Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Bertambahnya usia seseorang, maka penuaanpun tidak

dapat dihindari. Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2,

yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun ke atas.1,2 Proporsi jumlah lansia terus berkembang di seluruh dunia,

terutama di negara berkembang. Kelompok lansia berkembang lebih cepat

dibandingkan kelompok usia lainnya. Secara global, jumlah penduduk berusia

60 tahun ke atas mencapai 600 juta dan angka ini akan menjadi 2 kali lipat pada

tahun 2025. Pada tahun 2050 akan menjadi 2 milyar dan 80% diantaranya

bermukim di negara berkembang(Tampubolon NS,2017)

Persentase penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan

cukup signifikan selama 30 tahun terakhir dengan populasi 5,3 juta (4,48%)

pada tahun 1971 menjadi 19,3 juta (8,37%) pada tahun 2009. Peningkatan

jumlah penduduk lansia ini disebabkan peningkatan angka harapan hidup

sebagai dampak dari peningkatan kualitas kesehatan. Meningkatnya kuantitas

lansia tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kualitas hidup lansia agar

dapat hidup sehat, produktif, dan mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi

keluarga dan pemerintah serta dapat menjadi aset negara yang berharga dalam

proses pembangunan(Sabrina RZ,2015)

1
2

Seiring dengan proses menua, tubuh akan mengalami penurunan

fungsi organ tubuh sehingga akan menimbulkan berbagai masalah baik secara

fisik, psikologi, maupun perubahan kondisi sosial. Masalah kesehatan rongga

mulut yang dialami oleh lansia erat kaitannya dengan status gizinya, semakin

buruk kondisi kesehatan rongga mulut akan berdampak buruk juga terhadap

kualitas kesehatannya, selain itu perubahan fisik dan penurunan fungsi organ

tubuh lansia dapat juga mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi.

Kualitas asupan gizi yang buruk pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup

lansia. Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) merupakan

persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan

tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan

kepedulian selama hidupnya. Menurut Survei WHO, sekitar 30% dari orang tua

65-74 tahun telah kehilangan semua gigi. Pada tahun 2010, WHO mengadopsi

kebijakan mengenai retensi gigi asli tidak kurang dari 20 elemen yang

fungsional dan estetis, sebagai tolak ukur kesehatan mulut (WHO, 2017)

Membaiknya berbagai sektor kehidupan menyebabkan populasi lansia

bertumbuh pesat. Dewasa ini penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas

mencapai 600 juta jiwadan angka ini akan menjadi 2 kali lipat pada tahun 2025.

Pada tahun 2050 akan menjadi 2 milyar dan 80% diantaranya bermukim di

negara berkembang. Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang

memiliki jumlah lansia yang tergolong tinggi, begitupula di Kota Makassar

dengan jumlah penduduk lansia (usia ≥60 tahun) 74.743 jiwa pada tahun

2013.2,3 Meningkatnya kuantitas lansia tersebut harus diimbangi dengan


3

peningkatan kualitas hidup lansia agar dapat hidup sehat, produktif, dan

mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan pemerintah serta dapat

menjadi aset negara yang berharga dalam proses pembangunan (Riskesdas,

2013).

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan membawa dampak

terhadap berbagai kehidupan. Dampak utama peningkatan lansia ini adalah

peningkatan ketergantungan lansia. Ketergantungan ini disebabkan oleh

kemunduran fisik, psikis, dan sosial lansia yang dapat digambarkan melalui

empat tahap, yaitu kelemahan, keterbatasan fungsional, ketidakmampuan, dan

keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat

proses menua. Proses menua merupakan suatu kondisi yang wajar dan tidak

dapat dihindari dalam fase kehidupan (Depkes RI, 2013).

Walaupun pemakaian gigitiruan tidak dapat merehabilitasi 100 %

fungsi gigi geligi, tetapi dilaporkan penggunaan gigi tiruan dapat

meningkatkan kualitas hidup lansia. Hal ini dipengaruhi oleh karena perawatan

prostetik pada pasien edentulos akan meningkatkan fungsi kunyah, penampilan,

dan aspek sosial, sehingga peranan gigitiruan akan mempengaruhi kualitas

hidup. Faktor penyebab kehilangan gigi yang paling banyak adalah karies gigi

sekitar 83% dan penyakit periodontal 17%. Hasil penelitian oleh Bales, dkk

pada tahun 2002-2007 di Amerika Serikat menyatakan 24% dari lansia yang

berusia 65-75 tahun kehilangan gigi karena karies dan 31% dari lansia yang

berusia lebih dari 75 tahun mengalami kehilangan gigi akibat karies dan

penyakit periodontal (Bales, 2009). Penyebab lain kehilangan gigi yaitu


4

disebabkan oleh karena trauma dan congenital (anodonthia) (Badan Pusat

Statistik Makassar, 2016).

Kehilangan gigi dapat mengganggu fungsi pengunyahan, pada

kehilangan gigi pada posterior seperti molar, cenderung kehilangan kontak gigi

dan gangguan pada otot pengunyahan yang dapat mengakibatkan gangguan

pada TMJ (Temporomandibular Join) (Gracia, 2008). Kehilangan gigi yang

tidak segera diganti, selain akan mengganggu fungsi pengunyahan, lambat laun

dapat menyebabkan resorpsi tulang alveolar. Maka dari itu dibutuhkan gigi

tiruan yang disebut protesa untuk mengembalikan fungsi gigi yang hilang. Gigi

tiruan dibuat tidak hanya untuk mengganti gigi yang hilang, tetapi harus mampu

memenuhi syarat-syarat keberhasilanan dari gigi tiruan. Syarat-syarat tersebut

yaitu mampu mengembalikan fungsi pengunyahan, fungsi bicara, memperbaiki

fungsi estetik, dan mencegah terjadinya kerusakan pada tulang alveolar dan

jaringan pendukung mulut lainnya (Agtini, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amalia Yulianti, tahun

2013 pada daerah jember mengatakan berdasarkan analsis data pada

penelitiannya dapat diketahui responden dengan kualitas hidup baik dan sangat

baik sebagian besar merupakan responden yang tinggal di komunitas (32,4%).

dan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember (32,9%). Hasil uji Chi Square-

Fisher Exact diperoleh nilai p value = 1,000. Karena diketahui nilai p value >

0,05, maka Ho diterima sehingga variabel tempat tinggal tidak signifikan

terhadap kualitas hidup. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas
5

hidup antara lansia yang tinggal di komunitas dengan di Pelayanan Sosial

Lanjut Usia Jember.

Kualitas hidup merupakan suatu konsep multidimensional yang luas

meliputi domain fungsi sehari-hari dan pengalaman subjektif, seperti fungsi

fisik, sensasi , pemahaman terhadap kesehatan, fungsi sosial dan peran, serta

kesejahteraan subjektif. Kualitas hidup sebagai konstruksi yang dinamis

merupakan fungsi dari sejumlah variabel, seperti stress, depresi, penilaian, dan

cara mengatasi. Dimana oral health yang berkaitan dengan kualitas hidup

merupakan bagian dari kualitas hidup yang memberi efek utama pada

kesehatan mulut seseorang.( Putri W, dan Permana,2016)

Kesehatan rongga mulut pada lansia merupakan bagian integrasi dari

kesehatan umum yang memberi pengaruh pada kesehatan yang berkaitan

dengan kualitas hidup pada dimensi biologis, psikologis, dan sosial. Jadi,

kualitas hidup dapat dijadikan penilaian atas keberhasilan pelayanan kesehatan

karena kesehatan umum berhubungan dengan kesehatan rongga mulut dan

kesehatan umum sendiri berhubungan dengan kualitas hidup, sehingga

kehilangan gigi akan memberikan dampak pada kualitas hidup. Kualitas hidup

yang berkualitas merupakan kondisi fungsional lansia pada kondisi optimal,

sehingga mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna,

membahagiakan dan berguna.(Nugroho, Wahjudi.2016)


