MAKALAH
Disusun Oleh :
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia
yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian
yang lain dan harus dilatihkan pada anak-anak sedini mungkin agar tidak
menghambat tugas-tugas perkembangan anak selanjutnya. Kemampuan
untuk mandiri tidak terbentuk dengan sendirinya. Kemampuan ini
diperoleh dari kemauan, dan dari dorongan orang lain. Kemandirian
adalah suatu sifat yang memungkinkan seseorang bertindak bebas,
melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri, mengejar prestasi, penuh
keyakinan dan memiliki keinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa
bantuan orang lain, mampu mengatasi persoalan yang dihadapi, mampu
mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai
rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki, menghargai keadaan
diri dan memperoleh kepuasan atau usaha sendiri.
Kemandirian dalam konteks individu yaitu memiliki aspek yang
lebih luas dari sekedar aspek fisik dan perilaku. Kemandirian menurut
Havinghurst, dapat dilihat dari segi, antara lain :
a. Aspek Emosi, yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol
emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orangtua.
b. Aspek Ekonomi, yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengatur
ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada
orangtua.
c. Aspek Sosial, yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau
menunggu aksi dari orangtua.
d. Aspek Inteligensi, yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
1
Tanggung jawab adalah mengambil keputusan yang patut dan
efektif, patut berarti menetapkan pilihan yang terbaik dalam batas-batas
norma social dan harapan yang umum diberikan untuk meningkatkan
hubungan antar manusia secara positif dalam pencapaian keselamatan,
keberhasilan, dan kesejahteraan. Sementara itu tanggung jawab menurut
kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya. Bisa juga diartikan sebagai kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya. Sikap tanggung jawab tidak bisa muncul dan dimiliki
seseorang dengan begitu saja. Tanggung jawab akan dimiliki didasari oleh
karakter yang baik. Karakter yang baik akan tumbuh pada diri manusia
bila sudah terbiasa melakukan hal-hal yang baik. Pembiasaan tersebut
terjadi melalui proses pendidikan yang dibina sejak dini dari lingkungan
keluarga, dan diteruskan disekolah serta masyarakat luas.
Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal
berperan sangat penting sebagai pencetak generasi-generasi yang
berkualitas baik secara kognitif maupun efektif. Dengan demikian sekolah
bisa dikatakan sebagai penentu akan keberhasilan dari sistem pendidikan
yang diterapkan oleh suatu Negara. Harsono dalam Rochman menjelaskan
(2013:1) bahwa:
“Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dalam melatih
dan memperkembangkan kecerdasan, keterampilan (skill), akal (mild)
dan watak (character) individual, sehingga memungkinkan dia untuk
mampu menjalani kehidupan secara produktif dan penuh tanggung
jawab, mampu menyelesaikan dirinya dengan alam dan masyarakat
sekitarnya serta takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Pernyataan Harsono tersebut menyiratkan bahwa pendidikan
memiliki tujuan yang sangat komplek, bukan hanya sekedar mengingatkan
kualitas intelektual semata, tetapi menyangkut aspek peningkatan
pengendalian emosi sehingga tercipta saling menghormati, menghargai,
2
bertanggung jawab dan aspek-aspek positif lainnya yang dapat
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Hal ini sejalan denngan fungsi
pendidikan nasional pada pasal 3 UU no.20 tahun 2003 yang menyatakan
bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dari pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlaq
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kemandirian dan
tanggung jawab merupakan pilar penting bagi terwujudnya
kemajuan. Sejarah bangsa-bangsa besar telah membuktikan bahwa
kemandirian dan tanggung jawab adalah kunci menuju kemajuan
dan kesejahteraan suatu bangsa. Bahkan, para pejuang dengan
kegigihan dan kemandiriannya berjuang merebut kemerdekaan
Indonesia.”
Kemandirian perlu ditanamkan pada generasi muda agar mampu
percaya diri dalam mengambil keputusan, inisiatif, kritis, mencoba
mengerjakan sendiri tugas rutin, tidak mudah menyerah, berusaha
mendapatkan kepuasan dari usahanya, dan mampu mengatasi rintangan
yang dihadapinya. Mahasiswa yang memiliki karakter mandiri diharapkan
mampu untuk terjun langsung dalam kehidupan bermasyarakat dan juga
mampu memiliki andil dalam masyarakat.
