi
lebih besar 10% dari Lower Explosive Limit (LEL) atau Lower
Flammable Limit (LFL).
b. Debu mudah meledak yang terdapat di udara, yang menghalangi
padangan pada jarak lima kaki atau kurang.
c. Level konsentrasi oksigen yang berbahaya, yaitu dibawah 19,5% atau
diatas 23,5%.
d. Konsentrasi substansi yang memiliki dampak toxic/racun yang akut
diatas niali PEL dan kondisi kontaminan udara lainnya diatas IDLH.
2. Confined Space Non-Atmospheric Hazard
Bahaya pada udara di sekitar confined space bukan merupakan satu-
satunya bahaya yang terdapat pada pekerjaan confined space. Bahaya lain
pun terdapat pada pekerjaan jenis ini dan perlu diwaspadai, diantaranya :
a. Bahaya bersumber dari peralatan mekanik/elektrik yang dapat
menimbulkan cidera.
b. Bahaya yang bersumber dari substansi atau cairan toxic yang terdapat di
dalam confined space yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
c. Bahaya yang bersumber dari konfigurasi confined space. Bahaya jenis
ini menyebabkan terbatasnya jalan keluar masuk bagi pekerja yang
melaksanakan pekerjanya di confined space.

Universitas Sriwijaya
13

d. Bahaya yang bersumber dari sifat material confined space yang dapat
menyebabkan pekerja terpeleset atau tersandung.
e. Bahaya ketinggian pada confined space yang dapat menyebabkan
pekerja terjatuh.
f. Komunikasi yang buruk pada pekerja di dalam confined space dan
pekerja di luar confined space dapat menjadi bahaya pada pekerjaan ini.
g. Bahaya temperatur atau suhu yang terlampau tinggi dapat menyebabkan
penyakit terkait pajanan temperatur berlebih, seperti heat stress dan
dapat berkembang menjadi heat exhaustion, heat cramps, heat stroke
maupun kematian.
h. Bahaya engulfment.
i. Bahaya kebisingan dapat terjadi pada pekerjaan confined space,
khususnya pada pekerjaan confined space yang menggunakan air atau
steam gun bertekanan tinggi, abrasive blasting, needle gunning, scaling
dan grinding.
j. Bahaya tekanan tinggi
k. Bahaya electrical dapat menyebabkan electrical shock yang bersumber
dari kabel yang terkelupas, kegagalan koneksi peralatan dengan sumber
tenaga
l. Bahaya getaran dapat disebabkan penggunaan pneumatic hammer dan
rotary grinders.

2.4.5 Program Confined Space


Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.
113 tahun 2006 tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Ruang
Terbatas menyatakan yang dimaksud dengan program ruang terbatas berarti
program yang dibuat untuk mengendalikan dan melindungi pekerja dalam ruang
terbatas untuk mengatur kegiatan pekerja di dalamnya. Pada confined space jenis
yang memerlukan izin khusus (permit-required) diperlukan sebuah program
khusus. Program-program tersebut diantaranya :
1. Langkah-langkah khusus untuk mencegah masuknya pihak yang tidak
berwenang, seperti membuat sign pada confined space.

Universitas Sriwijaya
14

2. Identifikasi dan evaluasi bahaya pada ruang tersebut sebelum dimasuki


pekerja.
3. Melakukan isolasi pada ruang tersebut.
4. Memastikan bahwa kondisi dalam ruang aman untuk dilakukan kegiatan
5. Melakukan pembersihan, pengisian gas inert, pembulasan atau pengaliran
udara ke dalam ruang tersebut jika diperlukan, untuk menghilangkan atau
mengendalikan udara berbahaya di dalamnya.
6. Menyediakan jalur khusus untuk orang lain selain pekerja, kendaraan atau
penghalang lain yang diperlukan untuk melindungi petugas utama dari
bahaya dari luar.
7. Penyediaan peralatan, menjaga kondisi peralatan tersebut agar dapat bekerja
baik, dan memastikan bahwa pekerja menggunakan peralatan tersebut
dengan baik. Peralatan tersebur seperti peralatan pengujian dan pemantauan,
peralatan pengaliran udara (ventilasi) yang harus mampu mempertahankan
kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan, peralatan
komunikasi, alat pelindung diri (APD), peralatan untuk penerangan
tambahan diperlukan agar pekerja dapat melihat dengan jelas dalam bekerja
dan untuk keluar secepatnya dari ruangan, dalam keadaan gawat darurat,
peralatan lain seperti tangga diperlukan agar petugas utama dapat keluar
masuk ruangan dengan aman, peralatan untuk penyelamatan dan keadaan
gawat darurat serta peralatan lain yang diperlukan untuk keluar masuk
dengan aman dari ruang tersebut.
8. Melakukan evaluasi untuk menentukan kondisi confined space seperti uji
kondisi dalam ruangan tersebut untuk menentukan apakah terdapat kondisi
yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan sebelum kegiatan
dilaksanakan, kecuali bila tidak mungkin melakukan isolasi terhadap
ruangan karena ruangan tersebut besar atau merupakan bagian dari sistem
yang tersambung dengan yang lain (seperti pada sistem pembuangan),
pengujian dan pemantauan ruangan diperlukan untuk menentukan apakah
kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan dapat
dipertahankan selama kegiatan berlangsung; untuk pengujian udara

Universitas Sriwijaya
15

berbahaya, uji terlebih dahulu konsentrasi oksigen, lalu konsentrasi uap dan
gas yang mudah meledak serta konsentrasi uap dan gas berbahaya.
9. Sedikitnya terdapat satu orang petugas madya wajib ada di luar ruangan
selama kegiatan yang telah diotorisasi tersebut berlangsung.
10. Jika lebih dari satu ruangan yang harus dipantau oleh seorang petugas
madya, maka perlu diatur cara dan prosedur yang dapat memudahkan
petugas madya tersebut merespon keadaan gawat darurat yang terjadi tanpa
meninggalkan tanggung jawabnya pada seluruh ruangan.
11. Penentuan siapa saja pekerja yang akan bertugas (seperti petigas utama,
petugas madya, ahli K3, petugas penguji atau pemantau kondisi udara dalam
ruangan dengan izin khusus tersebut), beri penjabaran masing-masing dan
pelatihan.
12. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk memanggil tim
penyelamat dan tim tanggap darurat untuk mengeluarkan petugas utama dari
confined space, melakukan tindakan tanggap darurat lain yang diperlukan
untuk menyelamatkan pekerja dan untuk mencegah petugas yang tidak
berwenang melakukan penyelamatan.
13. Kembangkan dan implementasikan sistem unutk persiapan, penerbitan,
penggunaan dan pembatalan izin kegiatan.
14. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk mengkoordinasi
kegiatan jika ada beberapa pekerja dari unit kerja berbeda bekerja
bersamaan sebagai petugas utama yang berwenang dalam ruangan, sehingga
tidak saling membahayakan satu sama lain.
15. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk mengakhiri kegiatan
setelah selesai dilaksanakan.
16. Kaji ulang proses kegiatan bila pengurus meyakini langkah-langkah
pencegahan yang dilakukan dalam program untuk ruang terbatas dengan
izin khusus tidak dapat melindungi pekerja dan revisi program untuk
memperbaiki kekurangan yang ada sebelum kegiatan berikutnya diizinkan.
17. Kaji ulang program Permit Required Confined Space yang terdapat
pembatalan izin.

Universitas Sriwijaya
16

2.5 Immediately Dangerous to Life or Health (IDLH)


Paparan terhadap bahan kimia di tempat kerja diketahui memiliki dampak
negatif terhadap kehidupan dan kesehatan pekerja. Paparan akut atau paparan
jangka pendek terhadap bahan kimia berkonsentrasi tinggi di udara memiliki
kemampuan yang cepat untuk menyerang pekerja, sehingga menyebabkan
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan yang tidak diinginkan menjadi lebih
besar seperti iritasi mata dan saluran pernapasan, severe irreversible health
effects, melemahnya kemampuan untuk keluar dari lingkungan terjadinya
pemaparan dan dalam kasus ekstrim menyebabkan kematian.
The Immediately dangerous to life or health air concentration values
(IDLH) yang dikembangkan oleh National Institute for Occupational Safety and
Health (NIOSH) memberikan karakteristik terhadap kondisi dan paparan
berkonsentrasi tinggi. Nilai IDLH ditetapkan untuk memastikan bahwa pekerja
dapat melarikan diri dari lingkungan yang terkontaminasi jika terjadi kegagalan
peralatan perlindungan pernapasan dan untuk menunjukan batasan tingkat
konsentrasi maksimum bahan kimia, dimana hanya pekerja dengan alat bantu
pernapasan yang sangat handal yang diperbolehkan memasuki lokasi pemaparan.

2.6 Material Safety Data Sheet (MSDS)


MSDS adalah dokumen yang dibuat khusus tentang suatu bahan kimia
mengenai pengenalan umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan, penyimpanan,
pemindahan dan pengelolaan limbah buangan bahan kimia tersebut. Berdasarkan
isi dari MSDS maka dokumen tersebut sebenarnya harus diketahui dan digunakan
oleh para pelaksana yang terlibat dengan bahan kimia tersebut yakni produsen,
pengangkut, penyimpan, pengguna dan pembuang bahan kimia.
Secara garis besar, MSDS mengandung informasi tentang uraian umum
bahan kimia, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan, dan
pengelolaan bahan buangan. Terkait dengan kepentingan para pembuat MSDS
maka format dokumen MSDS tidak seragam dan masing-masing mungkin
menonjolkan uraian yang terkait dengan kepentingan mereka. Akan tetapi terdapat
beberapa informasi yang minimal terdapat pada MSDS secara umum. Informasi
tersebut antara lain adalah (Tahir, 2002) :

Universitas Sriwijaya
17

1. Informasi umum
a. Tanggal pembuatan
b. Alamat produsen atau suplier
c. Nomor seri CAS (Chemical Abstract Serial Number)
d. Nama kimia
e. Nama perdagangan dan sinonim
f. Nama kimia lainnya
g. Rumus struktur dan rumus kimia
h. Tanda bahaya bahan kimia
2. Informasi tentang komponen berbahaya
a. Batas paparan tiap komponen
b. Komposisi
c. Persen berat
3. Informasi data fisika
a. Titik didih
b. Tekanan uap
c. Kerapatan uap
d. Titik beku atau titik leleh
e. Kerapatan cairan
f. Persen penguapan
g. Kelarutan
h. Penampakan fisik dan bau
4. Informasi tentang data kemudahan terbakar dan ledakan
a. Titik nyala
b. Batas kemampuan terbakar
c. Batas temperatur terendah yang menimbulkan ledakan
d. Batas temperatur tertinggi yang menimbulkan ledakan
e. Media /bahan kimia yang digunakan untuk pemadaman
f. Prosedur khusus untuk pemadaman
5. Informasi tentang data reaktivitas
a. Stabilitas bahan
b. Pengaturan lokasi penempatan bahan

Universitas Sriwijaya
18

c. Produk dekomposisi yang berbahaya


d. Produk polimerisasi yang berbahaya
6. Informasi tentang bahaya kesehatan
a. Efek terkena paparan yang berlebihan
b. Prosedur pertolongan darurat dan pertolongan pertama akbiat kecelakaan
c. Kontak pada mata
d. Kontak pada kulit
e. Terhirup pada pernafasan
7. Informasi prosedur pengumpulan, pengelolaan dan pengolahan limbah
a. Langkah-langkah yang harus diambil untuk pengumpulan limbah
b. Prosedur pengelolaan dan pengolahan limbah di lapangan
c. Prosedur pengelolaan dan pengolahan limbah di laboratorium
d. Metoda pemusnahan limbah bahan kimia
8. Informasi perlindungan bahan kimia
a. Perlindungan respiratory
b. Ventilasi
c. Sarung tangan pelindung
d. Pelindung mata
e. Peralatan pelindung lainnya
f. Pengawasan perlindungan
9. Informasi penanganan awal khusus
a. Penanganan khususu dalam penggunaan dan penyimpanan
b. Penanganan awal lainnya
10. Data transportasi
a. Nama dan jenis transportasi
b. Tanda kelas bahaya bahan
c. Tanda label
d. Tanda merek
e. Prosedur darurat akibat kecelakaan
f. Prosedur penanganan awal yang harus dilakukan selama tranportasi.

Universitas Sriwijaya
19

2.7 Vessel (Bejana Tekan)


2.7.1 Defini Vessel
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1982
menyatakan bejana tekanan adalah bejana selain pesawat uap di dalamnya
terdapat tekanan yang melebihi dari tekanan udara luar, dan dipakai untuk
menampung gas atau campuran gas termasuk udara, baik dikempa menjadi cair
dalam keadaan larut atau beku. Vessel juga dapat diartikan sebagai tempat yang
digunakan untuk menyimpan fluida, baik itu dalam kondisi yang bertekanan
ataupun tidak bertekanan (Drieant, 2013).
2.7.2 Jenis-Jenis Vessel Berdasarkan Posisinya
Jenis vessel berdasarkan posisinya dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
(Drieant, 2013) :
1. Vessel Vertikal
Vessel vertikal merupakan vessel yang posisinya berada secara
tegak lurus dengan menggunakan penahan berupa skirt atau leg. Skirt
adalah penahan atau penyangga vessel berupa “selimut” yang merupakan
lembaran-lemabaran untuk menutupi vessel. Vessel vertikal lebih sering
digunakan untuk separator (pemisah) dengan memanfaatkan gravitasi
sebagai media pemisahnya. Vessel Vertikal dapat dilihat pada gambar 2.1
di bawah ini :

Gambar 2.1 Vessel Vertikal

Universitas Sriwijaya
20

2. Vessel Horisontal
Vessel horisontal merupakan vessel yang posisinya mendatar
dengan menggunakan penyangga jenis saddle. Vessel Horisontal dapat
dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini :

Gambar 2.2 Vessel Horisontal


2.6.3 Jenis-jenis Vessel Berdasarkan Prosesnya
Jenis vessel berdasarkan proses kerjanya dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
(Drieant, 2013) :
1. Separator Vessel
Separator vessel adalah jenis vessel yang biasa digunakan untuk
memisahkan berbagai bahan yang masuk ke dalam vessel. Separator
vessel dibagi menjadi dua tipe, yaitu test separator yang digunakan untuk
mengukur kadar laju produksi dan production separator yang digunakan
untuk melaksanakan proses produksi itu sendiri. Separator Vessel dapat
dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini :

Gambar 2.3 Separator Vessel

Universitas Sriwijaya
21

2. Drum Vessel
Drum vessel adalah jenis vessel yang digunakan untuk menampung fluida,
baik dari destilator atau condenser. Fluida tersebut selanjutnya
dipompakan menuju proses selanjutnya baik itu menuju pembuangan atau
bahkan ke unit produksi. Yang termasuk di dalam kategori drum adalah
tipe yang digunakan untuk refluxing (mengalirkan kembali), surge, suction
dan jenis pengumpul cairan lainya. Drum Vessel dapat dilihat pada
gambar 2.4 di bawah ini :

Gambar 2.4 Drum Vessel


3. Tower Vessel
Tower vessel adalah jenis vessel yang biasa digunakan untuk menyaring
dan memisahkan bahan mentah yang masih terdiri dari berbagai macam
fase. Tower Vessel dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini :

Gambar 2.5 Tower Vessel

Universitas Sriwijaya
22

2.8 Bekerja Pada Ketinggian


2.8.1 Pengertian Bekerja pada Ketinggian
Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktivitas pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan
yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang
menyebabkan tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja cedera atau
meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda. (Permenaker No. 9
Tahun 2016). Menurut standar Work at Height Regulation 2006 yang dikeluarkan
oleh Health and Safety Authority mendefinisikan bekerja di ketinggian adalah
bekerja di suatu tempat baik diatas maupun dibawah tingkat dasar, dimana pekerja
dapat mengalami cidera apabila terjatuh dari tempat tersebut (HSE UK, 2007).
2.8.2 Bahaya Bekerja pada Ketinggian
New British Standard (2005) menyatakan terdapat beberapa bahaya yang
ada pada saat bekerja di ketinggian antara lain tejatuh (falling down), terpeleset
(slips), tersandung (trips), dan kejatuhan material dari atas (falling object). Dari
keempat bahaya yang ada, yang merupakan faktor terbesar penyebab kematian di
tempat kerja dan merupakakan salah satu penyebab terbesar cidera berat adalah
terjatuh dari ketinggian (Ashari, 2007).
Berikut adalah faktor–faktor umum yang berkontribusi pada risiko seseorang
terjatuh dari atas ketinggian (Tarwaka, 2008) :
a. People (Manusia)
Kurang pengetahuan, keahlian dan kemampuan terbatas, kondisi tidak
sehat untuk bekerja, lelah, mengambil jalan pintas, berperilaku tidak aman.
b. Environment (Lingkungan)
Kondisi cuaca, permukaan licin dan berserakan dan tidak bersih, jenis
pekerjaan berpindah-pindah, kondisi peralatan dan perlengkapan mekanik dan
sebagainya.
c. Equipment (Peralatan) + Procedure (Prosedur) + Organization (Organisasi)
Peralatan pencegah, penahan jatuh serta pendukung tidak standard
dan kondisi tidak aman untuk digunakan, kesalahan penggunaan
alat/ketidaksesuaian pengunaan alat, tidak adanya prosedur kerja, tidak
adanya JSA dan penilaian risiko, tidak disosialisasikannya SOP, JSA

Universitas Sriwijaya
23

dan penilaian risiko, tidak tersedianya/tidak memiliki kecukupan pengawas


yang handal, tidak tersedianya pelatihan untuk para pekerja dan tidak
memiliki departemen pelatihan, kurangnya finansial dalam
mendukung program pelatihan/proses pembelian barang dan peralatan.
Adapun sumber bahaya lainnya bisa berasal dari:
1. Bangunan, Peralatan dan instalasi
Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat
perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat.
Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia
penerangan darurat, marka dan rambu yang jelas dan tersedia jalan
penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi persaratan keselamatan
kerja baik dalam disain maupun konstruksinya. Dalam industri juga
digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya, yang bila tidak
dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman bisa menimbulkan
bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka–luka atau
cidera.
2. Bahan
Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan
antara lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi,
menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan
kanker, mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radio
aktif.
3. Proses
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang
digunakan. Proses yang digunakan di industri ada yang sederhana tetapi
ada proses yang rumit. Industri kimia biasanya menggunakan proses
yang berbahaya, dalam prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi
dan bahan kimia berbahaya yang memperbesar resiko bahayanya. Dari
proses ini kadang–kadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya
mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan.

Universitas Sriwijaya
24

4. Cara kerja
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri
dan orang lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain cara
kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan
api serta tumpahanbahan berbahaya.
5. Lingkungan kerja
Bahaya dari lingkungan kerja dapat di golongkan atas berbagai jenis
bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan
penyakit akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja.

2.9 Manajemen Risiko


2.9.1 Pengertian Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah proses untuk memastikan bahwa semua risiko
signifikan diidentifikasi, diprioritas dan dikelola secara efektif atau proses untuk
mengelola risiko yang ada dalam setiap kegiatan (OHSAS 18001:2007). Konsep
manajemen risiko adalah mengelola risiko dengan segala upaya baik bersifat
teknik maupun administratif, agar risiko menjadi hilang atau minimal sampai ke
tingkat yang dapat diabaikan karena tidak lagi membahayakan (Kurniawidjaja,
2010).

2.9.2 Proses Manajemen Risiko


Australian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS 4360:2004)
menyatakan tahapan proses manajemen risiko secara umum terdapat dalam
gambar berikut :

Universitas Sriwijaya
25

MENETAPKAN KONTEKS

KOM IDENTIFIKASI RISIKO PEM


UNIK ANT
ASI Risk Assesment AUA
DAN N
ANALISIS RISIKO
KON DAN
SULT REVI
ASI EW
EVALUASI RISIKO

PENGENDALIAN RISIKO

Gambar 2.6 Proses Manajemen Risiko


Sumber : AS/NZS 4360:2004

1. Komunikasi dan Konsultasi


Komunikasi dan konsultasi merupakan aspek penting dalam setiap
langkah proses manajemen risiko. Pengembangan rencana komunikasi
dengan stakeholder baik internal ataupun eksternal pada tahap-tahap awal
proses harus mengarah pada isu-isu yang menyangkut risiko itu sendiri
maupun proses untuk mengelolanya.
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk meyakinkan bahwa
penanggungjawab pengimplementasian manajemen risiko dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan memahami dasar pengambilan keputusan dan
mengapa tindakan-tindakan tertentu diperlukan.
2. Menetapkan Konteks
Proses manajemen risiko dilakukan dalam tiga konteks, yaitu konteks
strategi, organisasi dan manajemen risiko. Tahapan ini menentukan lingkup
bagi keseluruhan proses manajemen risiko. Makna “konteks” di sini berarti

Universitas Sriwijaya
26

segala hal yang berkaitan dengan upaya manajemen dalam rangka


mengelola risiko-risikonya.
Proses penetapan konteks mendefinisi parameter dasar dalam
pengelolaan risiko dengan memberi pemahaman mengenai:
a. Menetapkan konteks stratejik,
b. Menetapkan konteks organisasi,
c. Menetapkan konteks manajemen risiko,
d. Mengembangkan kriteria evaluasi risiko,
e. Mendefinisi struktur.
3. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah sebuah proses mendaftar segala sesuatu
yang berpotensi menyebabkan kerugian, baik dalam bentuk cedera atau
gangguan kesehatan pada pekerja maupun kerusakan harta benda antara lain
berupa kerusakan mesin, alat, properti, termasuk proses produksi dan
lingkungan serta terganggunya citra perusahaan (Kurniawidjaja, 2010).
Metode yang digunakan dalam identifikasi bahaya bermacam-macam,
diantaranya What If, Check List, Hazard and Operability Study (HAZOPS),
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Fault tree Analysis (FTA),
Event Tree Analysis (ETA), Job Safety Analysis (JSA), Job Hazard Analysis
(JHA), dan sebagainya (Khair, 2012).
4. Analisis Risiko
Tujuan suatu analisis adalah untuk memisahkan risiko kecil yang
dapat diterima dari risiko-risiko besar dan menyediakan data untuk
membantu dalam evaluasi dan perlakuan risiko. Analisis risiko mencakup
pertimbangan mengenai sumber risiko, konsekuensi dan probability
timbulnya konsekuensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsekuensi, dan
probability dapat diidentifikasi.
Analisis risiko dapat berupa analisis kualitatif, semi kuantitatif,
kuantitatif atau kombinasi di antaranya, tergantung pada informasi risiko
dan data yang tersedia. Jenis-jenis analisis tersebut adalah sebagai berikut :

Universitas Sriwijaya
27

a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan skala deskriptif untuk
menggambarkan besaran konsekuensi yang potensial dan kemungkinan
bahwa konsekuensi akan terjadi. Skala tersebut dapat diadaptasikan atau
disesuaikan dengan keadaan, dan uraian yang berbeda dapat digunakan
untuk risiko yang berbeda.