6

Kualitas hidup pada manula salah satunya dipengaruhi oleh kesehatan

gigi dan mulutnya. Pada manula 60 tahun keatas, banyak yang telah mengalami

kehilangan gigi dan hanya sebagian yang melakukan rehabilitasi dengan

menggunakan gigitiruan penuh.( Yoshida M,2017)

Penyakit dalam rongga mulut dapat memberikan dampak pada kualitas

hidup manula, termasuk kehilangan gigi, yang meliputi berbagai keadaan

termasuk mengunyah, makan dan bicara. Selanjutnya keadaan tersebut dapat

memberikan dampak berupa menurunnya interaksi sosial, rasa sejahtera, harga

diri dan perasaan berguna.1,4 Meskipun pada beberapa hasil penelitian, tidak

ditemukan hubungan yang bermakna antara kesehatan mulut manula dengan

kualitas hidup, karena manula menganggap kesehatan mulutnya yang buruk

adalah wajar sehubungan dengan usianya.( Hadzipasic A, Nazdrajic.2017)

Pada lansia yang mengalami kehilangan gigi yang disertai dengan

penggunaan gigitiruan, dapat mengembalikan dan memperbaiki fungsi

mastikasi atau mengunyah, memperbaiki fungsi bicara sehingga dapat terjadi

komunikasi yang baik dengan orang lain, memperbaiki faktor estetik dan akan

meningkatkan kepercayaan diri serta memperbaiki hubungan sosial.( Ratmini

NK, Arifin. 2016)

Berdasarkan hasil penelitian Zainab S. et.al tahun 2008 yang dilakukan

di Kota Bharu, Kelantan, Malaysia, pengguna gigitiruan secara signifikan

mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dibanding yang tidak menggunakan

gigi tiruan. Hal tersebut juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Mack

F. et.al tahun 2005 di Pomerania.


7

Berdasarkan data Puskesmas Pabentengang Kabupaten bantaeng

jumlah lansia di Desa Kampala pada tahun 2019 secara keseluruhan mencapai

751 orang , terdiri dari umur 45-59 sebanyak 495 orang (Laki-laki 260

orang,Perempuan 235 orang), umur 60-69 sebanyak 100 orang(laki-laki 59

orang, Perempuan 80 orang) dan sedangkan pada umur >70 sebanyak 117 orang

(Data lansia di puskesmas pabentengang, 2019).

Berdasarkan hasil observasi di desa Kampala Kecamatan Eremerasa

Kabupaten Bantaeng sebanyak 27 orang pengguna gigi tiruan penuh

diantaranya umur 60-69 sebanyak 13 orang, umur 70> sebanyak 14 orang dari

data tersebut menunjukkan bahwa banyaknya lansia yang menggunakan gigi

tiruan penuh, melihat kejadian tersebut peneliti berkeinginan untuk mengetahui

“Hubungan kualitas hidup lansia pada lansia pengguna gigi tiruan penuh di

Desa kampala Kecamaatn Eremerasa Kabupaten Bantaeng?”.

1.2. Perumusan masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut didapat rumusan masalah dari

kasus tersebut adalah “Hubungan kualitas hidup pada lansia pengguna gigi

tiruan penuh di Desa kampala Kecamaatn Eremerasa Kabupaten Bantaeng


8

1.2.2 Pertanyaan Masalah

1. Baigamana gambaran kualitas hidup lansia pengguna gigi tiruan penuh

di Desa Kampala Kecematan Eremerasa Kabupaten Bantaeng?

2. Bagaimana hubungan kualitas hidup lansia di Desa Kampala

Kecematan Eremerasa Kabupaten Bantaeng?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan kualitas hidup pada lansia pengguna

gigitiruan penuh di Desa Kampala Kecematan Eremerasa Kabupaten

Bantaeng

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kualitas hidup (quality of life) lansia di desa

Kampala Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup lansia pengguna gigi

tiruan penuh di desa Kampala Kecamatan Eremerasa Kabupaten

Bantaeng.
9

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai bahan informasi untuk mengetahui kualitas hidup pada lansia

pengguna gigi tiruan penuh di wilayah kerja Puskesmas Pabentengang

Kabupaten Bantaeng.

2. Hasil penelitian diharapkan bisa menambah wawasan baru dalam

menerapkan mata kuliah metode penelitian. Dan masukan serta

pertimbangan bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Diharapkan para lansia mengatahui hubungan kualitas hidup pada

lansia pengguna gigi tiruan penuh dan mampu meningkatkan kualitas

hidup bagi lansia.

2. Bagi peneliti akan menjadi tambahan pengetahuan dan pengalaman

tentang kualitas hidup pada lansia pengguna gigi tiruan penuh di

wilayah kerja Puskesmas Pabentengang Kabupaten Bantaeng.


10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Lansia

2.1.1. Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia dan ditandai oleh gagalnya seorang untuk mempertahankan

kesetimbangan kesehatan dan kondisi stres fisiologis nya. Lansia juga

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup dan

kepekaan secara individual. (Putri, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut undang

undang nomor 4 tahun 1945, lansia adalah seseorang yang mencapai

umur 55 tahun, namun tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain

(Wahyudi, 2000). Berdasarkan pengertian lanjut usia secara umum,

seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas

(Effendi dan Makhfudli,2009).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat

pengelompokkan lansia menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok

pertengahan umur adalah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu

masa persiapan lansia yang menampakkan keperkasaan fisik dan


11

kematangan jiwa (45-54 tahun).Kelompok usia dini adalah kelompok

dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki lansia

(55-64 tahun) dan kelompok lansia dengan risiko tinggi ialah

kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok lansia yang

hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat atau

cacat (Premana, 2014).

Usia lanjut juga dapat dikatakan sebagai usia emas karena tidak

semua orang dapat mencapai usia lanjut tersebut, maka jika seseorang

telah berusia lanjut akan memerlukan tindakan keperawatan yang

lebih, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat

menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan

bahagia (Premana, 2014).

Selain pengertian tadi, ada juga beberapa pengertian lansia

menurut para ahli. Berikut ini beberapa pengertian lansia menurut

beberapa ahli:

1) Pengertian Lansia Menurut Smith (2015): Lansia terbagi menjadi

tiga, yaitu:young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan

old old (lebih dari 85 tahun).

2) Pengertian Lansia Menurut Setyonegoro: Lansia adalah orang yang

berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam 70-75

tahun (young old); 75-80 tahun (old); dan lebih dari 80 tahun (very

old).
12

3) Pengertian Lansia Menurut UU No. 13 Tahun 1998: Lansia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

4) Pengertian Lansia Menurut WHO: Lansia adalah pria dan wanita

yang telah mencapai usia 60-74 tahun.

5) Pengertian Lansia Menurut Sumiati AM: Seseorang dikatakan

masuk usia lansia jika usianya telah mencapai 65 tahun ke atas.

2.1.2. Proses penuaan

Menua merupakan proses yang terjadi terus menerus secara

alamiah.1 Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (ternasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.( Rosidawati,2015)

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu

teori biologi, teori psikologi, teori sosial dan teori spiritual

(Indrawati.T,2017)

1. Teori biologi

Teori biologi mencakup teori genetik dan

mutase,immunology slow theory, teori stress, teori radikal bebas

dan teori rantai silang.


13

1) Teori genetik dan mutasi

Menururt teori genetik dan mutasi, menua terprogram

secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi

sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh

molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas dalah mutasi dari

sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).

