Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah, kaum perempuan pernah kehilangan harkat manusia.
Dulu di dunia barat dalam kisah pusaka orang Yunani kuno wanita adalah
pangkal kekacauan dan kejahatan dunia. Menurut para empu-empu Yunani,
kejahatan, penyakit, penderitaan, kekacauan karena ulah wanita bodoh yang
tidak patuh pada suaminya.

Hal ini terdengar sangat menyedihkan dan memalukan dalam dunia


islam khususnya. Karena, al-Qur’an merupakan kitab suci Islam yang sangat
menghargai kaum perempuan. Al-Qur’an secara tegas memandang kaum laki-
laki dan perempuan itu sama. Sehingga eksistensinya kaum perempuan itu
merupakan pelengkap, kekuatan penyeimbang bagi kaum laki-laki.

Allah swt. menciptakan sesuatu di dunia ini dengan berpasang-pasangan


sebagaimana dalam firman-Nya dalam al-Qur’an surat ad-Dzaariyaat ayat 49.

. َ‫َيءٍ َخلَ ْقنَا زَ ْو َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرون‬


ْ ‫َو ِم ْن ُك ِِّل ش‬
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah.”

Untuk itu, sistem kehidupan tidak akan seimbang jika mengabaikan


salah satunya. Jadi, satu sama lain harus saling jadi pelengkap dari sistem
tersebut agar kehidupan kedepan kelak akan menjadi lebih baik.

Di era modern-kontemporer ini, ada seorang perempuan yang akan


mencoba melakukan rekonstruksi metodologis tentang bagaimana menafsirkan
ayat al-Qur’an agar menghasilkan sebuah penafsiran yang sensitif gender dan
berkeadilan. Untuk penjelasan lebih lanjut pemakalah jelaskan di bab-bab
selanjutnya yang pemakalah rumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Amina Wadud?
2. Bagaimana Pemikiran Amina Wadud?
3. Apa Contoh Pemikirannya?

1
PEMBAHASAN

A. Biografi Amina Wadud

Amina Wadud nama lengkapnya Amina Wadud Muhsin. Lahir pada


tanggal 25 September 1952 M. Bethesda, Maryland, Amerika. Nama kedua
orang tuanya tidak diketahui, namun salah satu litelatur menyebutkan bahwa
ayahnya adalah seorang pendeta1 yang taat. Ia merupakan warga Amerika
keturunan Afrika-Amerika (kulit hitam). Amina Wadud menjadi seorang
muslim kira-kira pada akhir tahun 1970-an.

Hidayah dan ketertarikannya pada agama Islam khususnya mengenai


konsep keadilan dalam Islam, mengantarkannya untuk mengucapkan dua
kalimat syahadat pada hari yang ia namakan dengan thanksgiving day pada
tahun 1972.2 Walaupun Amina Wadud belum lama memeluk islam, namun
berkat ketekunan dan keuletannya dalam mempelajari studi keislaman, maka
sekarang dia telah menjadi guru besar Studi Islam dalam Jurusan Filsafat dan
Agama di Universitas Virginia Comminwealth.

Amina Wadud Mengenyam pendidikan dasar hingga menengah di


Negara Malaysia dan meneruskan jenjang pendidikan strata satu di University
of Michigan Amerika pada tahun 1986-1989, program masternya diambil di
Universitas yang sama pada tahun 1991-1993, sementara pada program
doctoral, ia tempuh di Harvard University.

Kesempatan Wadud dalam mentransformasikan ilmu, ia gunakan untuk


mengajar di berbagai Universitas di belahan dunia. Diantaranya pernah menjadi
dosen Islamologi di Universitas Antar Bangsa, Malaysia. Saat ini beliau
menjadi guru besar di Departemen Filsafat dan Studi Agama di Commonwealth
University Virginia Amerika, serta menjadi dosen tamu di Divinity School,
Harvard University.

1
Amina Wadud Muhsin. Inside the Gender Jihad, Womens Reform in Islam. (England:
Oneworld Publication: 2008), hlm. 4.
2
Syahiron Syamsuddin.Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta. eLSAQ. 2010). Hlm
179.

2
Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang yang akademis, tetapi kiprahnya
di dunia aktifis turut membantu dalam proses tranformasi pemikiran
feminisnya. Sejak muda Amina Wadud di kenal aktif di Lembaga Swadaya
Masyarkat yang peduli secara intensif terhadap advokasi bagi pembelaan hak-
hak perempuan dalam pendidikan, pengajaran dan masalah lain yang terkait
dengan perempuan. Amina Wadud pernah bergabung bersama Sistar in Islam
(SIS), sebuah LSM di Malaysia yang berkonsentrasi dengan gagasan kesetaraan
dan pembebasan perempuan Islam di Era modern. Mereka menjadikan al-
Qur’an sebagai Primary Source untuk menyelamatkan perempuan dari
konservatisme Islam. Pada saat itu Amina Wadud berhasil menerbitkan booklet
tentang pandangan al-Qur’an terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Menurut informasi Charles Kurzman, penelitian Amina Wadud