Tabel 2.1 Skala Ukuran Konsekuensi Secara Kualitatif

Level Descriptor Uraian


1 Insignificant Tidak terjadi kerugian finansial kecil
2 Minor Membutuhkan penanganan PJK, penanganan
dilakukan tanpa bantuan pihak luar, kerugian finansial
sedang
3 Moderate Membutuhkan penanganan medis, penanganan
membutuhkan bantuan pihak luar, kerugian finansial
tinggi4
4 Major Cidera berat lebih satu orang, menimbulkan kerugian
akibat berkurangnya kemampuan produksi, efeknya
mempengaruhi tetapi tidak merugikan lingkungan
sekitar, kerugian finansial besar
5 Catasthrophic Menyebabkan kematian, efeknya mempengaruhi dan
merugikan lingkungan sekitar, kerugian finansial
sangat besar
Sumber : AS/NZS 4360:2004

Tabel 2.2 Skala Ukuran Likelihood Secara Kualitatif

Level Descriptor Uraian


A Almost Certain Pasti terjadi apabila kejadian tersebut
pernah terjadi
B Likely Akan terjadi apabila kejadian tersebut

Universitas Sriwijaya
28

Level Descriptor Uraian


terjadi
C Possible Sewaktu-waktu mungkin akan terjadi
D Unlikely Sewaktu-waktu dapat terjadi
E Rare Mungkin pernah terjadi pada keadaan-
keadaan tertentu saja
Sumber : AS/NZS 4360:2004

b. Analisis Semi-kuantitatif
Dalam analisis semi kuantitatif, skala kualitatif seperti diuraikan
di atas diberi nilai tertentu. Penilaian dengan menggunakan analisis
semi kuantitatif tidak dapat membedakan tiap level risiko dengan tepat,
karena salah satu variabel (konsekuensi atau probability) nilainya
ekstrem (Fitriana, 2012)
Salah satu metode analisis semi kuantitatif adalah kalkulasi risiko
berdasarkan AS/NZ 4360:1999. Terdapat tiga komponen yang
dijadikan kriteria yang dianalisis, yaitu :
1. Tingkat Kemungkinan Bahaya untuk Terjadi (Probability)
2. Frekuensi Terpajan Bahaya (Exposure)
3. Konsekuensi dari Bahaya (Consequnces)

Risk (R) = Consequences (C) x Probability (P) x Exposure (E)

Gambar 2.7 Rumus Risiko

Tabel 2.3 Rating Penilaian Teknik Analisis Semi Kuantitatif

Faktor Tingkatan Deskripsi Rating


Consequences Catastrophic Kerusakan yang fatal & sangat 100
(Konsekuensi) parah, aktifitas dihentikan,
kerusakan lingkungan yang sangat
parah
Disaster Kematian pada satu hingga 50
beberapa orang, kerusakan

Universitas Sriwijaya
29

Faktor Tingkatan Deskripsi Rating


permanen yang kecil pada
lingkungan
Very serious Cacat permanen, kerusakan 25
temporer tergadap lingkungan
Serious Cidera serius tapi bukan penyakit 15
parah yang permanen, sedikit
berakibat buruk terhadap
lingkungan
Important Cidera yang membutuhkan 5
perawatan medis, terjadi emisi
buangan tetapi tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan
Noticeable Cidera atau penyakit ringan, memar 1
bagian tubuh, kerusakan kecil,
terhentinya kegiatan sementara
tetapi tidak menimbulkan
pencemaran di luar lokasi
Probability Almost Certain Kejadian yang paling sering terjadi 10
(Kemungkinan) jika ada kontak dengan bahaya
Likely Kemungkinan terjadi 50-50 6
Unusual but Suatu kejadian yang tidak biasa 3
possible namun masih memiliki
kemungkinan untuk terjadi
Remotely Suatu kejadian yang sangat kecil 1
possible kemungkinannya untuk terjadi
Conceivable Mungkin saja terjadi, tetapi tidak 0,5
pernah terjadi walaupun dengan
paparan yang bertahun-tahun
Pratically Tidak mungkin terjadi atau sangat 0,1
impossible tidak mungkin terjadi
Exposure Continously Terjadi secara terus-menerus dalam 10

Universitas Sriwijaya
30

Faktor Tingkatan Deskripsi Rating


(Pemajanan) sehari
Frequently Terjadi sekali dalam sehari 6
Occasionally Terjadi sekali dalam seminggu 3
sampai dengan sekali sebulan
Infrequent Terjadi sekali sebulan sampai 2
dengan sekali setahun
Rare Pernah terjadi tetapi jarang, 1
diketahui kapan terjadinya
Very Rare Sangat jarang terjadi, tidak 0,5
diketahui kapan terjadinya
Sumber : AS/NZ 4360:1999

c. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif menggunakan nilai angka (dari pada


menggunakan skala deskriptif seperti digunakan dalam analisis
kualitatif dan semi kuantitatif) baik untuk konsekuensi maupun untuk
likelihood, dengan menggunakan data dari berbagai sumber (lihat butir
konsekuensi dan likelihood). Kualitas analisis tergantung pada akurasi
dan kelengkapan nilai numerik yang digunakan.
5. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko merupakan pembandingan antara level risiko yang
ditemukan selama proses analisis dengan kriteria risiko yang ditetapkan
sebelumnya. Di dalam evaluasi risiko, level risiko dan kriteria risiko harus
dibandingkan dengan menggunakan dasar yang sama. Evaluasi kualitatif
mencakup pembandingan level risiko kualitatif terhadap kriteria kuantitatif,
dan evaluasi kuantitatif mencakup pembandingan level risiko numerik
terhadap kriteria yang dapat dinyatakan dalam angka tertentu, seperti
kematian, frekuensi atau nilai uang.
Hasil dari evaluasi risiko adalah daftar prioritas risiko (risk register)
untuk tindakan lebih lanjut. Keputusan harus memperhatikan luasnya

Universitas Sriwijaya
31

konteks risiko dan mencakup pertimbangan toleransi risiko yang ditanggung


oleh pihak-pihak selain organisasi yang mendapatkan manfaat dari padanya.
Tabel 2.4 Kriteria Kualitatif Level Risiko

Likelihood Konsekuensi
Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic
1 2 3 4 5
A (Almost H H E E E
Certain)
B (Likely) M H H E E
C (Moderate) L M H E E
D (Unlikely) L L M H E
E (Rare) L L M H H
Sumber : AS/NZ 4360:2004
Keterangan :
E : Tingkat risiko ekstrim, harus segera ditangani
H : Tingkat risiko tinggi, perlu mendapat perhatian khusus dari manajemen
M : Tingkat risiko sedang, perlu ditunjuk pihak yang bertanggung jawab
untuk menanganinya
L : Tingkat risiko ekstrim, dikendalikan dengan prosedur-prosedur rutin

Tabel 2.5 Level Risiko Secara Semi Kuantitatif dan Tindakan yang Harus
Diambil
Level Risiko Deskripsi Tindakan
> 350 Very High Aktivitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi
hingga mencapai batas yang yang diperbolehkan
atau diterima
180-350 Priority 1 Membutuhkan tindakan penanganan segera
70-180 Substansial Membutuhkan tindakan perbaikan
20-70 Priority 3 Membutuhkan perhatian dan pengawasan secara
berkesinambungan
<20 Acceptable Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi
seminimal mungkin
Sumber: Risk Management Study Notes, Jean Cross, 1998

Universitas Sriwijaya
32

6. Perlakuan Risiko
Perlakuan risiko meliputi pengidentifikasian opsi untuk
memperlakukan risiko, menaksir opsi tersebut, menyiapkan rencana
perlakuan risiko, dan mengimplementasi rencana dimaksud (AS/NZS
4360:2004).
a. Identifikasi Opsi Perlakuan Risiko
Opsi-opsi perlakuan risiko tersebut tidak bersifat mutually-
exclusive (satu risiko satu opsi) atau satu opsi cocok untuk semua
kondisi risiko. Opsi-opsi risiko berdasarkan AS/NZS 4360:2004
meliputi :
a) Menghindari risiko
b) Mengurangi likelihood
c) Mengurangi konsekuensi
d) Memindahkan risiko
e) Menahan risiko
b. Menilai Opsi Perlakuan Risiko
Opsi harus dinilai berdasarkan luasnya pengurangan risiko, dan
besarnya manfaat tambahan atau peluang-peluang yang tercipta,
dengan memperhatikan kriteria yang dikembangkan (mengembangkan
kriteria evaluasi risiko). Sejumlah opsi dapat dipertimbangkan dan
diaplikasi baik secara individual atau dalam kombinasi.
c. Menyiapkan Rencana Perlakuan Risiko
Rencana yang dibuat harus mencakup dokumentasi tentang
bagaimana opsi yang terpilih akan diimplementasi. Rencana
perlakuan harus meliputi identifikasi penanggungjawab, jadwal,
outcome yang diharapkan dari perlakuan, anggaran, ukuran kinerja,
dan proses penelaahan yang harus dijalankan. Rencana juga harus
mencakup suatu mekanisme untuk menaksir implementasi perlakuan
terhadap kriteria kinerja, pihak yang bertanggungjawab dan tujuan-
tujuan lain, dan untuk memantau tahap-tahap pengimplementasian
yang kritikal.

Universitas Sriwijaya
33

7. Memantau dan Menelaah


Pemantauan terus-menerus sangat penting untuk meyakinkan bahwa
rencana manajemen tetap relevan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
likelihood dan konsekuensi suatu outcome mungkin berubah, sama seperti
faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian dan biaya berbagai opsi
perlakuan. Oleh karena itu perlu secara reguler dilakukan pengulangan
siklus manajemen risiko. Penelaahan merupakan bagian integral rencana
perlakuan manajemen risiko.

2.10 Job Safety Analysis (JSA)


Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety, Job Safety
Analysis (JSA) adalah prosedur yang membantu untuk mengintegrasikan
diterimanya prinsip dan praktek keselamatan dan kesehatan untuk tugas tertentu
atau operasi kerja. Dalam JSA, setiap langkah-langkah dasar dari pekerjaan
diperlukan untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan merekomendasikan cara
paling aman untuk melaksanakan pekerjaan (Said, 2013).
JSA merupakan salah satu metode analisis yang bermanfaat untuk
mengidentifikasi dan menganalisi bahaya dalam suatu pekerjaan. JSA perlu
dilakukan untuk jenis-jenis pekerjaan sebagai berikut (Ramli, 2009) :
1. Pekerjaan yang sering menimbulkan kecelakaan atau memiliki angka
kecelakaan tinggi.
2. Pekerjaan berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal, misalnya membersihkan
kaca dan melakukan pengecatan tangki timbun dengan menggunakan
gondola.
3. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum diketahui secara persis
jenis bahaya yang ada.
4. Pekerjaan yang rumit atau kompleks dimana sedikit saja kelalaian dapat
berakibat kecelakaan atau cidera.

2.10.1 Langkah-Langkah melakukan JSA


Menurut Ramli (2009) yang dikutip oleh Fitriana (2012), langkah-langkah
melakukan JSA adalah sebagai berikut :
1. Pilih pekerjaan yang akan dianalisis

Universitas Sriwijaya
34

JSA dapat menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat kerja,


namun harus diprioritaskan berdasarkan (Rausand, 2005) :
a. Pekerjaan yang memiliki tingkat kecelakaan tinggi.
b. Pekerjaan yang memiliki tingkat keparahan kecelakaan yang tinggi,
berdasarkan banyaknya hilang hari kerja atau kebutuhan medis.
c. Pekerjaan yang memiliki potensi menyebabkan luka berat.
d. Pekerjaan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau luka
berat, akibat kesalahan manusia yang sederhana.
e. Pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, atau pekerjaan yang mengalami
perubahan prosedur.
2. Pecah pekerjaan menjadi berbagai langkah aktivitas
Geigle (2002) menyatakan sebelum membagi pekerjaan ke dalam
berbagai langkah, lakukan deskripsi terhadap pekerjaan yang akan
dianalisis terlebih dahulu. Setiap pekerjaan dapat dibagi dalam beberapa
langkah. Setiap langkah menunjukkan satu tindakan yang dilakukan.
Hindari membuat rincian terlalu panjang dan luas. Deskripsi pekerjaan
berfungsi untuk membangun analisis terhadap hazard yang ada pada
pekerjaan tersebut. Hasil analisis dilaporkan melalui lembar kerja atau
disebut juga dengan worksheet.
3. Identifikasi potensi bahaya pada setiap langkah
Material Safety Data Sheets (MSDS), pengalaman para pekerja,
laporan kecelakaan, laporan pertolongan pertama (first aid statistical
records), dan Behavior Base Safety (BBS) dapat membantu penyelidikan
hazard dan perilaku tidak selamat yang ada pada masing-masing langkah
pekerjaan (Said, 2013)
4. Tentukan langkah pengamanan untuk mengendalikan bahaya
Pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik unutk bahaya
keselamatan dan kesehatan kerja dengan pendekatan hirarki pengendalian
hazard berdasarkan OHSAS 18001 adalah :

Universitas Sriwijaya
35

Gambar 2.8 Hirarki Pengendalian Hazard


Sumber : OHSAS 18001

5. Komunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan


Langkah selanjutnya adalah mengkomunikasikan hasil dari Job
Safety Analysis (JSA) kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar
dilakukan tindakan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
kecelakaan.

Universitas Sriwijaya
36

2.11 Keabsahan Penelitian


Tabel 2.6 Penelitian yang Terkait
No Judul Penelitian Peneliti Metode Hasil
1. Kajian Risiko Siti Dzul Khair Metode penelitian menggunakan Hasil confined space survey adalah
Keselamatan Kerja metode deskripstik analitik, teridentifikasi 5 jenis permit required
Pada Pekerjaan dengan menggunakan Job confined space di PT. X, hasil identifikasi
Confined Space Hazard Analysis (JHA) untuk dan analisis risiko ditemukan 33 jenis
Entry Di PT. X Jawa identifikasi risiko dan metode bahaya dengan 21 bahaya memiliki
Barat Tahun 2012 semi kuantitatif Fine (1971) tingkat risiko yang tidak dapat diterima.
untuk analisis dan penilaian
risiko serta Job Safety
Observasio (JSO) untuk
mengevaluasi implementasi
kontrol risiko di lapangan
2. Kajian Risiko Rengga Fitriana Desian penelitian yang Level risiko yang ada pekerjaan pada
Keselamatan Kerja digunakan adalah desain tahap overhaul tangki timbun L3
Pada Proses penelitian kuantitatif, dengan bervariasi, mulai dari sangat tinggi, tinggi,
Overhaul Tangki menggunakan metode Job medium, rendah dan dapat diterima.
Timbun L3 Di PT. Hazard Analysis (JHA) untuk Risiko tertinggi dengan nilai 900 terdapat
Pertamina (Persero) identifikasi risiko dan metode pada proses pengecatan tangki.
Refinery Unit III semi kuantitatif Fine (1971)
Plaju-Sungai Gerong untuk analisis dan penilaian
Palembang Tahun risiko
2011

Universitas Sriwijaya
37

2.12 Kerangka Teori


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko, menganalisis risiko serta
mengevaluasi risiko yang ada pada perbaikan vessel saat kegiatan Turnaround
(TA) di PT. PUSRI Palembang tahun 2017, oleh karena itu digunakan sebuah
teori mengenai manajemen risiko AS/NZ 4360:2004 yang di dalamnya terdapat
tahapan penilaian risiko yang terdisi atas tahap identifikasi risiko, analisis risiko
dan evaluasi risiko. Managemen risiko AS/NZ 4360:2004 bersifat generik
sehingga dapat digunakan dan diaplikasikan untuk berbagai jenis risiko di bidang
K3 (Fitriana, 2012). Berikut adalah kerangka teori yang digunakan pada penelitian
ini :

MENETAPKAN KONTEKS

KOM IDENTIFIKASI RISIKO PEM


UNIK ANT
ASI Risk Assesment AUA
DAN N
ANALISIS RISIKO
KON DAN
SULT REVI
ASI EW
EVALUASI RISIKO

PENGENDALIAN RISIKO

Gambar 2.9 Kerangka Teori


Sumber : AS/NZS 4360:2004

Universitas Sriwijaya
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

IDENTIFIKASI RISIKO

ANALISIS RISIKO

TINGKATAN RISIKO

EVALUASI RISIKO

Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada


Perbaikan vessel saat Kegiatan Turn Around (TA) di PT.
Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang Tahun 2017
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah

No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur


1. Identifikasi Suatu proses Observasi, Risiko yang terdapat
Risiko mengenali risiko apa wawancara, pada setiap tahapan
yang terjadi, mengapa worksheet job kerja
dan bagaimana hal safety analysis,
tersebut dapat terjadi msds
(AS/NZ 4360:2004)

2. Analisis Risiko Proses menentukan - -


consequences,
likelihood dan
exposure yang
mungkin terjadi
selama pekerjaan

38
Universitas Sriwijaya
39

No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur


berlangsung

3. Consequences Dampak yang Tabel penilaian Catastrophe


mungkin ditimbulkan risiko semi Disaster
oleh suatu kejadian kuantitatif
(AS/NZ 4360:2004) AS/NZ Very Serious
4360:1999 Serious
Important
Noticable
4. Probability Kecenderungan Tabel penilaian Almost Certain
terjadinya risiko semi
konsekuensi atau kuantitatif Likely
kejadian (AS/NZ AS/NZ Unusual But
4360:2004) 4360:1999
Possible
Remotely Possible
Conceivable
Practically
Impossible
5. Exposure Frekuensi pemaparan Tabel penilaian Continously
terhadap bahaya risiko semi Frequently
(AS/NZ 4360:2004) kuantitatif
AS/NZ Occasionally
4360:1999 Infrequent
Rare
Very Rare
6. Tingkatan Besar nilai risiko Tabel penilaian Very High
Risiko yang diperoleh semi kuantitatif Priority 1
berdasarkan rumus R AS/NZ
=CxPxE 4360:1999. Substansial
Priority 2
Acceptable
7. Evaluasi Risiko Membandingkan Tabel level Daftar Prioritas
tingkat risiko yang risiko secara Risiko dan tindakan
ada dengan kriteria semi kuantitatif yang harus diambil
standar yang dan tindakan
dilakukan untuk yang harus
menentukan prioritas diambil
bahaya (AS/NZ
4360:2004)

Universitas Sriwijaya
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk melakukan
penilaian risiko keselamatan kerja pada perbaikan vessel saat kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Proses identifikasi risiko menggunakan
tools Job Safety Analysis (JSA) dan proses penilaian risiko dilakukan sesuai
tahapan manajemen risiko AS/NZS 4360:2004 tentang Risk Management. Setelah
itu, ditentukan nilai consequences, probability dan exposure sebagai dasar
penghitungan nilai risiko berdasarkan tabel penilaian risiko semi kuantitatif
AS/NZ 4360:1999.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah pekerja yang terlibat dalam kegiatan
turn around (TA) yang dilakukan pada tahun 2017 di PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang. Sementara itu, sampel pada penelitian ini dibagi menjadi informan
kunci dan informan biasa. Informan kunci diartikan sebagai informan awal yaitu
memilih orang yang bisa mengenali secara keseluruhan medan secara luas dan
tergolong informan yang cerdas (Sugiyono, 2008). Informan kunci juga dapat
diartikan sebagai mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi
pokok yang diperlukan dalam penelitian (Suyanto, 2005). Penelitian ini juga
melibatkan beberapa informan biasa yang memiliki informasi dan pengalaman
bekerja di confined space.
Akbar & Usman (2009) menyatakan pada penelitian kualitatif
menggunakan metode sampling yang merupakan pilihan peneliti sendiri dan yang
ditentukan peneliti sendiri secara pusposif yang disesuaikan dengan tujuan
penelitiannya, sampling tersebut dijadikan responden yang relevan untuk
mendapatkan data. Berikut adalah tabel daftar informan yang diperlukan dalam
penelitian :

40
Universitas Sriwijaya
41

Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian

No Jenis Informan Jumlah Infromasi yang Ingin


Informan Diperoleh
1 Informan Pimpinan Unit 1 Kegunaan alat, langkah
Kunci Kerja lokasi kerja perbaikan vessel,
pekerjaan confined identifikasi risiko, analisis
space risiko dan persiapan
sebelum memulai
pekerjaan
Superintendent/Staff 1 Kebijakan perusahan
Departemen K3LH terkait kegiatan
turnaround dan confined
space, identifikasi risiko,
analisis risiko, persiapan
sebelum memulai
pekerjaan , pelatihan
karyawan dan APD
2 Informan Pelaksana Pekerjaan 2 Langkah kerja perbaikan
Biasa di Confined space vessel dan risikonya,
konsekuensi dan
kemungkinan kecelakaan
di confined space serta
persiapan sebelum
memasuki confined space

4.3 Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data


4.3.1 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara melakukan observasi dan
wawancara. Data observasi digunakan untuk mengidentifikasi risiko,
dan mendapatkan gambaran bahaya pada perbaikan vessel saat
kegiatan turnaround (TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI)
Palembang.

2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari penelusuran kepustakaan, profil
perusahaan, SMK3 PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, Surat Izin Kerja
(workpermit), instruksi kerja dan dokumen pendukung lainnya.

45
Universitas Sriwijaya
42

4.3.2 Cara Pengumpulan Data


1. Wawancara
Wawancara pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang langkah kerja pada perbaikan vessel saat kegiatan
turnaround (TA), consequences, probability dan exposure pada setiap
langkah kerja dan informasi-informasi lain yang berkaitan dengan
penelitian.
2. Observasi
Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengamati proses
kerja pada perbaikan vessel saat kegiatan turnaround (TA),
mendapatkan gambaran mengenai bahaya pada perbaikan vessel saat
kegiatan turnaround (TA) serta observasi-observasi lain yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan terkait penelitian.
3. Telaah Dokumen
Telaah dokumen dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai SMK3 pada PT. Pupuk Sriwidijaja, workpermit, instruksi
kerja dan dokumen-dokumen pendukung lainnya serta
membandingkannya dengan kondisi di lapangan.

4.3.3 Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan untuk melakukan penilaian risiko
pada penelitian ini adalah pedoman wawancara, Worksheet Job Safety Analysis
(JSA), alat dokumentasi (Tape Recorder, Kamera dan Alat Tulis). Instrument lain
yang digunakan adalah tabel penilaian risiko semi kuantitatif AS/NZ 4360:1999
untuk analisis risiko yang ada pada pada perbaikan vessel saat kegiatan
turnaround (TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang.

4.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Worksheet Job Safety


Analysis (JSA) untuk mengidentifikasi risiko lalu risiko dianalisis dengan
menggunakan tabel analisis risiko semi kuantitatif AS/NZ 4360:1999, lalu
tentukan tingkatan risiko serta susun rekomendasi pengendalian resiko

Universitas Sriwijaya
43

berdasarkan tingkatan risiko. Proses pengolahan data menggunakan komputer


dengan aplikasi Microsoft Word.

4.5 Validasi Data

Validitas data pada penelitian ini dilakukan dengan memakai metode


triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2009). Teknik triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan
pengecekan informasi antara masing-masing informan baik itu antar informan
biasa, antar informan kunci serta antara informan biasa dan informan kunci.
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode pada penelitian ini dilakukan dengan berbagai
macam metode pengumpulan data, diantaranya adalah observasi dan
wawancara. Hasil wawancara dengan informan selanjutnya dibandingkan
dengan obsevasi langsung di lapangan.
3. Triangulasi Data
Triangulasi data pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan
perbandingan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi
lapangan dengan melakukan telaah dokumen terkait atau dengan kata lain
membandingkan data primer dengan data sekunder.

4.6 Analisis dan Penyajian Data


4.6.1 Analisis Data
Data yang didapat dari hasil observasi dan wawancara dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis risiko semikuantitatif untuk menentukan tingkatan
risiko dan dievaluasi pada setiap langkah kerja. Selanjutnya data akan divalidasi
dengan menggunakan triangulasi sumber, materi serta data untuk menguji
“kredibilitas” hasil penelitian.

Universitas Sriwijaya
44

4.6.2 Penyajian Data


Data dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder dari
hasil analisis akan disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar hasil
dokumentasi di lapangan.

Universitas Sriwijaya
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang


A. Sejarah Perkembangan
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang merupakan pabrik pupuk pertama
sekaligus yang tertua di Indonesia yaitu didirikan pada tanggal 24 Desember 1959
dengan Akte notaris Eliza Pondaag dan diumumkan pada Lembaga Berita Negara
Republik Indonesia pada tanggal 17 Juni 1960. PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
bertujuan untuk berkontribusi dalam pelaksanaan kebijakan dan program
pemerintah di bidang ekonomi serta pembangunan nasional pada umumnya,
khususnya di bidang industri pupuk dan industri kimia lainnya melalui usaha
produksi, perdagangan, pemberian jasa, serta usaha-usaha lainnya.
PP nomor 28 tahun 1997 dan PP nomor 34 tahun 1998 serta
ditempatkannya seluruh saham pemerintah Indonesia di Industri Pupuk Dalam
Negeri kepada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, maka PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang bertransformasi menjadi perusahaan induk (holding company) yang
membawahi enam anak perusahaan yaitu PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk
Kujang, PT. Pupuk Kalimantan Timur, PT. Pupuk Iskandar Muda serta anak
perusahaan penyertaan langsung yaitu PT. Mega Eltra dan PT. Rekayasa Industri.
Pada tanggal 12 November 2010 dilakukan pemisahan (Spin Off) dari PT. Pupuk
Indonesia (Persero) (saat itu masih bernama PT. PUSRI (persero)) kepada PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang dengan Akte Notaris Fathiah Helmi, SH Nomor 14
dan pengalihan hak dan kewajiban PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero) Palembang
kepada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang sebagaimana tertuang di dalam RUPS-
LB pada tanggal 24 Desember 2010 namun baru berlaku efektif pada tanggal 1
Januari 2011.
Pembangunan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang dimulai dengan
pembangunan pabrik pupuk urea pertama atau disebut juga dengan PUSRI-I yang
memiliki area seluas 20 hektar dengan kapasitas 100.000 ton urea per tahun yang

45
Universitas Sriwijaya
46

beroperasi sejak tahun 1963. Kebutuhan pupuk yang terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun dan ketersediaan gas bumi yang berperan sebagai bahan baku
pupuk urea saat itu berada dalam jumlah yang cukup, maka dibangun pabrik baru
yang dikenal dengan PUSRI-II dengan area seluas 15 hektar yang semula
berkapasitas 380.000 ton urea per tahun sejak tahun 1974, yang kemudian
mengalami optimalisasi hingga berkapasitas 570.000 ton per tahun sejak tahun
1994. Pada tahun 1976 dan 1977 dioperasikan pula pabrik baru yaitu PUSRI-III
dan PUSRI-IV dengan kapasitas urea terpasang masing-masing sebesar 570.000
ton per tahun
Kebutuhan urea yang terus mengalami peningkatan menyebabkan adanya
pelaksanaan optimalisasi Pabrik Amonia II, Pabrik Amoniak III dan Pabrik
Amonia IV. Pada tahun 1990 dibangun pabrik baru yaitu PUSRI-IB yang
menggunakan teknologi hemat energi sebagai pengganti PUSRI-I yang dinilai
sudah tidak efisien sehingga pengoperasiannya diberhentikan sejak tahun 1987.
Pabrik IB dirancang dengan kapasitas 570.000 ton urea per tahun dan mulai
beroperasi pada tahun 1994. Dengan pengoperasian PUSRI-IB dan
pengoptimalisasian PUSRI-II, PUSRI-III dan PUSRI-IV maka PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang mempunyai empat pabrik utama dengan total kapasitas
produksi terpasang 2.280.000 ton urea per tahun.
B. Visi, Misi dan Makna Perusahaan
Pada tahun 2012, PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang melakukan review
terhadap visi, misi, nilai dan budaya perusahaan. Proses review ini merupakan
penyesuaian atas perubahan posisi perusahaan sebagai anak perusahaan dari PT.
Pupuk Indonesia (Persero) dan lingkup lingkungan bisnis perusahaan pasca spin
off. Dasar pengesahan hasil analisa visi, misi, tata nilai dan makna perusahaan
adalah Surat Keputusan Direksi No. SK/DIR/207/2012 tanggal 11 Juni 2012.