Terjadi penggumpalan pigmen atau lemak dalam tubuh

yang disebut teori akumulasi dari prosuk sisa, sebagai contoh

adalah adanya pigmen lipofusin di sel otot jantung dan sel

susunan saraf pusat pada manula yang mengakibatkan

terganggunya fungsi sel itu sendiri.

2) Teori immunology slow theory

Mutasi yang berulang atau perubahan protein

pascatranslasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition).

Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan antigen

permukaan sel, maka hal ini dapt menyebabkan sistem imun

tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut

sebagai sel asing dan mengahncurkannya. Perubahan inilah

yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.


14

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibodi yang

luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam. Efek menua

jadi akan menyebabkan reaksi histoin kontabilitas pada banyak

jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan adalah bertambahnya

prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut

usia.( Wijayanti,2017)

Menurut teori ini sistem imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang

dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. (Padila,2015)

3) Teori stres

Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat

hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi

jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel

tubuh lelah terpakai

4) Teori radikal bebas

Radikal bebas (RB) dapat tebentuk dialam bebas dan

didalam tubuh jika fagosit pecah dan sebagai produk sampingan

didalam rantai pernafasan didalam mitokondria. Untuk

organisme aerobik, RB terutama terbentuk pada waktu respirasi


15

(aerob) didalam mitokondria, karena 90 % oksigen yang diambil

tubuh, masuk kedalam mitokondria.

Waktu terjadi proses respirasi tesebut, oksigen

dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui

enzim-enzim respirasi didalam mitokondria, maka RB akan

dihasilkan sebagai zat antara. Radikal bebas yang terbentuk

tersebut adalah : superoksida (O2), radikal hidrosil (OH), dan

peroksida hidrogen (H2O2).(Wijayanti,2016) Radikal bebas

bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi

dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam

membran sel dan dengan gugus SH.

Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel-sel

tidak dapat melakukan regenerasi.

Tubuh sendiri sebenarnya mempunyai kemampuan

untuk menangkal radikal bebas, dalam bentuk seperti :

a. Enzim Superoxide dismutase (SOD), yang berunsur Zn, Cu,

dan juga Mn, dapat mengubah superoxide menjadi 2O2.

b. Enzim katalase yang berunsur Fe dalam bentuk haem, dapat

menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.


16

c. Enzim glutation peroksidase, berunsur selenium (Se), juga

menguraikan hidrogen peroksida menjadi air.

d. Radikal bebas juga dapat dinetralkan dengan menggunakan

senyawa non enzimatik, seperti vitamin C (asam askorbat),

provitamin A (Beta karoten) dan vitamin E (Tocopherol).

5) Teori rantai silang

Pada teori rantai silang, diungkapkan bahwa reaksi

kimia sel-sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan yang

kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel.

pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan

menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.

Perpanjangan umur tersebut berasosiasi dengan tertundanya

proses degenerasi. Perpanjangan umur karena penurunan

jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena

menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme.

2. Teori Psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring

dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yag terjadi dapat

dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan

fungsional yang efektif.


17

Adanya penurunan dari intelektalitas yang meliputi persepsi,

kemampuan kognitif, memori dn belajar pada usia lanjut

menyebabkna mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.

Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi

pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan

merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi / reaksi

yang berbeda dari stimulus yang ada.

3. Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses

penuaan, yaitu teori interaksi sosial, teori penarikan diri dan teori

perkembangan.

a. Teori interaksi soaial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa manula

bertindak pada suatu sistem tertentu, yaitu atas dasar hal-hal

yang dihargai masyarakat. Kemampuan manula untuk terus

menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk

mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya

untuk melakukan tukar menukar.


18

Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang,

sehigga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang,

yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk

mengikuti perintah.

Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut :

1. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang erupaya

mencapai tujuannya masing-masing .

2. Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang

memerlukan biaya dan waktu

3. Untuk mencapai tujun yang hendak dicapai, seorang aktor

harus mengeluarkan biaya

4. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntugan dan

mencegah terjadinya kerugian

5. Hanya interaksi ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.

b. Teori penarikan diri

Kemiskinan yang diderita manula dan menurunnya

derajat kesehatan mengakibatkan seorang manula secara

perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

Menurut teori ini manula dinyatakan mengalami proses penuaan

yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan

dapat memusatakn diri pada persoalan pribadi serta

mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya.


19

c. Teori perkembangan

Pokok-pokok dalam teori perkembangan ini adalah : 12

1) Masa tua merupakan saat lanjut usia merumuskan seluruh

masa kehidupannya.

2) Masa tua merupakan masa penyesusaian diri terhadap

kenyataan social yang baru, yaitu pensiun dan atau menduda

/ menjanda.

3) Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibatnya perannya

yang berakhir didalam keluraga, kehilangan identitas, dan

hubungan sosialnya akibat pensiun, serta ditinggal mati oleh

pasangannya atau teman-temannya.

4. Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang mrujuk pada

pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi

individu tentang arti kehidupan. Kepercayaan / dimensi spiritual

merupakan suatu kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan

seseorang. Perkembangan spiritual pada manula berada pada tahap

penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan.


20

2.1.3 Aspek-aspek pertimbangan pada lansia

Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.

Dalam mendefinisikan batasan penduduk lansia menurut Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang dikutip oleh Wijayanti,

ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu: aspek biologi, aspek

ekonomi dan aspek sosial: (Wijayanti,2016)

1) Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang

mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai

dengan menurunnya daya tahan fisik, yaitu semakin rentannya

terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal

ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ.

2) Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai

beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan

bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat,

bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua,

seringkali dipersepsikan secara negative sebagai beban keluarga dan

masyarakat.

3) Secara sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial

sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata

sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka

terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan


21

keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menutun.

Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas

sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda.

2.1.3 Batasan Lanjut Usia

Seperti yang telah di sebutkan tadi di atas, ada beberapa standar

atau batasan orang di katakana lansia. Di sini kami menyebutkan

batasan usia dari WHO, batasan lansia di indonesia dan menurut ahli

(WHO, 2014).

Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia

(WHO,2014) lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

2) Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.

3) Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.

4) Sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.

Batasan umur lansia menurut Menurut Setyonegoro, batasan

lansia adalah sebagai berikut:

1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun

2) Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65

tahun
22

3) Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :

a. Young old (usia 70-75)

b. Old (usia 75-80)

c. Very old (usia >80 tahun).

2.1.4 Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,

sosial dan psikologis. Perubahan fisik yang terjadi pada sel adalah

jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan intraseluler menurun.

Pada sistem kardiovaskular katup jantung menebal dan kaku,

kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan

volume), elastisitas pembuluh darah menurun serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.

Pada sistem respirasi otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan

kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga

menarik nafas lebih berat, kemampuan batuk menurun (Premana,

2014).

Sistem persarafan pancaindra mengecil sehingga fungsinya

menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya

yang berhubungan dengan stress. Pada sistem muskuloskeletal cairan

tulang menurun/mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis) dan

atrofi otot. Sistem gastrointestinal esofagus melebar, asam lambung

menurun, lapar menurun dan peristaltik menurun sehingga daya


23

absorpsi juga ikut menurun serta berkurangnya produksi hormon dan

enzim. Pada sistem pendengaran membran timfani atrofi sehingga

terjadi gangguan pendengaran serta (Putri, 2014).

