Anda di halaman 1dari 22

PERANCANGAN DAN FMEA AIR CONDITIONER

Disusun oleh :

Tripitra Wira 02111640000081

Fuad Adi Dharmawan 02111640000102

Muh Iqra Al Hamidy Iffagano 02111640000109

Cendy Margaretha 02111640000049

Muhammad Zein 02111640000070

Muhammad Farhan Rais 02111640000062

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air Conditioning merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk


mengkondisikan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai
dengan kondisi udara nyaman berdasarkan peraturan hukum K3. Sehingga memberikan
kenyamanan kerja bagi orang yang melakukan suatu kegiatan tertentu didalam ruangan
tersebut.

Pengkondisian suhu udara pada ruangan baik yang berukuran kecil maupun besar
pada umumnya dimaksudkan untuk kenyamanan penghuni yang ada di dalamanya. Untuk
pengkondisian udara didalam ruangan perkantoran biasanya hanya diperlukan satu unit
mesin pengkondisi udara. Namun pada kenyataannya sering kali keadaan di dalam ruangan
belum dapat memberikan kondisi-kondisi yang diharapkan karena keadaan di luar
ruangan yang berubah ubah yang dapat mempengaruhi keadaan di dalam ruangan.
Seperti kita ketahui Indonesia terletak di daerah tropis dimana suhu berkisar 27-
35°C. Keadaan ini dapat membuat suhu udara yang diharapkan tidak nyaman sehingga
diperlukan suatu alat pengkondisian udara untuk mencapai suhu dan kelembaban ideal
yang diharapkan sehingga dengan alat ini hal tersebut dapat terpenuhi.

Sehubungan dengan keadaan ruang Kelas yang pengap dan suhu yang masih tinggi,
sehingga kurang nyaman untuk digunakan untuk belajar mengajar. Maka dengan demikian
perlu didakan pemasangan pengkondisi udara agar membuat kenyamanan pada saat
bekerja atau melakukan kegiatan diruang tersebut.
BAB II

DASAR TEORI
2.1 Pengertian Umum

Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi


pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk
memberikan udara yang sejuk dan menyediakan uap air yang dibutuhkan bagi tubuh. Di
lingkungan tempat kerja, AC juga dimanfaatkan sebagai salah satu cara dalam upaya
peningkatan produktivitas kerja. Karena dalam beberapa hal manusia membutuhkan
lingkungan udara yang nyaman untuk dapat bekerja secara optimal. Tingkat
kenyamanan suatu ruang juga ditentukan oleh temperatur, kelembaban, sirkulasi dan
tingkat kebersihan udara.

Untuk dapat menghasilkan udara dengan kondisi yang diinginkan, maka peralatan
yang dipasang harus mempunyai kapasitas yang sesuai dengan beban pendinginan yang
dimiliki ruangan tersebut. Untuk itu diperlukan survey dan menentukan besarnya beban
pendinginan. Secara garis besar beban pendinginan terbagi atas dua kelompok, yaitu beban
pendinginan sensibel dan beban pendinginan laten. Beban pendinginan sensibel adalah
beban panas yang dipengaruhi oleh perbedaan suhu, seperti beban panas yang lewat
kontruksi bangunan, peralatan elektronik, lampu, dll. Sedangkan beban pendinginan laten
adalah beban yang dipengaruhi oleh adanya perbedaan kelembaban udara.