Visi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang


“ Menjadi perusahaan pupuk terkemuka tingkat regional”
Misi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
“Memproduksi serta memasarkan pupuk dan produk agribisnis secara
efisien, berkualitas prima dan memuaskan pelanggan.”

Universitas Sriwijaya
47

Makna perusahaan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yaitu “PUSRI untuk


Kemandirian Pangan dan Kehidupan yang Lebih Baik”, PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang juga memiliki tata nilai (value) perusahaan yang mengutamakan
integritas, profesional, fokus pada pelanggan, loyalitas dan baik sangka. Berikut
adalah gambar lambang PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang :

Gambar 5.1 Lambang PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang


Sumber : PT. PUSRI Palembang, 2017
Pengertian dan nama lambang :
1. Lambang PUSRI yang membentuk huruf U melambangkan singkatan kata
Urea. Lambang ini telah terdaftar sebagai merek dagang (patent) dengan
nomor 98669,
2. Setangkai padi butirannya sejumlah 24 butir yang melambangkan tanggal
akte pendirian PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang,
3. Butir-butir urea berwarna putih yang berjumlah 12 butir melambangkan
bulan pendirian PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, yaitu Bulan Desember,
4. Setangkai kapas yang mekar dari kelopaknya, butir kapas yang mekar dan
berjumlah 5 (lima) buah. Kelopak yang pecah membentuk 9 retakan ini
melambangkan angka 59 sebagai tahun pendirian PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang, yaitu tahun 1959,
5. Perahu kajang merupakan ciri khas kota Palembang yang terletak di tepi
Sungai Musi,

Universitas Sriwijaya
48

6. Kuncup teratai yang akan mekar, merupakan imajinasi pencipta akan


prospek perusahaan ini di masa datang,
7. Komposisi warna dan lambang kuning dan biru dibatasi garis-garis hitam
tipis untuk lebih menjelaskan gambar yang melambangkan keagungan,
kebesaran, cita-cita serta kesuburan, ketenangan dan ketabahan dalam
mengerjar serta mewujudkan cita-cita tersebut.
C. Struktur Organisasi
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang menggunakan sistem organisasi “line and
staff organization” dengan bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT) dan modal
pengelolaan pabrik yang berasal dari pemerintah. Strukturnya mengikuti sistem
organisasi garis besar dan staff dimana dewan komisaris bertugas sebagai
pengawas semua kegiatan yang dilaksanakan dewan direksi, juga menetapkan
kebijakan umum yang harus dilaksanakan. Direksi sebagai mandataris dewan
komisaris seluruh operasi fungsional perusahaan Direksi, terdiri dari seorang
direktur utama dan dibantu 4 (empat) anggota direksi lainya:
1. Direktur Produksi
2. Direktur Komersil
3. Direktur Teknik dan Pengembangan
4. Direktur SDM dan Umum

D. Lokasi dan Tata Letak


PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang dibangun di atas tanah seluas 42.7950 ha
dengan lokasi pabrik seluas 20.4732 ha yang didirikan sekitar 7 (tujuh) kilometer
dari pusat kota Palembang, tepatnya di tepi Sungai Musi yang berada di daerah
Sungai Selayur dan terletak di antara 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan
Kalidoni dan Kecamatan Ilir Timur 2 (dua). Tabel 5.1 berikut ini adalah gambaran
kondisi Kecamatan Kalidoni dan Kecamatan Ilir Timur 2 :
Tabel 5.1 Gambaran Kecamatan Kalidoni dan Kecamatan Ilir Timur 2
tahun 2015

Kecamatan Luas (𝒌𝒎 ) Jumlah Penduduk


(Jiwa)
Kalidoni 27.920 110.982
Ilir Timur 2 25.580 165.238
Total 53.500 276.220
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang

Universitas Sriwijaya
49

Pada tabel 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa cakupan atau area kecamatan yang
berada di sekitar lingkungan industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang cukup luas,
yaitu sebesar 53.500 𝑘𝑚 . Adapun jumlah penduduk yang berdomisili di daerah
tersebut cukup banyak yaitu sebanyak 276.220 jiwa. Berikut adalah gambar peta
situasi pabrik, komplek, perumahan dan kawasan industri PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang :

Universitas Sriwijaya
50

Gambar 5.2 Peta Situasi Pabrik, Komplek, Perumahan dan Kawasan


Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Sumber : Divisi Teknik dan Konstruksi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, 1997

Universitas Sriwijaya
51

Batas-batas areal PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang meliputi :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sungai Selayur,


2. Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Musi,
3. Sebelah timur berbatasan dengan Pabrik Intirub dan Kelurahan Sungai
Selayur,
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan 1 Ilir, 3 Ilir dan Sungai Buah.
Lokasi ini ditetapkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Lokasi yang berdekatan dengan wilayah kilang gas dan minyak Pertamina
Sumbagsel, sehingga penyaluran gas alam sebagai bahan baku pembuatan
pupuk dari Pertamina Sumbagsel ke PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
menjadi lebih mudah dan jumlah gas alam yang disalurkan lebih terjamin,
2. Lokasi yang berdekatan dengan Sungai Musi sehingga menyebabkan
kuantitas suplai air sebagai bahan baku pembuatan steam dan keperluan
utilitas lainnya terjamin sepanjang tahun. Selain itu, Sungai Musi juga
merupakan jalur sarana transportasi untuk pengangkutan bahan baku
maupun hasil pabrik yang baik,
3. Memudahkan akses untuk sumber energi cadangan batubara karena dekat
dengan tambang Bukit Asam (tidak jauh dari kota Palembang),
4. Tersedia jalur transportasi berupa jalan raya dan angkutan sungai,
5. Berada di tengah-tengah daerah pusat perdagangan atau pemasaran pupuk.
E. Komposisi Karyawan
Proses pelaksanaan kegiatan kerja di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tentu
saja membutuhkan sumber daya manusia (SDM). Kebutuhan SDM tersebut
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan unit kerja dimana SDM
tersebut ditempatkan, yaitu unit non-produksi (kantor pusat) dan unit produksi
(pabrik produksi). Tabel berikut berikut menggambarkan tentang komposisi
(jumlah) karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang per 2 Juni 2017 :

Tabel 5.2 Komposisi Karyawan

Unit kerja Total Jumlah


Non-produksi Produksi Karyawan
1592 730 2322 Pekerja
Sumber : PT. PUSRI Palembang

Universitas Sriwijaya
52

Tabel 5.3 Jadwal Kerja Non-Shift

Hari Jam Kerja Waktu Istirahat


Senin-Kamis 07.30 WIB-12.00 WIB 60 menit
istirahat
13.00 WIB-16.30 WIB
Jumat 07.30 WIB-11.30 WIB 90 menit
istirahat
13.00 WIB-17.00 WIB
Sumber : PT. PUSRI Palembang

Tabel 5.4 Jadwal Kerja Shift

Hari Jam Kerja


Day Shift Pukul 07.00 WIB - Pukul 15.00 WIB
Swing Shift Pukul 15.00 WIB – Pukul 23.00 WIB
Night Shift Pukul 23.00 WIB – Pukul 07.00 WIB
Sumber : PT. PUSRI Palembang

F. Proses Produksi

1. Pabrik Utilitas
Pabrik utilitas ialah pabrik yang menghasilkan bahan-bahan
pembantu maupun energi yang dibutuhkan oleh pabrik Ammonia dan urea.
Produk yang dihasilkan dari pabrik utilitas ini antara lain sebagai berikut :
a. Air Bersih (Filter water)
Bahan baku pembuatan air bersih adalah air Sungai Musi. Air
sungai dipompakan masuk ke Premix Tank (Floculator) kemudian
dialirkan ke Clarifier (Floc Treator) setelah dari Clarifier, air dikirim
ke Clear Well sebagai penampung air bersih sementara serta sebagai
tempat pengaturan PH. Setelah dari Clear Well disaring di Sand Filter.
Air yang keluar dari Sand Filter adalah merupakan air bersih (Filter
Water) lalu ditampung ke dalam Filter Water Tank.
b. Air Dermin (Dermin Water)
Air bersih (Filter water) dimasukkan ke dalam Carbon Filter yaitu
vessel yang didalamnya diisi dengan karbon aktif yang bertujuan

Universitas Sriwijaya
53

untuk mengikat zat-zat organik yang mungkin berada dalam air,


kemudian air dimasukkan ke dalam kation Exchanger untuk mengikat
seluruh kation yang berada dalam air, sedangkan untuk mengikat
anion yang ada, air tersebut dikirim ke Anion Exchanger. Air keluar
dari Anion Exchanger kemudian dikirimkan ke Mix Bed Exchanger
untuk mengikat kation dan anion yang mungkin masih tersisa. Air
Demin yang dihasilkan lalu disimpan di tangki penyimpanan air
Demin. Air Demin biasanya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan uap air (air umpan ketel).

c. Uap Air
Air demin dari tangki penyimpanan, sebelum dialirkan ke boiler,
dialirkan dulu ke deaerator untuk menghilangkan udara dan gas-gas
lain yang terlarut, sehingga dapat mencegah terjadinya korosi. Sebagai
pengikat udara (oksigen) maka ke dalam deaerator diinjeksikan
Hydrazine (N2H4) sehingga bereaksi dengan O2 sebagai berikut :
N2H4 + O2 N2 + 2H2O
Dari deaerator kemudian dialirkan ke boiler (WHB dan PB) untuk
memproduksi uap air pada tekanan 42 kg/cm2 dan suhu 399oC.
Sebagian besar uap air dipakai di Pabrik Urea dan sebagian kecil ke
Pabrik Offsite serta Pabrik Ammonia.
d. Gas Nitrogen
Gas Nitrogen (N2) diproduksi di unit Air Separation Plant (ASP).
N2 tersebut biasanya dipakai untuk memblanket vessel/HE
bertekanan. Nitrogen berada di dalam air dengan cepat akan berubah
menjadi nitrogen organik atau ammonia-nitrogen. Nitrogen organik
diukur dengan metode Kjeldal dengan mengimutkan tahap
pengenceran untuk mengubah nitrogen organik menjadi amonia dan
analisis emonia melalui titrasi. Pemindahan dari nitrogen organi ke
dalam ammonia juga dimasukkan dalam tipe pengolahan air kotor
secara biologis. Ammonia kemudian digunakan oleh bakteri untuk sel
tiruan dengan menghasilkan oksidasi ke nitrit atau nitrat. Nitrit akan

Universitas Sriwijaya
54

cepat berubah menjadi itrat melalui oksidasi, sedangkan untuk


mendeteksi nitrat dapat dipergunakan kalorimetri.
e. Udara Pabrik dan Instrumen
Udara pabrik adalah udara biasa yang dihisap dari atmosfer
menggunakan compressor. Udara instrumen adalah udara yang telah
bersih dari uap air dan digunakan pada alat-alat instrumen.
Penghilangan uap dari udara dengan cara melewatkan udara tersebut
melalui Silica Gel atau Activated Alumina.
f. Tenaga Listrik
Tenaga listrik dibangkitkan dengan menggunakan Gas Turbin
Generator (GTG) dengan bahan bakar gas bumi. Gas buang dari GTG
dimanfaatkan sebagai bahan bakar di WHB.
g. Air Pendingin
Tujuan dari Cooling Water Treatment System adalah untuk
menguraikan atau mencegah terjadinya 3 masalah, yaitu : masalah
korosi, masalah ccaling/deposisi dan masalah pertumbuhan
mikroorganisme. Keberhasilan dari Cooling Water Treatment tersebut
tergantung pada beberapa faktor, antara lain jenis treatment yang
digunakan dan kontrol yang baik terhadap parameter-parameter yang
ditetapkan.
2. Pabrik Ammonia
Pabrik Ammonia ialah pabrik yang menghasilkan Ammonia
sebagai hasil utama dan karbondioksida sebagai hasil sampingan yang
keduanya merupakan bahan baku pabrik urea. Bahan baku pembuatan
Ammonia adalah gas bumi yang diperoleh dari Pertamina dengan
komposisi utama Methane (CH4) sekitar 70 % dan karboindioksida (CO2)
sekitar 10 %. Steam atau uap air diperoleh dari air Sungai Musi setelah
mengalami suatu proses pengolahan tertentu di pabrik utility. Udara
diperoleh dari lingkungan, dimana sebelum udara ini digunakan sebagai
udara proses, ditekan terlebih dahulu oleh kompressor udara. Secara garis
besar proses dibagi menjadi 4 unit, dengan urutan sebagai berikut :
a. Feed Treating Unit

Universitas Sriwijaya
55

Gas alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama


senyawa belerang sebelum masuk ke reforming unit harus dibersihkan
dahulu di unit ini, agar tidak menimbulkan keracunan pada katalisator
di reforming unit. Untuk menghilangkan senyawa belerang yang
terkandung dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan dalam
suatu bejana yang disebut desulfurizer. Gas alam yang bebas sulfur ini
selanjutnya dikirim ke reforming unit.
b. Reforming Unit
Di reforming unit gas alam yang sudah bersih dicampur dengan
uap air, dipanaskan, kemudian direaksikan di primary reformer, hasil
reaksi yang berupa gas-gas hydrogen dan karbondioksida dikirim ke
secondary reformer dan direaksikan dengan udara sehingga dihasilkan
gas-gas sebagai berikut:
1. Hidrogen
2. Nitrogen
3. Karbondioksida
Gas-gas hasil reaksi ini dikirim ke unit purifikasi dan
methanasi untuk dipisahkan gas karbondioksidanya.
c. Purification & Methanasi
Karbondioksida yang ada dalam gas hasil reaksi reforming unit
dipisahkan dahulu di unit purification, karbondioksida yang telah
dipisahkan dikirim sebagai bahan baku pabrik urea. Sisa karbon
dioksida yang terbawa dalam gas proses, akan menimbulkan racun
pada katalisator ammonia converter, oleh karena itu sebelum gas
proses ini dikirim ke unit synloop & refrigeration terlebih dahulu
masuk ke methanator.
d. Compression Synloop & Refrigeration Unit
Gas proses yang keluar dari methanator dengan perbandingan gas
hidrogen dan nitrogen = 3 : 1, ditekan atau dimampatkan untuk
mencapai tekanan yang diinginkan oleh ammonia converter agar
terjadi reaksi pembentukan, uap ini kemudian masuk ke unit
refrigerasi sehingga didapatkan ammonia dalam fasa cair yang

Universitas Sriwijaya
56

selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan urea. Hidrogen


dan nitrogen merupakan gas explosive, sehingga pada unit ini banyak
terdapat kandungan gas explosive. Hasil/produk pada proses diatas
adalah gas amonia cair serta karbondioksida yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan urea. Blok diagram sederhana proses
pembuatan ammonia dapat dilihat pada gambar 5.3 berikut :

Gambar 5.3 Blok Diagram Pabrik Amoniak


Sumber : www.pusri.co.id

3. Pabrik Urea
Bahan baku pembuatan urea adalah gas 𝑪 dan 𝑯 cair yang
dipasok dari pabrik amoniak. Proses pembuatan urea secara singkat dapat
dilihat melalui gambar berikut :

Universitas Sriwijaya
57

SEKSI
𝑯 SEKSI SINTESA SEKSI PEMBUTIRAN

𝑪 PURIFIKASI

SEKSI
KRISTALISASI

SEKSI
RECOVERY
PEMURNIAN
PRODUK
PROSES KONDENSAT

Gambar 5.4 Proses Pembuatan Urea


Sumber : PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang

A. Seksi Sintesa
1) Reaktor Urea
Urea dihasilkan dari reaksi antara 𝑯 dan 𝑪 sebagai
berikut:
2 𝑯 +𝑪 𝑯 𝐶 𝑯 + Q1
𝑯 𝐶 𝑯 𝑯 𝐶 𝑯 +𝑯 – Q2
Dengan kondisi operasi : tekanan = 175kg/𝑐𝑚 , suhu
= C, rasio 𝑯 /𝑪 = 4,0 dan rasio 𝑯 /𝑪 = 0,46.
2) 𝐶 Stripper
Berfungsi sebagai pemisah kelebihan amoniak dan
menguraikan amonium karbanat yang tidak terkonversi di
reaktor urea dengan cara pemanasan menggunakan steam dan
𝐶 Stripping.
3) Carbamat Condenser
Gas dari bagian atas stripper dikondensasikan dan diserap
oleh larutan karbanat di dalam carbanat condenser sehingga
akan menghasilkan panas.

Universitas Sriwijaya
58

4) Scrubber
Berfungsi untuk menyerap gas amoniak dan 𝑪 yang
keluar dari bagian atas reaktor menggunakan larutan karbnat
daur ulang yang berasal dari HPA.
B. Seksi Purifikasi/Dekomposisi
Seksi purifikasi berfungsi untuk memisahkan urea dari hasil
reaksi di seksi sintesin dengan cara mendekomposisikan
ammonium karbonat pada tekanan tersebut dengan reaksi :
𝑯 𝐶 𝑯 𝐶 + 𝐻
Terjadinya reaksi samping hidrolisa urea dan pembentukna
biuret. Dekomposisi dilakukan dalam dua tahap yaitu High
Pressure Decomposer (HPD) pada tekanan 17 kg/𝑐𝑚 dan suhu
C sedangkan Low Pressure Decomposer (LDP) pada tekanan
2,3 kg/𝑐𝑚 dan suhu C.

C. Seksi Recovery
Seksi recovery berfungsi untuk menyerap sisa gas 𝐶 dan 𝐻
yang keluar dari seksi dekomposisi dengan menggunakan air dan
larutan urea di dalam absorber untuk kemudian didaur ulang ke
reaktor urea. Peralatan utama di seksi recovery adalah High
Pressure Absorber (HPA) dan Low Pressure Absorber (LPA).
D. Seksi Kristalisasi dan Pembutiran
Seksi kristalisasi berfungsi untuk mengolah larutan urea yang
keluar dari decomposter kemudian dikristalisasi di dalam vaccum
crystallizer pada tekanan 73 mmHg dan suhu C, kristal urea
yang terjadi dipisahkan dengan centrifudge dan kemudian
dikeringkan menggunakan udara panas sampai mempunyai
kandungan air kurang dari 0,3%. Untuk menjaga agar kandungan
biuret dalam kristal urea tetap rendah, maka sejumlah larutan
mother liquor yang banyak mengandung biuret didaur ulang
untuk menyerap 𝐻 dan 𝐶 di seksi recovery yang kemudian

Universitas Sriwijaya
59

masuk lagi ke dalam reaktor urea sehingga biuret akan bereaksi


dengan kelebihan 𝐻 untuk kembali menjadi urea.
Kristalisasi urea kering kemudian dikirim ke melter di bagian
atas prilling tower untuk dilelehkan menggunakan pemanasan uap
air pada suhu . Lelehan urea yang jatuh ke fluidizing cooler
dengan menggunakan pendinginan udara. Produski urea tersebut
kemudian dikirim ke unit penyimpanan dan pengantongan urea.
E. Seksi Pengolahan Kondensat Proses
Seksi ini berfungsi untuk mengelola air yang terbentuk dari hasil
reaksi pembuatan urea dari 𝐻 dan 𝐶 dipisahkan dengan cara
penguapan di seksi kristalisasi, kemudian uap air tersebut
dikondensasikan di surface condenser. Kondensat proses tersebut
di-strip kandungan amoniaknya menggunakan uap air di stripper
bagian atas, kemudian dikirim ke hydrolizer pada tekanan tekanan
16 mmHg dan suhu C untuk menghidroksida urea yang
terkandung di dalamnya.
Kondensat yang sudah bebas kandungan amoniak dan urea
(<10ppm) akan keluar dari stripper bagian bawah untuk dikirim
kembali ke pabrik utilitas. Gas yang keluar dari bagian atas stripper
dikirim ke LPD sebagai pemanas untuk mendekomposisikan
karbanat, yang selanjutnya akan diserap kandungan 𝐻 dan 𝐶
nya di seksi recovery.

5.1.2 Gambaran Khusus Pabrik PUSRI IB dan Kegiatan Turn Around (TA)
Pabrik PUSRI IB merupakan pabrik yang dibangun pada tahun 1990 dan
berperan sebagai pengganti Pabrik PUSRI I yang sudah tidak dioperasikan lagi
sejak tahun 1987. Tanggal 15 Januari 1990 merupakan early start date untuk
memulai kegiatan Process Engineering Design Package. Tanggal 1 Mei 1990
merupakan effective date dari pelaksanaan pembangunannya dan diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 22 Desember 1994.
Pabrik PUSRI IB dirancang dengan menerapkan teknologi proses
pembuatan amonia dan urea hemat energi dengan efisiensi 30% lebih hemat dari

Universitas Sriwijaya
60

pabrik-pabrik lain yang ada di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Kapasitas


produksi terpasang untuk amoniak adalah sebesar 446.000 ton per tahun dan
untuk urea sebesar 570.000 ton per tahun. Ruang lingkup PUSRI IB meliputi 1
(satu) unit pabrik amonia berkapasitas 1.350 ton per hari atau 396.000 per tahun
dan satu unit pabrik urea berkapasitas 1.725 ton per hari atau 570.000 per tahun
serta satu unit utilitas, offsite dan auxiliary.
A. Pabrik Amoniak
Proses yang dipakai dalam dalam proses pembuatan amoniak di
Pabrik PUSRI IB merupakan proses dari MW Kellog dengan
menggunakan Ammonia Converter Radial Kellog yang horizontal.
B. Pabrik Urea
Pabrik Urea berdasarkan proses T.E.C dimana Pabrik PUSRI IB
menggunakan proses tipe ACES.
C. Pabrik Utilitas
Pabrik ini memproduksi Filter Water, Denim Water, Listrik, Steam
(uap), Cooling Water, Udara Instrumen dan Udara Pabrik sebagai bahan
pembantu dalam pembuatan amoniak dan urea di PT. Pupuk Sriwidajaja
Palembang.

Salah satu hasil produksi dari PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah
urea. Proses produksi urea yang terbagi menjadi 6 (enam) proses yaitu sintesa,
seksi purifikasi, recovery, kristalisasi dan pembutiran serta pengolahan kondensat
proses tentu saja melibatkan banyak alat. Alat-alat tersebut antara lain, reaktor,
stripper, condensor, scrubber, preheater, compressor, decomposer, absorber
cooler,heat exchanger, absorber, gas separator, melter, blower, induced fan,
crystalizer dan belt conveyer.
Stripper dan carbamat condensor merupakan alat produksi yang berfungsi
dalam proses sintesa. Stripper berfungsi sebagai pemisah kelebihan amoniak dan
menguraikan amonium karbanat yang tidak terkonversi di reaktor urea dengan
cara pemanasan menggunakan steam dan 𝐶 stripping. Stripper tersebut
berdasarkan posisinya tergolong vessel jenis vertical dan berdasarkan prosesnya
tergolong separator vessel. Stripper dioperasikan pada tekanan sedikit di atas

Universitas Sriwijaya
61

tekanan urea dan suhu bagian atas C dan bagian bawah C. Berikut
adalah gambar stripper yang ada di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang :

Gambar 5.5 Stipper PUSRI IB


Carbamat condensor berfungsi untuk menghasilkan panas melalui proses
kondensasi gas dari stripper lalu diserap oleh larutan karbamat. Berikut adalah
gambar carbamat condensor yang ada di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang :

Universitas Sriwijaya
62

Gambar 5.6 Carbamat Condensor


Kondisi stripper dan carbamat condensor yang ada di PUSRI IB sudah
tidak efisien lagi dalam menghasilkan urea dengan rate produksi hanya mencapai
90% sehingga dibutuhkan penggantian yang dilakukan saat turnaround (TA) yang
dilaksanakan pada bulan april hingga mei 2017. Stripper dan carbamat condensor
yang ada di PUSRI IB digantikan dengan stripper dan carbamat condensor yang
dipindahkan dari PUSRI II. Selain karena kondisi stripper dan carbamat
condensor di PUSRI II masih dalam keadaan baik dan merupakan alat yang
tergolong baru dimana pemasangan dilakukan pada tahun 2009, pabrik PUSRI II
yang akan segera diberhentikan operasinya juga menjadi alasan pemindahan
stripper dan carbamat condensor dari PUSRI II ke PUSRI IB.
Penggantian stripper dan carbamat condensor pada turn around (TA) ini
melibatkan kontraktor-kontraktor dalam pengerjaannya. Kontraktor yang terlibat
dalam pengerjaan mekanikal adalah PT. Srijasa Brikasa Perkasa (PT. Brikasa),
sedangkan kontraktor yang terlibat dalam penggunaan alat-alat berat adalah PT.
Sarana Baja Perkasa (PT. SBP).

