Oleh :
Anisa Nur Rachma P27220019185
1
LAPORAN PENDAHULUAN
FRACTURE FEMUR
I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2011)
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur
(Mansjoer, 2010). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2015) fraktur
femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau
trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan
sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak
(otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas
tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak
langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.
I.2 Etiologi
I.2.1 Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
I.2.2 Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
I.2.3 Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
I.4 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
(Brunner & Suddarth, 2012)
I.6 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen
jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
I.6.1 Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,
dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka
dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
I.6.2 Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-
30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya
yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu
setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan
pireksia.
I.6.3 Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot,
saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta
otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom
kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh
trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
I.7 Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia.
Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
I.7.1 Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi
karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan
kuat pasien mengalami fraktur.
I.7.2 Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
I.7.3 Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli
dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada
posisi semula.
I.7.4 Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan
dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap
stabil.
I.7.5 Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
I.7.6 Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi.
3.1 Perencanaan
No
Tujuan & Kriteria
. Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
Dx
1. Setelah dilakukan 1. Pemberian analgesik 1. Menggunakan agen-agen
asuhan keperawatan farmakologi untuk
selama … x 24 jam mengurangi atau
diharapkan pasien 2. Manajemen medikasi menghilangkan nyeri
tidak mengalami nyeri 2. Memfasilitasi
dengan kriteria hasil : penggunaan obat resep
1. Memperlihatkan 3. Manajemen nyeri atau obat bebas secara
teknik relaksasi aman dan efektif
secara individual 3. Meringankan atau
yang efektif untuk mengurangi nyeri sampai
mencapai keamanan 4. Manajemen sedasi pada tingkat kenyamanan
2. Mempertahankan yang dapat diterima oleh
tingkat nyeri pada pasien
__ atau kurang 4. Memberikan sedative,
3. Melaporkan nyeri memantau respon pasien,
pada penyedia dan memberikan
layanan kesehatan dukungan fisiologis yang
4. Tidak mengalami dibutuhkan selama
gangguan dalam prosedur diagnostic atau
frekuensi terapeutik
pernapasan,
frekuensi jantung
atau tekanan darah
2. Setelah dilakukan Exercice therapy :
asuhan keperawatan ambulation 1. Mencegah terjadinya
selama … x 24 jam 1. Monitoring vital sign penurunan kondisi atau
diharapkan pasien sebelum/sesudah cedera pada pasien saat
tidak mengalami latihan dan lihat dilakukan tindakan.
hambatan mobilitas respon pasien saat 2. Meningkatkan mobilitas
fisik dengan kriteria latihan pasien sesuai kondisi
hasil : 2. Konsultasikan dengan pasien
1. Klien meningkat terapi fisik tentang
dalam aktivitas fisik rencana ambulasi
2. Mengerti tujuan sesuai dengan 3. Membantu meningkatkan
dari peningkatan kebutuhan. kekuatan dan ketahanan
mobilitas 3. Bantu pasien untuk otot.
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat
perasaan dalam saat berjalan dan cegah
meningkatkan terhadap cedera 4. Mampu melakukan
kekuatan dan 4. Ajarkan pasien atau tindakan secara mandiri
kemampuan tenaga kesehatan lain dan termotivasi untuk
berpindah tentang teknik meningkatkan mobilitas
4. Memperagakan ambulasi 5. Mengetahui sejauh mana
kemampuan alat 5. Kaji kemampuan peningkatan mobilisasi.
5. Bantu untuk pasien dalam 6. Agar pasien mampu
mobilisasi (walker) mobilisasi melakukan aktivitas
6. Latih pasien dalam secara mandiri.
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri 7. Meningkatkan motivasi
sesuai kemampuan pasien dalam melakukan
7. Dampingi dan bantu aktivitas sehari-hari
pasien saat mobilisasi
dan bantu pemenuhan Mampu
8. melakukan
kebutuhan ADLs aktivitas secara mandiri
pasien guna meningkatkan
8. Berikan alat bantu jikamobilitas
pasien memerlukan 9. Meningkatkan
kesejahteraan fisologis
9. Ajarkan pasien dam psikologis
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta:
EGC.