Untuk merencanakan penggunaan Air Conditioning (AC) perubahan beban terjadi


pada peralatan yang menghasilkan kalor seperti: lampu, komputer. Selain itu faktor
manusia dan kecepatan udara yang masuk ke dalam ruangan juga mempengaruhi perubahan
pembebanan, yang nilai bebannya dapat berubah-ubah baik secara acak maupun teratur.
2.2 Prinsip Kerja Pendingin Ruangan

Gambar 2.1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Ruangan

Kompresor AC yang ada pada sistem pendingin dipergunakan sebagai alat untuk
memampatkan fluida kerja (refrigerant), jadi refrigerant yang masuk ke dalam kompresor
AC dialirkan ke kondensor yang kemudian dimampatkan di kondensor. Di bagian
kondensor ini refrigerant yang dimampatkan akan berubah fase dari refrigeran fase uap
menjadi refrigeran fase cair, maka refrigerant mengeluarkan kalor yaitu kalor penguapan
yang terkandung di dalam refrigeran. Adapun besarnya kalor yang dilepaskan oleh
kondensor adalah jumlah dari energi kompresor yang diperlukan dan energi kalor yang
diambil evaporator dari substansi yang akan didinginkan. Pada kondensor tekanan
refrigerant yang berada dalam pipa-pipa kondensor relatif jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan refrigeran yang berada pada pipa-pipa evaporator.

Prinsip pendinginan udara pada AC melibatkan siklus refrigerasi, yakni udara


didinginkan oleh refrigerant / pendingin (freon), lalu freon ditekan menggunakan
kompresor sampai tekanan tertentu dan suhunya naik, kemudian didinginkan oleh udara
lingkungan sehingga mencair. Proses tersebut diatas berjalan berulang-ulang sehingga
menjadi suatu siklus yang disebut siklus pendinginan pada udara yang berfungsi
mengambil kalor dari udara dan membebaskan kalor ini ke luar ruangan.

2.3 Komponen Utama Sistem Pendingin

2.2.1 Komponen outdoor pada sistem pendingin

1. Kompresor

Kompresor atau pompa isap mempunyai fungsi yang vital. Dengan adanya
kompresor, refrigerant bisa mengalir ke seluruh sistem pendingin. Sistem kerjanya
adalah dengan mengubah tekanan, sehingga terjadi perbedaan tekanan yang
memungkinkan refrigeran mengalir (berpindah) dari sisi bertekanan rendah ke sisi
bertekanan tinggi.

Gambar 2.1 Kompressor AC

Ketika bekerja, refrigerant yang di hisap dari evaporator dengan suhu dan
tekanan rendah dimampatkan sehingga suhu dan tekanannya naik. Gas yang
dimampatkan ini ditekan keluar dari kompresor lalu dialirkan ke kondensor.

2. Kondensor

Kondensor berfungsi untuk membuang kalor yang diserap dari evaporator dan
panas yang diperoleh dari kompresor, serta mengubah wujud gas menjadi cair.
Kontruksi dari kondensor dicirikan oleh adanya sekumpulan pipa (tabung) yang
dipasangkan didalam shell (Pipa Galvanis) yang berbentuk silinder dimana 2 jenis
fluida saling bertukar kalor yang mengalir secara terpisah (udara dan refrigerant).
Kondensor ditempatkan di antara kompresor dan alat pengatur bahan pendingin (pipa
kapiler). Posisinya ditempatkan berhubungan langsung dengan udara luar agar gas di

dalam kondensor juga didinginkan oleh suhu sekitar.

Gambar 2.2 Kondensor AC

3. Katup Ekspansi

Komponen utama yang lain untuk mesin refrigerasi adalah katup ekspansi. Katup
ekspansi ini dipergunakan untuk menurunkan tekanan dan untuk mengekspansikan
secara adiabatik cairan yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai
tingkat tekanan dan temperatur rendah, atau mengekspansikan refrigeran cair dari
tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi, refrigerant cair diinjeksikan keluar
melalui oriffice, refrigerant segera berubah menjadi kabut gas yang tekanan dan
temperaturnya rendah.

Gambar 2.3 Katup ekspansi


Selain itu, katup ekspansi juga sebagai alat kontrol refrigerasi yang berfungsi :

1. Mengatur jumlah refrigerant yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator
sesuai dengan laju penguapan pada evaporator.

2. Mempertahankan perbedaan tekanan antara kondensor dan evaporator agar


penguapan pada evaporator berlangsung pada tekanan kerjanya.