Universitas Sriwijaya
63

5.1.3 Karakteristik Informan


1. Karakteristik Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 2 (dua) orang yaitu,
seorang staff senior Departemen K3LH dan seorang Supervisor Mekenikal Urea
P.IB. Informasi karakteristik dari setiap informan dapat dilihat pada tabel 5.4 di
bawah ini :

Tabel 5.4 Karakteristik Informan Kunci

No. Inisial Jabatan Jenis Pendidikan Umur Masa


Kelamin Kerja
(Tahun)
1. M Staff Senior Laki-laki S1 54 33 Tahun
Dept. K3LH Tahun
2. IR Spv. Laki-laki D3 35 9 Tahun
Mekanikal Tahun
Urea P.IB

2. Karakteristik Informan Biasa


Informan biasa dalam penelitian ini berjumlah 2 (dua) orang yang
merupakan pekerja yang terlibat langsung dalam pengerjaan penggantian stripper
dan carbamat condensor saat kegiatan turn around (TA). Adapun karakteristik
dari setiap informan biasa dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut :

Tabel 5.5 Karakteristik Informan Biasa

No. Inisial Jenis Kelamin Umur


1. YS Laki-laki 30 Tahun
2. HM Laki-laki 26 Tahun

5.2 Langkah Kerja


Sebelum dilakukan identifikasi risiko, harus diketahui dulu tahapan
aktivitas kerja dalam penggantian stripper dan carbamat condensor. Secara garis
besar, proses penggantian stripper dan carbamat condensor ini terbagi menjadi 4
tahap, yaitu tahap penurunan, tahap pemindahan, tahap pengangkatan dan tahapan
saat berada di pondasi.

Universitas Sriwijaya
64

A. Tahap Penurunan Alat


Tahap penurunan merupakan tahapan awal, dimana stripper dan carbamat
condensor masing-masing diturunkan, baik stripper dan carbamat condensor
yang ada di PUSRI IB maupun di PUSRI II. Sebelum dilakukan penurunan,
dilakukan shut down seluruh mesin-mesin terlebih dahulu. Setelah dilakukan shut
down, dilakukan proses pengeluaran isi dari masing-masing mesin tersebut.
Pengeluaran isi ini bertujuan untuk memudahkan proses penurunan serta
menjamin agar pekerja yang akan melakukan aktivitas di dalamnya tidak
keracunan gas sisa dari isi pada mesin-mesin tersebut. Setelah dilakukan proses
pengeluaran isi, selanjutnya dilakukan proses pelepasan stripper dan carbamat
condensor dari perpipaan disekitarnya untuk selanjutnya dilakukan proses
penurunan dengan menggunakan crane seperti yang terdapat pada gambar 5.7
sebagai berikut :

Gambar 5.7 Proses Penurunan Stripper

Tahap penurunan stripper dan carbamat condensor secara garis besar,


terdiri atas beberapa langkah yang terdapat pada gambar 5.8 dan 5.9 di bawah ini
:

Universitas Sriwijaya
65

Bongkar Melepaskan
Bongkar
Pasang struktur dan nozzle flange
isolasi nozzle
scaffold grating yang dari sistem
stripper
menghalangi pepipaan

Blind semua
Bongkar
nozzle dengan Pembersihan Membuka
semua swirl
blind stripper manhole
dari stripper
sementara

Periksa Tutup man


Penurunan dan
dudukan hole dengan
pengepakan
gasket pada temporary
stripper
nozzle gasket

Gambar 5.8 Proses Kerja Penurunan Stripper

Bongkar Melepaskan
Bongkar isolasi
struktur dan nozzle flange
Pasang scaffold nozzle CC#1
grating yang dari sistem
dan CC#2
menghalangi pepipaan

Blind semua Untuk CC #2 : Untuk CC #1 P-II


nozzle dengan potong flange : potong leher Membuka
rintisan akhir, nozzle 26”,
blind pengukuran sudut pengukuran sudut manhole
sementara dan tepi dan

Tutup man Penurunan dan


Periksa
hole dengan pengepakan
dudukan gasket
temporary CC#1 dan
pada nozzle
gasket CC#2

Gambar 5.9 Proses Kerja Penurunan Carbamat Condensor

Universitas Sriwijaya
66

B. Pemindahan Lokasi Alat


Tahap selanjutnya adalah tahap pemindahan stripper dan carbamat
condensor dari PUSRI II menuju PUSRI IB. Proses pemindahan dilakukan
menggunakan truk setelah stripper dan carbamat condensor dipastikan aman
berada dalam wadah pengepakan seperti yang terdapat pada gambar 5.10 dibawah
ini :

Gambar 5.10 Proses Pemindahan Stripper dan Carbamat Condensor

C. Pengangkatan Alat
Setelah sampai di PUSRI, tahapan selanjutnya adalah proses pengangkatan
stripper dan carbamat condensor ke pondasi. Proses pengangkatan dilakukan
dengan menggunakan crane dengan kapasitas 550 ton untuk pengangkatan dan
crane dengan kapasistas 500 ton untuk penegakan stripper dan carbamat
condensor, seperti pada gambar dibawah ini :

Universitas Sriwijaya
67

Gambar 5.11 Proses Penegakan dan Pengangakatan Stripper

Tahap pengangkatan stripper dan carbamat condensor secara garis besar,


terdiri atas beberapa langkah yang terdapat pada gambar 5.12 dan 5.13 di bawah
ini :

Modifikasi pengangkatan stripper,


menandai, memotong, mengukur
sudut dan penyelesaian pengelasan

Persiapan pengangkatan stripper

Pengangkatan stripper ke pondasi

Gambar 5.12 Proses Kerja Pangangkatan Stripper

Universitas Sriwijaya
68

Persiapan tepi untuk nozzle CC


#1 P-II (EA-151) ukuran 26”,
kelayakan dan taktik pengelasan

Persiapan tepi untuk rintisan


akhir nozzle inlet mix gas CC
#2 (EA-152), mengukur sudut,
kelayakan dan taktik pengelasan

Pengangkatan CC#1 dan CC#2


ke pondasi

Gambar 5.13 Proses Kerja Pengangkatan Carbamat Condensor

D. Saat di Pondasi
Setelah stripper dan carbamat condensor diangkat sampai ke pondasi,
langkah selanjutnya adalah menyesuaikan stripper dan carbamat condensor agar
berada pada posisi yang tepat saat berada di pondasi. Setelah dipastikan stripper
dan carbamat condensor berada pada posisi yang sesuai dan telah di pasang pada
setiap pondasi, selanjutnya dilakukan pelepasan tali crane dan pemasangan
kembali stripper dan carbamat condensor pada perpipaan disekitarnya agar
stripper dan carbamat condensor dapat berfungsi seperti semula. Adapun proses
pelepasan tali crane dari stripper dan carbamat condensor terdapat pada gambar
5.14 berikut :

Universitas Sriwijaya
69

Gambar 5.14 Proses Pelepasan Tali Crane dari Stripper


Pemasangan kembali Stripper dan carbamat condensor saat berada di
pondasi dengan alat-alat lainnya secara garis besar, terdiri atas beberapa langkah
yang terdapat pada gambar 5.15 dan 5.16 di bawah ini :

Universitas Sriwijaya
70

Setting dan Pasang baut dan


Centering/alignme
melepaskan Buka manhole gasket baru di
nt stripper
sandaran strip setiap nozzle

Sambungkan Pasang semua


Merubah jalur Mengencangkang
semua nozzle swirel dan level
sistem piping 12” baut pada setiap
flange menuju test di setiap
Sch 1 flange
sistem piping bagian stripper

Mengunci semua Mengunci man


Memeriksan
nozzle flange yang hole dengan
Inspeksi NDT kekencangan mur
terhubung sistem metode bolt
dan baut
piping tensioning

Mengisolasi
Final Check
peralatan

Gambar 5.15 Proses Pemasangan Stripper Saat Di Pondasi

Untuk CC #1 Untuk CC #2 :
Setting dan
Centering/alignme (EA-101) : potong potong
melepaskan
nt CC#1 dan sambungan piping sambungan piping
sandaran CC#1
CC#2 ke leher nozzle ke nozzle inlet
dan CC#2
26” mix gas 8”

Untuk CC #1, Mengencangkang Pasang baut dan


pengelasan pipa baut pada setiap gasket baru di Buka manhole
26” dan flange flange setiap nozzle

Sambungkan Mengunci semua Mengunci man


semua nozzle nozzle flange hole dengan
Inspeksi NDT
flange menuju yang terhubung metode bolt
sistem piping sistem piping tensioning

Memeriksan
Mengisolasi
Final Check kekencangan mur
peralatan
dan baut

Gambar 5.16 Proses Pemasangan Carbamat Condensor Saat Di Pondasi

Universitas Sriwijaya
71

5.3 Identifikasi Risiko


Proses identifikasi risiko pada penelitian ini dilakukan melalui wawancara
dan observasi langsung ke lapangan. Proses identifikasi risiko dilakukan dengan
menggunakan Job Safety Analysis (JSA).
Adapun hasil dari proses identifikasi risiko penggantian stripper dan
carbamat condensor terdapat pada tabel 5.6 dan 5.7 di bawah ini :

Tabel 5.6 Identifikasi Risiko Penggantian Stripper

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


PENURUNAN STRIPPER
1. Pasang scaffold a. Besi-besi penopang a. Tangan pekerja
platform yang tergores
sedikit tajam di b. Kaki pekerja
bagian ujung masuk di
b. Lebar dan jarak lubang antar
papan kayu yang papan kayu
digunakan sebagai platform
platform tidak sesuai c. Pekerja terjatuh
standar dari ketinggian
c. Platform
patah/scaffold rubuh
d. Area kerja yang
tinggi
e. Landasan scaffold
yang tidak rata
f. Tidak ada hand rail
2. Bongkar struktur dan a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
grating yang menghalangi berada di ketinggian dari ketinggian
b. Pekerja tidak b. Terjadi ledakan
menggunakan APD c. Pekerja terkena
(full bodyness, api las
sarung tangan, las d. Tangan pekerja
cap) tergores
c. Penggunaan gas e. Tersengat arus
asetilin dan oksigen listrik
d. Penggunaan gerinda f. Pekerja
listrik tertimpa
e. Peletakan grating grating
yang sudah
dibongkar
f. Pekerja yang berada
di bawah

Universitas Sriwijaya
72

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


3. Bongkar isolasi nozzle a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
stripper berada di ketinggian dari ketinggian
b. Pekerja tidak b. Terhirup debu
menggunakan APD
(full bodyhardness,
masker)
c. Debu hasil
pembongkaran
isolasi nozzle
4. Melepaskan nozzle flange a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
dari sistem pepipaan berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak di bongkar
5. Membuka manhole a. Posisi manhole b. Pekerja terjatuh
stripper yang berada dari ketinggian
di ketinggian c. Tangan terjepit
b. Posisi tangan yang d. Kejatuhan alat
salah kerja
c. Peletakan alat kerja
(torque wrench)
d. Pekerja yang berada
di bawah lokasi
stripper
e. Papan scaffold tidak
ada hand rail
f. Jarak dan lebar
papan platform yang
tidak sesuai standard
6. Bongkar semua swirl dari a. Gas sisa yang masih a. Pekerja
stripper ada di dalam stripper terhirup gas
b. Kadar oksigen yang sisa
rendah b. Pekerja lemas
c. Kondisi pekerja c. Pekerja pingsan
yang masuk ke
dalam stipper
7. Pembersihan stripper a. Gas sisa yang masih a. Pekerja
ada di dalam stripper terhirup gas
b. Kadar oksigen yang sisa
rendah b. Pekerja lemas
c. Kondisi pekerja c. Pekerja terjatuh
yang masuk ke d. Pekerja pingsan
dalam stipper

Universitas Sriwijaya
73

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


8. Blind semua nozzle a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
dengan blind sementara berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak di bongkar
c. Pekerja tidak
menggunakan APD
9. Periksa dudukan gasket a. Ujung gasket yang a. Tangan pekerja
pada nozzle cukup tajam tergores

10. Tutup man hole dengan a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
temporary gasket berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah b. Tangan pekerja
banyak di bongkar terjepit
c. Posisi tangan yang
salah saat menutup
man hole
11. Penurunan dan a. Pemasangan tali a. Pekerja terjatuh
pengepakan stripper crane pada stripper dari ketinggian
yang dilakukan b. Stripper
secara manual terlepas dari
b. Posisi stripper yang tali crane
berada di ketinggian c. Pekerja
c. Grating yang sudah tertimpa
banyak di bongkar stripper
d. Keseimbangan tali
crane saat
penurunan dan
penggulingan
stripper
e. Pekerja yang berada
di sekitar lokasi
pengangkatan
f. Posisi pengepakan
stripper yang tidak
tepat
g. Pelepasan tali crane
PEMINDAHAN STRIPPER DARI P.II MENUJU P.IB
12. Pemindahan stripper dari a. Posisi stripper saat a. Stripper
P.II menuju P.IB dipindahkan terlepas lepas
b. Kekuatan dari
pengepakan stripper pengepakan
PENGANGKATAN STRIPPER
13. Modifikasi pengangkatan a. Penggunaan tabung a. Terjadi ledakan
stripper, menandai, gas asetilin dan b. Pekerja terkena
memotong, mengukur oksigen api las
sudut dan penyelesaian

Universitas Sriwijaya
74

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


pengelasan

14. Persiapan pengangkatan a. Pengecekan kondisi a. Pekerja terjatuh


stripper crane
b. Pijakan pekerja yang
tidak rata
15. Pengangkatan stripper ke a. Pemasangan tali a. Stripper
pondasi crane terlepas dari
b. Keseimbangan tali tali crane
crane saat b. Pekerja
penegakan stripper tertimpa
dan pengangkatan stripper
stipper
c. Pekerja yang berada
di sekitar lokasi
pengangkatan
SAAT DI PONDASI
16. Centering/alignment a. Posisi penempatan a. Pekerja terjatuh
stripper stripper yang salah dari ketinggian
dan mengenai
pekerja
17. Setting dan melepaskan a. Pelepasan tali crane a. Pekerja terjatuh
sandaran stripper di dari stripper yang dari ketinggian
setiap pondasi baru di P- dilakukan secara
IB manual
b. Papan scaffold tidak
ada hand rail
c. Jarak dan lebar
papan platform yang
tidak sesuai standard
18. Buka manhole a. Posisi manhole a. Pekerja terjatuh
stripper yang berada dari ketinggian
di ketinggian b. Tangan terjepit
b. Posisi tangan yang c. Kejatuhan alat
salah kerja
c. Peletakan alat kerja
(torque wrench)
d. Pekerja yang berada
di bawah lokasi
stripper
e. Papan scaffold tidak
ada hand rail
f. Jarak dan lebar
papan platform yang
tidak sesuai standard

Universitas Sriwijaya
75

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


19. Pasang baut dan gasket a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
baru di setiap nozzle berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
20. Mengencangkang baut a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
pada setiap flange berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
21. Merubah jalur sistem a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
piping 12” Sch 160 untuk berada di ketinggian dari ketinggian
stripper dan piping b. Grating yang sudah
lainnya jika perlu banyak dibongkar
22. Pasang semua swirel dan a. Kadar oksigen yang a. Pekerja
level test di setiap bagian rendah mengalami
stripper kekurangan
oksigen
23. Sambungkan semua a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
nozzle flange menuju berada di ketinggian dari ketinggian
sistem piping b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
24. Mengunci semua nozzle a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
flange yang terhubung berada di ketinggian dari ketinggian
sistem piping b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
25. Inspeksi NDT (PT, RT) a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian dari ketinggian
b. Kadar oksigen yang b. Pekerja
rendah di dalam mengalami
stripper kekurangan
oksigen
26. Mengunci man hole a. Posisi pekerja saat a. Nyeri
dengan metode bolt mengunci man hole punggung
tensioning b. Posisi stripper yang b. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian c. Pekerja
c. Alat kerja tersandung alat
kerja
27. Memeriksan kekencangan a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
mur dan baut berada di ketinggian dari ketinggian
28. Mengisolasi peralatan a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian dari ketinggian
29. Final check a. Posisi stripper yang a. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian dari ketinggian

Universitas Sriwijaya
76

Tabel 5.7 Identifikasi Risiko Penggantian Carbamat Condensor

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


PENURUNAN CARBAMAT CONDENSOR
1. Pasang scaffold a. Besi-besi penopang a. Tangan pekerja
platform yang tergores
sedikit tajam di b. Kaki pekerja
bagian ujung masuk di lubang
b. Lebar dan jarak antar papan
papan kayu yang kayu platform
digunakan sebagai c. Pekerja terjatuh
platform tidak sesuai dari ketinggian
standar
c. Platform
patah/scaffold rubuh
d. Area kerja yang
tinggi
e. Landasan scaffold
yang tidak rata
f. Tidak ada hand rail
2. Bongkar struktur dan a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
grating yang menghalangi berada di ketinggian dari ketinggian
b. Pekerja tidak b. Terjadi ledakan
menggunakan APD c. Pekerja terkena
(full bodyness, api las
sarung tangan, las d. Tangan pekerja
cap) tergores
c. Penggunaan gas e. Tersengat arus
asetilin dan oksigen listrik
d. Penggunaan gerinda f. Pekerja tertimpa
listrik grating
e. Peletakan grating
yang sudah
dibongkar
f. Pekerja yang berada
di bawah
3. Bongkar isolasi nozzle a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
CC#1 dan CC#2 berada di ketinggian b. Terhirup debu
b. Pekerja tidak
menggunakan APD
(full bodyhardness,
masker)
c. Debu
4. Melepaskan nozzle flange a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
dari sistem pepipaan berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak di bongkar

Universitas Sriwijaya
77

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


5. Membuka manhole a. Posisi manhole CC a. Pekerja terjatuh
yang berada di dari ketinggian
ketinggian b. Tangan terjepit
b. Posisi tangan yang c. Kejatuhan alat
salah kerja
c. Peletakan alat kerja
(torque wrench)
d. Pekerja yang berada
di bawah lokasi CC
e. Papan scaffold tidak
ada hand rail
f. Jarak dan lebar
papan platform yang
tidak sesuai standard
6. Untuk CC #1 P-II a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan
(DA=151) : potong leher asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
nozzle 26”, pengukuran b. Pengukuran sudut api las
sudut dan tepi untuk dan tepi di c. Pekerja tejatuh
persiapan pengelasan ketinggian dari ketinggian
c. Kondisi sekitar yang d. Pekerja
banyak alat-alat tersandung alat
kerja kerja yang
berserakan
7. Untuk CC #2 : potong a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan
flange rintisan akhir, asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
pengukuran sudut dan tepi b. Kondisi sekitar yang api las
untuk persiapan banyak alat-alat c. Pekerja
pengelasan kerja tersandung alat
kerja yang
berserakan
8. Blind semua nozzle a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
dengan blind sementara berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak di bongkar
c. Pekerja tidak
menggunakan APD
9. Periksa dudukan gasket a. Ujung gasket yang a. Tangan pekerja
pada nozzle cukup tajam tergores

10. Tutup man hole dengan a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh


temporary gasket berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah b. Tangan pekerja
banyak di bongkar terjepit
c. Posisi tangan yang
salah saat menutup
man hole

Universitas Sriwijaya
78

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


11. Penurunan dan a. Pemasangan tali a. Pekerja terjatuh
pengepakan CC#1 dancrane pada CC yang dari ketinggian
CC#2 dilakukan secara b. CC terlepas dari
manual tali crane
b. Posisi CC yang c. Pekerja tertimpa
berada di ketinggian CC
c. Grating yang sudah
banyak di bongkar
d. Keseimbangan tali
crane saat
penurunan dan
penggulingan CC
e. Pekerja yang berada
di sekitar lokasi
pengangkatan
f. Posisi pengepakan
CC yang tidak tepat
g. Pelepasan tali crane
PEMINDAHAN CARBAMAT CONDENSOR DARI P.II MENUJU P.IB

12. Pemindahan CC#1 dan a. Posisi CC saat a. CC terlepas


CC#2 dari P.II menuju dipindahkan lepas dari
P.IB b. Kekuatan pengepakan
pengepakan CC
PENGANGKATAN CARBAMAT CONDENSOR

13. Persiapan tepi untuk a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan


nozzle CC asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
#1 P-II (EA-151) ukuran api las
26”, kelayakan dan taktik
pengelasan
14. Persiapan tepi untuk a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan
rintisan akhir nozzle inlet asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
mix gas CC #2 (EA-152), api las
mengukur sudut,
kelayakan dan taktik
pengelasan
15. Pengangkatan CC#1 dan a. Pemasangan tali a. CC terlepas dari
CC#2 ke pondasi crane tali crane
b. Keseimbangan tali b. Pekerja
crane saat tertimpa CC
penegakan CC dan
pengangkatan CC
c. Pekerja yang berada
di sekitar lokasi
pengangkatan

Universitas Sriwijaya
79

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


SAAT DI PONDASI
16. Centering/alignment a. Posisi penempatan a. Pekerja terjatuh
CC#1 dan CC#2 CC yang salah dan dari ketinggian
mengenai pekerja
17. Setting dan melepaskan a. Pelepasan tali crane a. Pekerja terjatuh
sandaran CC#1 dan CC#2 dari CC yang dari ketinggian
di setiap pondasi baru di dilakukan secara
P-IB manual
b. Papan scaffold tidak
ada hand rail
c. Jarak dan lebar
papan platform yang
tidak sesuai standard
18. Untuk CC #1 (EA-101) : a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan
potong sambungan piping asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
ke leher nozzle 26” api las
19. Untuk CC #2 (EA-102) : a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan
potong sambungan piping asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
atau sambungan akhir ke api las
nozzle inlet mix gas 8”
20. Buka manhole a. Posisi manhole CC d. Pekerja terjatuh
yang berada di dari ketinggian
ketinggian e. Tangan terjepit
b. Posisi tangan yang f. Kejatuhan alat
salah kerja
c. Peletakan alat kerja
(torque wrench)
d. Pekerja yang berada
di bawah lokasi CC
e. Papan scaffold tidak
ada hand rail
f. Jarak dan lebar
papan platform yang
tidak sesuai standard
21. Pasang baut dan gasket a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
baru di setiap nozzle berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
22. Mengencangkang baut a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
pada setiap flange berada di ketinggian dari ketinggian
b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
23. Untuk CC #1, pengelasan a. Penggunaan gas a. Terjadi ledakan
pipa 26” dan flange asetilin dan oksigen b. Pekerja terkena
api las

Universitas Sriwijaya
80

NO JENIS PEKERJAAN BAHAYA RISIKO


25. Sambungkan semua a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
nozzle flange menuju berada di ketinggian dari ketinggian
sistem piping b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
26. Mengunci/mengelas a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
semua nozzle flange yang berada di ketinggian dari ketinggian
terhubung sistem piping b. Grating yang sudah
banyak dibongkar
27. Inspeksi NDT (PT, RT) a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian dari ketinggian
b. Kadar oksigen yang b. Pekerja
rendah di dalam CC mengalami
kekurangan
oksigen
28. Mengunci man hole a. Posisi pekerja saat a. Nyeri punggung
dengan metode bolt mengunci man hole b. Pekerja terjatuh
tensioning b. Posisi CC yang c. Pekerja
berada di ketinggian tersandung alat
c. Alat kerja kerja
29. Memeriksan kekencangan a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
mur dan baut berada di ketinggian dari ketinggian
30. Mengisolasi peralatan a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian dari ketinggian
31. Final check a. Posisi CC yang a. Pekerja terjatuh
berada di ketinggian dari ketinggian

Proses identifikasi risiko tidak hanya dilakukan secara observatif saja,


tetapi juga didapatkan dari informan baik itu informan kunci dan informan biasa.
Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan biasa dan informan kunci
mengenai risiko yang ada pada penggantian stripper dan carbamat condensor :
“paling terjatuh atau terkena benturan benda tumpul dan tersandung alat
kerja” (M)
“Ya risiko terjatuh dari ketinggian, risiko ledakan karena asetilin kan
memang berbahaya ya, selebihnya ya risiko-risiko di sekitar lokasi kerja
lah” (IR)
“Jatuh, terjepit, tersandung, terus pingsan saat di dalam alat” (YS)
“Terjatuh, tertimpa barang dari atas, pingsan, terus lemas” (HM)
Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bawah pekerja secara
garis besar sudah mengetahui risiko dari pekerjaannya, walaupun memang tidak
semua risiko diketahui pekerja. Pekerja mengetahui sebagian besar risiko
pekerjaannya disebabkan karena pada saat safety talk, pekerja selalu diingatkan

Universitas Sriwijaya
81

mengenai risiko-risiko pada pekerjannya, seperti yang diungkapkan oleh informan


:
“....biasanya mengingatkan risiko-risiko pekerjaannya” (M)
“....ya membicarakan proses kerja, risikonya....” (HM )

5.4 Analisis dan Tingkatan Risiko


Setelah semua risiko diindentifikasi, langkah selanjutnya adalah
menganalisis risiko secara semi kuantitatif berdasarkan AS/NZ 4360:1999 melalui
penentuan kemungkinan (probability), konsekuensi (consequences) dan frekuensi
paparan (exposure) dari risiko itu sendiri sehingga hasil akhir yang di dapat
berupa tingkat risiko. Tingkatan risiko di dapat melalui hasil perkalian dari
probability, consequences dan exposure. Berikut hasil analisis dan tingkatan
risiko penggantian CC dan carbamat condensor :