Seiring dengan proses menua, tubuh akan mengalami penurunan

fungsi organ tubuh sehingga akan menimbulkan berbagai masalah baik

secara fisik, psikologi, maupun perubahan kondisi sosial. Masalah

kesehatan rongga mulut yang dialami oleh lansia erat kaitannya dengan

status gizinya, semakin buruk kondisi kesehatan rongga mulut aka

berdampak buruk juga terhadap kualitas kesehatannya, selain itu

perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh lansia dapat juga

mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Kualitas asupan gizi

yang buruk pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup lansia

(Nugroho, 2013)

2.1.5 Perubahan-perubahan pada rongga mulut lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada rongga mulut manula

yaitu: (Wangsarahardja K,2017)

1. Perubahan pada gigi dan jaringan penyangga

Perubahan yang terjadi pada jaringan keras gigi sesuai

perubahan pada gingiva anak-anak. Pada usia lanjut, gigi permanen

menjadikering,lebih rapuh dan berwarna lebih gelap. Permukaan

oklusal gigi menjadi datar akibat pergeseran gigi selama proses

mastikasi.
24

Terjadi atrofi pada gingiva dan processus alveolaris

menyebabkan akar gigi terbuka sering menimbulkan rasa sakit

akibat rangsangan termal di rongga mulut. Tulang mengalami

osteoporosis diduga akibat gangguan hormonal dan nutrisi. Pada

tulang alveolar terjadi resorbsi matriks tulang yang dipercepat

oleh tanggalnya gigi, penyakit periodontal dan gigi tiruan yanh

tidak baik. Terdapat resorbsi alveolar crest

terutama pada rahang yang tidak bergigi atau setelah pencabutan

gigi. Kemunduran jaringan penyangga ini dapat menyebabkan gigi

goyang dan tanggal.

2. Perubahan pada intermaxillary space

Perubahan bentuk dentofasial adalah hal biasa pada manula.

Dagu menjadi maju ke depan, keriput meluas dari sudut bibir dan

sudut mandibula. Hal ini dapat dicegah dengan restorasi gigi yang

baik, penggantian gigi yang hilang dan kontrol gigi tiruan secara

periodik. Hilangnya intermaxillary space yang disebabkan karena

penggunaan gigi geligi yang berlebihan, dan kegagalan didalam

melakukan restorasi jarinagn gigi yang hilang dapat menyebabkan

sindroma rasa sakit , neuralgia pada lidah dan kepala.

3. Perubahan pada efisiensi alat kunyah

Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan

oklusi gigi atas dan gigi bawah dan akan mengakibatkan daya

kunyah menurun yag semula maksimal dapat mencapai 300 pounds


25

per square inch menjadi 50 pounds per square inch. Pada manula

saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidak mampuan

fungsi kunyah sehingga akan mempengarui kesehatan umum.

4. Perubahan mukosa mulut dan lidah

Terjadi atrofi pada bibir, mukosa mulut dan lidah. Mukosa

nampak tipis dan mengkilat seperti malam (wax) dan hilangnya

lapisan yang menutupi dari sel berkeratin, menyebabkan rentan

terhadap iritasi mekanik, kimia dan bakteri. Terjadi atrofi papil

lidah dan bagian dorsal lidah serta kehilangan tonus otot lidah.

Dimensi lidah biasanya mebesar akibat kehilangan sebagian besar

gigi, lidah bersentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan

berbicara.

5. Perubahan kelenjar saliva

Saliva memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan

rongga mulut. Tetapi pada manula, kapasitas produksi saliva

berubah. Aliran saliva menurun menyebabkan mukosa mulut kering

dan hal ini mengakibatkan sensasi terbakar dan mengurangi retensi

gigi tiruan. Hal ini lebih disebabkan karena efek penyakit kronik dan

terapi obat-obatan pada proses penuaan itu sendiri.


26

2.1.6 Kelainan dalam rongga mulut lansia

Kelainan dalam rongga mulut lansia menurut

Wangsarahardja.K yaitu:

1. Sindroma mulut terbakar

Penderita manula sering mengeluh sakit dan rasa panas

terbakar dalam mulutnya pada umumnya mengenai lidah

(glossodinia-glossopirosis) kadang-kadang dapat mengenai mukosa

mulut, disebut sindroma mulut terbakar (stomatodinia-

stomatopirosis) .

Glossidinia maupun stomatodinia dapat disertai perubahan

atau tidak ada perubahan pada permukaan jaringan yang terlibat,

umumnya terdapat pada wanita berumur 40 – 70 tahun. Glossodinia

dengan perubahan pada lidah biasanya karena iritasi gigi atau

tambalan yang tajam, kalkulus dan gigi palsu. Permukaan lidah

kadang-kadang merah disertai ulkus atau erosi pada temapt yang

teriritasi.

2. Xerostomia

Xerostomia adalah keadaan yang berhubungan dengan

penurunan jumlah produksi saliva dan perubahan komposisi

kimiawi menyebabkan mulut keri ng. Hal ini mengakibatkan

penurunan kualitas hidup seseorag karena penurunan sensasi kecap

dan kemampuan mengunyah. Lebih lanjut terjadi perubahan pola

makan, penurunan nafsu makan karena kehilangan sensasi kecap.


27

Penderita xerostomia makanan berserat dan lengket karena

kemampuan untuk mengunyah dan menelan secara efektif menurun.

Xerostomia juga menyebabkan kemalasan berbicara karena terjadi

pecah-pecah dan fissur pada mukosa mulut dan halitosis. Hal ini

menyebabkan diet rendah, malnutrisi dan interaksi sosial yang

menurun.

1) Gangguan pengecap

Penyebab terjadinya gangguan pengecap pada proses

penuaan yaitu karena berkurangnya tunas pengecap. Pada usia

80 tahun, 80 % tunas pengecap pada lidah sudah hilang. Wanita

pasca menopause cenderung berkurang kemampuan merasakan

manis dan asin. Gangguan rasa pengecap yang merupakan

manifestasi penyakit sistemik pada manula disebabkan

kandidiasis mulut dan defisiensi nutrisi teruama defisiensi seng.

2) Karies gigi

Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak

ditemukan di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit

periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi

dan mulut. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun

2008, rata-rata DMF-T 4,85 (Decay Missing Filling Teeth,

indikator untuk menilai status karies) yang berarti setiap orang

di Indonesia rata-rata mempunyai 5 gigi yang karies.


28

Selanjutnya didapati prevalensi karies gigi usia 65 tahun keatas

sebesar 94,4 % dengan DMF-T 18,33 %.

Karies akar juga dapat terajadi pada manula. Karies akar

terjadi akibat resesi gingiva dimana pada keadaan ini akar gigi

terbuka sehingga mudah terpapar dengan faktor-faktor

penyabab terjadinya karies.

2.2 Tinjauan umum tentang Kualitas hidup

2.2.1 Pengertian kualitas hidup

Kualitas hidup merupakan suatu konsep multidimensional yang

luas meliputi domain fungsi sehari-hari dan pengalaman subjektif,

seperti fungsi fisik, sensasi somatik, pemahaman terhadap kesehatan,

fungsi sosial dan peran, serta kesejahteraan subjektif.(Kusumaratna

RK,2016)

Kualitas hidup merupakan perasaan subjektif

seseorangmengenai dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat

ini secara keseluruhan. komponen dalam pengukuran kualitas hidup

terbagi dari 3, yakni komponen objektif, komponen subjektif, dan

komponen kepentingan. Komponen objektif berkaitan dengan data atau

observasi objektif pada berbagai aspek kehidupan, komponen subjektif

merupakan kepuasan individu terhadap berbagai aspek kehidupannya

dan komponen kepentingan merupakan bobot kepentingan dari

berbagai aspek kehidupan terhadap masingmasing individu. Dari


29

komponen subjektif dan komponen kepentingan kualitas hidup saling

berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan perubahan

komponen objektif yang berupa perubahan kondisi objektif dari

berbagai aspek kehidupan dapat mempengaruhi perubahan pada

komponen subjektf maupun komponen kepentingan dari kualitas hidup

(Permana, 2014)

Hal ini dipadukan secara lengkap mencakup kesehatan fisik,

psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan mereka

dengan segi ketenangan dari lingkungan mereka. Menurut Suhud

(2009) kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit

yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis,

sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya

untuk kebahagian dirinya maupun orang lain. Kualitas hidup tidak

terkait dengan lamanya seseorang akan hidup karena bukan domain

manusia untuk menentukannya. Untuk dapat mencapai kualitas hidup

perlu perubahan secara fundamental atas cara pandang pasien terhadap

penyakit gagal ginjal terminal (GGT) itu sendiri (Nugroho, 2013).

Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan rongga mulut

merupakan gabungan dari ketujuh dimensi dalam penentuan kualitas

hidup yang merupakan konsep multidimensional. Usia dan kehilangan

gigi akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Apabila dilihat

hubungan antara penggunaan GTP pada lansia dengan masing-masing


30

dimensi menunjukkan terdapat hubungan antara keduanya. Hal tersebut

disebabkan kualitas hidup setiap dimensi ditinjau dari satu aspek

kehidupan lansia secara detail, yang mana penggunaan GTP memiliki

pengaruh di setiap dimensi OHIP-14. Hasil penelitian ini sama dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Butt dkk yang mengatakan bahwa

OHRQoL pada responden yang edentulous memiliki kualitas hidup

rendah, yang mana terdapat peningkatan yang signifikan pada

responden yang menggunakan GTP (Wahjudi, 2013).

2.2.2 Kualitas hidup pada lansia

Pada lansia, kualitas hidup dapat diartikan memberikan

kesempatan untuk dapat hidup nyaman, mempertahankan keadaan

fisiologis sejalan dengan imbangan psikologis, didalam kehidupan

sehari-hari. (Sutikno.E.2017)

Hidup lansia yang berkualitas merupakan kondisi fungsional

manula pada kondisi optimal, sehingga mereka bisa menikmati masa

tuanya dengan penuh makna, membahagiakan dan

berguna.(Sutikno.E.2017)
31

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk

tetap bisa berguna dimasa tuanya, yaitu : (Wijayanti,2017)

1. Kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segal perubahan dan

kemunduran yang dialami

2. Adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan

manula tersebut

3. Lingkungan yang mneghargai hak-hak manula serta memahami

kebutuhan dan kondisi psikologis manula

4. Tersedianya media atau sarana bagi manula untuk

mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Kualitas hidup manula merupakan suatu komponen yang

kompleks, mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam

kehidupan, kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan

dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan

sosial dan jaringan sosial. (Wijayanti,2017)

2.2.3 Kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan mulut pada lansia

Telah diketahui bahwa pada usia lanjut, karies dan penyakit

periodontal adalah masalah kesehatan mulut yang sering terjadi dan

merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada

manula.(Dharmawan.OV,2016)
32

Istilah yang digunakan untuk menghubungkan antara kualitas

hidup dan kesehatan mulut adalah Quality of Life Related Oral Health

(QoLROH) . Sehubungan dengan konsep tersebut, kualitas hidup dapat

diartikan sebagai suatu respon individu dalam kehidupannya sehari-hari

terhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial akibat karies gigi dan penyakit

periodontal.( Amurwaningsih M,2013)

Kesehatan rongga mulut memegang peranan penting dalam

mendapatkan kesehatan umum dan kualitas hidup manula. Keadaan

mulut yang buruk, misalnya banyak gigi yang hilang sebagai akibat

rusak atau trauma yang tidak dirawat, akan mengganggu fungsi dan

aktivitas rongga mulut, sehingga akan mempengaruhi kualitas

hidup.(Kasim E. 2016)

Status kesehatan oral yang dihubungkan secara teliti dengan

kualitas hidup, didapatkan bahwa permasalahan kesehatan oral yang

serius menurunkan kualitas hidup para

pasien.(Wangsarahardja.K,2017)

Akibat dari penyakit oral yang memberikan dampak bagi

kualitas hidup manula meliputi berbagai keadaan termasuk mengunyah,

makan dan bicara. Selanjutnya dampak memberikan dampak berupa

menurunnya interaksi sosial, rasa sejahtera, harga diri dan perasaan

berguna, yang tentunya akan berdampak pada penurunan kualitas hidup

para manula. (Wangsarahardja.K,2017)


33

2.2.4 Faktor penentu kualitas hidup

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup

seseorang antara lain dapat dilihat dari aspek usia, kehilangan gigi,

kesehatan umum, kesehatan mulut. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna di masa tuanya,

yakni: (Permana I. 2016)

a) Kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan

dan kemunduran yang dialami

b) Adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan

lansia

c) Lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami

kebutuhan dan kondisi psikologis lansia untuk mengaktualisasikan

potensi dan kemampuan yang dimiliki.

2.2.3 Alat ukur kualitas hidup

Ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur

kualitas hidup. Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur

kualitas hidup antara lain: (Salim.OC,Sudharma.NI.2017)

a) WHOQOL-BREF World Health Organization Quality of Life-

Biomedical Research and Education Facility (WHOQOL-BREF)

merupakan instrument yang sesuai untuk mengukur kualitas hidup

dari segi kesehatan secara umum terhadap lansia dengan jumlah

responden yang kecil, mendekati distribusi normal dan mudah untuk


34

penggunaannya.WHOQOL-BREF terdiri dari 24 facets yang

mencakup 4 domain. Keempat domain tersebut adalah:

1. Kesehatan fisik (physical health) yang terdiri dari 7 pertanyaan

yang meliputi penyakit, kegelisahan tidur dan beristirahat,

energy dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari,

ketergantungan pada obat dan bantuan medis, kapasitas

pekerjaan.

2. Psikologik (psychological) yang terdiri dari 6 pertanyaan yang

meliputi perasaan positif, berpikir, belajar, mengingat dan

konsentrasi, self esteem, penampilan dan gambaran jasmani,

perasaan negative, kepercayaan individu.

3. Hubungan sosial (social relationship) yang terdiri dari 3

pertanyaan yang meliputi hubungan pribadi, dukungan sosial,

aktivitas seksual.

4. Lingkungan (environment) yang terdiri dari 8 pertanyaan yang

meliputi kebebasan, keselamatan fisik dan keamnan, lingkungan

rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial,

peluang untuk memperoleh keterampilan dan informasi baru,

keikutsertaan dan peluang untuk berekreasi, aktivitas

dilingkungan, transportasi.

WHOQOL-BREF juga mengukur 2 facets dari kualitas

hidup secara umum yaitu: Kualitas hidup secara keseluruhan


35

(overall quality of life) dan kesehatan secara umum (general

health).

Jawaban kuesioner WHOQOL-BREF tersebut

menggunakan skala Likert kemudian dilakukan scoring pada

tiap domain, lalu skor tersebut dijumlahkan, setelah itu

ditransformasikan ke tabel menjadi skala 0-100, nilai 0 untuk

kualitas hidup buruk dan nilai 100 untuk kualitas hidup terbaik.

b) WHOQOL-OLD

HOQOL-OLD merupakan instrument untuk mengukur

kualitas hidup lansia yang terdiri dari 6 domain, yaitu:

1. Kemampuan sensori (sensory abilities) yang meliputi

kemunduran panca indera, penilaian terhadap fungsi sensoris,

kemampuan melakukan aktivitas, dan kemampuan berinteraksi.

2. Otonomi (autonomy) yang meliputi kebebasan mengambil

keputusan, menentukan masa depan, melakukan hal-hal yang

dikehendaki, dihargai kebebasannya.