Sikap tanggung jawab penting untuk ditanamkan pada mahasiswa,
dengan tanggung jawab individu melakukan apa yang dipercayakan
dengan sebaik-baiknya. Individu yang bertanggung jawab biasanya
berhati-hati dalam mengambil tindakan dan apabila terlanjur melakukan
kesalahan dengan rasa tanggung jawab besar akan mengakui
kesalahannya. Dengan memiliki rasa tanggung jawab individu mengontrol
3
kelakuannya dengan memperhitungkan akibat-akibat yang akan terjadi
dari setiap tindakannya.
Sikap mandiri dan bertanggung jawab perlu dikembangkan pada
mahasiswa mengingat mahasiswa adalah generasi muda calon pemimpin
yang merupakan ujung tombak kemajuan bangsa. Dengan memiliki
karakter mandiri dan bertanggung jawab mahasiswa diharapkan mampu
menentukan pilihan, mengemban tugas dan kepercayaan, tidak bergantung
pada orang lain dan bertanggung jawab atas pilihannya.
Namun kenyataannya yang terjadi dilapangan adalah masih banyak
mahasiswa yang belum memiliki karakter mandiri dan bertanggung jawab,
hal itu terlihat dari masih banyaknya mahasiswa yang mencontek dalam
ujian maupun pekerjaan rumah, banyaknya mahasiswa yang datang
terlambat, bolos dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa permasalahan
yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan Makalah ini yaitu
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Karakter?
2. Apa saja yang melandaskan Pendidikan Karakter ini?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas terdapat beberapa tujuan
yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan Makalah ini yaitu
Mengetahui cara untuk merealisasikan pendisiplinan Pendidikan Karakter.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian
Karakater adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu
sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Sebagaimana menurut Zubaedi menyatakan bahwa “Pengertian karakter
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. 1 Istilah karakter
memiliki dua pengertian yaitu: Pertama, ia menunjukkan bagaimana
seseorang bertingkah laku. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan
“personality”. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a
person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral”.2
“Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara
berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran
demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara”. 3
Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan
kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam
kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan
kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak
bermoral.
“Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan
nilai-nilai karakter pada peserta didik, mengandung komponen
pengetahuan, kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan
1
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 6.
2
Andayani Dian dan Abdul Majid. 12 Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 2.
3
Rusdianto, (ed.), Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: DIVA Press, 2012), Cet. IV, hal. 38
5
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa,
sehingga akan terwujud insan kamil”.4
Sedangkan Dharma Kesuma menyarankan bahwa: “Karakter sama
dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik,
atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan”.5 Seseorang dianggap
memiliki karakter mulia apabila mempunyai pengetahuan yang
mendalam tentang potensi dirinya serta mampu mewujudkan potensi
itu dalam sikap dan tingkah lakunya.
Adapun ciri yang dapat dicermati pada seseorang yang mampu
memanfaatkan potensi dirinya adalah terpupuknya sikap-sikap terpuji,
seperti penuh reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis,
kreatif-inovatif, mandiri, berhati-hati, rela berkorban, berani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet, gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, visioner, bersahaja,
bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai waktu, penuh
pengabdian, dedikatif, mampu mengendalikan diri, produktif, ramah,
cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.
Seseorang yang memiliki karakter positif juga terlihat dari
adanya kesadaran untuk berbuat yang terbaik dan unggul, serta
mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Dengan
demikian karakter atau karakteristik adalah realisasi perkembangan
positif dalam hal intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku. Bila
peserta didik bertindak sesuai dengan potensi dan kesadarannya
tersebut maka disebut sebagai pribadi yang berkarakter baik atau
4
Aunillah, Nurla Isna. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: Laksana, 2013), hal. 19.
5
Dharma Kesuma, et. all., Pendidikan Karakter “Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah” (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 80.
6
unggul indikatornya adalah mereka selalu berusaha melakukan hal-hal
yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, negara, serta dunia internasional pada umumnya,
dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya disertai dengan
kesadaran, emosi dan motivasi.6
Di antara karakter baik yang hendak dibangun dalam kepribadian
peserta didik adalah bisa bertanggung jawab, jujur, dapat dipercaya,
menepati janji, ramah, peduli kepada orang lain, percaya diri, pekerja
keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa, bisa berpikir rasional
dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak
sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati,
bisa mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang
buruk, mempunyai inisiatif, setia, menghargai waktu, dan bisa bersikap
adil.
