Anda di halaman 1dari 2

Cerita Inspiratif Pria Yang Dulu Pemulung Sampah Kini

Sukses Jadi Sarjana

Menghabiskan masa kecil dengan mengumpulkan sisa sampah botol


plastik kosong tidak membuat seorang pria asal Filipina ini berhenti meraih
mimpi. Meskipun tak menyangka, ia kini berhasil mengenakan topi toga dan lulus
dari universitas. Jeb Baclayon Bayawon berpikir bahwa dia akan mengumpulkan
sampah dan botol plastik kosong sepanjang hidupnya. Itu semua berubah setelah
dia mengambil kesempatan untuk mengejar pendidikan melalui bantuan yayasan
yang didanai pihak asing. Sepuluh tahun setelah ia mendapat kesempatan,
Bayawon berhasil mengenakan toga dengan sesama lulusan Universitas Negeri
Mindanao, pada Juni 2018.

Seperti dilansir dari Rappler, Bayawon yang berusia 23 tahun berbagi


kisahnya dalam sebuah wawancara bahwa jalan menuju mendapatkan gelar
sarjana dilalui dengan berbagai rintangan. Salah satunya adalah hidup di tempat
pembuangan sampah.

“Saya dibesarkan di tempat pembuangan sampah di mana saya memulung


sampah yang bisa didaur ulang dan botol plastik kosong untuk membantu orang
tua kami mencari nafkah. Kami menjual sisa dan botol ke toko-toko barang
bekas,” kenang Bayawon. Bayawon akan mengais-ngais sisa makanan di tempat
sampah dan memasaknya lagi di rumah. Terlepas dari situasinya, ayah Bayawon
menanamkan pikiran keras di kepalanya bahwa pendidikan harus tetap menjadi
prioritas. “Ayah selalu menyarankan saya untuk pergi ke sekolah. Tapi ketika saya
masih SD, beberapa teman sekelas menyindir saya tentang tempat tinggal saya di
pembuangan sampah dan tidak memiliki kebersihan yang layak. Setiap kali saya
membuka bekal makanan saat jam istirahat, mereka meringis karena tahu bahwa
itu berasal dari sampah,” ceritanya.

Di-bully dan diintimidasi membuat Bayawon tak mau pergi ke sekolah.


Hingga akhirnya sang ayah menderita tuberkolosis dan membuatnya putus
sekolah. “Saya berusia 12 tahun ketika ayah saya meninggal. Dan tak lama setelah
itu, ibuku menghembuskan nafas terakhirnya setelah mengalami hipertensi,”
terang Bayawon.

Pada 2007, ketika sedang mengolah sampah di tempat pembuangan


sampah bersama anak-anak lain, Bayawon diwawancarai oleh Thomas
Kellenberger, mantan penegak hukum dari Swiss. Thomas merupakan pendiri
organisasi bantuan swasta yang mengadvokasi hak anak-anak miskin untuk
mendapatkan pendidikan di Filipina. Bayawon kemudian menjadi salah satu
penerima beasiswa dan mendapatkan kesempatan untuk kembali sekolah. “Saya
melanjutkan studi karena saya ingin belajar. Saya tidak ingin orang memandang
rendah saya,” kata Bayawon.

Yayasan memberinya persyaratan yang diperlukan untuk sekolah mulai


dari biaya sekolah, uang saku, dan penginapan. Bayawon pun meninggalkan
tempat pembuangan sampah. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di salah
satu sekolah lokal di kota, ia mengambil sistem pembelajaran alternatif sehingga
bisa mengejar pendidikan tinggi di usianya.

“Ketika saya lulus penilaian dan Tes Kesetaraan, saya bisa meneruskan ke
perguruan tinggi.
Yayasan telah mendorong saya untuk mengejarnya, jadi saya mengikuti ujian
masuk di Mindanao State University-Naawan,” jelas Bayawon. Setelah lulus ujian
masuk, ia memilih menjadi sarjana muda bahasa Inggris karena minatnya dalam
bahasa dan mimpinya menjadi seorang pendidik. Itu bukan perjalanan yang mulus
karena Bayawon harus mengatasi tantangan tak terelakkan yang datang dengan
mengejar pendidikan perguruan tinggi.

“Beberapa kelas sangat sulit. Saya harus mengatur jadwal dan


menyesuaikan diri. Ada saat-saat ketika saya tidak dapat berhubungan dengan
percakapan teman sekelas karena mereka berbicara tentang kehidupan dengan
keluarga mereka yang benar-benar berbeda dari saya, dan pengalaman sekolah
menengah mereka yang tidak saya miliki,” ungkapnya.

Bayawon telah mengambil lompatan besar dari mengais-ngais di tempat


pembuangan sampah hingga mendapatkan gelar sarjana. Ia pun berencana
menggunakan gelar dan pengalamannya dalam mengajar untuk membantu banyak
orang menuju masa depan yang menjanjikan.

Anda mungkin juga menyukai