3. Aktivitas pada masa lampau, kini dan yang akan datang (past,

present and future activities) yang meliputi hal-hal yang

diharapkan, pencapaian keberhasilan, penghargaan yang

diterima, pencapaian dalam kehidupan yaitu:


36

1) Partisipasi sosial (social participation) yang meliputi

penggunaan waktu, tingkat aktivitas, kegiatan setiap hari,

partisipasi pada kegiatan masyarakat.

2) Kematian dan keadaan terminal (death and dying) yang

meliputi jalannya/caranya meninggal, mengontrol akhir

hidup, takut akan akhir hidup, merasakan sakit pada akhir

hidup.

3) Persahabatan dan cinta kasih (intimacy) yang meliputi

persahabatan dalam kehidupan, cinta dalam kehidupan,

kesempatan untuk mencintai, dan kesempatan untuk

dicintai.

Masing-masing pertanyaan mempunyai lima

peringkat dari peringkat 1 sampai dengan peringkat 5,

dengan kriteria berturut-turut: sama sekali tidak (1), sedikit

(2), cukup (3), banyak (4), dan sangat banyak (5).

c) GOHAI

Geriatric Oral Health Assessment Index (GOHAI)

merupakan salah satu instrument untuk mengukur kualitas hidup

yang berhubungan dengan kesehatan rongga mulut yang lebih

direkomendasikan untuk survey klinis dan epidemiologi yang

menilai kesehatan rongga mulut pada lansia. GOHAI terdiri dari 12

pertanyaan untuk 3 dimensi, yaitu fungsi fisik, psikososial, dan rasa


37

sakit atau ketidaknyamanan. Instrument GOHAI lebih sentitif

terhadap perawatan dental dan kemampuan pengunyahan.( Othman

WNW, Muttalib KA, Bakri R,2017)

d) OIDP

Oral Impacts on Daily Performance (OIDP) merupakan

instrumen untuk mengukur OHRQoL yang berlandaskan

International Classification of Impairment, Disabilities and

Handicaps (ICIDH) tetapi terkonsentrasi pada pengukuran

diabilitas dan handikap yang mencakup kehidupan sehari-hari pada

dimensi fisik, psikologi dan sosial. OIDP mengevaluasi derajat

kehidupan sehari-hari seseorang yang memiliki efek negatif dari

kondisi rongga mulutnya.

Instrumen ini fokus pada 10 aktivitas dasar sehari-hari,yaitu:

(Eric.J,Stancic.2016)

1. Makan
2. Berbicara
3. Membersihkan mulut
4. Aktivitas fisik ringan
5. Tidur
6. relaks
7. senyum
8. keadaan emosional
9. jalan ke luar
10. menikmati berinteraksi dengan orang lain
38

e) OHIP-49

Oral Health Impact Profile (OHIP-49) merupakan

instrumen untuk mengukur kualitas hidup yang berhubungan

dengan kesehatan mulut yang terdiri dari 7 dimensi dan tiap dimensi

terdiri dari 4-9 butir pertanyaan sehingga keseluruhan pertanyaan

terdiri dari 4-9 butir. Tujuh dimensi tersebut adalah keterbatasan

fungsi, rasa sakit, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik, senyum

keadaan emosional jalan ke luar menikmati berinteraksi dengan

orang lain disabilitas psikis, disabilitas sosial, dan keterhambatan

yang urutannya menurut Hierarki.( Mesko ME, Pereira.CT,2017)

f) OHIP-EDENT

Oral Health Impact Profile for Edentulous (OHIP-

EDENT) merupakan penyesuaian dari OHIP-49 yang pertanyaanya

lebih mengkhusus pada setiap dimensi, karena pada OHIP-49

memiliki pertanyaan yang cukup banyak untuk penelitian

epidemiologi. Dimensi pada OHIP-EDENT yaitu keterbatasan

fungsional, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, disabilitas

fisik, disabilitas psikis, disabilitas sosial, dan keterhambatan.

Instrument ini diindikasikan untuk mengukur kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan rongga mulut atau OHRQoL (Oral

Health Related Quality of Life) pada lansia atau setelah

merehabilitasi gigi yang hilang. (Mesko.ME,Patias R, Pereira

CT,2016)
39

g) OHIP-14.

Oral health impact profile (OHIP) merupakan

instrument yang cocok untuk mengukur oral health relate quality of

life (OHRQoL) yang didasari oleh klasifikasi WHO yaitu

kelemahan, ketidakmampuan, handikap, dan telah digunakan untuk

mengukur ketidakmampuan oral. Menurut Slade dan Spencer yang

dikutip oleh Butt AM bahwa OHIP-14 merupakan modifikasi dari

OHIP 49 yang lebih singkat yang mencakup tujuh dimensi yaitu,

keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis,

disabilitas fisik, disabilitas psikis, disabilitas sosial, dan handikap.

Tujuh dimensi tersebut merupakan dampak akibat dari kelainan atau

permasalahan pada rongga mulut yang member pengaruh pada

kualitas hidup. Setiap dimensi terdiri dari dua pertanyaan dengan

menggunakan skala Likert. Kategori dari setiap pertanyaan, yaitu 0

= tidak pernah, 1= sangat jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = sering, dan

4 = sangat sering. Nilai tertinggi pada skala Likert menunjukkan

masalah yang serius. (Mesko ME, Patias R, Pereira CT,2017)

Hidup lansia yang berkualitas merupakan kondisi

fungsional lansia pada kondisi optimal, sehingga mereka bisa

menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan dan

berguna. Kualitas hidup lansia merupakan suatu komponen yang

kompleks, mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam

kehidupan, kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan


40

dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi temat tinggal, dukungan sosial

dan jaringan sosial. Kesehatan mulut pada lansia merupakan bagian

yang integral dari kesehatan umum yang memberi kontribusi dan

yang mempengaruhi kualitas hidup pada aspek biologi, psikologi

dan sosial. (Tampubolon NS,2017)

2.3 Tinjauan umum tentang Gigitiruan Penuh pada Lansia

2.3.1 Keadaan rongga mulut lansia

Pada rongga mulut lansia terjadi penurunan fungsi fisiologis

yang akan mempengaruhi proses mekanisme makanan. Pada lansia mulai

banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses

degenerasi. Kehilangan gigi sejalan dengan proses penuaan. Pada lansia,

masalah-masalah yang dijumpai kaitannya dengan rongga mulut antara lain

kesehatan rongga mulut yang buruk, xerostomia, atropi otot, dan indera

pengecap yang mulai hilang yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan

dan status nutrisi yang disebabkan menghindari makanan tertentu karena

kesulitan saat mengunyah. Untuk memenuhi kebutuhan estetik bagi pasien

yang banyak kehilangan gigi, gigitiruan penuh merupakan pilihan yang

relevan dalam hal estetik. Pasien yang edentulous seluruhnya umumnya

memiliki rasa percaya diri yang kurang, merasa sakit, dan kesulitan

mengunyah makanan. Dengan gigitiruan penuh, rasa percaya diri dan

penghargaan atas dirinya lebih meningkat.( Bakar A.,2016)


41

Frekuensi lansia yang edentulous seluruhnya lebih tinggi

dibanding dengan lansia yang masih tersisa beberapa giginya. Prevalensi

edentulous meningkat seiring bertambahnya usia. Di Indonesia, edentulous

seluruhnya atau kehilangan seluruh gigi asli sebesar 1,6%. Kehilangan gigi

pada lansia disebabkan oleh karena dampak lanjut dari karies dan penyakit

periodontal serta trauma yang tidak dirawat. Lansia dengan oral hygiene

yang buruk memiliki masalah pada sosial dan kontak interpersonalnya yang

dapat berakibat pada depresi. (Freedman G.2015)

2.3.2 Gigitiruan penuh

Gigitiruan penuh adalah gigitiruan yang menggantikan semua

atau seluruh gigi asli dan struktur pendukungnya yang telah hilang pada

rahang atas dan rahang bawah. Tujuan pembuatan gigitiruan penuh yaitu

memperbaiki fungsi estetik, fungsi bicara (fonetik), fungsi pengunyahan

(mastikasi), dan mempertahankan jaringan mulut.( Hadzipasic A,2016)

Dalam pembuatan gigitiruan penuh untuk pasien yang

kehilangan gigi seluruhnya, vertikal dimensi pasien harus dikembalikan.