2. Landasan
a. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pelakasanaan pendidikan karakter sangat
jelas. Hal ini tampak dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisem Pendidikan Nasional pada Pasal yang menyatakan:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa; berakhlak mulia;sehat; berilmu; cakap; kreatif;
mandiri; dan menjadi warga yang demokratis serta
bertanggung jawab.7
6
Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan..., hal. 21.
7
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006) hal.
8-9
7
Dalam pasal tersebut, secara tersirat dapat disimpulkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi dan bertujuan membentuk karakter
(watak) peserta didik menjadi manusia sempurna.
b. Landasan Religi
Yang dimaksud landasan religi dalam uraian ini adalah
landasan atau dasar-dasar yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul (Al-Hadits). Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat
An-Nahl ayat 125 yaitu:
س ُن إِنَّ َربَّكَ ه َُو أ َ ْعلَ ُم ِب َم ْن
َ ِي أ َ ْح
َ سنَ ِة َوجَا ِد ْل ُه ْم ِبالَّتِي ه َ س ِبي ِل َر ِِّبكَ ِبا ْلحِ ْك َم ِة َوا ْل َم ْو ِع
َ ظ ِة ا ْل َح َ ع إِلَى ُ ا ْد
125 : النحل. َس ِبي ِل ِه َوه َُو أ َ ْع َل ُم ِبا ْل ُم ْهتَ ِدين َ ض َّل ع َْنَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”. (Q.S. An-Nahl: 125).8
8
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemah ... hal. 421
9
Ibid, hal. 960
8
Dari ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW di atas, dapat kita
ketahui bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya menganjurkan kepada manusia
untuk senantiasa memiliki akhlak/karakter yang baik, dimana kepribadian
Rasulullah SAW lah yang menjadi cerminan untuk dijadikan panutan.
Sangat jelas diterangkan di dalam Al-Qur’an dan Hadits bahwa Rasulullah
SAW diutus ke bumi itu untuk menyempurnakan akhlak umatnya.
Keluhuran budi Rasulullah SAW, telah beliau tampakkan sedari beliau
kecil. Dan hal itu telah diakui oleh bangsa Quraisy pada zamannya,
sehingga beliau mendapatkan gelar Al-Amin yang artinya dapat dipercaya.
Dari itu lah memang tidak diragukan lagi bahwa di dalam diri Rasulullah
SAW itu terdapat suri tauladan yang baik bagi kita semua. Seperti halnya
firman Allah yang termaktub didalam Al Qur an Surat Al-Ahzab ayat 21 :
َ َّللا َو ْاليَ ْو َم اآلخِ َر َوذَك ََر ه
ً َّللا َكث
: األحزاب. ِيرا َ َّللا أُس َْوة ٌ َح
َ سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ه ُ لَقَدْ َكانَ لَ ُك ْم فِي َر
ِ سو ِل ه
21
Artinya : “sungguh, telah ada pada (diri) rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.(Q.s. Al-
Ahzab : 21) 11
10
Jalaluddin Al-Suyuti, Jami’us Shogir (Surabaya: Dar-Al Nasyr Al
Mishriyah, 1992) hal. 103
11
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemah ... hal. 670
9
12
manusia yang sesungguhnya itulah yang disebut pendidikan.
Berbeda dengan hewan, yang memang dari lahir sampai proses
perkembangannya akan tetap menjadi hewan yang sesungguhnya dan
berkarakter sebagai hewan.
Dalam proses perkembangannya, karakter manusia bahkan
dapat lebih buruk daripada hewan. Oleh sebab itu, pendidikan karakter
sangat diperlukan bagi manusia sepanjang hidupnya, agar menjadi
manusia yang berkarakter baik.
d. Landasan Filsafat Pancasila
Bangsa Indonesia yang memiliki dasar pancasila, seharusnya
juga memiliki perilaku/karakter yang senantiasa dijiwai oleh nilai-
nilai yang terkandung dalam ke-5 sila pancasila, yakni: Bangsa yang
ber-keTuhanan Yang Maha Esa; Bangsa yang menjunjung tinggi rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab; Bangsa yang mementingkan
persatuan dan kesatuan untuk Indonesia; Bangsa yang demokratis dan
menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia; Bangsa yang
mengedepankan keadilan sosial dan kesejahteraan untuk seluruh
rakyat Indonesia.