Universitas Sriwijaya
82

Tabel 5.8 Analisis dan Tingkatan Risiko Penggantian Stripper

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
PENGANGKATAN STRIPPER
1. Pasang Tangan 3 1 6 18 Acceptable
scaffold pekerja
tergores
Kaki 6 1 3 18 Acceptable
pekerja
masuk di
lubang antar
papan kayu
platform
Pekerja 6 50 3 900 Very High
terjatuh dari
ketinggian
2. Bongkar Pekerja 3 50 6 900 Very High
struktur dan terjatuh dari
grating yang ketinggian
menghalangi Terjadi 3 50 3 450 Very High
ledakan
Pekerja 6 5 6 180 Substansial
terkena api
las
Tangan 6 25 1 90 Substansial
pekerja
tergores
Tersengat 6 15 1 80 Substansial
arus listrik
Pekerja 1 15 3 45 Priority 3
tertimpa
grating
3. Bongkar Pekerja 3 50 6 900 Very High
isolasi nozzle terjatuh dari
stripper ketinggian
Terhirup 6 5 2 60 Priority 3
debu
4. Melepaskan Pekerja 3 50 6 900 Very High
nozzle flange terjatuh dari
dari sistem ketinggian
pepipaan
5. Membuka Pekerja 3 50 6 900 Very High
manhole terjatuh dari
ketinggian
Tangan 0,5 1 3 1,5 Acceptable
terjepit

Universitas Sriwijaya
83

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
Kejatuhan 6 1 3 18 Acceptable
alat kerja
6. Bongkar Pekerja 3 5 6 90 Substansial
semua swirl terhirup gas
dari stripper sisa
Pekerja 3 5 6 90 Substansial
lemas
Pekerja 6 5 6 180 Substansial
pingsan
7. Pembersihan Pekerja 3 5 6 90 Substansial
stripper terhirup gas
sisa
Pekerja 3 5 6 90 Substansial
lemas
Pekerja 3 5 6 90 Substansial
terjatuh
Pekerja 6 5 6 180 Substansial
pingsan
8. Blind semua Pekerja 3 50 6 900 Very High
nozzle dengan terjatuh dari
blind ketinggian
sementara
9. Periksa Tangan 1 1 3 3 Acceptable
dudukan pekerja
gasket pada tergores
nozzle
10. Tutup man Pekerja 3 50 6 900 Very High
hole dengan terjatuh dari
temporary ketinggian
gasket
Tangan 0,5 1 3 1,5 Acceptable
pekerja
terjepit
11. Penurunan dan Pekerja 3 50 6 900 Very High
pengepakan terjatuh dari
stripper ketinggian
Stripper 3 100 3 900 Very High
terlepas dari
tali crane
Pekerja 3 50 3 450 Very High
tertimpa
stripper

Universitas Sriwijaya
84

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
PEMINDAHAN STRIPPER DARI P.II MENUJU P.IB
12. Pemindahan Stripper 3 25 3 225 Priority 1
stripper dari terlepas
P.II menuju lepas dari
P.IB pengepakan
PENGANGKATAN STRIPPER
13. Modifikasi Terjadi 3 50 3 450 Very High
pengangkatan ledakan
stripper,
menandai,
memotong, Pekerja 6 5 6 180 Substansial
mengukur terkena api
sudut dan las
penyelesaian
pengelasan
14. Persiapan Pekerja 3 1 3 9 Acceptable
pengangkatan terjatuh
stripper
15. Pengangkatan Stripper 3 100 3 900 Very High
stripper ke terlepas dari
pondasi tali crane
Pekerja 3 50 3 450 Very High
tertimpa
stripper
SAAT DI PONDASI
16. Centering/alig Pekerja 3 50 6 900 Very High
nment stripper terjatuh dari
ketinggian
17. Setting dan Pekerja 3 50 6 900 Very High
melepaskan terjatuh dari
sandaran ketinggian
stripper di
setiap pondasi
baru di P-IB
18. Buka manhole Pekerja 3 50 6 900 Very High
terjatuh dari
ketinggian
Tangan 0,5 1 3 1,5 Acceptable
terjepit
Kejatuhan 6 1 3 18 Acceptable
alat kerja

Universitas Sriwijaya
85

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
19. Pasang baut Pekerja 3 50 6 900 Very High
dan gasket terjatuh dari
baru di setiap ketinggian
nozzle
20. Mengencangka Pekerja 3 50 6 900 Very High
ng baut pada terjatuh dari
setiap flange ketinggian

21. Merubah jalur Pekerja 3 50 6 900 Very High


sistem piping terjatuh dari
12” Sch 160 ketinggian
untuk stripper
dan piping
lainnya jika
perlu
22. Pasang semua Pekerja 3 5 6 90 Substansial
swirel dan mengalami
level test di kekurangan
setiap bagian oksigen
stripper
23. Sambungkan Pekerja 3 50 6 900 Very High
semua nozzle terjatuh dari
flange menuju ketinggian
sistem piping
24. Mengunci Pekerja 3 50 6 900 Very High
semua nozzle terjatuh dari
flange yang ketinggian
terhubung
sistem piping
25. Inspeksi NDT Pekerja 3 50 6 900 Very High
(PT, RT) terjatuh dari
ketinggian
Pekerja 3 5 6 90 Substansial
mengalami
kekurangan
oksigen
26. Mengunci man Nyeri 3 1 6 18 Acceptable
hole dengan punggung
metode bolt Pekerja 3 50 6 900 Very High
tensioning terjatuh
Pekerja 6 5 6 90 Substansial
tersandung
alat kerja
27. Memeriksan Pekerja 3 50 6 900 Very High
kekencangan terjatuh dari
mur dan baut ketinggian

Universitas Sriwijaya
86

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
28. Mengisolasi Pekerja 3 50 6 900 Very High
peralatan terjatuh dari
ketinggian
29. Final check Pekerja 3 50 6 900 Very High
terjatuh dari
ketinggian

Keterangan :

P = probability

C = consequences

E = Exposure

Risk Rating = P x C x E

Universitas Sriwijaya
87

Tabel 5.9 Analisis dan Tingkatan Risiko Penggantian Carbamat Condensor

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
PENGANGKATAN CARBAMAT CONDENSOR
1. Pasang Tangan 3 1 6 18 Acceptable
scaffold pekerja
tergores
Kaki 6 1 3 18 Acceptable
pekerja
masuk di
lubang antar
papan kayu
platform
Pekerja 6 50 3 900 Very High
terjatuh dari
ketinggian
2. Bongkar Pekerja 3 50 6 900 Very High
struktur dan terjatuh dari
grating yang ketinggian
menghalangi Terjadi 3 50 3 450 Very High
ledakan
Pekerja 6 5 6 180 Substansial
terkena api
las
Tangan 6 25 1 90 Substansial
pekerja
tergores
Tersengat 6 15 1 80 Substansial
arus listrik
Pekerja 1 15 3 45 Priority 3
tertimpa
grating
3. Bongkar Pekerja 3 50 6 900 Very High
isolasi nozzle terjatuh dari
CC#1 dan ketinggian
CC#2 Terhirup 6 5 2 60 Priority 3
debu
4. Melepaskan Pekerja 3 50 6 900 Very High
nozzle flange terjatuh dari
dari sistem ketinggian
pepipaan
5. Membuka Pekerja 3 50 6 900 Very High
manhole terjatuh dari
ketinggian

Universitas Sriwijaya
88

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
Tangan 0,5 1 3 1,5 Acceptable
terjepit
Kejatuhan 6 1 3 18 Acceptable
alat kerja
6. Untuk CC #1 Terjadi 3 50 3 450 Very High
P-II (DA=151) ledakan
: potong leher Pekerja 6 5 6 180 Substansial
nozzle 26”, terkena api
pengukuran las
sudut dan tepi Pekerja 3 50 6 900 Very High
untuk tejatuh dari
persiapan ketinggian
pengelasan Pekerja 6 5 6 90 Substansial
tersandung
alat kerja
yang
berserakan
7. Untuk CC #2 : Terjadi 3 50 3 450 Very High
potong flange ledakan
rintisan akhir, Pekerja 6 5 6 180 Substansial
pengukuran terkena api
sudut dan tepi las
untuk Pekerja 6 5 6 90 Substansial
persiapan tersandung
pengelasan alat kerja
yang
berserakan
8. Blind semua Pekerja 3 50 6 900 Very High
nozzle dengan terjatuh dari
blind ketinggian
sementara
9. Periksa Tangan 1 1 3 3 Acceptable
dudukan pekerja
gasket pada tergores
nozzle
10. Tutup man Pekerja 3 50 6 900 Very High
hole dengan terjatuh dari
temporary ketinggian
gasket Tangan 0,5 1 3 1,5 Acceptable
pekerja
terjepit
11. Penurunan dan Pekerja 3 50 6 900 Very High
pengepakan terjatuh dari
CC#1 dan ketinggian

Universitas Sriwijaya
89

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
CC#2 CC terlepas 3 100 3 900 Very High
dari tali
crane

Pekerja 3 50 3 450 Very High


tertimpa CC
PEMINDAHAN CARBAMAT CONDENSOR DARI P.II MENUJU P.IB
12. Pemindahan CC terlepas 3 25 3 225 Priority 1
CC#1 dan lepas dari
CC#2 dari P.II pengepakan
menuju P.IB
PENGANGKATAN CARBAMAT CONDENSOR
13. Persiapan tepi Terjadi 3 50 3 450 Very High
untuk nozzle ledakan
CC
#1 P-II (EA-
151) ukuran Pekerja 6 5 6 180 Substansial
26”, kelayakan terkena api
dan taktik las
pengelasan
14. Persiapan tepi Terjadi 3 50 3 450 Very High
untuk rintisan ledakan
akhir nozzle
inlet mix gas Pekerja 6 5 6 180 Substansial
CC #2 (EA- terkena api
152), las
mengukur
sudut,
kelayakan dan
taktik
pengelasan
15. Pengangkatan CC terlepas 3 100 3 900 Very High
CC#1 dan dari tali
CC#2 ke crane
pondasi Pekerja 3 50 3 450 Very High
tertimpa
CC
SAAT DI PONDASI
16. Centering/alig Pekerja 3 50 6 900 Very High
nment CC#1 terjatuh dari
dan CC#2 ketinggian

Universitas Sriwijaya
90

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
17. Setting dan Pekerja 3 50 6 900 Very High
melepaskan terjatuh dari
sandaran CC#1 ketinggian
dan CC#2 di
setiap pondasi
baru di P-IB
18. Untuk CC #1 Terjadi 3 50 3 450 Very High
(EA-101) : ledakan
potong Pekerja 6 5 6 180 Substansial
sambungan terkena api
piping ke leher las
nozzle 26”
19. Untuk CC #2 Terjadi 3 50 3 450 Very High
(EA-102) : ledakan
potong
sambungan Pekerja 6 5 6 180 Substansial
piping atau terkena api
sambungan las
akhir ke nozzle
inlet mix gas
8”
20. Buka manhole Pekerja 3 50 6 900 Very High
terjatuh dari
ketinggian

Tangan 0,5 1 3 1,5 Acceptable


terjepit

Kejatuhan 6 1 3 18 Acceptable
alat kerja

21. Pasang baut Pekerja 3 50 6 900 Very High


dan gasket terjatuh dari
baru di setiap ketinggian
nozzle
22. Mengencangka Pekerja 3 50 6 900 Very High
ng baut pada terjatuh dari
setiap flange ketinggian

23. Untuk CC #1, Terjadi 3 50 3 450 Very High


pengelasan ledakan
pipa 26” dan Pekerja 6 5 6 180 Substansial
flange terkena api
las

Universitas Sriwijaya
91

NO JENIS RISIKO ANALISIS RISIKO


PEKERJAAN P C E Total Risk Rating
24. Sambungkan Pekerja 3 50 6 900 Very High
semua nozzle terjatuh dari
flange menuju ketinggian
sistem piping
25. Mengunci/men Pekerja 3 50 6 900 Very High
gelas semua terjatuh dari
nozzle flange ketinggian
yang
terhubung
sistem piping
26. Inspeksi NDT Pekerja 3 50 6 900 Very High
(PT, RT) terjatuh dari
ketinggian
Pekerja 3 5 6 90 Substansial
mengalami
kekurangan
oksigen
27. Mengunci man Nyeri 3 1 6 18 Acceptable
hole dengan punggung
metode bolt Pekerja 3 50 6 900 Very High
tensioning terjatuh
Pekerja 6 5 6 90 Substansial
tersandung
alat kerja
28. Memeriksan Pekerja 3 50 6 900 Very High
kekencangan terjatuh dari
mur dan baut ketinggian
39. Mengisolasi Pekerja 3 50 6 900 Very High
peralatan terjatuh dari
ketinggian
30. Final check Pekerja 3 50 6 900 Very High
terjatuh dari
ketinggian

Keterangan :

P = probability

C = consequences

E = Exposure

Risk Rating = P x C x E

Universitas Sriwijaya
92

5.5 Evaluasi Risiko


Evaluasi risiko merupakan tahapan membandingkan tingkatan risiko dari
hasil analisis dengan kriteria risiko yang telah ditentukan untuk selanjutnya
didapatkan daftar prioritas risiko yang harus ditangani beserta tindakan yang harus
diambil. Kriteria risiko yang digunakan pada penelitian ini adalah kriteria risiko
semi kuantitatif Cross (1998). Berikut hasil evaluasi risiko penggantian stripper
dan carbamat condensor berdasarkan kriteria risiko semi kuantitatif Cross (1998)
:

Gambar 5.10 Daftar Prioritas Risiko dan Tindakan yang Harus Diambil
NO RISIKO TINGKATAN TINDAKAN PENGENDALIAN
RISIKO YANG HARUS YANG DILAKUKAN
DIAMBIL PERUSAHAAN
1. Terjatuh dari Peraturan bekerja pada
ketinggian ketinggian yang tertuang
dalam SMK3,
penyediaan APD, safety
talk, melibatkan pekerja
yang berkompeten dan
JSA
2. Ledakan saat Penyediaan APD, JSA,
pengelasan safety talk, pemilihan
pekerja yang sudah
bersertifikasi dan
memahami cara
Aktivitas melakukan pengelasan
diberhentikan gas, pemberlakuan Hot
sampai risiko bisa Work Permit dan
dikurangi hingga penyediaan alat
Very High mencapai batas pemadam kebakaran di
yang diperbolehkan sekitar area kerja
3. Strippper dan atau diterima Penggunaan crane yang
carbamat sesuai dengan beban
condensor tertentu, pemilihan
terjatuh kontraktor pelaksana
lifting procedure yang
berkompeten, JSA,
safety talk, penyesuaian
lifting procedure, serta
penyediaan APD
4. Pekerja Penyediaan APD, JSA,
tertimpa safety talk, pelaksanaan
stripper atau pekerjaan sesuai dengan

Universitas Sriwijaya
93

NO RISIKO TINGKATAN TINDAKAN PENGENDALIAN


RISIKO YANG HARUS YANG DILAKUKAN
DIAMBIL PERUSAHAAN
carbamat lifting procedure yang
condensor disepakati, membatasi
pekerja yang berada di
area kerja
5. Stripper dan Priority 1 Membutuhkan Proses pengepakan
carbamat tindakan dilakukan sesuai
condensor pengendalian prosedur, JSA, safety
terlepas dari sesegera mungkin talk, pekerja dilarang
pengepakan berada disekitar area
pemindahan dan
penyediaan APD
6. Pekerja Penyediaan APD, safety
terkena talk, JSA dan hot work
percikan api permit
las
7. Tangan Penyediaan APD, safety
pekerja talk, JSA dan hot work
tergores permit
8. Terkena Penyediaan APD, safety
aliran listrik Membutuhkan talk dan JSA
9. Pekerja Substansial tindakan perbaikan Penyediaan APD, safety
terhirup gas talk, JSA, pengecakan
sisa kadar gas sebelum
dimasuki dan confined
space work permit
10. Pekerja lemas Penyediaan APD, safety
talk, JSA dan confined
space work permit
11. Pekerja Penyediaan APD, safety
pingsan talk, JSA dan confined
space work permit
12. Pekerja Penyediaan APD, safety
terjatuh talk dan JSA
13. Pekerja Penyediaan APD, safety
mengalami talk, JSA dan confined
kekurangan space work permit
oksigen
14. Pekerja Penyediaan APD, safety
tersandung talk dan JSA
alat-alat kerja
15. Pekerja Priority 3 Membutuhkan Penyediaan APD, safety
tertimpa perhatian dan talk dan JSA
grating pengawasan secara
16. Pekerja berkesinambungan Penyediaan APD, safety
terhirup debu talk dan JSA

Universitas Sriwijaya
94

NO RISIKO TINGKATAN TINDAKAN PENGENDALIAN


RISIKO YANG HARUS YANG DILAKUKAN
DIAMBIL PERUSAHAAN
17. Tangan Penyediaan APD, safety
pekerja talk dan JSA
tergores besi
platform
18. Kaki pekerja Penyediaan APD, safety
masuk di talk dan JSA
lubang antar
papan Intensitas yang
platform menimbulkan
19. Tangan Acceptable risiko dikurangi Penyediaan APD, safety
pekerja seminimal talk dan JSA
terjepit mungkin
20. Kejatuhan Penyediaan APD, safety
alat kerja talk dan JSA
21. Pekerja Penyediaan APD, safety
terjatuh saat talk dan JSA
pengecekan
crane
22. Nyeri Safety talk dan JSA
punggung

Universitas Sriwijaya
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan
Secara garis besar, kegiatan penggantian stripper dan carbamat condensor
merupakan kegiatan dengan langkah kerja yang serupa karena lokasi dari stripper
dan carbamat condensor yang berada di ketinggian dan juga pengerjaan dilakukan
pada waktu yang hampir bersamaan. Sehingga, jenis bahaya dan risiko pada
penggantian stripper dan carbamat condensor sebagian besar adalah sama. Secara
umum, langkah kerja penggantian stripper dan carbamat condensor terbagi
menjadi 4, yaitu penurunan, pemindahan, pengangkatan serta pengerjaan saat
berada di pondasi. Hasil evaluasi risiko menggambarkan bahwa risiko-risiko yang
ada pada aktivitas penggantian stripper dan carbamat condensor tergolong
menjadi risiko dengan tingkat very high, priority 1, subtansial, priority 3 dan
acceptable. Setiap risiko tersebut harus dikendalikan sedemikian rupa sesuai
dengan jenis dan tingkatan risikonya agar pekerja dapat melakukan pekerjaan
dengan aman.

6.1.1. Tingkat Risiko Very High


Hasil penelitian yang dilakukan saat pelaksanaan kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang menyatakan bahwa terdapat 27 risiko
dengan tingkat risiko very high pada penggantian stripper dan 33 risiko dengan
tingkat risiko very high pada penggantian carbamat condensor. Risiko-risiko
tersebut dikelompokkan ke dalam 4 jenis risiko, yaitu risiko terjatuh dari
ketinggian, risiko ledakan saat pengelasan, risiko strippper dan carbamat
condensor terjatuh dan risiko pekerja tertimpa stripper atau carbamat condensor.
Pengelompokkan tersebut dilakukan karena secara umum langkah kerja yang
dilakukan pada penggantian stripper dan carbamat condensor adalah sama
sehingga risiko-risiko yang didapat dari hasil identifikasi risiko pun sama.
Risiko terjatuh dari ketinggian terdapat pada hampir seluruh langkah kerja.
Langkah-langkah kerja yang memiliki risiko terjatuh dari ketinggian antara lain
pemasangan scaffold, membongkar struktur dan grating penghalang, membongkar

95
Universitas Sriwijaya
96

isolasi nozzle, melepas nozzle flange dari sistem pemisahan, membuka man hole,
mengukur sudut dan tepi carbamat condensor, blind nozzle, tutup manhole,
pemasangan tali crane pada stripper dan carbamat condensor, centering alat,
setting dan pelepasan sandaran alat, proses pemasangan baut dan gasket baru,
pengencangan baut pada flange, perubahan jalur piping, penyambungan semua
nozzle flange, penguncian nozzle, inspeksi NDT, penguncian man hole,
pemeriksaan kekencangan mur dan baut, mengisolasi peralatan dan final check.
Hasil analisis risiko menggambarkan bahwa risiko terjatuh dari ketinggian
saat pemasangan scaffold memiliki tingkat risiko very high karena kemungkinan
atau probability terjadinya kejadian tersebut cukup besar dengan nilai 6 (likely).
Hal tersebut disebabkan karena scaffold yang tidak dilengkapi dengan pembatas
(handrail) dan jarak serta ukuran yang tidak sesuai standar. Berdasarkan
penelusuran dokumen perusahaan, diketahui ukuran papan yang digunakan
memiliki lebar 30 cm, sedangkan peraturan yang ada di perusahaan mengharuskan
lebar ukuran papan minimal 60 cm. Ketidaksesuaian ukuran papan platform
tersebut menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan semakin besar. Terbukti
bahwa selama pelaksanaan kegiatan turnaround (TA), ditemukan 2 nearmiss yang
diakibatkan karena papan scaffold yang tidak sesuai dengan ukuran. Hal ini
didukung oleh data Biro Statistik Tenaga Kerja yang dikutip oleh Juliatin, Tarigan
dan Lestari (2012) yang menyatakan bahwa sebesar salah satu sumber penyebab
72% kecelakaan yang menimpa pekerja di tempat kerja yang melibatkan
scaffolding adalah papan yang digunakan sebagai platform. Landasan (base plate)
yang tidak dipasang juga menyebabkan kemungkinan scaffold goyang dan
menyebabkan pekerja terjatuh lebih besar. Padahal, scaffold harus dilandasi
dengan papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan posisi scaffold,
peralatan dan bahan yang digunakan pekerja (Astina, 2015). Selain itu karena
scaffold yang dipasang berada pada ketinggian 15-40 meter sehingga apabila
pekerja terjatuh dari ketinggian dapat menyebabkan cidera serius bahkan kematian
sehingga nilai konsekuensinya (consequences) adalah 50 (disaster). Proses
pemasangan scaffold merupakan proses yang hanya dilakukan pada awal tahapan
kerja sehingga nilai exposure nya adalah 3 (occasionally). Hasil ini serupa dengan

Universitas Sriwijaya
97

penelitian yang dilakukan Fitriana (2012) menjelaskan bahwa risiko terjatuh pada
proses pemasangan scaffold berada pada tingkat risiko vey high.
Risiko terjatuh dari ketinggian tidak hanya terdapat pada proses
pemasangan scaffold saja. Risiko terjatuh dari ketinggian juga terdapat pada
proses pelepasan dan pemasangan stripper ataupun carbamat condensor dari
perpiapaan sekitarnya. Hasil analisis risiko dari risiko terjatuh dari ketinggian
pada proses pelepasan dan pemasangan stripper ataupun carbamat condensor
dari perpiapaan sekitarnya yaitu saat membongkar struktur dan grating
penghalang, membongkar isolasi nozzle, melepas nozzle flange dari sistem
pemisahan, membuka man hole, mengukur sudut dan tepi carbamat condensor,
blind nozzle, tutup manhole, pemasangan tali crane pada stripper dan carbamat
condensor, centering alat, setting dan pelepasan sandaran alat, proses pemasangan
baut dan gasket baru, pengencangan baut pada flange, perubahan jalur piping,
penyambungan semua nozzle flange, penguncian nozzle, inspeksi NDT,
penguncian man hole, pemeriksaan kekencangan mur dan baut, mengisolasi
peralatan dan final check adalah very high. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Septianingrum (2012) yang menyatakan bahwa bekerja diketinggian
memungkinkan terjadinya kecelakan kerja yang berakibat serius. Semua aktivitas
kerja tersebut memiliki risiko terjatuh dengan tingkat risiko very high karena
semua aktivitas tersebut dilakukan di ketinggan 15-40 meter, sehingga
konsekuensi terjatuhnya pekerja sangat besar. Meskipun terdapat perbedaan dalam
frekuensi eksposur pada beberapa langkah pekerjaan, hasil akhir analisis risiko
adalah sama yaitu very high.
Tingkat risiko very high pada risiko terjatuh dari ketinggian diperoleh
karena sebagian besar struktur dan grating yang biasanya digunakan untuk pijakan
pekerja harus dibongkar guna mempermudah penurunan stripper dan carbamat
condensor, sehingga selama melakukan aktivitas-aktivitas tersebut pekerja hanya
bergantung pada grating yang tersisa, pondasi stripper dan carbamat condensor
serta scaffold. Namun, pada dasarnya perusahaan telah mewajibkan pekerja yang
melakukan pekerjaan dengan ketinggian lebih dari 1,8 m untuk menggunkaan
APD berupa full bodyhardness, namun masih terdapat pekerja yang menggunakan
APD tersebut, hal ini menyebabkan nilai kemungkinannya (probability) adalah 3