mengenai perempuan dalam al-Qur’an yang tertuang dalam judul bukunya
“Qur’an and Woman” muncul dalam suatu konteks historis yang erat kaitanya
dengan pengalaman dan pergumulan orang-orang perempuan Afrika-Amerika
dalam upaya memperjuangkan keadilan gender. Karena selama ini sistem relasi
laki-laki dan perempuan di masyarakat memang seringkali mencerminkan
adanya bias-bias patriarki, dan sebagai implikasinya maka perempuan kurang
mendapat keadilan secara lebih proposional.3

Karya Amina Wadud tersebut sesungguhnya merupakan kegelisahan


intelektual yang dialami Amina Wadud mengenai ketidak-adilan gender dalam
masyarakatnya. Salah satu sebabnya adalah pengaruh idiologi-doktrin
penafsiran al-Qur’an yang dianggap bias patriarki. Dalam buku tersebut Amina
Wadud mencoba untuk melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap
model penafsiran klasik yang syarat dengan bias patriarki.4

Amina Wadud menguasai berbagai bahasa diantaranya adalah bahasa


Inggris, Arab, Turki, Spanyol dan Jerman. Maka tidak mengherankan bila ia
sering mendapatkan penghormatan menjadi dosen tamu pada Universitas di
berbagai Negara. Antara lain di Harvard Divinity School pada tahun 1997-1998,

3
M. Yusron. dkk. Studi Kitab Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2006), hlm. 80-81.
4
M. Yusron. dkk. Studi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 80-81.

3
Intenational University Malaysia pada tahun 1990-1991, American University
di Cairo pada tahun 1981-1982.

B. Pemikiran Amina Wadud

Latar belakang dari pemikiran Amina Wadud mengeluarkan metode


tafsir berawal dari asumsinya bahwa menurutnya tidak adanya metode dan
kategori tafsir yang benar-benar objektif dalam melakukan penafsiran terhadap
al-Qur’an.

Pada dasarnya pemikiran Amina Wadud dalam menafsirkan al-Qur’an


banyak dipengaruhi oleh pemikiran “Neo-Modernisme” Fazlur Rahman,
terutama dengan corak penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh Amina
Wadud (metode penafsiran holistic) yang menekankan telaah aspek normative
dari ajaran al-Qur’an.

Mengenai metode tafsir holistik baik Amina Wadud maupun Fazlur


Rahman (salah satu pengguna metode penafsiran holistic) tidak memberikan
definisi secara eksplisit, namun secara umum ini merupakan metode
hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur’an.5

Dengan cara ini Amina Wadud menitik beratkan pemahaman pada


susunan bahasa al-Qur’an yang bermakna ganda. Tujuan dari metode ini adalah
untuk menggambarkan maksud teks disertai “prior teks” (persepsi, keadaan,
latar belakang) orang yang menginterpretasikan al-Qur’an.

Amina Wadud menggunakan prinsip umum al-Qur’an dalam rangka


mengkontekstualisasikan al-Qur’an dengan problem yang dihadapi (contoh
problem gender) dengan cara memahami al-Qur’an dengan satu kesatuan.
Urgensi memahami al-Qur’an dengan satu kesatuan, dikarenakan al-Qur’an
bukanlah kumpulan tulisan memiliki hubungan antar bab dan sub bab yang
jelas. Sebaliknya al-Qur’an diwahyukan dengan tuntunan situasi dan kondisi
yang dihadapinya.

5
Syahiron Syamsuddin. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. Hlm 182

4
Ia berharap dengan metode holistic akan diperoleh interpretasi al-Qur’an
yang mempunyai makna dan kandungan selaras dengan konteks kehidupan
modern. Amina Wadud menandaskan bahwa kandungan dan prinsip umum
yang menjadi dasar al-Qur’an tetap bersifat abadi, karena prinsip tersebut tidak
terbatas pada situasi historis saat al-Quran diwahyukan.

C. Contoh Penafsiran
1. Asal usul manusia dan kesetaraan gender

Bahasan mengenai asal usul manusia dan kesetaraan gender, Amina


Wadud merujuk pada firman Allah swt. dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat
1.

ِ ‫اس اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو‬


‫األية‬...‫احدَةٍ َو َخلَقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
istrinya.”

Dan al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 21.

ً ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم أ َ ْز َوا ًجا ِلت َ ْس ُكنُوا ِإلَ ْي َها َو َج َع َل َب ْينَ ُك ْم َم َودَّة‬
ٍ ‫َو َرحْ َمةً ِإ َّن فِي ذَلِكَ آليَا‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم َيتَفَ َّك ُرون‬

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.”