“Manusia Indonesia yang ideal, adalah manusia Pancasilais,
yaitu menghargai nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan Sosial”.13
12
Novan Ardy Wiyani, Konsep, Praktik, dan Strategi Membumikan
Pendidikan Karakter di SD (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Cet. I, hal. 32-33
13
Novan Ardy Wiyani, Konsep, Praktik, dan Strategi... hal. 33
10
dikembangkan melalui pendidikan moral; yang tercermin dalam
pengalaman hidup yang unik dan sangat mengesankan yang mampu
mengubah perilaku; dan nilai sinoptik yang merangkum keseluruhan
nilai dan hadir dalam pendidikan agama, sejarah dan filsafat. 14
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter pada dasarnya merupakan proses internalisasi
nilai-nilai di atas yang dapat diintegrasikan ke dalam berbagai mata
pelajaran yang diajarkan dalam pendidikan formal maupun non
formal.
f. Landasan Sosiologis
Secara sosiologis, bangsa Indonesia merupakan kumpulan
dari masyarakat yang heterogen, dengan beranekaragam suku, agama,
etnis, budaya, golongan, dan status sosial yang berbeda. Mereka pun
juga hidup berdampingan dengan warga yang tinggal di negara
tetangga dan tentunya memiliki perbedaan adat istiadat dan latar
belakang. Sehingga, dalam hal ini pengembangan karakter untuk
saling menghargai dan toleransi menjadi sangat penting.
g. Landasan Psikologis
Dari sisi psikologis, karakter manusia dapat dideskripsikan
dari dimensi-dimensi intrapersonal, interpersonal, dan interaktif.
Dimensi intrapersonal terfokus pada kemampuan atau upaya manusia
untuk memahami diri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
“Dimensi interpersonal secara umum dibangun atas kemampuan inti
untuk mengenali perbedaan, sedangkan secara khusus merupakan
kemampuan manusia mengenali perbedaan dalam suasana hati,
temperamen, motivasi, dan kehendak. Dimensi interaktif adalah
kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial dengan sesama secara
bermakna”.15
14
Ibid, hal. 33-34
15
Ibid, hal. 35
11
Dari segi psikologi perkembangan, manusia memiliki
tahapan dalam perkembangannya. Dari setiap tahapan
perkembangannya, manusia memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Usia anak-anak tidak sama karakteristiknya dengan usia remaja,
usia dewasa dan usia tua. Oleh karena itu diperlukan pendidikan
karakter yang menanamkan nilai kesantunan, kepedulian dan saling
menghargai.
3. Tujuan
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa
yang berakhlak mulia, bermartabat, tangguh, berjiwa patriotik, kompetitif,
berkembang dinamis, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi
sesuai dengan nilai-nilai karakter yang dikembangkan yang semuanya
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
Pancasila.
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: 1)
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; 2) membangun bangsa yang
berkarakter Pancasila; 3) Mengembangkan potensi warganegara agar
memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta
mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai
berikut:
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
diangga penting dan perlu sehingga menjadi
kepribadian/lepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan;
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah;
12
c. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan
karakter secara bersama.16
16
Dharma Kesuma, et. all., Pendidikan Karakter “Kajian Teori dan Praktik
di Sekolah” (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 9
13
derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri, dan kerendahan
hati.
c. moral action atau perbuatan moral merupakan perbuatan atau tindakan
moral yang merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya.17
17
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter... , hal. 38-39
14
Sekolah adalah tempat peserta didik mengenyam pendidikan secara
formal. Dan sebagaimana yang ditegaskan oleh Slamet Iman Santoso
bahwa “Pembinaan watak adalah tugas utama pendidikan”. 18 Bagi
orangtua, sekolah diharapkan menjadi salah satu tempat atau
lingkungan yang dapat membantu anak mengembangkan karakter
yang baik.
18
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah
“dari Gagasan ke Tindakan”, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011), hal.
47.
19
Darmiyati Zuchdi, et, all., Panduan Implementasi Pendidikan Karakter
Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pengembangan Kultur Sekolah,
(Yogyakarta: CV Multi Presindo, 2013), hal. 28.
15
perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari
aturan moral yang dianut.
Istilah kedisiplinan memiliki makna yang beragam diantaranya
yaitu penertiban dan pengawasan diri, penyesuaian diri terhadap aturan,
kepatuhan terhadap perintah pimpinan, penyesuaian diri terhadap norma-
norma kemasyarakatan dan lain-lain.
Disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan
atau tata tertib didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata
hatinya. Disiplin dapat diartikan sebagai suatu hal yang mendorong untuk
harus melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ada. Suatu norma merupakan suatu peraturan yang menentukan kebiasaan,
kelakuan yang diharapkan dalam suatu keadaan tertentu, kata kunci di sini
ialah diharapkan sebab norma-norma tidaklah obyektif, infleksibel atau
tidak dapat dirubah seperti halnya suatu ukuran linier (meter, kilometer).
Agaknya hal itu merupakan suatu harapan masyarakat tentang bagaimana
individu-individu dan kelompok-kelompok di dalam masyarakat akan
berlaku sesuai status mereka dalam masyarakat itu. Biren Baun dan
Sangarain yang dikutip oleh Shocib, mengatakan bahwa istilah norma itu
apabila dipakai dalam arti generik dalam arti umum harus mempunyai 3
atribut yaitu:
a. Suatu evaluasi kolektif dari kelakuan dalam arti bagaimana
hal itu seharusnya
b. Suatu harapan kolektif tentang bagaimana hendaknya
kelakuan itu
c. Berbagai reaksi tertentu terhadap kebiasaan, termasuk
berbagai upaya untuk menerapkan berbagai sangsi/jika tidak
membujuk melakukan suatu tindakan jenis tertentu.20
20
Moh. Shocib, Pola Asuh Orang tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin
Diri, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 21
16
Disiplin merupakan suatu kegiatan yang dilakukan agar tidak
terjadi suatu pelanggaran terhadap suatu peraturan yang berlaku demi
terciptanya suatu tujuan. Disiplin adalah proses atau hasil pengarahan
untuk mencapai tindakan yang lebih efektif.
Menurut Oteng Sutisna dalam menciptakan disiplin yang efektif
diperlukan kegiatan-kegiatan diantaranya sebagai berikut.
1. Guru maupun murid hendaknya memiliki sifat-sifat perilaku
warga sekolah yang baik seperti sopan santun, bahasa yang
baik dan benar.
2. Murid hendaknya bisa menerima teguran atau hukuman yang
adil.
3. Guru dan murid hendaknya bekerjasama dalam membangun,
memelihara dan memperbaiki aturan-aturan dan norma-
norma.21
Nilai-nilai sikap dan norma tersebut semua diajarkan dengan
istimewa, sebab mereka lebih dekat merefleksikan struktur masyarakat
tertentu daripada sikap-sikap dan lebih serius merupakan produk dari
proses sosialisasi. Misalnya: apabila guru sedang menyampaikan kepada
siswa apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, maka siswa itu
lebih menghubungkannya pada suatu nilai atau norma pada masyarakat
daripada terhadap sikap. Sikap-sikap biasanya dengan tidak sengaja
ditanamkan (walau hal itu demikian) tetapi lebih sering merupakan akibat
dari beberapa pengalaman langsung/melalui orang lain, dengan objek
sikap.
Seseorang dengan karakteristik disiplin yang sehat adalah orang
yang mampu melakukan fungsi psikososial dalam berbagai seting
termasuk:
1. Kompetensi dalam bidang akademik, pekerjaan dan relasi sosial;
2. Pengelolaan emosi dan mengontrol perilaku-perilaku yang impulsif;
21
Oteng Sutisna. Administrasi Pendidikan, (Bandung: Amgkasa, 1989), hal.
8.
17
3. Kepemimpinan;
4. Harga diri yang yang positif dan identitas diri.22
22
http://faztilmi.wordpress.com, diakses 26 Januari 2015
18
1. Mengembangkan pikiran dan pemahaman serta perasaan positif siswa
tentang tentang manfaat disiplin bagi perkembangan diri mengembangkan
keterampilan diri (life skill) siswa agar memiliki disiplin.
2. Mengembangkan pemahaman dan perasaan positif siswa tentang aturan
dan manfaat mematuhi aturan dalam kehidupan.
3. Mengembangkan kemampuan siswa menyesuaikan diri secara sehat.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengembangkan kontrol
internal terhadap perilaku sebagai dasar perilaku disiplin.
5. Menjadi modeling dan mengembangkan keteladanan.
6. Mengembangkan sistem dan mekanisme pengukuhan positif maupun
negatif untuk penegakan disiplin di sekolah.23
Sikap kedisiplinan bukan sikap yang muncul dengan sendirinya,
maka agar seorang anak dapat bersikap disiplin maka perlu adanya
pengarahan dan bimbingan. Dalam hal menanamkan disiplin pada anak-
anak ini mempunyai tujuan-tujuan yang praktis yaitu tujuan jangka pendek
dan tujuan jangka panjang. Yang dimaksud tujuan jangka pendek dari
disiplin ialah membuat anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan
mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan yang
tidak pantas, atau yang masih asing bagi mereka.