4. Fan

Fan atau kipas pada outdoor AC terletak pada kondensor, berfungsi untuk
mendinginkan kondensor dan membantu proses pertukaran kalor pada kondensor. Saat
AC dinyalakan, maka fan pada kondensor akan ikut berputar, semakin besar ukuran
kondensor, semakin banyak fan yang digunakan.

Gambar 2.4 Outdoor Fan

2.2.2 Komponen indoor pada sistem pendingin

1 . Pipa Kapiler

Pipa kapiler adalah salah satu alat ekspansi. Alat ekspansi ini mempunyai dua
kegunaan yaitu untuk menurunkan tekanan refrigerant cair dan untuk mengatur
aliran refrigerant ke evaporator. Cairan refrigerant memasuki pipa kapiler tersebut
dan mengalir sehingga tekanannya berkurang akibat dari gesekan dan percepatan
refrigerant. Diameter dan panjang pipa kapiler ditetapkan berdasarkan kapasitas
pendinginan, kondisi operasi dan jumlah refrigerant dari mesin refrigerasi yang
bersangkutan.

Konstruksi pipa kapiler sangat sederhana, sehingga jarang terjadi gangguan. Pada
waktu kompresor berhenti bekerja, pipa kapiler menghubungkan bagian tekanan
tinggi dengan bagian tekanan rendah, sehingga menyamakan tekanannya dan
memudahkan start berikutnya. Pipa kapiler ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.5. Pipa Kapiler

2. Evaporator

Gambar 2.6 Evaporator

Evaporator adalah komponen pada sistem pendingin yang berfungsi sebagai


penukar kalor, serta bertugas menguapkan refrigerant dalam sistem, sebelum dihisap
oleh kompresor. Panas udara sekeliling diserap evaporator yang menyebabkan suhu
udara disekeliling evaporator turun. Suhu udara yang rendah ini dipindahkan ketempat
lain dengan jalan dihembus oleh blower, yang menyebabkan terjadinya aliran udara.

3. Blower Indoor

Berbeda dengan outdoor fan, indoor fan terletak pada evaporator dan berfungsi
menghembuskan udara dingin dari evaporator ke ruangan. Fan pada evaporator
berbentuk silindris panjang dan berukuran kecil.

Gambar 2.3 Blower Indoor

2.4 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

2.4.1 Sejarah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Di dalam mengevaluasi perencanaan sistem dari sudut pandang reliability, Failure


Modes and Effect Analysis (FMEA) merupakan metode yang vital. Sejarah FMEA berawal
pada tahun 1950 ketika teknik tersebut digunakan dalam merancang dan mengembangkan
sistem kendali penerbangan. Sejak saat itu teknik FMEA diterima dengan baik oleh industri
luas.

2.4.2 Dasar FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi sumber-sumber
atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat
dilakukan dengan cara :

 Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya.


 Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari
kegagalan potensi terjadi.
 Pencatatan proses (document the process).

Sedangkan manfaat FMEA adalah sebagai berikut :

 Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada potensial causes
(penyebab yang potential) sebuah kegagalan / kesalahan.
 Hemat waktu, karena lebih tepat pada sasaran.

Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut :

 Ketika diperlukan tindakan preventive / pencegahan sebelum masalah terjadi.


 Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan.
 Pemakaian proses baru
 Perubahan / pergantian komponen peralatan
 Pemindahan komponen atau proses ke arah baru

2.4.3 Pengertian FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA
digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah
kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau
kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau
perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.

Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan
dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu menghilangkan kegagalan-
kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak
tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan
kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal
kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat,
tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.

2.4.4 Tujuan Failure Modes and Effect Analysis


Terdapat banyak variasi di dalam rincian Failure Modes and Effect Analysis
(FMEA), tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai :

1. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat
terjadi.
2. Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem
yang ada.
3. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar
peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki.
4. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil untuk
mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensi kegagalan atau pengaruh
pada sistem.
5. Mendokumentasikan proses secara keselurua2.4.5 Langkah Dasar FMEA

Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim design for six
sigma (DFSS) adalah :

1. Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses.