Universitas Sriwijaya
98

(unusual but possible). Fitriana (2012) menyatakan terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan pekerja tidak menggunakan APD, diantaranya adalah
ketidakperdulian pekerja terhadap keselamatan, pekerja terlalu berani atau terbiasa
mengambil risiko, kurangnya pelatihan, pemilihan peralatan yang tidak tepat,
kurangnya pengawasan, dan kurangnya penekanan terhadap perlunya penggunaan
peralatan dengan benar. Adapun dampak yang ditimbulkan berupa cidera serius
bahkan kematian sehingga nilai konsekuensinya (consequences) adalah 50
(disaster). Selain itu, sebagian besar pekerjaan pada proses penggantian stripper
dan carbamat condensor dilakukan pada area kerja yang tinggi, sehingga nilai
exposure nya adalah 6 (frequently).
Risiko lain yang memiliki tingkat very high adalah risiko ledakan saat
pengelasan terdapat pada memotong grating penghalang, pemotongan leher nozzle
26” pada CC#1 dan pemotongan flange pada rintisan akhir di CC#2, pemotongan
sudut dan tepi stripper, persiapan tepi nozzle CC#1, persiapan tepi rintisan akhir
nozzle inlet mix gas CC#2, potong sambungan piping CC#1 dan CC#2,
pengelasan pipa dan flange dan pengelasan rintisan akhir pipa. Las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa las
adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan
energi panas. Berdasarkan jenisnya pengelasan dibagi dua macam yaitu
pengelasan listrik dan pengelasan gas. Prinsip kedua pengelasan tersebut pada
dasarnya sama, yaitu dengan prinsip pencairan logam (Arnoldi, 2010).
Pengelasan yang dilakukan pada beberapa langkah kerja dalam proses
penurunan stripper dan carbamat condensor merupakan pengelasan jenis gas,
yaitu pengelasan yang menggunakan panas yang didapat dari busur api yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dan oksigen. Bahan bakar yang
digunakan di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah bahan bakar berupa gas
asetilin.
Hasil analisis risiko menyatakan terjadinya ledakan akibat kebocoran
tabung gas asetilin dan oksigen memiliki tingkat risiko very high. Saputra (2015)
menyatakan kebocoran gas sering terjadi karena pekerja lupa menutup kembali
valve setelah digunakan, kurangnya pemeriksaan pada peralatan las, kurang

Universitas Sriwijaya
99

rapatnya pada saat menutup valve. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan sifat dari
gas asetilin yang memang mudah meledak dan oksigen yang mudah terbakar bila
kontak dengan material lain, namun karena kondisi pekerjaan yang dilakukan di
luar ruangan sehingga kemungkinan terjadinya ledakan adalah 3 (unsual but
possible), konsekuensi apabila terjadi ledakan berupa cidera serius, cidera
permanen hingga kematian karena apabila tabung gas asetilin mengalami ledakan,
otomatis pekerja yang tengah bekerja melakukan proses pengelasan serta pekerja
disekitar dapat terkena dampaknya sehingga nilai konsekuensinya adalah 50
(disaster). Frekuensi paparan pekerja terhadap bahaya pengelasan memiliki nilai 3
(occasionally). Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mukti
(2013) dengan metode analisis risiko kualitatif yang memberikan tingkat risiko
ledakan high pada aktivitas pengelasan dengan gas asetilin. Hal tersebut terjadi
karena perbedaan metode yang digunakan saat melakukan analisis risiko, dimana
pada penelitian ini menggunakan metode semi kuantitatif, sehingga nilai
eksposure atau frekuensi paparan juga turut dipertimbangkan dalam analisis
risiko.
Risiko terjatuhnya stripper dan carbamat condensor terdapat pada langkah
kerja pemasangan dan pelepasan tali crane, keseimbangan crane saat penurunan,
penggulingan, penegakan dan pengangkatan stripper dan carbamat condensor.
Proses penurunan dan pengangkatan stripper dan carbamat condensor merupakan
bagian inti dari proses penggantian stripper dan carbamat condensor tersebut.
Proses ini melibatkan 2 crane, yaitu crane dengan kapasitas 550 ton untuk proses
penurunan dan pengangkatan, serta crane dengan kapasitas 500 ton untuk proses
penggulingan dan penegakan stripper dan carbamat condensor. Menurut Cudley
(2004) yang dikutip Basuki (2011), Crane adalah alat yang digunakan untuk
mengangkat dan memindahkan material dengan menggunakan prinsip kerja tali.
Hasil analisis risiko menyatakan risiko terjatuhnya stripper dan carbamat
condensor memiliki tingkat risiko very high. Hal ini terjadi selain karena kondisi
beban yang cukup berat serta jarak penurunan dan pengangkatan yang cukup
tinggi, berkisar antara 15-40 meter. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Nurlela dan Suprapto (2014) yang menyatakan penggunaan crane
memiliki bahaya yang tinggi dan wajib dilakukan pengendalian.

Universitas Sriwijaya
100

Hasil yang didapat dari evaluasi risiko, didapatkan 4 jenis risiko yang
memiliki tingkat risiko very high. Tindakan yang harus dilakukan untuk
menangani risiko dengan tingkat very high berdasarkan Cross (1998) adalah
pemberhentian aktivitas kerja sampai risiko bisa dikurangi hingga mencapai batas
yang diperbolehkan. Artinya, sebelum risiko bisa dikurangi atau dikendalikan,
aktivitas kerja tidak boleh berlanjut.
Penerapan tindakan yang dilakukan dalam penanganan risiko dengan
tingkat very high sudah sesuai dengan Cross (1998). Semua aktivitas kerja yang
memiliki tingkat risiko very high, dipastikan aman terlebih dahulu sebelum
dilanjutkan. Adapun tindakan yang dilakukan perusahaan untuk menurunkan
risiko-risiko tersebut antara lain penerapan insturksi kerja aman yang tertuang
dalam SMK3 seperti instruksi kerja aman pada ketinggian, penyediaan alat
pelindung diri (APD) baik itu APD umum berupa safety shoes, sarung tangan dan
helmet, juga disediakan APD khusus berupa full bodyharness untuk pekerjaan di
ketinggian dan cap las serta kacamata las untuk pekerjaan pengelasan, pelaksanan
safety talk yang dilaksanakan pada awal pekerjaan serta dilakukan hampir satu
minggu 1 kali dimana pada saat safety talk pekerja diberi penjelasan rinci
mengenai pekerjaan mereka serta risiko dan penanganan risiko tersebut, pekerjaan
hanya melibatkan pekerja yang berkompeten, bersertifikasi dan memahami proses
kerja, Job Safety Analysis (JSA) yang dibuat oleh pihak K3, pemberlakuan Hot
Work Permit yang diajukan oleh pekerja dan disetujui oleh bagian PK&KK
Departemen K3LH, penggunaan crane yang sesuai dengan beban tertentu,
penyesuaian lifting procedure dari kontraktor pemenang tender dan lifting
procedure yang sesuai dengan keadaan perusahaan, pekerjaan dilakukan sesuai
dengan lifting procedure yang disepakati dan membatasi pekerja yang berada di
area kerja.

6.1.2 Tingkat Risiko Priority 1


Hasil penelitian yang dilakukan saat pelaksanaan kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang menyatakan bahwa terdapat 1 risiko
dengan tingkat risiko prioriry 1 pada penggantian stripper dan 1 risiko dengan
tingkat risiko priority 1 pada penggantian carbamat condensor. Risiko yang

Universitas Sriwijaya
101

memiliki tingkat risiko priority 1 adalah risiko stripper dan carbamat condensor
terlepas dari pengepakan yang terdapat pada langkah kerja pemindahan stripper
dan carbamat condensor dari P.II menuju P.IB.
Hasil analisis risiko menggambarkan risiko risiko stripper dan carbamat
condensor terlepas dari pengepakan memiliki tingkat risiko priority 1, karena
dampak yang ditimbulkan apabila stripper atau carbamat condensor lepas dari
pengepakan dan mengenai pekerja berupa cidera serius sehingga memiliki nilai
konsekuensi 25 (very serious), kemungkinan terjadinya risiko ini sangat
ditentukan oleh kuatnya pengepakan yang dilakukan pekerja sehingga memiliki
nilai 3 (unsual but possible) dan pekerjaan ini dilakukan pada tahap pemindahan
saja sehingga memiliki nilai exposure 3 (occasionally).
Hasil yang didapat dari evaluasi risiko, didapatkan 1 risiko yang memiliki
tingkat risiko priority 1. Tindakan yang harus dilakukan untuk menangani risiko
dengan tingkat priority 1 berdasarkan Cross (1998) adalah pemberlakuan tindakan
pengendalian segera. Penerapan tindakan yang dilakukan dalam penanganan
risiko dengan tingkat priority 1 sudah sesuai dengan Cross (1998). Semua
aktivitas kerja yang memiliki tingkat risiko priority 1 dilakukan pengendalian
segera mungkin, atau dapat juga dikatakan pengendalian risikonyanya sedikit
lebih diutamakan. Adapun tindakan yang dilakukan perusahaan untuk
menurunkan risiko-risiko tersebut antara lain pelaksanaan proses pengepakan
dilakukan sesuai prosedur antara lain dipastikan besi pengepakan dalam keadaan
yang baik serta penempatan stripper ataupun carbamat condensor sesuai dengan
besi pengepakan, Job Safety Analysis (JSA), pelaksanaan safety talk dan pekerja
dilarang berada disekitar area pemindahan serta penyediaan alat pelindung diri
(APD) berupa safety shoes, helmet dan sarung tangan.
Job Safety Analysis (JSA) yang ada di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
dibuat oleh bagian K3 perusahaan, padahal OSHA menyatakan bahwa dalam
proses pembuatan Job Safety Analysis (JSA) harus melibatkan semua orang yang
terlibat di dalam pekerjaan tersebut atau orang yang terlibat dalam pekerjaan harus
hadir saat pembuatan JSA. Hal ini mengakibatkan bahaya yang tertera pada JSA
hanya bersumber dari observasi petugas yang membuat JSA saja. Sebaiknya,
dalam proses pembuatan JSA melibatkan seluruh pekerja yang terlibat dalam

Universitas Sriwijaya
102

pekerjaan,agar jenis bahaya dan risiko yang didapat lebih objektif dan sesuai
dengan keadaan di lapangan. Selain itu, dalam worksheet JSA akan lebih baik
apabila jenis bahaya dan rekomendasi kerja aman dibuat serinci mungkin, agar
pekerja dapat lebih paham mengenai risiko pekerjaannya.

6.1.3. Tingkat Risiko Substansial


Hasil penelitian yang dilakukan saat pelaksanaan kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang menyatakan bahwa terdapat 14 risiko
dengan tingkat risiko subtansial pada penggantian stripper dan 14 risiko dengan
tingkat risiko subtansial pada penggantian carbamat condensor. Risiko-risiko
tersebut dikelompokkan ke dalam 9 jenis risiko, yaitu risiko pekerja terkena
percikan api las, risiko tangan pekerja tergores, risiko terkena aliran listrik, risiko
pekerja terhirup gas sisa, risiko pekerja lemas, risiko pekerja pingsan, risiko
pekerja terjatuh, risiko pekerja mengalami kekurangan oksigen dan risiko pekerja
tersandung alat-alat kerja.
Risiko pekerja terkena percikan api las terdapat pada langkah kerja
memotong grating penghalang, pemotongan leher nozzle 26” pada CC#1 dan
pemotongan flange pada rintisan akhir di CC#2, pemotongan sudut dan tepi
stripper, persiapan tepi nozzle CC#1, persiapan tepi rintisan akhir nozzle inlet mix
gas CC#2, potong sambungan piping CC#1 dan CC#2, pengelasan pipa dan flange
dan pengelasan rintisan akhir pipa. Hasil analisis risiko terkena percikan api las
bagi pekerja adalah substansial. Hasil tersebut didapatkan dari kemungkinan
pekerja untuk terkena percikan api las adalah 6 (likely) karena jarak pekerja
dengan pengelasan cukup dekat. Apabila pekerja terkena percikan api las, maka
hal tersebut dapat menyebabkan cidera yang membutuhkan perawatan medis
untuk pengobatan luka bakar sehingga nilai konsekuensinya adalah 5 (important).
Frekuensi paparan pekerja terhadap bahaya pengelasan memiliki nilai 6
(frequently), karena pengelasan digunakan pada sebagian proses kerja. Hasil ini
serupa dengan hasil analisis risiko yang dilakukan Fitriana (2012), yang juga
memberikan nilai 180 pada risiko terkena percikan api las bagi pekerja. Selain itu,
hasil ini juga sesuai dengan penelitian Winiarto dan Mariawati (2013) yang

Universitas Sriwijaya
103

menyatakan bahwa risiko terkena percikan api las pada pekerjaan yang
berhubungan dengan pengelasan memiliki tingkat risiko sedang.
Risiko tangan pekerja tergores dan risiko terkena aliran listrik terdapat
pada aktivitas menggunakan gerinda listrik untuk membongkar struktur dan
grating penghalang. Risiko tergoresnya tangan pekerja saat penggunaan gerinda
listrik memiliki tingkat risiko substansial. Hal tersebut terjadi karena walaupun
kemungkinan risikonya besar karena yaitu dengan nilai 6 (likely) serta dapat
menimbulkan cacat permanen yaitu dengan nilai 25 (very serious), namun
frekuensi pengguaan gerinda yang jarang karena gerinda baru digunakan ketika
terdapat struktur dan grating yang tidak memungkinkan untuk dibongkar melalui
sistem pengelasan dengan nilai 1 (rare). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Kusumasari, Tarwaka dan Darnoto (2014) yang menyatakan risiko
tergoresnya tangan akibat penggunaan gerinda memiliki risiko sedang.
Risiko lain dari gerinda listrik adalah pekerja terkena sengatan arus listrik
dengan tingkat risiko substansial yang dapat berasal dari kabel yang mengelupas
maupun kondisi tangan pekerja dalam keadaan basah. Hal tersebut terjadi karena
meskipun kemungkinan kesetrum cukup besar dan konsekuensi yang ditimbulkan
berupa cidera serius, frekuensi paparan pekerja terhadap arus listrik dari gerinda
listrik sangat jarang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Fitriana (2012) namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mukti (2013)
dengan metode analisis risiko kualitatif yang memberikan tingkat risiko
tergoresnya tangan pekerja pada penggunaan gerinda listrik high dan risiko
terkanan arus listrik very high. Hal tersebut terjadi karena perbedaan metode yang
digunakan saat melakukan analisis risiko, dimana pada penelitian ini
menggunakan metode semi kuantitatif, sehingga nilai eksposure atau frekuensi
paparan juga turut dipertimbangkan dalam proses analisis risiko.
Risiko pekerja terhirup gas sisa, risiko pekerja lemas, risiko pekerja
pingsan, risiko pekerja terjatuh dan risiko pekerja mengalami kekurangan oksigen
merupakan risiko yang terdapat pada aktivitas kerja yang dilakukan di dalam
stripper dan carbamat condensor. Adapun langkah kerja yang dilakukan di dalam
stripper dan carbamat condensor antara lain proses pembongkaran swirel stripper
dan pembersihan stripper serta inspeksi baik pada stripper ataupun carbamat

Universitas Sriwijaya
104

condensor. Proses pembongkaran swirel dilakukan agar swirel dapat dibawa


menuju lab chemical untuk dilakukan pembersihan atau cleaning agar proses
stripping 𝐶 dapat berjalan lebih baik. Pembersihan stripper sendiri dilakukan
untuk mengecek adanya benda-benda asing yang dapat menganggu fungsi dari
stripper. Inspeksi dilakukan untuk memastikan bahwa stripper dan carbamat
condensor berada dalam kondisi baik sebelum difungsikan kembali.
Ketiga langkah kerja tersebut dilakukan di dalam vessel sehingga memiliki
risiko yang sama. Bahaya yang terdapat pada aktivitas di dalam stripper antara
lain gas sisa yang masih ada di dalam stripper, kadar oksigen di dalam yang
rendah dan kondisi pekerja yang masuk ke dalam stipper. Geigle (2002)
menyatakan bahaya yang terdapat di confined space dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu atmospheric hazard dan non-atmospheric hazard. Atmospheric
hazard adalah bahaya yang terkait dengan udara di dalam ruangan, seperti kadar
oksigen, substansi kimia beracun, gas/uap, mist mudah terbakar dan sebagainya.
Sedangkan non-atmospheric hazard adalah sebuah bahaya yang terkait dengan
bahaya fisik, seperti bahaya dari peralatan kerja dan kondisi lingkungan baik itu di
dalam maupun di luar confined space.
Gas sisa yang masih ada di dalam stripper berupa 𝐶 pada bagian atas
stripper berisiko menyebabkan pekerja terhirup gas tersebut dan mengalami
gangguan pernafasan. Hal tersebut dapat terjadi karena sifat dasar dari 𝐶 yang
dalam MSDSnya dapat menggantikan oksigen sehingga menyebabkan pekerja
sesak nafas. Terhirupnya gas sisa pada pekerja yang melakukan aktivitas di dalam
stripper memiliki tingkat risiko substansial, karena meskipun nilai exposure nya
adalah 6 (frequent) dan konsekuensi risikonya membutuhkan perawatan medis
sehingga memiliki nilai 5 (important), namun kemungkinan terhirupnya gas sisa
hingga mengalami gangguan pernafasan pada aktivitas di dalam stripper
tergolong kecil yaitu dengan nilai 3 (unusual but possible). Hal ini terjadi karena
sebelum pekerja diperbolehkan masuk ke dalam stripper, telah dilakukan berbagai
langkah untuk menghilangkan sisa gas yang ada di dalam stripper, antara lain
melalui perendaman dengan air dermin, blower, dan purging.
Rendahnnya kadar oksigen pada ruang terbatas memiliki risiko pekerja
mengalami kekurangan oksigen dan lemas. Berdasarkan hasil analisis risiko,

Universitas Sriwijaya
105

diperoleh tingkat risiko substansial. Ismail (2011) menyatakan bahwa salah satu
faktor penyebab kecelakaan dalam confined space adalah kekurangan oksigen.
Hasil ini didapatkan berdasarkan walaupun kemungkinan pekerja mengalami
kekurangan oksigen sangat besar, namun pada dasarnya pekerja telah dibekali
dengan APD berupa airline respiratory, sehingga nilai probability nya adalah 3
(unusual but possible), sedangkan dampak kekurangan oksigen hanya berupa
cidera yang membutuhkan perawatan medis sehingga memiliki nilai konsekuensi
5 (important) dan pekerjaan di dalam confined space ini merupakan pekerjaan
yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama sehingga memiliki nilai exposure 6
(frequently).
Risiko terjatuh di dalam stripper memiliki tingkat risiko subtansial,
karena selain dampak yang ditimbulkan berupa cidera ringan, kemungkinan
terjadinya risiko tersebut tidak terlalu besar. Pekerja terjatuh saat berada di dalam
confined space disebabkan karena kondisi confined space yang cukup gelap
sehingga memiliki nilai probability 3 (unusual but possible). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ismail (2011) dalam artikelnya yang menyatakan bahwa salah
satu penyebab kecelakaan non-asmopheric hazard di dalam confined space adalah
keadaan confined space yang kurang pencahayaan. Sedangkan dampak terjatuh di
dalam ruang terbatas hanya berupa cidera yang membutuhkan perawatan medis
sehingga memiliki nilai konsekuensi 5 (important) karena saat memasuki confined
space pekerja dibekali APD berupa body harness, sehingga bila pekerja terjatuh
badan pekerja akan menggantung pada body harness tersebut serta pekerjaan di
dalam confined space ini merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang
cukup lama sehingga memiliki nilai exposure 6 (frequently).
Kondisi pekerja yang akan masuk ke dalam stripper juga harus
diperhatikan. Bila pekerja masuk ke dalam stripper dalam kondisi yang tidak
sehat, maka risiko untuk pekerja pingsan cukup besar yaitu dengan tingkat risiko
subtansial. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi pekerja yang masuk ke
dalam confined space menjadi tinggi adalah fakta bahwa tidak dilakukannya tes
kesehatan khusus bagi pekerja yang akan memasuki confined space. Meskipun
saat ini pihak perusahaan mulai mengarah untuk melakukan tes kesehatan bagi
pekerja yang akan masuk ke dalam confined space¸ yaitu berupa pengecekan

Universitas Sriwijaya
106

tekanan darah, akan lebih baik bila dilakukan tes kesehatan secara keseluruhan
untuk memastikan pekerja benar-benar dalam kondisi sehat. Hal ini sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 113
tahun 2006 yang menyatakan bahwa petugas yang bekerja di ruang terbatas harus
dipastikan dalam keadaan sehat.
Risiko pekerja tersandung alat-alat kerja terdapat pada saat penguncian
manhole dengan metode bolt tensioning. Hasil analisis risiko menyatakan risiko
pekerja tersandung alat-alat kerja memiliki tingkat risiko subtansial. Hal ini dapat
menyebabkan pekerja tersandung alat-alat kerja tersebut dengan nilai probablity
6 (likely) dan terjadi kecelakaan kerja yang membutuhkan perawatan medis
dengan nilai konsekuensi 5 (important) serta alat-alat kerja tersebut digunakan
pada sebagian besar langkah kerja sehingga nilai exposure nya adalah 6
(frequently). Dyahrini dan Hasanah (2011) dalam penelitiannya menyatakan
kebersihan dan kerapian tempat kerja harus selalu dijaga keberadaannya agar
dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Berdasarkan penelitian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa berserakannya alat-alat kerja juga dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya kecelakaan.
Hasil yang didapat dari evaluasi risiko, didapatkan 9 jenis risiko yang
memiliki tingkat risiko substansial. Tindakan yang harus dilakukan untuk
menangani risiko dengan tingkat substansial berdasarkan Cross (1998) adalah
dibutuhkannya tindakan perbaikan pada sumber bahaya.
Penerapan tindakan yang dilakukan dalam penanganan risiko dengan
tingkat substansial sudah sesuai dengan Cross (1998). Semua aktivitas kerja yang
memiliki tingkat risiko substansial diperbaiki proses kerjanya jangan sampai
memiliki risiko yang tinggi. Adapun tindakan yang dilakukan perusahaan untuk
menurunkan risiko-risiko tersebut antara lain penyediaan alat pelindung diri
(APD) baik itu alat pelindung diri umum berupa safety shoes, sarung tangan dan
helmet maupun sarung tangan khusus berupa cap las dan kacamata las untuk
pekerjaan pengelasan serta gas mask dan airline repiratory untuk pekerjaan di
dalam confined space, pelaksanaan safety talk, Job Safety Analysis (JSA),
pemberlakuan work permit berupa hot work permit untuk pekerjaan pengelasan
dan confined space work permit untuk pekerjaan yang dilakukan di dalam stripper

Universitas Sriwijaya
107

dan carbamat condensor serta pengecekan kadar gas berupa sebelum confined
space dimasuki sesuai dengan safety permit No. 4 SMK3 023 PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang.
Selain tindakan yang telah dilakukan tersebut akan lebih baik apabila
pihak persahaan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja sebelum
memasuki confined space, baik itu pemeriksaan keadaan jantung, paru-paru,
denyut nadi dan tekanan darah agar ketika pekerja masuk ke dalam confined space
pekerja benar-benar dalam keadaan sehat.

6.1.4. Tingkat Risiko Priority 3


Hasil penelitian yang dilakukan saat pelaksanaan kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang menyatakan bahwa terdapat 2 risiko
dengan tingkat risiko prioriry 3 pada penggantian stripper dan 2 risiko dengan
tingkat risiko priority 3 pada penggantian carbamat condensor. Risiko-risiko yang
memiliki tingkat risiko priority 3 adalah risiko pekerja tertimpa grating dan risiko
pekerja terhirup debu.
Risiko pekerja tertimpa grating terdapat pada langkah kerja pembongkaran
struktur dan grating penghalang. Hasil analisis risiko menggambarkan risiko
tersebut memiliki tingkat risiko subtansial. Grating yang telah dibongkar memiliki
risiko terjatuh dan mengenai pekerja yang berada di bawah. Berdasarkan hasil
analisis risiko, risiko terjatuhnya grating dan mengenai pekerja memiliki tingkat
risiko priority 3, karena sekalipun konsekuensinya berupa cidera yang serius
dengan nilai 15 (serious) dan nilai exposure nya adalah 3 (occasionaly),
kemungkinan grating untuk terjatuh dan mengenai pekerja masih tergolong kecil
yaitu dengan nilai 1 (remotely possible) sebab struktur dan grating penghalang
tidak dibongkar secara langsung dan bersamaan melainkan dibongkar sedikit demi
sedikit.
Hasil yang didapat dari evaluasi risiko, didapatkan 2 jenis risiko yang
memiliki tingkat risiko priority 3. Tindakan yang harus dilakukan untuk
menangani risiko dengan tingkat priority 3 berdasarkan Cross (1998) adalah
diperlukannya pengawasan secara berkesinambungan. Artinya, selama aktivitas
kerja berlangsung dilakukan pengawasan terhadap risiko-risiko yang ada.

Universitas Sriwijaya
108

Penerapan tindakan yang dilakukan dalam penanganan risiko dengan


tingkat priority 3 sudah sesuai dengan Cross (1998). Semua aktivitas kerja yang
memiliki tingkat risiko priority 3 diawasi setiap risikonya agar pekerja dapat
melakukan pekerjaan dengan aman. Adapun tindakan yang dilakukan perusahaan
untuk menurunkan risiko-risiko tersebut antara lain penyediaan alat pelindung diri
(APD) berupa safety shoes, sarung tangan, dan helmet serta dust mask, safety talk
dan Job Safety Analysis (JSA).
Penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja di PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang sudah cukup merata, artinya hampir semua pekerja
menggunakan APD yang sesuai dengan pekerjaannya. Namun, berdasarkan
selama proses penelitian masih ditemukan beberapa pekerja yang tidak
menggunakan APD selama melakukan pekerjaan. Salah satu penyebabnya adalah
kurangnya pengawasan yang dilakukan perusahaan terhadap penggunaan APD
bagi pekerja. Permenakertrans RI No. 8 tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri
menyatakan bahwa perusahaan wajib melaksanakan manajemen APD di tempat
kerja. Artinya, perusahaan tidak hanya menyediakan APD saja tetapi juga
memperhatikan penggunaannya di lokasi kerja. Pengawasan penggunaan APD
harus diperketat karena pekerjaan yang dilakukan pekerja merupakan pekerjaan
yang memiliki risiko tinggi, karena itulah seluruh pekerja diwajibkan
menggunakan APD.