Vertikal dimensi ini yang akan membuat pasien terlihat lebih muda atau

lebih tua. Pasien yang kehilangan vertikal dimensi dengan signifikan,

umumnya akan memiliki dagu yang rendah dan menonjol ke luar dari wajah

bagian atas. Pasien edentulous total yang menggunakan gigitiruan penuh

harus dievaluasi dua kali setahun. Pasien akan terus mengalami resobsi

tulang ketika protesa yang digunakan telah komplit. Seiring bertambahnya


42

usia, jaringan akan menjadi kurang elastik. Bukan hal baru apabila pasien

akan melengkapi kembali prosedur-prosedur yang telah dilakukan setiap

tahun atau setiap dua sampai lima tahun, bergantung dengan kondisi mulut

secara keseluruhan.( Barnes IE, Walls A.,2015)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khumairah, lama


penggunaan gigi tiruan di bagi menjadi dua katergori yaitu lama dan baru
lama yaitu penggunaan gigi tiruan 0-1 tahun dan lama yaitu 1-5 tahun keatas

Perawatan gigi menduduki prioritas tinggi bagi lansia baik yang

tinggal di panti jompo, tidak dapat meninggalkan rumah, atau mempunyai

masalah dalam hal beraktivitas atau bergerak. Gigi geligi yang berfungsi

dengan baik dan estetis akan memperbaiki kualitas kehidupan lansia baik

secara sosial maupun nutrisional.( Tampubolon NS,2017)


43

2.4 Kerangka teori

TINJAUAN UMUM LANSIA

Lansia adalah tahap akhir perkembangan


pada daur kehidupan manusia dan ditandai
oleh gagalnya seorang untuk
mempertahankan kesetimbangan kesehatan
dan kondisi stres fisiologis nya. Lansia juga
berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup dan kepekaan
secara individual. (Putri, 2016).

LANSIA PENGGUNA GIGI


TINJAUAN UMUM KUALITAS HIDUP TIRUAN PENUH

Kualitas hidup merupakan suatu konsep Kehilangan gigi pada lansia


multidimensional yang luas meliputi domain
fungsi sehari-hari dan pengalaman subjektif, disebabkan oleh karena dampak
seperti fungsi fisik, sensasi somatik,
lanjut dari karies dan penyakit
pemahaman terhadap kesehatan, fungsi
sosial dan peran, serta kesejahteraan periodontal serta trauma yang
subjektif.(Kusumaratna RK,2016)
tidak dirawat. Lansia dengan

oral hygiene yang buruk


TINJAUAN UMUM GIGITIRUAN
memiliki masalah pada sosial
PENUH
dan kontak interpersonalnya
Rehabilitasi oral pada pasien edentulous
seluruhnya yaitu dengan menggunakan yang dapat berakibat pada
gigitiruan penuh. Gigitiruan penuh adalah
gigitiruan yang menggantikan semua atau depresi. (Freedman G.2015)
seluruh gigi asli dan struktur pendukungnya
yang telah hilang pada rahang atas dan
rahang bawah. Tujuan pembuatan gigitiruan
penuh yaitu memperbaiki fungsi estetik,
fungsi bicara (fonetik), fungsi pengunyahan
(mastikasi), dan mempertahankan jaringan
mulut.( Hadzipasic A,2016)
44

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka landasan teoritis yang telah diuraikan di tinjauan

pustaka mengenai “Hubungan kualitas hidup pada lansia pengguna gigi tiruan

penuh di Desa Kampala Kecematan Eremerasa Kabupaten Bantaeng”

Variabel Independen Variabel dependen

Kualitas hidup
lansia pengguna
gigi tiruan penuh
pada

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: : Penghubung Variabel

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


45

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan peneliti. Setiap hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari

permasalahan (Nursalam, 2017).

Ha: Ada hubungan kualitas hidup dengan penggunaan gigi tiruan penuh

pada lansia di Desa kampala Kecamatan Eremerasa Kabupaten

Bantaeng Kab.Bantaeng

Ho: Tidak ada hubungan kualitas hidup dengan penggunaan gigi tiruan

penuh pada lansia di Desa kampala Kecamatan Eremerasa Kabupaten

Bantaeng Kab.Bantaeng
46

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain/Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian meliputi identifikasi suatu peristiwa, identifikasi

variabel, serta mengembangkan teori dan operasional definisi dan variabel.

Pada penelitian ini digunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel

independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat penelitiaan (Nursalam,

2017).
47

4.2 Kerangka kerja (Frame work)

Populasi : Lansia yang menggunakan


gigi tiruan penuh

Tehnik Sampling :

Purvosive sampling

Pengumpulan data:

Kuesioner

Variabel yang diteliti

Variabel Independen Variabel Dependen

kualitas hidup Lansia pengguna gigi tiruan penuh

Pengumpulan Data

Pengolahan Data:

Editing
Coding
Tabulating

Analisis data: Uji-chi square

Laporan awal Seminar hasil Pembuatan laporan akhir


48

4.3 Identitas Variabel

4.3.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas (Independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi

oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam,

2017). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kualitas

hidup Di Desa Kampala Kecematan Eremerasa Kabupaten Bantaeng 2019.

4.3.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi variabel-variabel lain (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini yang

menjadi variabel dependen adalah lansia pengguna gigi tiruan Di Desa

Kampala Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng 2019.


49

4.4 Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Tabel 4.2

Definisi operasional dan kriteria objektif

N Variabel Definisi operasional Kriteria Skala Alat ukur


o Independen Objektif
1 Kualitas Kualitas hidup adalah Baik: Likert Kuesioner
hidup OHIP-14
apabila
persepsi seseorang
Skor <35
terhadap
Kurang
kehidupannya yang baik:
apabila skor
diukur berdasar pada
35≥
7 dimensi pada

kuesioner OHIP-14.

2. Lansia Lansia pengguna gigi Baru: kuesioner


pengguna
Apabila
gigi tiruan tiruan penuh adalah
penuh penggunaan
lansia yang kehilangan
gigi tiruan
gigi seluruhnya dan penuh <1
tahun
menggunakan gigitiruan
Lama:
penuh akrilik (meliputi
apabila
rahang atas dan rahang penggunaan
gigi tiruan
bawah) penuh ≥1
tahun
50

4.5 Sampling Desain

4.5.1 Populasi

Populasi adalah semua keseluruhan subyek peneliti atau obyek

yang diteliti (Nursalam 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia

pengguna gigi tiruan penuh yaitu sebanyak 30 orang Di Desa kampala

Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng Kabupaten Bantaeng.

4.5.2 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Nursalam, 2017).