Sedangkan jangka panjang dari disiplin adalah untuk
perkembangan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri sendiri (self
control and self direction) yaitu: dalam hal mana anak-anak dapat
mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh pengendalian dari luar.
Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri dengan
berpedoman norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan
yang sudah menjadi milik sendiri. Oleh karena itu orang tua haruslah
secara efektif dan terus menerus berusaha untuk memaikan peranan yang
makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan secara bertahap untuk
mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri itu pada anak-
anaknya.
23
Ibid.,
19
Disiplin akan bertumbuh dengan baik apabila atas kemauan diri
sendiri, tetapi apabila disiplin didasarkan bukan atas kemauan diri sendiri
maka yang terjadi disiplin tidak akan tumbuh dalam diri anak tersebut.
Dengan adanya disiplin yang tertanam dari diri siswa akan menjadikan
mereka lebih aktif dan kreatif dalam belajar. Dengan adanya disiplin
belajar yang baik bagi siswa akan meningkatkan serta memperbesar
kemungkinan siswa untuk berkreasi dan berprestasi. Sehingga apabila
siswa memiliki displin dalam waktu belajar maka siswa tersebut akan
terdorong dan termotivasi dalam diri mereka untuk selalu belajar dan
belajar. Dengan adanya kesidiplinan yang telah diterapkan dan ditanamkan
akan mendorong keberhasilan dan kesuksesan bagi diri siswa sendiri.
Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang
tergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada.
Disiplin diri merupakan kepatuhan seseorang terhadap suatu tugas atau
peraturan yang dihadapkan pada dirinya. Walaupun terkadang manusia
selalu dihinggapi hasrat-hasrat mendasar pada dirinya seperti rasa malas,
jenuh dan bosan. Sehingga disiplin diri biasanya disamakan artinya dengan
“kontrol diri (self-control)”. 24
Ada beberapa tips yang dapat membantu kita agar dapat
membiasakan diri menjadi orang yang disiplin. Misalnya:
1. Melihat setiap kesempatan baru sebagai pengalaman hidup-baru yang
menyenangkan.
2. Mengerjakan tugas, lebih cepat lebih baik, sehingga tidak mengganggu
pikiran terus menerus.
3. Membiasakan diri membereskan apa yang sudah dimuali.
4. Menghindari mengulur-ulur waktu. Sibukkan diri kita pada pekerjaan.
5. Berusaha untuk menjadi profesional yang membina kepercayaan diri dan
keyakinan diri dalam potensi kita untuk menyempurnakan tugas.
6. Menghindari kecemasan.
24
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum “Konsep Implementasi
Evaluasi dan Inovasi” (Yogyakarta: Teras, 2009) Cet I, hal. 114
20
7. Menyiapkan diri atas tugas yang akan datang.
8. Meminta tolong atau bertanya kepada ahlinya, jika kita tidak bisa sesudah
berusaha.
9. Mengambil resiko yang terukur dalam rangka kemajuan.
10. Sering-sering bertanya.
11. Merencanakan yang akan datang, dengan tetap menghadapi masa
sekarang.25
25
Oding Supriadi, (ed.), Nilai Karakter... hal. 48-49
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Makalah ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Karakater adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu
sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang
ditampilkan.
• Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan
nilai-nilai karakter pada peserta didik, mengandung komponen
pengetahuan, kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan
maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
• Landasan pendidikan karakter yaitu :
a. Yuridis
b. Religi
c. Filsafat Manusia
d. Filsafat Pancasila
e. Filsafat Pendidikan
f. Sosiologi
g. Psikologi
• Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
22
• Karakter dikembangkan melalui tahapan pengetahuan (knowing),
1. Keluarga
2. Media Massa
3. Teman Sepergaulan
4. Sekolag
termasuk:
sosial;
impulsif;
3. Kepemimpinan;
B. Saran
Pada pembuatan Makalah ini kami menyadari masih banyaknya
kesalahan dalam penulisan maupun penyajian dalam Makalah ini. Kami
menerima kritikan dan saran dari pembaca agar dapat membangun
Makalah ini menjadi lebih baik lagi.
23