6.1.5 Tingkat Risiko Acceptable


Hasil penelitian yang dilakukan saat pelaksanaan kegiatan turnaround
(TA) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang menyatakan bahwa terdapat 10 risiko
dengan tingkat risiko acceptable pada penggantian stripper dan 9 risiko dengan
tingkat risiko acceptable pada penggantian carbamat condensor. Risiko-risiko
yang memiliki tingkat risiko acceptable dikelompokkan menjadi risiko tangan
pekerja tergores besi platform, risiko kaki pekerja masuk di lubang antar papan
platform, risiko tangan pekerja terjepit, risiko kejatuhan alat kerja, risiko pekerja
terjatuh saat pengecekan crane dan risiko nyeri punggung.
Risiko tangan pekerja tergores besi platform dan risiko kaki pekerja masuk
di lubang antar papan platform terdapat pada proses pemasangan scaffold.

Universitas Sriwijaya
109

Berdasarkan hasil penilaian risiko, tangan pekerja tergores besi penopang


platform memiiliki tingkat risiko acceptable. Hasil tersebut didapatkan karena
kemungkinan (probability) risiko tersebut adalah 3 (unusual but possible), karena
keadaan besi penopang platform yang cukup tajam, namun dampak yang
ditimbulkan dari risiko ini hanya berupa cidera kecil sehingga nilai
konsekuensinya adalah 1 (noticeable) dan pekerjaan inti dari pemasangan scaffold
adalah pemasangan dan penyusunan besi-besi penopang platform sehingga nilai
exposure nya ada 6 (frequently). Risiko kaki pekerja masuk di lubang antar papan
platform memiliki tingkat risiko acceptable. Hasil tersebut didapatkan karena
kemungkinan (probability) risiko tersebut adalah 6 (likely), karena jarak dan
ukuran papan platform tidak sesuai standar perusahaan, namun dampak yang
ditimbulkan dari risiko ini hanya berupa cidera kecil sehingga nilai
konsekuensinya adalah 1 (noticeable) dan pemasangan papan plaform merupakan
proses yang hanya dilakukan pada awal tahapan kerja sehingga nilai exposure nya
adalah 3 (occasionally).
Risiko tangan pekerja tergores juga terdapat pada pemeriksaan dudukan
gasket dengan level risiko acceptable. Hasil ini didapatkan karena meskipun
exposure pekerja terhadap hazard ini memiliki nilai 3 (occasionally), dampak
yang ditimbulkan hanya berupa goresan kecil sehingga memiliki nilai
konsekuensi 1 (noticeable) dan nilai kemungkinannya adalah 1 (remotely
possible), karena pekerja hanya memeriksa dudukan gasket apakah dalam keadaan
baik atau tidak, selain itu pekerja juga sudah dibekali dengan APD berupa sarung
tangan.
Risiko pekerja terjatuh terdapat pada aktifitas pengecekan crane. Pada
proses persiapan crane, pengecekan terhadap kondisi crane baik itu kondisi tali
crane maupun landasan dari crane itu sendiri. Menurut penelitian Dharma, Putera
dan Dewi (2017), persiapan lingkungan kerja dan persiapan pada peralatan
pengangkatan yang diperlukan crane sangat dibutuhkan untuk mendukung
kesuksesan pekerjaan agar tidak menimbulkan bahaya yang menimpa pekerja
tersebut. Hasil analisis risiko menggambarkan tingkat risiko terjatuhnya pekerja
saat pengecekaan crane masih tergolong acceptable karena dampak yang

Universitas Sriwijaya
110

ditimbulkan serta kemungkinan dan frekuensi pemaparannya juga tergolong


rendah.
Hasil yang didapat dari evaluasi risiko, didapatkan 6 jenis risiko yang
memiliki tingkat risiko acceptable. Tindakan yang harus dilakukan untuk
menangani risiko dengan tingkat acceptable berdasarkan Cross (1998) adalah
pengurangan intensitas aktivitas yang menimbulkan risiko seminimal mungkin.
Penerapan tindakan yang dilakukan dalam penanganan risiko dengan tingkat
acceptable sudah sesuai dengan Cross (1998). Adapun tindakan yang dilakukan
perusahaan untuk menurunkan risiko-risiko tersebut antara lain penyediaan alat
pelindung diri (APD), safety talk dan Job Safety Analysis (JSA). Selain itu,
pekerja juga dapat dianjurkan untuk melakukan peregangan bila tubuh sudah
mulai terasa pegal, hal ini bertujuan agar pekerja tidak mengalami nyeri punggung
saat bekerja.

Universitas Sriwijaya
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
1. Hasil identifikasi risiko yang didapat menggambarkan bahwa kegiatan
penggantian stripper dan carbamat condensor yang dilakukan saat
turn around (TA) di PUSRI IB secara umum memiliki langkah kerja
yang hampir sama dengan total 54 risiko pada penggantian stripper
dan 59 risiko pada penggantian carbamat condensor. Adapun risiko-
risiko tersebut berupa terjatuh dari ketinggian, ledakan, alat terjatuh,
tertimpa alat, alat terlepas dari pengelasan, terkena percikan api las,
tergores, tersengat aliran listrik, terhirup gas sisa, lemas, pingsan,
terjatuh, kekurangan oksigen, tersandung, tertimpa grating, terhirup
debu, kaki masuk lubang platform, terjepit, kejatuhan alat dan nyeri
punggung.
2. Hasil analisis risiko yang didapat menggambarkan bahwa pada
kegiatan penggantian stripper terdapat 27 risiko dengan tingkat risiko
very high yaitu dikelompokkan ke dalam risiko terjatuh dari
ketinggian, risiko ledakan akibat penggunaan las asetilin, terjatuhnya
stripper saat proses penurunan, penggulingan, penegakan dan
pengangkatan, risiko pekerja tertimpa stripper, 1 risiko dengan tingkat
risiko priority 1 yaitu risiko stripper terlepas dari pengepakan, 14
risiko dengan tingkat risiko substansial yaitu dikelompokkan dalam
risiko terkena percikan api las, risiko tergores saat mengunakan
gerinda listrik, risiko terkena aliran listrik dan risiko terhirup gas sisa
saat melakukan kegiatan di dalam stripper, 2 risiko dengan tingkat
risiko priority 3 yaitu risiko tertimpa grating dan risiko terhirup debu
saat membongkar isolasi nozzle, serta 10 risiko dengan tingkat risiko
acceptable yaitu risiko tangan tergores besi platform, risiko kaki
masuk lubang antar platform, risiko kejatuhan alat kerja, risiko
terjatuh saat pengecekkan crane dan risiko nyeri punggung saat
mengunci manhole, sedangkan pada kegiatan penggantian carbamat
condensor memiliki 33 risiko dengan tingkat risiko very high yaitu

111
Universitas Sriwijaya
112

dikelompokkan ke dalam risiko terjatuh dari ketinggian, risiko


ledakan akibat penggunaan las asetilin, terjatuhnya stripper saat
proses penurunan, penggulingan, penegakan dan pengangkatan, risiko
pekerja tertimpa carbamat condensor, 1 risiko dengan tingkat risiko
priority 1 carbamat condensor terlepas dari pengepakan,14 risiko
dengan tingkat risiko substansial yaitu dikelompokkan dalam risiko
terkena percikan api las, risiko tergores saat mengunakan gerinda
listrik, risiko terkena aliran listrik dan risiko terhirup gas sisa saat
melakukan kegiatan di dalam carbamat condensor, 2 risiko dengan
tingkat risiko priority 3 yaitu risiko tertimpa grating dan risiko
terhirup debu saat membongkar isolasi nozzle dan 9 risiko dengan
tingkat risiko acceptable yaitu risiko tangan tergores besi platform,
risiko kaki masuk lubang antar platform, risiko kejatuhan alat kerja,
risiko terjatuh saat pengecekkan crane dan risiko nyeri punggung saat
mengunci manhole.
3. Hasil tingkatan risiko yang didapat terbagi menjadi 5 yaitu very high,
priority 1, substansial, priority 3 dan acceptable.
4. Seluruh risiko dengan tingkat risiko very high, telah diberhentikan
aktivitas pekerjaannya sampai risiko bisa dikurangi sampai batas yang
diterima, seluruh risiko dengan tingkat risiko priority 1 telah diadakan
tindakan perbaikan segera, seluruh risiko dengan tingkat risiko
substansial telah diberikan tindakan perbaikan selama proses
pekerjaan, seluruh risiko dengan tingkat risiko priority 3 telah
dilakukan pengawasan secara berkesinambungan dan seluruh risiko
dengan tingkat risiko acceptable telah dikurangi intensitas pekerjaan
yang menimbulkan risiko seminimal mungkin.

7.2 Saran
1. Pembuatan Job Safety Analysis (JSA) yang ada di PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang sebaiknya dibuat secara lebih rinci, baik itu
dalam jenis bahaya pada pekerjaan ataupun rekomendasi yang

Universitas Sriwijaya
113

diberikan agar pekerja dapat dengan mudah memahami risiko


pekerjaannya.
2. Pembuatan Job Safety Analysis (JSA) yang ada di PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang sebaiknya melibatkan langsung pekerja yang
terlibat dalam pekerjaan, agar bahaya dan risiko yang di dapat lebih
objektif.
3. Pastikan pekerja yang akan melakukan pekerjaan di dalam confined
space dalam keadaan yang sehat, dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan kesehatan berupa keadaan jantung, paru-paru, nadi,
teknana darah dan sebagainya.
4. Perketat pengawasan terhadap pekerja selama proses kerja
berlangsung terutama pengawasan terhadap penggunaan APD selama
pekerjaan berlangsung, sehingga tidak ada pekerja yang bekerja tidak
sesuai dengan aturan dan prosedur yang ada.
5. Pemberian sanksi yang tegas bagi pekerja yang terlibat yang tidak
menggunakan APD saat melakukan pekerjaan.

Universitas Sriwijaya
114

DAFTAR PUSTAKA

Airliquide 2014. Oxygen Material Safety Data Sheet. Canada.

Akbar & Usman. 2009. Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara.

Arif, M. 2016. Evaluasi Pelaksanaan Program Contractor Safety Management


System (CSMS) pada Project Turnaround di PT. Pupuk Sriwidajaja
(PUSRI) Palembang Tahun 2015. Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sriwijaya.

Arnoldi, D. 2010. Pengelasan Tungsten Bit Pada Drill Bit dengan Menggunakan
Las Asetilin. Vol. 2, No. 2.

AS/NZ Standart. 1999. Risk Management (4360). Sidney: Australia/New Zealand


Standart.

AS/NZ Standart. 2004. Risk Management (4360). Sidney: Australia/New Zealand


Standart.
Astina, I. N. 2015. Value Engineering Antara Perancah Konvensional dengan
Scaffolding pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus pada Gedung Bertingkat
di SMPN 10 Denpasar Bali). Jurnal Teknik Sipil, Vol. 8, P 49-62.

Badan Pusat Statistik Kota Palembang. Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun
2014-2015 [Online]. https://palembangkota.bps.go.id. [Accessed 27 Mei
2017]

Bakhtiar, D. S. & Sulaksmono, M. 2013. Risk Assessment pada Pekerjaan


Welding Confined Space di Bagian Ship Building PT. Dok dan Perkapalan
Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2,
52-60.

Basuki, I. 2011. Penerapan Peraturan Keselamatan Kerja pada Sistem


Pengoperasian Forklift dan Crane sebagai Sarana Pesawat Angkat dan
Angkut Guna Mencegah dan Mengendalikan Kecelakaan Kerja di PT.
Inka (Persero) Madiun. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Budiono, A. M. S. 2005. Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Semarang, Universitas


Diponegoro.

Dharma, A. A. B., Putera, I. G. A. A. & Dewi, A. A. D. P. 2017. Manajemen


Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Proyek
Pembangunan Jambuluwuk Hotel & Resort Petitenget.

Dickson, T. 2001. Calculating Risk : Fine's Mathematical Formula 30 Years


Later-Australian Journal of Outdoor Education [Online]. Available:

Universitas Sriwijaya
115

http://www.freepatentsoniline.com [Accessed 20 Maret 2017].

Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan. 2006. Keputusan


Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 113 tahun
2006 tentang Ruang Terbatas (confined space) Jakarta: Sekretariat Negara.

Drieant. 2013. Pembagian Pressure Vessel [Online]. Available:


http:/www.idpipe.com [Accessed 20 Maret 2017].

Drieant. 2013. Pengertian Pressure Vessel [Online]. Available:


http:/www.idpipe.com [Accessed 20 Maret 2017].

Drieant. 2013. Pembagian Vessel Berdasarkan Prosesnya [Online]. Available:


http:/www.idpipe.com [Accessed 20 Maret 2017].

Dyahrini, W. & Hasanah, A. 2011. The Implementation of Total Quality


Management (TQM) Based on Staff Perception to the Operational
Performance of PT. Kereta Api Indonesia.

Fitiriana, R. 2012. Kajian Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Overhaul Tanki
Timbun L3 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju-Sungai
Gerong Palembang Tahun 2011. Program Sarjana Reguler Kesehatan
Masyarakat Skripsi, Universitas Indonesia.

Geigle, S. 2002. OSH Academy Course 706 Study Guide Conducting a Job
Hazard Analysis, Oregon, Geigle Communications.

International Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


Tempat Kerja sarana untuk Produktivitas. [Online]. Jakarta: International
Labour Organization. Available: http://www.ilo.org [Accessed 18 Maret
2017].

Ismail, A. 2011. Bahaya Confined Space [Online].


http://healthsafetyprotection.com. [Accessed 27 Mei 2017].
Juliatin, D., Tarigan, L. & Lestari, E. 2012. Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja
Pada Pengguna Scaffolding di Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto
Medan Tahun 2012.

Kementrian Ketenagakerjaan. 2016. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9


Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan
pada Ketinggian. Jakarta: Sekretariat Negara.

Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. 2016. Dua Tahun Jokowi-JK,


Menperin Airlangga: Industri Melaju Tumbuh dan Merata [Online].
Available: http://www.kemenperin.go.id [Accessed 14 Januari 2017].

Khair, S. D. 2012. Kajian Risiko Keselamatan Kerja Pada Pekerjaan Confined


Spaxe Entry di PT. X, Jawa Barat Tahun 2012. Program Sarjana Reguler
Kesehatan Masyarakat Skipsi, Universitas Indonesia.

Universitas Sriwijaya
116

Khumaini, M. A. 2016. Tangki Oli Meledak Dua Pekerja Meninggal [Online].


Available: http://megapolitan.antaranews.com [Accessed 18 Maret 2017].

Kolluru, R. 1996. Risk Assesment and Management Handbook for Environmental,


Health, and Safety Proffesionals, New York, Mc Graw Hill, Inc.

Kurniawidjaja, L. M. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja, Jakarta, UI


Press.
Kusumasari, W. H., Tarwaka & Darnoto, S. 2014. Penilaian Risiko Pekerjaan
dengan Job Safety Analysis (JSA) terhadap Angka Kecelakaan Kerja pada
Karyawan PT. Indo Acidatama Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.

Marshall, V. & Ruhermann, S. 2006. Fundamental of Process Safety. In:


Nomenclature for Hazard and Risk Assesment in The Process Industries
2nd. (ed.). UK: IchemE.

Menteri Tenaga Kerja. 1998. Permenaker No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Kerja. Jakarta: Sekretariat Negara.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1982. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1982 Tentang Bejana Tekanan Jakarta:
Sekretariat Negara.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri

Meyer, S. 2003. Fatal Occupational Injuries Involving Confined Space, 1997-


2001. Journal of Occupational Health & Safety, 72, 58-64.

Moleong, L. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja


Rosdakarya.

Mukti, W. 2013. Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Pengelasan Logam di


Bengkel Las Logam Sikembar Sukmajaya Depok Desember 2012. Skripsi,
Universitas Indonesia.

New British Standard. 2005. Working At Height Regulation.

Nurlela & Suprapto, H. 2014. Identifikasi dan Analisis Manajemen Risiko pada
Proyek Pembangunan Infrastruktur Bangunan Gedung Bertingkat.

Occupational Health And Safety Standard 18001. 2007. Safety Management


System [Online]. Available: http:/www.ohsas.org/ [Accessed 18 Maret
2017].

OR-OSHA 2003. Confined Space's Material Training. In: OSHA, O. (ed.).

Pettit, T. A. & Braddee, R. 1994. Overview of Confined Space Hazard. In:


NIOSH (ed.). United State: U.S Departement of Health and Human

Universitas Sriwijaya
117

Services.
Plc, A. P. 2008. Acetylene Material Safety Data Sheet.
Praxair, I. 2016. Carbon Dioxide Safety Data Sheet. USA: Praxair, Inc.

Ramli, S. 2009. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 Jakarta,


Dian Rakyat.

Ratnasari, S. T. 2009. Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Proses


Pengeboran Panas Bumi Rig Darat #4 PT. Apexindo Pratama Duta TBK
Tahun 2009. Program Sarjana Reguler Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.

Rausand, M. 2005. Job Safety Analysis, Norwegian, Departement of Production


and Quality Engineering Norwegian University of Science and
Technology.

Said, A. A. 2013. Analisis Pelaksanaan Teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam
Identifikasi Bahaya di Tempat Kerja pada Terminal Y PT. X di Kabupaten
Kutai Kartanegara Kalimantan Timur Tahun 2012. Program Sarjana
Reguler Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Saputra, D. 2015. Bahaya Kebocoran Gas pada Pengelasan [Online].


http://darmawansaputra.com. [Accessed 27 Mei 2017].

Septianingrum, W. U. 2012. Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Proses


Pemasangan Ring Kolom dan Pemasangan Bekisting di Ketinggian pada
Pembangunan Gedung XY oleh PT. X Tahun 2011. Skripsi, Universitas
Indonesia.

Stranks, J. 2007. Human Factor and Behavioural Safety. UK: Elsevier.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung,


Alfabeta.

Suyanto, B. 2005. Metode Penelitian Sosial Jakarta, Kencana Prenada.


Winiarto, B. H. & Mariawati, A. S. 2013. Identifikasi Penilaian Aktivitas
Pengelasan pada Bengkel Umum dengan Pendekatan Job Safety Analysis.
Vol.1, No.01, pp 29-65.

Work Safe BC. 2005. Confined Space Entry Program A Reference Manual.

Zalaya, Y. 2012. Implementasi Prosedur Bekerja di Ketinggian di PT. BBS


Indonesia (WTC 2 Project) Tahun 2012. Tesis, Universitas Indonesia.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Lampiran 1.
WORKSHEET JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

JOB SAFETY ANALYSIS Pekerjaan yang akan


dilakukan :
WORKSHEET
Departemen : Pelaksana Pekerjaan : Tanggal Pekerjaan :

Pembuat JSA : Supervisior :

Disetujui Oleh :
APD yang dibutuhkan : (tanda tangan)

JENIS PEKERJAAN BAHAYA REKOMENDASI


PROSEDUR KERJA
YANG AMAN :

Sumber : www.osha.gov
Lampiran 2.
TABEL PENIALAIN RISIKO
SEMI KUANTITATIF

Faktor Tingkatan Deskripsi Rating


Consequences Catastrophic Kerusakan yang fatal & sangat 100
(Konsekuensi) parah, aktifitas dihentikan,
kerusakan lingkungan yang sangat
parah
Disaster Kematian pada satu hingga 50
beberapa orang, kerusakan
permanen yang kecil pada
lingkungan
Very serious Cacat permanen, kerusakan 25
temporer terhadap lingkungan
Serious Cidera serius tapi bukan penyakit 15
parah yang permanen, sedikit
berakibat buruk terhadap
lingkungan
Important Cidera yang membutuhkan 5
perawatan medis, terjadi emisi
buangan tetapi tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan
Noticeable Cidera atau penyakit ringan, memar 1
bagian tubuh, kerusakan kecil,
terhentinya kegiatan sementara
tetapi tidak menimbulkan
pencemaran di luar lokasi
Probability Almost Certain Kejadian yang paling sering terjadi 10
(Kemungkinan) jika ada kontak dengan bahaya
Likely Kemungkinan terjadi 50-50 6
Unusual but Suatu kejadian yang tidak biasa 3
Faktor Tingkatan Deskripsi Rating
possible namun masih memiliki
kemungkinan untuk terjadi
Remotely Suatu kejadian yang sangat kecil 1
possible kemungkinannya untuk terjadi
Conceivable Mungkin saja terjadi, tetapi tidak 0,5
pernah terjadi walaupun dengan
paparan yang bertahun-tahun
Pratically Tidak mungkin terjadi atau sangat 0,1
impossible tidak mungkin terjadi
Exposure Continously Terjadi secara terus-menerus dalam 10
(Pemajanan) sehari
Frequently Terjadi sekali dalam sehari 6
Occasionally Terjadi sekali dalam seminggu 3
sampai dengan sekali sebulan
Infrequent Terjadi sekali sebulan sampai 2
dengan sekali setahun
Rare Pernah terjadi tetapi jarang, 1
diketahui kapan terjadinya
Very Rare Sangat jarang terjadi, tidak 0,5
diketahui kapan terjadinya
Lampiran 3.
LEVEL RISIKO SECARA SEMI KUANTITATIF
DAN TINDAKAN YANG HARUS DIAMBIL
Level Risiko Deskripsi Tindakan

> 350 Very High Aktivitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi
hingga mencapai batas yang yang diperbolehkan
atau diterima

180-350 Priority 1 Membutuhkan tindakan perbaikan segera

70-180 Substansial Membutuhkan tindakan perbaikan

20-70 Priority 3 Membutuhkan perhatian dan pengawasan secara


berkesinambungan

<20 Acceptable Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi


seminimal mungkin
Lampiran 4.
FORM KESEDIAAN MENJADI INFORMAN

Nama Pewawancara :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Identitas Informan :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Nomor HP :

Kesediaan Menjadi Informan :

(tanda tangan)

Nama :
Badge :
Lampiran 5.
PEDOMAN WAWANCARA
PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA PERBAIKAN
VESSEL SAAT KEGIATAN TURNAROUND (TA) DI PT. PUPUK
SRIWIDJAJA (PUSRI) PALEMBANG TAHUN 2017
(Staff Senior Departemen K3LH)

1. Kebijakan Perusahaan
Bagaimana kebijakan yang ada di PT. PUSRI terkait kegiatan turnaround
(TA) dan confined space?
PROBE :
a. Apakah kebijakan tersebut dibuat secara khusus (tertulis/tidak)?
b. Bagaimana penerapan kebijakan tersebut di lingkungan kerja PT. PUSRI?
c. Sejak kapan kebijakan tersebut diberlakukan?
2. Identifikasi Risiko
Risiko apa saja yang terdapat pada penggantian stripper dan carbamat
condensor?
PROBE :
a. Adakah SOP atau urutan kerja yang mengatur mengenai penggantian
stripper dan carbamat condensor? jika ada, apakah pelaksanan di
lapangan telah sesuai dengan SOP?
b. Pernahkan dilakukan proses identifikasi risiko sebelumnya?
c. Bahaya apa saja yang terdapat pada penggantian stripper dan carbamat
condensor?
d. Apakah dampak dari bahaya tersebut?
3. Analisis Risiko
Berapa besar consequences, Probability dan exposure stripper dan carbamat
condensor?
A. Consequences
PROBE :
a) Seberapa besar konsekuensi dari risiko-risiko yang ada pada
penggantian stripper dan carbamat condensor?
b) Pernahkah terjadi kecelakaan di unit kerja PUSRI IB ini?
c) Jika pernah, apa saja kerugian yang dialami?
B. Probability
PROBE :
a) Seberapa besar kemungkinan terjadinya kecelakaan dari risiko-
risiko pada pekerjaan penggantian stripper dan carbamat
condensor?
C. Exposure
PROBE :
a) Berapa lama waktu kerja pekerja yang ada di dalam stripper dan
carbamat condensor?
b) Berapa kali frekuensi pekerja ketika memasuki stripper dan
carbamat condensor dalam satu jenis pekerjaan?
4. Persiapan Sebelum Sebelum Memulai Pekerjaan Penggantian Stripper dan
Carbamat Condensor
Bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan?
PROBE :
a. Bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan pada
stripper dan carbamat condensor?
b. Adakah work-permit khusus sebelum melakukan pekerjaan?
c. Adakah pemeriksaan kesehatan khusus sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor?
d. Adakah Safety Talk sebelum kegiatan penggantian stripper dan carbamat
condensor dimulai?
e. Jika ada, berapa lama pelaksanaan safety talk dan apa saja yang
dibicarakan saat safety talk?
f. Jika tidak ada, mengapa?
g. Tindakan apa saja yang harus dilakukan sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor?
h. Adakah SOP yang mengatur persiapan sebelum memasuki carbamat
condensor? Jika ada, apakah penerapannya sudah sesuai dengan SOP?
5. Pelatihan Karyawan
Adakah pelatihan yang diberikan kepada karyawan mengenai confined
space dan bekerja pada ketinggian?
PROBE :
a. Ada berapa jenis pelatihan yang diberikan?
b. Jika ada, kepada siapa saja pelatihan diberikan?
c. Siapa yang memberikan pelatihan tersebut? (bekerjasama dengan
siapa)
d. Adakah kriteria khusus bagi karyawan yang akan diberikan
pelatihan?
6. APD
Ketersediaan APD untuk pekerja pada pekerjaan penggantian stripper dan
carbamat condensor?
PROBE :
a. Adakah APD khusus yang harus digunakan pekerja saat akan
melakukan pekerjaan stripper dan carbamat condensor?
b. Apakah APD tersebut disediakan oleh perusahaan?
c. Apakah APD tersebut diberikan kepada pekerja atau hanya
dipinjamkan saja?
d. Apakah ketersediaan APD sudah sesuai dengan kebutuhan pekerja?
e. Adakah pekerja yang tidak menggunakan APD ketika bekerja,
misalnya seperti bekerja di ketinggian? Bagaimana tindakan dari
perusahaan?
PEDOMAN WAWANCARA
PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA PERBAIKAN
VESSEL SAAT KEGIATAN TURNAROUND (TA) DI PT. PUPUK
SRIWIDJAJA (PUSRI) PALEMBANG TAHUN 2017
(Supervisor Mekanikal Urea PUSRI IB)