Menurut Amina Wadud yang perlu dikritik ulang adalah kata nafs
wahidah dan zauj. Menurutya kedua ayat tersebut menjelaskan tentang
kisah asal usul manusia versi al-Qur’an, tanpa kejelasan tentang Adam dan
Hawa. Namun ayat tersebut dipahami sebagai penciptaan Adam dan Hawa.

5
Dari akar katanya nafs adalah muannas, akan tetapi kenapa
ditafsirkan sebagai lelaki (Adam). Menurut Amina Wadud nafs menunjukan
bahwa seluruh manusia itu berasal dari asal yang sama.

Kata zauj sendiri sifatnya netral karena secara konseptual


kebahasaan juga tidak menunjukkan bentuk muannas atau muzakkar. Kata
zauj yang bentuk jamaknya azwaj ini sering digunakan untuk menyebut
tanaman (QS. ar-Rahman, 52) dan hewan (QS. Hud, 40). Mengapa para
mufassir tradisional menafsirkan zauj dengan makna istri, yakni Hawa?
Amina Wadud tidak sependapat dengan penafsiran tersebut.6

2. Konsep nusyuz, disharmoni rumah tangga

Para mufassir ketika membicarakan tentang nusyuz biasanya


mengutip dari al-Qur’an surat an-Nisa, 34.

‫اجعِ َواض ِْربُو ُه َّن‬


ِ ‫ض‬َ ‫ظو ُه َّن َوا ْه ُج ُرو ُه َّن فِي ْال َم‬ ُ ‫شوزَ ُه َّن فَ ِع‬
ُ ُ‫َوالالتِي تَخَافُونَ ن‬
ً ‫ع ِليًّا َك ِب‬
‫يرا‬ َ ‫علَ ْي ِه َّن‬
َّ ‫س ِبيال ِإ َّن‬
َ َ‫َللاَ َكان‬ َ َ ‫فَإ ِ ْن أ‬
َ ‫ط ْعنَ ُك ْم فَال ت َ ْبغُوا‬

Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka


nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.”

Pada ayat ini mufassir sering kali ditafsirkan dan dijadikan


legitimasi para suami untuk melakukan kekerasan terhadap istri yang
dianggap telah nusyuz. Kata nusyuz dalam kitab fiqh dan tafsir klasik
pengertiannya ditujukan untuk istri yang tidak patuh kepada suami.

Menurut Amina Wadud, kata nusyuz bisa juga ditujukan untuk kaum
laki-laki (QS. an-Nisa, 128) dan kaum perempuan (QS. an-Nisa, 34),
walaupun dua kata ini sering diartikan berbeda.

6
Lihat buku Pemikiran Islam Kontemporer. ed. A. Khudori Soleh. Cet. I, (Yogyakarta: Jendela,
2003), hlm. 72.

6
Ketika merujuk pada kaum perempuan, kata nusyuz diartikan
dengan ketidakpatuhan istri pasa suami. Sedangkan ketika merujuk pada
kaum laki-laki, kata nusyuz diartikan dengan suami bersikap keras terhadap
istri dan tidak mau memberikan haknya kepada istrinya. Menurut Amina
Wadud, al-Qur’an menggunakan kata nusyuz untuk kaum laki-laki dan
perempuan, maka ketika kata nusyuz disandarkan pada perempuan (istri), ia
tidak diartikan dengan ketidakpatuhan pada suami. Akan tetapi lebih pada
pengertian adanya gangguan keharmonisan dalam rumah tangga.7

7
Lihat buku Pemikiran Islam Kontemporer. ed. A. Khudori Soleh. Cet. I, (Yogyakarta: 2003),
hlm. 75.

7
PENUTUP
Kesimpulan

Amina Wadud adalah seorang seorang tokoh feminis perempuan Islam yang
memberikan penafsiran yang lebih jelas. Harus diakui bahwa semangat Qur’ani yang
ingin disampaikannya cukup mengemuka. Demikin juga metode penafsirannya yang
ditawarkan relative baik untuk diterapkan dalam rangka mengembangkan wacana tafsir
yang sensitif gender. Akan tetapi, hal ini bukanlah hal yang baru, karena sudah diawali
oleh Fazlur Rahman.

Dalam pon yang dapat diambil dari pemikirannya Amina Wadud adalah adanya
upaya untuk membongkar pemikiran lama dan mitos-mitos lama yang disebabkan oleh
penafsiran yang bias patriarki.

8
DAFTAR PUSTAKA

Muhsin, Amina Wadud. 2008. Inside the Gender Jihad, Womens Reform in Islam.
England. Oneworld Publication.

M. Yusron. dkk. 2006. Studi Kitab Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Teras.

………Pemikiran Islam Kontemporer. ed. A. Khudori Soleh. Cet. I, Yogyakarta: Jendela, 2003.

Syamsuddin, Syahiron. 2010. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. Yogyakarta.


eLSAQ.

Anda mungkin juga menyukai