2. Membangun proses pemetaan dari FMEA yang mendiskripsikan proses produksi
secara lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur proses dan ruang
lingkup.
3. Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masing-masing parameter
rancangan didefinisikan.
4. Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses.
5. Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya.

2.4.6 Menentukan Criticality dan Probability of Occurrence

Penilaian criticality menyediakan sarana untuk mengukur seberapa penting fungsi


system relative terhadap misi yang teridentifikasi. Sistem peringkat criticality disediakan
pada tabel 1, terdapat 10 kategori criticality. Sistem ini diadaptasi dari industri otomotif.
Kategori ini dapat diperluas untuk menghasilkan daftar criticality khusus.

Probability of Occurrence juga didasarkan pada pekerjaan di industri otomotif.


Tabel 2 menyediakan salah satu metode menentukan probability of occurrence. Data
historis sangat ampuh dalam membangun peringkat. Jika data historis tidak ada, peringkat
dapat diperkirakan berdasarkan pengalaman dengan system serupa di area fasilitas. Kolom
statistic pada tabel 2 dapat didasarkan pada jam operasi, hari, siklus, atau unit lain yang
menyediakan pendekatan pengukuran yang konsisten. Basis statistic juga dapat
disesuaikan untuk memperhitungkan kondisi setempat.

Tabel 1 Kategori criticality

Ranking Effect Comment


Kegagalan tidak memiliki efek pada keselamatan,
1 None
kesehatan, lingkungan atau misi.
Gangguan kecil fungsi fasilitas. Perbaikan kegagalan
2 Very Low
dapat dicapai selama trouble call.
Gangguan kecil fungsi fasilitas. Perbaikan kegagalan
3 Low mungkin lebih lama dari trouble call tetapi tidak
menunda misi.
Gangguan moderat fungsi fasilitas. Beberapa bagian
Low to
4 dari misi mungkin perlu dikerjakan ulang atau proses
Moderate
tertunda.
Gangguan moderat fungsi fasilitas. Seluruh misi perlu
5 Moderate
dikerjakan ulang atau proses ditunda.
Moderate to Beberapa dari misi hilang. Pengembalian fungsi
6
High sedikit terlambat.
Gangguan tinggi fungsi fasilitas. Beberapa bagian misi
7 High
hilang. Pengembalian fungsi ditunda secara signifikan.
Semua misi hilang. Pengembalian fungsi ditunda
8 Very High
secara signifikan.
Potensi mengganggu keselamatan, kesehatan atau
9 Hazard lingkungan. Kegagalan akan terjadi dengan
peringatan.
Potensi mengganggu keselamatan, kesehatan atau
10 Hazard
lingkungan. Kegagalan akan terjadi tanpa peringatan.
Tabel 2 Kategori Probability of occurrence

Ranking Effect Comment


Probability of occurrence dapat dikontrol. Tidak perlu
1 1/10.000
berharap kegagalan akan terjadi.
Tingkat kegagalan rendah. Mirip dengan desain masa
2 1/5.000 lalu yang telah memiliki tingkat kegagalan rendah
untuk diberikan volume / beban.
Tingkat kegagalan rendah ke sesekali. Mirip dengan
3 1/2000 desain masa lalu yang telah memiliki tingkat
kegagalan rendah untuk diberikan volume / beban.
Tingkat kegagalan terjadi sesekali. Serupa dengan
4 1/1000 desain masa lalu yang telah memiliki tingkat
kegagalan sama untuk diberikan volume / beban.
Tingkat kegagalan moderat. Serupa dengan desain
5 1/500 masa lalu yang telah, di masa lalu, memiliki tingkat
kegagalan moderat untuk diberikan volume / beban.
Tingkat kegagalan moderat ke tinggi. Serupa dengan
desain masa lalu yang telah, di masa lalu, memiliki
6 1/200
tingkat kegagalan moderat ke tinggi untuk diberikan
volume / beban.
Tingkat kegagalan tinggi. Serupa dengan desain masa
7 1/100 lalu yang telah, di masa lalu, memiliki tingkat
kegagalan tinggi yang telah menyebabkan masalah.
Tingkat kegagalan tinggi. Serupa dengan desain masa
8 1/50 lalu yang telah, di masa lalu, memiliki tingkat
kegagalan tinggi yang telah menyebabkan masalah.
Tingkat kegagalan sangat tinggi. Hampir pasti
9 1/20
menyebabkan masalah.
Tingkat kegagalan sangat tinggi. Kemungkinan
10 1/10+
masalah terjadi sangat tinggi.
BAB III

PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN


PEMILIHAN UNIT AC

Dalam perancangan pemasangan AC untuk ruang kelas, data-data yang akan diterangkan
disini antara lain lokasi ruangan yang dirancang, temperatur udara rancangan, temperatur udara
pada bulan terpanas pada lokasi tersebut, dan dimensi dari ruangan yang akan dirancang.

3.1 Data Ruangan

1. Panjang :6m

2. Lebar :5m

3. Tinggi :3m

4. Dinding : Batu bata + semen

5. Lantai : Keramik

6. Plafon : Gypsum

7. Pintu : Bahan Kayu, L = 1 m , T = 2 m

8. Jendela : Bahan Kaca, 3 Jendela ukuran 0,5 m x 1 m

9. Lampu : 6 buah @9 W

10. Penghuni : 30 orang

11. Jenis Bangunan: Ruang Kelas

Tabel 3.1. Dimensi Ruangan

Panjang Lebar Tinggi Luas Volume


Objek
(m) (m) (m) (m2) (m3)
Ruang Kelas 6 5 3 30 90
Tabel 3.2. Luas Dinding

Meter Luas
No. Objek Jumlah Keterangan
Panjang Tinggi (m2)
D. Selatan 6 3 1 18 Pengurangan
Jendela 0,5 1 3 1.5 akibat
1
Pintu 1 2 1 2 adanya pintu
Luas Dinding Selatan 14.5 dan jendela
Meter Luas
No. Objek Jumlah Keterangan
Panjang Tinggi (m2)
2 D. Barat 5 3 1 15 -
3 D. Utara 6 3 1 18 -
4 D. Timur 5 3 1 15 -

3.2. Kondisi Rancangan

a. Kondisi Udara Dalam Ruangan Rancangan

- Lokasi ruangan yang akan dikondisikan berada di Surabaya, Indonesia.

- Temperatur bola kering (Tdb) untuk ruangan biasa adalah 25ºC

- Kelembaban relative (RH) rata-rata adalah 45%

- Perbandingan kelembaban rata-rata adalah 0,0105 kg/kg’.

b. Kondisi Udara Luar Ruangan Rancangan

- Temperatur bola kering (Tdb) rata-rata adalah 33ºC

- Perubahan temperatur harian adalah 8ºC

- Perbandingan kelembaban rata-rata adalah 0,020 kg/kg’

- Volume spesifik udara luar adalah 0,892 m3/kg’


3.3. Perhitungan Beban Pendinginan

3.3.1. Kalor Sensibel Daerah Perimeter (Tepi)

1. Beban Transmisi Kalor Melalui Jendela

Luas jendela (m2) x koefisien transmisi kalor melalui jendela, K (kcal/ m2jam oC) x ∆t
ruangan (oC)

Jendela bagian selatan :

Luas jendela = 1,5m2 (3 buah jendela)

K transmisi kalor melalui jendela = 5,5 kcal/m2h°C

∆t ruangan = 33ºC - 25ºC = 8ºC

Q = 1,5 m2 x 5,5 kcal/m2h°C x 8ºC

Q = 66 kcal/h

2. Infiltrasi Beban Kalor Sensibel

{(Volume ruangan (m3) x jumlah penggantian ventilasi alamiah, Nn) + jml udara luar}
0,24 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔°𝐶
x 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑜𝑓𝑖𝑘 x ∆t ruangan (ºC)