Besar sampel yaitu sebanyak 30 orang lansia pengguna gigi tiruan penuh

1.Kriteria Sampel Penelitian

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah subjek penelitian yang digunakan

dalam kriteria inklusi kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo,2012). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah :

1. Lansia pengguna gigi tiruan penuh


2. Lansia yang bersedia diteliti dan menjadi responden.
3. Lansia yang memakai gigi tiruan 0-1> tahun
4. Lansia yang berumur 60-75 tahun
51

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusif adalah ciri-ciri anggota populasi yang

tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Adapun

kriteria dalam penelitian ini adalah :

1. Lansia yang tidak mau menjadi responden

2. Lansia yang tidak mampu berbicara dua arah dengan baik

3. Lansia yang tidak menggunakan gigi tiruan

4. Lansia yang berumur 80 tahun

4.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data

4.6.1 Tempat dan waktu

1. Tempat penelitian

Penelitian ini di lakukan di Desa kampala Kecamaatn Eremerasa

Kabupaten Bantaeng

2. Waktu penelitian

Penelitian ini di rencanakan April s/d Mei 2019.

4.6.2 Pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :

1. Data primer

Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari objek yang

akan diteliti dan dikumpulkan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukaan permohonan izin penelitian dari institusi yaitu

stikes tanawali persada takalar, kemudian ke kepala puskesmas.

Setelah mendapatkan izin, maka peneliti akan mendekatkan diri


52

dengan calon responden kemudian memberikan penjelasanan

tentang penelitian ini. Dan jika calon responden ini setuju menjadi

responden, maka peneliti akan mempersilahkan menendatangi

lembar persetujuan responden.

b. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, maka lembar

kuisioner dibagikan kepada responden kemudian untuk menjawab

pada waktu itu juga.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang di ambil dari instansi tempat

penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

4.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

teknik pengumpulan jawaban dari lembar kuesioner. Peneliti melakukan

pengumpulan hanya satu kali. Sebelum dilakukan pengambilan data,

peneliti memberikan informed consent kepada responden sebagai tanda

persetujuan bahwa responden bersedia menjadi responden penelitian.

Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner OHIP-14 pada

respoden dari rumah ke rumah. Lembar kusioner diisi oleh lansia yang

menjadi responden, untuk mengurangi terjadinya kesalahan lansia

dalam pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden pada saat

pengisian kuesioner.
53

Kuesioner yang digunakan pada kualitas hidup menggunakan

skala likert dengan jumlah pertanyaan sebanyak 14 (Zabrina RZ,2017)

4.6.4 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

kuesioner ohip-14. Kuesioner OHIP-14 yang digunakan berisi pertanyaan

yang berhubungan dengan masalah penelitian yang setiap pertanyaan

mempunyai makna untuk menguji hipotesis penelitian (Notoatmodjo

2012).

4.7 Pengumpulan data

Pengolahan data adalah suatu proses untuk memperoleh data berdasarkan

suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga

mendapatkan informasi yang diperlukan pengelolah data bertujuan untuk

memperoleh penyajian data dan kesimpulan yang baik, data yang diperoleh dari

penelitian ini masih mentah, belum dapat memberikan informasi, maka diperlukan

pengolahan data (Notoatmodjo,2012). Beberapa kegiatan yang dilakuakan dalam

pengolahan data oleh peneliti, yaitu editing, coding, entryn, cleaning.

1.7.1 Editing

Merupakan pemeriksan daftar pertanyaan yang telah diisi oleh peneliti

sendiri melalui proses wawacara kepada responden peneliti memeriksa daftar

pertanyaan yang telah terisi antara lain kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan,

dan relevasi jawaban dari responden


54

1. Variabel kualitas hidup lansia

Untuk mengukur variabel tentang kualitas hidup menggunakan 14

pertanyaan dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4

alternatif jawaban untuk pertanyaan diberikan skor :

Tidak pernah (TP) : Skor 1

Jarang (J) :Skor 2

Kadang-kadang(KK):Skor 3

Sering(S) :Skor 4

2.Variabel Lansia pengguna gigi tiruan penuh

Untuk mengukur Variabel tentang Lansia pengguna gigi tiruan

penuh menggunakan lembar observasi untuk mengetahui baru atau lama

lansia menggunakaan gigi tiruan

Lama apabila penggunaan gigi tiruan penuh ≥1 tahun

Baru apabila penggunaan gigi tiruan penuh <1 tahun


55

1.7.2 coding

Coding adalah mengklasifikasi jawaban-jawaban dari responden dalam

suatu kategori tertentu. Mengklasifikasi dilakukan peneliti dengan cara

memberi tanda dan kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban,

pemberian coding pada peneliti ini meliputi.

Skor <35 poin menunjukan kualitas hidup baik

Skor ≥35 poin menunjukan kualitas hidup kurang baik

1.7.3 Entry

Adalah proses memasukkan data ke dalam tabel dilakukan dengan program

yang di komputer (Notoatmodjo,2014). Data kuesioner yang sudah dikoding

dimasukan sesuai dengan tabel SPSS.

1.7.4 Cleaning

Cleaning merupakan teknik pembersihan data, data-data yang tidak sesuai

dengan kebutuhan akan terhapus (Nototmodjo,2014). Peneliti melakukan

kegiatan pengecekan ulang terhadap data yang sudah di entry dalam program

computer SPSS terhadap kesalahan atau tidak.


56

4.8 Analisis Data

Data yang telah diolah tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis terlebih

dahulu, sehingga hasil analisis data dapat digunakan sebagai bahan pengambilan

keputusan. Analisis dalam penelitian ini yaitu analisis univarial dan analisis

bivarial.

4.8.1 Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik kualitas hiduo sebagai variabel bebas dan lansia pengguna gigi

tiruan penuh sebagai variabel terikat. Analisis Univariat dilakukan terhadap

tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini menghasilkan distribusi

dan presentase dari tiap-tiap variabel yang di teliti.

4.8.2 Analisis bivariat

Analisis data di lakukan terhadap tiap variabel independen dan

dependen dan analisis bivariat di lakukan untuk melihat tiap-tiap hubungan

variabel bebas dan variabel terikat untuk mengetahui adanya Hubungan

kualiatas hidup dengan penggunaan gigi tiruan penuh pada lansia di Desa

Kamoala Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng.


57

4.9 Etik penelitian

4.9.1 Lembar persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan di teliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan di sertai judul penelitian dan manfaat

penelitian. Bila responden menolak maka penelitian tidak akan dilakukan

dan akan tetap menghormati hak responden. Pernyataan dalam lembar

persetujuan ini jelas dan muda di pahami sehingga responden bisa tahu

bagaimana peelitian ini dijalankan.

4.9.2 Tanpa nama ( anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden atau identitas objek peneliti

tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut penelitian

memberikan atau mencamtumkan kode pada lembar kuesioner.

4.9.3 Kerahasiaan (confidentiatif )

Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok

data tertentu yang dapat melihat untuk di laporkan sebagai hasil penelitian

setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk

tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain

(Notoatmodjo.2014).
58

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulan dijamin kerahasiannya oleh

peneliti, banyak kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

tertentu.

4.9.4 Keadilan (Justice)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh penelitian dengan

kejujuran,keterbukaan, dan kehati-hatian. Lingkungan penelitian

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian ( Notoatmodjo,2014). Keadilan dalam

penelitian ini adalah semua responden mendapat perlakuan yang sama tanpa

membedakan agama,budaya,kaya, dan miskin.

4.9.5 Asas Kemanfaatan (Benefience)

Penelitian secara jelas mengetahui manfaat dan resiko yang terjadi.

Penelitian dilakukan karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada

resiko atau dampak negatif yang akan terjadi. Penelitian yang dilakukan tidak

membahayakan dan menjaga kesejahteraan manusia. Peneliti melaksanakan

penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang

bermanfaat semaksimal mungkin bagi subjek penelitian dan dapat

digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Penelitian melekukan

penelitian dengan melibatkan responden untuk mendapatkan suatu konsep

baru untuk kebaikan responden dan masyarakat.


59

Anda mungkin juga menyukai