1. Stripper dan Carbamat Condensor


Bagaimana fungsi dan perawatan dari stripper dan carbamat condensor di
PUSRI IB?
PROBE :
a. Apakah fungsi dari stripper dan carbamat condensor pada unit kerja anda?
b. Bagaimana spesifikasi stripper dan carbamat condensor pada unit kerja
anda?
c. Tindakan apa saja yang dilakukan dalam rangka merawat kualitas stripper
dan carbamat condensor?
d. Berapa kali tindakan tersebut dilakukan dalam satu tahun?
e. Dampak apa yang timbul jika tindakan tersebut tidak dilakukan?
2. Langkah Kerja Penggantian Stripper dan Carbamat Condensor?
Bagaimana langkah kerja penggantian stripper dan carbamat condensor?
PROBE :
a. Apa yang menyebabkan stripper dan carbamat condensor yang ada di
PUSRI IB harus diganti?
b. Bagaimana langkah kerja penggantian stripper dan carbamat condensor
tersebut?
c. Apakah ada SOP atau prosedur resminya?
3. Identifikasi Risiko
Risiko apa saja yang terdapat pada penggantian stripper dan carbamat
condensor?
PROBE :
a. Pernahkan dilakukan proses identifikasi risiko sebelumnya di PUSRI IB
ini?
b. Langkah kerja apa yang paling berisiko?
c. Risiko jenis apa yang paling sering ditemukan pada penggantian stripper
dan carbamat condensor
4. Analisis Risiko
Berapa besar consequences, Probability dan exposure pada penggantian
stripper dan carbamat condensor?
A. Consequences
PROBE :
a) Seberapa besar konsekuensi dari risiko-risiko yang ada pada
penggantian stripper dan carbamat condensor?
b) Pernahkah terjadi kecelakaan di unit kerja PUSRI IB ini?
c) Jika pernah, apa saja kerugian yang dialami?
B. Probability
PROBE :
a) Seberapa besar kemungkinan terjadinya kecelakaan dari risiko-risiko
pada pekerjaan penggantian stripper dan carbamat condensor?
C. Exposure
PROBE :
a) Berapa lama waktu kerja pekerja yang ada di dalam stripper dan
carbamat condensor?
b) Berapa kali frekuensi pekerja ketika memasuki stripper dan carbamat
condensor dalam satu jenis pekerjaan?
5. Persiapan Sebelum Sebelum Memulai Pekerjaan Penggantian Stripper dan
Carbamat Condensor
PROBE :
a. Bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan pada
stripper dan carbamat condensor?
b. Adakah work-permit khusus sebelum melakukan pekerjaan?
c. Adakah pemeriksaan kesehatan khusus sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor?
d. Adakah Safety Talk sebelum kegiatan penggantian stripper dan carbamat
condensor dimulai?
e. Jika ada, berapa lama pelaksanaan safety talk dan apa saja yang
dibicarakan saat safety talk?
f. Jika tidak ada, mengapa?
g. Tindakan apa saja yang harus dilakukan sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor?
h. Adakah SOP yang mengatur persiapan sebelum memasuki carbamat
condensor? Jika ada, apakah penerapannya sudah sesuai dengan SOP?
PEDOMAN WAWANCARA
PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA PERBAIKAN
VESSEL SAAT KEGIATAN TURNAROUND (TA) DI PT. PUPUK
SRIWIDJAJA (PUSRI) PALEMBANG TAHUN 2017
(Informan Biasa)
1. Langkah Kerja
Bagaimana langkah kerja stripper dan carbamat condensor?
PROBE :
a. Apa kerusakan yang di alami stripper dan carbamat condensor yang ada
di PUSRI IB?
b. Bagaimana langkah kerja penggantian stripper dan carbamat condensor
tersebut?
2. Identifikasi Risiko
Risiko apa saja yang terdapat pada stripper dan carbamat condensor?
PROBE :
a. Adakah SOP atau urutan kerja yang mengatur mengenai stripper dan
carbamat condensor? jika ada, apakah pelaksanan di lapangan telah
sesuai dengan SOP?
b. Pernahkan dilakukan proses identifikasi risiko sebelumnya?
c. Risiko apa saja yang terdapat pada stripper dan carbamat condensor?
d. Apakah dampak dari bahaya tersebut?
3. Analisis Risiko
Berapa besar consequences, Probability dan exposure pada pekerjaan
penggantian stripper dan carbamat condensor?
A. Consequences
PROBE :
a) Seberapa besar konsekuensi dari risiko-risiko yang ada pada pekerjaan
penggantian stripper dan carbamat condensor?
b) Pernahkah terjadi kecelakaan di unit kerja PUSRI IB?
c) Jika pernah, apa saja kerugian yang dialami?
B. Probability
PROBE :
a) Seberapa besar kemungkinan terjadinya kecelakaan dari risiko-risiko
pada pekerjaan penggantian stripper dan carbamat condensor?
C. Exposure
PROBE :
a) Berapa lama waktu kerja anda di dalam stripper dan carbamat
condensor?
b) Berapa kali frekuensi anda ketika memasuki stripper dan carbamat
condensor dalam satu jenis pekerjaan?
c) Persiapan Sebelum Memulai Pekerjaan Penggantian Stripper dan
Carbamat Condensor
4. Bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan
penggantian stripper dan carbamat condensor?
PROBE :
a. Adakah work-permit khusus sebelum melakukan pekerjaan?
b. Adakah pemeriksaan kesehatan khusus sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor?
c. Adakah Safety Talk sebelum memulai pekerjaan?
d. Jika ada, berapa lama pelaksanaan safety talk dan apa saja yang
dibicarakan saat safety talk?
e. Adakah APD khusus yang harus digunakan sebelum memulai peekrjaan?
f. Tindakan apa saja yang harus dilakukan sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor?
g. Adakah SOP yang mengatur persiapan sebelum memasuki stripper dan
carbamat condensor? Jika ada, apakah penerapannya sudah sesuai
dengan SOP?
Lampiran 6.

MATRIKS HASIL WAWANCARA DENGAN INFORMAN KUNCI

NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI


M IR
KEBIJAKAN PERUSAHAAN
1. Bagaimana kebijakan yang ada di PT. PUSRI Kalau kebijakan untuk bekerja di -
terkait kegiatan turnaround (TA) dan confined dalam confined space itu ada, isinya
space? kurang lebih pertama penerangan
atau lampu yang digunakan harus
bervoltase rendah, suhu berada pada
batas minimal, ada aturan berapa jam
pekerja diperbolehkan berada di
dalamnya, serta di cek pula kadar
gas-gas toksik di dalamnya.
2. Apakah dibuat secara tertulis? Iya, kalau tidak salah ada di SMK3 -
3. Sejak kapan kebijakan tersebut diberlakukan? Sudah dari awal perusahaan berdiri -
STRIPPER DAN CARBAMAT CONDENSOR
4. Apakah fungsi dari stripper dan carbamat - Stripper itu fungsinya sebagai
condensor pada unit kerja anda? pemisah kelebihan amoniak dari
reaktor, kalau CC itu fungsinya
mengkondensasikan dan menyerap
gas dari stripper
5. Bagaimana spesifikasi stripper dan carbamat - Spesifikasi jelasnya saya lupa tapi
condensor pada unit kerja anda? ada di sertifikat di bagain K3KLH
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
6. Tindakan apa saja yang dilakukan dalam rangka - Maintanance itu pasti diperlukan,
merawat kualitas stripper dan carbamat condensor? paling kalau ada yang rusak ya kita
coba perbaiki kalau memang sudah
tidak memungkinkan untuk
diperbaiki ya kita ganti seperti yang
stripper sama CC ini kan
7. Berapa kali tindakan tersebut dilakukan dalam satu - Sesuai kebutuhan saja, tidak ada
tahun? jadwal spesifik
8. Dampak apa yang timbul jika tindakan tersebut - Dampak yang timbul yang jelas ya
tidak dilakukan? kerugian perusahaan, karena kan
kualitas dan kuantitas urea yang
dihasilkan pasti tidak maksimal
LANGKAH KERJA
9. Apa yang menyebabkan stripper dan carbamat - Performance yang ada di PUSRI IB
condensor yang ada di PUSRI IB harus diganti? ini sudah menurun, rate produksinya
hanya mencapai 90%, misalnya
stripper itu mengalami penipisan
chopnya dan banyaknya penipisan di
daerah lining sehingga tekanan tidak
boleh lebih dari 167kg/𝑐𝑚 , kalau
CC itu proses penyerapan
karbamatnya sudah tidak bagus, di
bottomnya itu sudah banyak terjadi
penumpukan, makanya alternatifnya
kemaren itu kita adakan penggantian
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
dengan menggunakan alat yang ada
di PUSRI II karena alat disana masih
tergolong baru

10. Bagaimana langkah kerja penggantian stripper dan - Sebenarnya kita ini menggunakan
carbamat condensor tersebut? sistem proyek ya, kemaren yang
megang untuk mechanikal work itu
brikasa, kalau untuk alat beratnya itu
brikasa. Jadi awalnya proses tender
dulu, dan baru terealisasi penurunan
alat, setelah itu dipindahkan dari
PUSRI II ke PUSRI IB lalu baru
dipasang kembali
11. Apakah ada SOP atau prosedur resminya? - Kalau prosedurnya itu ada, dibuat
oleh pemenang tender lalu di
komunikasikan kepada pihak kita
disesuaikan sama kondisi kita
IDENTIFIKASI RISIKO
12. Adakah SOP atau urutan kerja yang mengatur Kalau pekerjaan seperti itu kan Kalau SOP yang mengatur urutan
mengenai penggantian stripper dan carbamat bukan kita yang mengerjakan, jadi kerja secara khusus itu tidak ada,
condensor? jika ada, apakah pelaksanaan di lebih disesuaikan dengan pekerja tapi ada SOP untuk kegiatan tertentu
lapangan telah sesuai dengan SOP? disana. SOP atau urutan kerja adanya seperti lifting procedure¸ sejauh ini
untuk kegiatan-kegiatan seperti pelaksanaanya sudah sesuai dengan
memasuki confined space agar tidak prosedur
berbahaya dan kegiatan bekerja di
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
ketinggian

13. Pernahkan dilakukan proses identifikasi risiko Identifikasi risiko ada, tapi Identifikasi risiko pasti dilakukan
sebelumnya? sebenarnya kalau JSA itu seharusnya karena kan sebelum pekerjaan
pekerja yang mengetahui, tapi pada dimulai itu harus ada work permit
kenyataanya biasanya orang safety dari bagian safety dulu
yang membuat jadi hanya
berdasarkan feeling saja
14. Risiko jenis apa yang paling sering ditemukan pada Paling terjatuh atau terkena benturan Ya risiko terjatuh dari ketinggian,
penggantian stripper dan carbamat condensor? benda tumpul dan tersandung alat risiko ledakan karena asetilin kan
kerja memang berbahaya ya, selebihnya
ya risiko-risiko di sekitar lokasi
kerja lah

ANALISIS RISIKO
15. Seberapa besar konsekuensi dari risiko-risiko yang Kalau itu kan kerjanya kebanyakan Risikonya cukup besar dan parah sih
ada pada penggantian stripper dan carbamat di ketinggian, jadi ya kalau sampai ya tapi kan semuanya sudah
condensor? terajatuh risikonya bisa sampai dikendalikan sama perusahaannya
meninggal
16. Pernahkah terjadi kecelakaan di unit kerja PUSRI Kecelakaan yang sampai Rasanya kecelakan-kecelakaan
IB ini? menyebabkan kematian itu tidak ringan pernah ya, tapi tidak sampai
pernah, karena jam kerja aman kita meninggal
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
sudah 30 ribu lebih, tapi kalau
kecelakaan ringan pasti pernah

17. Jika pernah, apa saja kerugian yang dialami? Tidak ada kerugian yang berarti, Kerugiannya kecil seperti proses
karena biasanya dampak kerja harus terhenti selama beberapa
kecelakaannya kecil saat saja
18. Seberapa besar kemungkinan terjadinya kecelakaan Tergantung, kalau dia memakai APD Kalo kemungkinan kan itu
dari risiko-risiko pada pekerjaan penggantian kemungkinan terjadinya kecelakaan tergantung dari banyak hal ya,
stripper dan carbamat condensor? tidak terlalu besar misalnya kondisi lapangan, terus
dari pekerjanya juga jadi ya kalo
kemungkinan itu tergantung hal hal
itu lah
19. Berapa lama waktu kerja pekerja yang ada di dalam Kalau itu tergantung kebutuhan Kalau pada penggantian stripper dan
stripper dan carbamat condensor? pekerjaan, tapi kalau biasanya kita CC, pekerjaan di dalam itu tidak
pake sistem shift jadi 15 menit sekali
terlalu banyak, yang paling lama itu
bila pekerjaan yang dilakukan di inspeksi bisa sampai 1 atau 2 jam
dalam berat
20. Berapa kali frekuensi pekerja ketika memasuki Ya tergantung kebutuhan, kalau Kira kira disesuaikan sama kondisi
stripper dan carbamat condensor dalam satu jenis untuk di stripper dan carbamat di lapangan, tergantung kebutuhan
pekerjaan? condensor saya rasa tidak terlalu pekerjaannya lah
banyak kegiatan yang dilakukan di
dalamnya
PERSIAPAN SEBELUM SEBELUM MEMULAI PEKERJAAN PENGGANTIAN STRIPPER DAN CARBAMAT CONDENSOR
21. Bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum Persiapan yang dilakukan paling ya Persiapan disesuaikan sama
memulai pekerjaan pada stripper dan carbamat persiapan alat dan material yang pemenang tender, disini kita
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
condensor? diperlukan memantau saja apakah ada alat-alat
yang harus disediakan dari kita
22. Adakah work-permit khusus sebelum melakukan Iya ada, semua pekerjaan harus ada Work permit itu ada, alurnya itu
pekerjaan? work permitnya antara pekerja dengan orang safety
23. Adakah pemeriksaan kesehatan khusus sebelum Untuk sementara ini jarang, cuma Pemeriksaan kesehatan kalo khusus
memasuki stripper dan carbamat condensor? kita baru mengarah untuk melakukan itu tidak ada, tapi kita tau lah kan
pengecekan tensi darah bisa diliat langsung pekerjanya sehat
atau tidak
34. Adakah Safety Talk sebelum kegiatan penggantian Safety talk dilaksanakan sesuai Ada, jadi kita meminta kepada
stripper dan carbamat condensor dimulai? jadwal, kadang unit kerja yang pemenang tender untuk melakukan
meminta safety talk setiap pagi, dari pusri
juga ada safety induction itu
semuanya dikumpulkan sebelum
kerja, nanti seminggu setelah itu
diberi lagi oleh pihak K3
25. Jika ada, berapa lama pelaksanaan safety talk dan Kalau safety talk satu minggu sekali, Di awal pekerjaan itu satu kali
apa saja yang dibicarakan saat safety talk? kalau yang dilaksanakan setiap hari dikumpulkan semuanya, setelah itu
namanya call book meeting, biasanya dikembalikan kepada pihak
mengingatkan risiko-risiko pemenang tender
pekerjaannya
26. Jika tidak ada, mengapa? - -
27. Tindakan apa saja yang harus dilakukan sebelum Karena stripper dan carbamat Ya persiapan-persiapan alat, terus
memasuki stripper dan carbamat condensor? condensor tergolong confined space, persiapan dari pekerjanya, kalau buat
jadi yang harus dilakukan pertama itu pekerjaan di dalamnya itu kan pasti
pengecekan kadar gas toksiknya, harus di cek kandungan gas-gasnya,
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
apakah sudah aman apa belum, lalu ahrus dipastikan vessel aman untuk
pengecekan penerangan di dalamnya dimasuki, kurang lebih itu sih
bila dibutuhkan, setelah semua
dipastikan aman barulah pekerja
boleh masuk
28. Adakah SOP yang mengatur persiapan sebelum Setahu saya ada, tertuang dalam Iya ada di SMK3, penerapannya
memasuki stripper dan carbamat condensor? Jika SMK3, penerapannya sudah cukup kurang lebih sudah sesuai
ada, apakah penerapannya sudah sesuai dengan baik dan sesuai
SOP?
PELATIHAN KARYAWAN
29. Ada berapa jenis pelatihan yang diberikan? Ada, tapi jumlahnya saya lupa -
30. Jika ada, kepada siapa saja pelatihan diberikan? Pekerja yang mendapat pelatihan -
31. Siapa yang memberikan pelatihan tersebut? Biasanya dari pihak ketiga -
(bekerjasama dengan siapa)
32. Adakah kriteria khusus bagi karyawan yang akan Biasanya alurnya kita dari TKL -
diberikan pelatihan? memberikan pemberitahuan tentang
pelatihan ke diklat, nanti mereka
yang mencari pekerja yang sesuai
APD
33.. Adakah APD khusus yang harus digunakan pekerja Kalau APD kan tergantung jenis APDnya ya APD standar saja,
saat akan melakukan pekerjaan stripper dan pekerjaan, kalau bekerja di seperti safety shoes, helm, sarung
carbamat condensor? ketinggian ya menggunakan full tangan, tapi kalau pekerjaan tertentu
bodyharness, kalau di dalam ya ya ada APD khususnya juga
menggunakan airline respiratory,
NO. PERTANYAAN INFORMAN KUNCI
M IR
kalau pengelasan ya menggunakan
cap las
34. Apakah APD tersebut disediakan oleh perusahaan? APD disediakan oleh bagian material Ada yang mereka punya sendiri,
nanti kalau kurang baru kita yang
pinjamkan
35. Apakah APD tersebut diberikan kepada pekerja atau Sifatnya dipinjamkan saja Setahu saya dipinjamkan, tapi itu
hanya dipinjamkan saja? menjadi tanggung jawab pekerja
36. Apakah ketersediaan APD sudah sesuai dengan Menurut saya belum cukup, karena Kalau ketersediaan sudah cukup, tapi
kebutuhan pekerja? prosedur pembeliannya cukup susah. ya ada beberapa APD yang sudah
tua jadi sebaiknya diganti
37. Adakah pekerja yang tidak menggunakan APD Kalau itu ya banyak, biasanya kita Ya kalau itu masih banyak, biasanya
ketika bekerja, misalnya seperti bekerja di memberikan terguran orang safety yang kasih teguran
ketinggian? Bagaimana tindakan dari perusahaan? seperti itu
MATRIKS HASIL WAWANCARA DENGAN INFORMAN BIASA

NO. PERTANYAAN INFORMAN BIASA


YS HM
1. Apa kerusakan yang di alami stripper dan carbamat Kalo stripper ini setau aku rusak Nah aku kurang tau, soalnya kan
condensor yang ada di PUSRI IB? bagian chopnya, kalo CC ini kami disini bagian liftingnya saja
rusak bagian bawahnya
2. Bagaimana langkah kerja penggantian stripper dan carbamat Pertama itu persiapan untuk Yang jelas itu kan persiapan alat-
condensor tersebut? penurunan, jadi kan alat itu di alat seperti crane, keadaan tali
lepas dari pipa disekitar, terus crane, keadaan landasan crane,
setelah itu diturunkan, di lalu setelah alat diturunkan kita
pindahkan ke PUSRI IB terus di masukkan ke wadah pengepakan
pasang kembali di PUSRI IB supaya dapat dipindahkan ke
PUSRI IB, setelah dipindahkan
baru dipasang di pondasi yang
ada di PUSRI IB
3. Adakah SOP atau urutan kerja yang mengatur mengenai Setau aku tidak ada Urutan kerja resmi sih tidak ada,
penggantian stripper dan carbamat condensor? jika ada, jadi ya pekerjaannya sesuai
apakah pelaksanan di lapangan telah sesuai dengan SOP? dengan instruksi dari atasan saja
4. Pernahkan dilakukan proses identifikasi risiko sebelumnya? Kalau itu aku kurang tau, tapi Ya, soalnya kan kita sebelum
sepertinya ada soalnya kan bekerja itu harus ngurus
sebelum mulai kita ada urus izin permitnya dulu
kerja
5. Risiko apa saja yang terdapat pada stripper dan carbamat Jatuh, terjepit, tersandung, terus Terjatuh, tertimpa barang dari
condensor? pingsan saat di dalam alat atas, pingsan, terus lemas

6. Seberapa besar konsekuensi dari risiko-risiko yang ada pada Oh kalau itu pasti besar Konsekuensinya ya besar, kalau
pekerjaan penggantian stripper dan carbamat condensor? dampaknya, soalnya kan kita ini jatuh saja kita bisa patah kaki
NO. PERTANYAAN INFORMAN BIASA
YS HM
bekerja di tempat yang cukup atau tangan bahkan meinggal,
tinggi kau terjatuh kan bisa kalau pingsan di dalam alat terus
bahaya tidak ketahuan kan bisa bahaya
juga
7. Pernahkah terjadi kecelakaan di unit kerja PUSRI IB? Kalau aku yang ngalami itu Pernah, tapi tidak sampai
belum pernah, tapi aku dengar- meninggal
dengar itu pernah ada kecelakaan
8. Jika pernah, apa saja kerugian yang dialami? Nah kurang tau, tapi paling sih Kemarin sih tidak ada, karena
rugi materi pekerjanya cuma mengalami
cidera ringan saja
9. Seberapa besar kemungkinan terjadinya kecelakaan dari Lumayan besar lah, apalagi Tergantung dari pekerjanya,
risiko-risiko pada pekerjaan penggantian stripper dan kalau kita tidak hati-hati apakah dia hati-hati, apakah dia
carbamat condensor? berkonsentrasi ketika bekerja,
apakah dia memakai APD
10. Berapa lama waktu kerja anda di dalam stripper dan Kalau di dalam itu tergantung Karena disini aku bagian lifting,
carbamat condensor? pekerjaan, kalau banyak ya lama jadi aku kurang tau
tapi biasanya kami ini bergantian
masuknya
11. Berapa kali frekuensi anda ketika memasuki stripper dan Ya tergantung, kadang satu kali -
carbamat condensor dalam satu jenis pekerjaan? dalam satu hari kadang juga
lebih
12. Adakah work-permit khusus sebelum melakukan pekerjaan? Ada Iya ada, orang safety biasanya
yang menangani masalah itu
13. Adakah pemeriksaan kesehatan khusus sebelum memasuki Tidak ada Tidak ada
stripper dan carbamat condensor?
NO. PERTANYAAN INFORMAN BIASA
YS HM
14. Adakah Safety Talk sebelum memulai pekerjaan? Iya ada Ada
15. Jika ada, berapa lama pelaksanaan safety talk dan apa saja Kurang lebih 30 menit pas awal 30 menit lah itupun dilakukan di
yang dibicarakan saat safety talk? sebelum mulai bekerja, sisanya awal sebelum bekerja, ya
setiap pagi sekitar 10-15 menit. membicarakan proses kerja,
Yang dibicarakan itu lebih ke risikonya terus diingatkan juga
peringatan sih agar berhati-hati untuk memakai APD
dan selalu memakai APD serta
memperhatikan kondisi kerja
16. Adakah APD khusus yang harus digunakan sebelum APD khusus misal untuk Helm, sepatu, sarung tangan sih
memulai pekerjaan? ketinggian ya full body hardness, ya kayaknya
untuk mengelas itu cap las,
masker sisanya ya APD biasa
seperti helm, sepatu safety,
sarung tangan
17. Tindakan apa saja yang harus dilakukan sebelum memasuki Kita itu pertama periksa kesiapan -
stripper dan carbamat condensor? alat dan material, setelah itu
biasanya pihak safety periksa
keadaan stripper dan CC apakah
sudah bisa dimasuki apa belum,
terkahir ya melaksanakan
pekerjaannya
18. Adakah SOP yang mengatur persiapan sebelum memasuki Kalau itu aku kurang tau -
stripper dan carbamat condensor? Jika ada, apakah
penerapannya sudah sesuai dengan SOP?
Lampiran 7.

Foto-foto Penggantian Stripper dan Carbamat Condensor

Isolasi Carbamat Condensor Nozzle Carbamat Condensor

Proses Pelepasan Bottom Manhole


Proses Persiapan Crane

143
Universitas Sriwijaya
Proses Pengepakan Stripper Pengepakan Swirl Stripper

Gasket Proses Inspeksi

Penguncian manhole dengan bolt


tensioning

Anda mungkin juga menyukai