Volume ruangan = 90 m3

Jumlah pergantian ventilasi alamiah =1

Jumlah orang = 30 orang

Udara luar masuk = 18 m3/h

Jumlah udara luar = 18 m3/h x 30 = 540 m3/h

∆t ruangan = 8ºC

0,24 kcal/kg°C
Q = {(90 m3 x 1) + 540 m3/h } x x 8ºC
0,892 𝑚3 /𝑘𝑔

Q = 1252,3 kcal/h

Qtotal = 66 kcal/h + 1252,3 kcal/h = 1318,3 kcal/h


3.3.2. Beban Kalor laten daerah perimeter

597,3 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔
Vol ruang (m3) x jml ventilasi alamiah, Nn x x ∆w (kg/kg’)
0,892 𝑚3 /𝑘𝑔

597,3 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔
Q = {90 m3 x 1 x x (0,020 – 0,0105) kg/kg’ } : 60
0,892 𝑚3 /𝑘𝑔

Q = 9,54 kcal/h

3.3.3. Beban kalor sensible daerah interior

1. Koefisien transmisi dari partisi langit-langit

L. kompartemen m2 x k. kompartemen kcal/m2hºC x ∆t ruangan

Koefisien transmisi pada partisi langit-langit :

Luas langit-langit = 30 m2

K langit-langit = 2,86 kcal/m2hºC

∆t ruangan = 8ºC

Q = 30 m2 x 2,86 kcal/m2hºC x 8ºC

Q = 686,4 kcal/h

2. Koefisien Transmisi dari Partisi Pintu

L. kompartemen m2 x k. kompartemen kcal/m2hºC x ∆t ruangan

Tebal pintu = 0,05 m

Luas Pintu = 2 m2

K Pintu = 0,118 kcal/m2hºC

∆t ruangan = 8ºC

Q = 2 m2 x 0,118 kcal/m2hºC x 8ºC

Q = 1,888 kcal/h

3. Koefisien Transmisi Dari Partisi Dinding


L. kompartemen m2 x k. kompartemen kcal/m2hºC x ∆t ruanganºC

a. Dinding Bagian Selatan

Luas dinding = 18 m2

K dinding = 1,62 kcal/m2hºC

∆t ruangan = 8ºC

Q = 18 m2 x 1,62 kcal/m2hºC x 8ºC

Q = 233,3 kcal/h

b. Dinding Bagian Timur

Luas dinding = 15 m2

K dinding = 1,62 kcal/m2hºC

∆t ruangan = 8ºC

Q = 15 m2 x 1,62 kcal/m2hºC x 8ºC

Q = 194,4 kcal/h

c. Dinding Bagian Barat

Luas dinding = 15 m2

K dinding = 1,62 kcal/m2hºC

∆t ruangan = 8ºC

Q = 15 m2 x 1,62 kcal/m2hºC x 8ºC

Q = 194,4 kcal/h

d. Dinding Bagian Utara

Luas dinding = 18 m2

K dinding = 1,62 kcal/m2hºC

∆t ruangan = 8ºC
Q = 18 m2 x 1,62 kcal/m2hºC x 8ºC

Q = 233,3 kcal/h

Q koefisien transmisi dinding = Dinding selatan + Dinding timur +

Dinding barat + Dinding utara

Q = 233,3 kcal/h + 194,4 kcal/h + 194,4 kcal/h + 233,3 kcal/h

Q = 855,4 kcal/h

4. Beban Kalor Sensibel Karena Adanya Sumber Kalor Interior

a. Jumlah Orang

Jml orang x kalor sensibel manusia (kcal/ jam.orang) x faktor kelompok

Q = 30 orang x 50 kcal/h orang x 0,897

Q = 1345,5 kcal/h

b. Lampu

Jumlah x Peralatan, kW x kalor sensibel peralatan, kcal / kW x faktor penggunaan


peralatan

Q = 6 x 0,009 kW x 1000 kcal/kW x 1

Q = 54 kcal/h

Q Beban sensibel sumber kalor interior = Orang + Lampu

Q = 1345,5 kcal/h + 54 kcal/h

Q = 1399,5 kcal/h
Beban kalor sensible interior

Q = Koefisien transmisi dari partisi langit-langit + Koefisien transmisi dari


partisi pintu + Koefisien transmisi dari dinding + Beban kalor sensible
karena adanya sumber kalor interior

Q = 686,4 kcal/h + 1,888 kcal/h + 855,4 kcal/h + 1399,5 kcal/h

Q = 2943,2 kcal/h

3.3.4. Beban Kalor Laten Daerah Interior

Tambahan kalor laten oleh sumber penguapan interior

Jml orang x kalor sensibel manusia (kcal/ jam.orang) x faktor kelompok

Q = 30 orang x 28 kcal/h orang x 0,897

Q = 753.5 kcal/h

3.3.5. Beban Kalor Sensibel Ruangan Total

Q = Beban kalor sensibel tepi + Beban kalor sensibel interior

Q = 1318,3 kcal/h + 2943,2 kcal/h

Q = 4261,5 kcal/h

3.3.6. Beban Kalor Laten Ruangan Total

Q = Beban kalor laten daerah tepi + Beban kalor laten daerah interior

Q = 9,54 kcal/h + 753,5 kcal/h

Q = 763,04 kcal/h

Beban pendinginan total = beban kalor sensibel total + beban kalor laten total

= 4261,5 kcal/h + 763,04 kcal/h

= 5024,5 kcal/h

= 19025,43 Btu/h
3.4. Pemilihan Unit AC

Berdasarkan hasil dari perhitungan beban pendinginan pada ruang kelas dengan desain
suhu dalam 25°C, RH = 45% didapat beban atau panas pendingin total sebesar 19025,43
Btu/h. Sehingga AC yang memenuhi beban pendingin dan dapat dipasang untuk rancangan
ruang jelas ukuran 6m x 5m x 3m adalah AC berukuran 2 PK sebanyak 1 buah.

3.5 Failure Mode Analysis and Effect

Probability
Name and Failure Failure Failure Criticall of Remark or
Function Mode Cause Effect y Rank Occurrenc Continue
e
Fan Getaran Lubrikasi Suara 2 1/20 Mengganti
berlebih terhambat bising lubricant

Kondensor Pressure Gas tidak Transfer 7 1/1000 Membersihka


kondensor terkondensas panas ke n kondensor
naik i cooling
water
rendah

Katup Gagal Katup tidak Udara AC 7 1/1000 Mengganti


Ekspansi mengatur terbuka atau tidak dingin katup atau
aliran tertutup menyetel
cooling ulang
water

Kompreso Overheatin Perbedaan Kumparan 10 1/10000 Memasang


r g temperature pada temperature
sangat tinggi kompresor controller
terbakar

Pipa Perpindaha Terdapat Udara 7 1/1000 Membuang


Kapiler n panas substansi di keluaran substansi dari
terhambat dalam pipa AC tidak pipa kapiler
kapiler dingin
Evaporator Flow rate Liquid Overfeedin 8 1/2000 Repairing or
cooling amount g pada changing
water pada regulator evaporator liquid amount
evaporator tidak bekerja regulator
lebih cepat
Pressure Liquid 8 1/2000 Repairing
regulator kembali ke pressure
tidak bekerja kompresor regulator
Perubahan Area yang Fins dan 10 1/10000
kebutuhan didinginkan coils
Probability
Name and Failure Failure Failure Criticall of Remark or
Function Mode Cause Effect y Rank Occurrenc Continue
e
heat evaporator membeku
transfer lebih dingin dan air flow
berhenti

Anda mungkin juga menyukai