Kelompok 5:
,Tinneke Abigael
Tondatoun, cassey
Weol, wulan
Wilar, Ade
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
“Chusing Syndrome” dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata
kuliah keperawatan persyarafan yaitu Ns. Arlien Jeannete Manoppo.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga,
pikiran, serta dana dalam upaya penyusunan makalah ini. Terima kasih pula kami
sampaikan kepada Ns. Arlien Jennnete Manoppo. selaku dosen atas bantuan dan
bimbingannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sindrom Cushing (SC) merupakan akibat dari meningkatnya kadar
glukokortikoid yang berlebihan baik berasal dari eksogen maupun dari endogen.
Hanya sedikit informasi epidemiologis tentang prevalensi dan insiden SC, secara
tradisional diperkirakan diderita oleh sekitar 10-15 orang per sejuta penduduk setiap
tahun di Amerika Serikat, sehinga terdaftar sebagai penyakit jarang oleh Office of
Rare Disease dari National Institute of Health (NIH). Studi dibeberapa Negara
Eropa seperti Itali, Spanyol, dan Denmark melaporkan bahwa insiden tahunannya
berkisar antara 0.7-2.4 per sejuta penduduk pertahun. Walaupun prevalensi pada
penduduk umum relatif rendah, namun prevalensinya ditemukan relatif lebih tinggi
pada mereka dengan risiko tinggi seperti pada penderita diabetes mellitus (terutama
dengan kendali yang buruk), hipertensi, dan osteoporosis dengan onset dini
(khususnya jika dengan fraktur). Sindrom Cushing eksogen (iatrogenik), merupakan
bentuk tersering, terutama disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid oral, intra-
artrikuler, atau inhalasi yang digunakan sebagai antiinflamasi. Sindrom Cushing
endogen disebabkan oleh ganguan dinamik sekretori normal aksis hipotalamus-
pituitari-adrenal (HPA), yang menyebabkan sekresi kortisol yang berlebihan. Secara
klasik, bentuk tersering SC endogen adalah tergantung adrenocorticotropic hormone
(ACTH) dan disebut Penyakit Cushing (PC) jika disebabkan oleh adenoma pituitari
yang menyekresikan ACTH. Ini terjadi sekitar 80-85% kasus. Persentase kasus
yang lebih kecil dari SC tergantung ACTH (10%) disebabkan oleh sekresi ACTH
ektopik (nonpituitari) atau yang lebih jarang lagi, neoplasia jinak atau ganas yang
mengeluarkan hormon kortikotropin seperti tumor neuroendokrin. Sisanya, sekitar
15-20% penderita, merupakan SC tidak tergantung ACTH, yang disebabkan oleh
hyperplasia adrenokortikal bilateral atau tumor adrenokortikal yang menghasilkan
kortisol berlebihan, dan akan menekan ACTH.
Tujuan Penulisan
Dapat memahami asuhan keperawatan pada ganguan kelenjer adrenal yaitu
penyakit cushing sindrom
BAB II
TINJAUAN TEORI
gambar 1
Adrenal
Definisi
Sindrom Chusing merupakan dampak dari aktivitas adrenokortikal yang
berlebihan, dan bukan karena kekurangan aktivitas adrenokortikal. Sindrom cushing
umumnya disebabkan oleh penggunaan obat kortikosteroid dan jarang disebabkan
oleh produksi kortikosteroid yang merupakan akibat sekunder dari hyperplasia
korteks adrenal. (PRISCILLA LEMONE, 2016)
Etiologi
Sindroma cushing dapat disebabkan oleh:
1. Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor
paru, pankreas yang mengeluarkan “ACTH like substance”.
3. Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik.
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada
penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang
menerima
glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi. (SUDDARTH, 2017)
Tanda dan Gejala
gambar 2
Komplikasi
1. Steroid Dementia Syndrome
Pajanan glucocorticoid jangka panjang menyebabkan Cushing Syndrome. Salah
satu komplikasinya adalah defisit kemampuan kognitif yang dikenal dengan steroid
dementia syndrome.
Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan
jaringan yang berdekatan pada darah sehingga terjadi pembentukan aktivator
protrombin. Akibatnya adalah terbentuk tromboemboli yang dapat menghambat
aliran darah menuju otak sehingga terjadi Cerebro-Vascular Disease
3. Bone Complication
Osteoporosis dan fracture adalah komplikasi yang biasanya terjadi pada Cushing
syndrome.Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein,
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan
menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
(Choirillaily, 2017)
1. Menghindari rokok sebagai salah satu faktor resiko kanker baik pada adrenal
maupun ektopik.
Penatalaksanaan Medis
Pengkajian
Pengkajian berfokus pada efek tubuh daari tingginya konsentrasi adrenal kortex
pada respon perubahan tingkat kortisol dan aldosteron.
Riwayat Kesehatan
Riwayat termasuk informasi tentang tingkat akrivitas dan kemampuan klien
dalam aktivitas rutinitas dan parawatan diri.
Pemeriksaan fisik
Kulit diobservasi dan dikaji untuk trauma, infeksi, kerusakan, memar, dan
edema.
Fungsi Mental
Perawat mengkaji fungsi mental pasien termasuk mood, respon terhadap
pertanyaan, kesadaran terhadap lingkungan, dan tingkat depresi.
(Belleza, 2017)
Diagnosa
1. Resiko cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme protein
serta respon inflamasi
2. Deficit perubahan diri: kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan
perubahan pola tidur
3. Gangguan integritas kulit b/d edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang
tipis serta rapuh.
4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi
seksual dan penurunan tingkat aktivitas
5. Gangguan proses berpikir b/d fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi
6. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung
7. Resiko infeksi b/d penurunan respon imun, respon inflamasi.
(Pandong & Sarimanela, 2014)
Intervensi Keperawatan
1. Kurangnya Pengetahuan
1. Instruksikan pasien untuk melaporka area kulit yang rusak dan
penyembuhan luka yang tidak adekuat (tidak memadai).
Rasional: Penyembuhan luka lama pada penyakit chusing. Ini terjadi karena
gangguan sintesis protein dari peningkatan tingkat kortisol.
2. Meyakinkan pasien bahwa perubahan fisik adalah hasil dari tingkat hormone
yang tinggi dan sebagian besar akan berubah ketika tingkat itu kembali
normal.
Rasional: Informasi membantu pasien mengembangkan ekspektesi realistis tentang
perubahan keadaan fisik. Informasi ini mungking meningkatkan kesediaan pasien
untuk berpartisipasi dalam pengobatan yang direkomendasikan.
5. Resiko Infeksi
1. Mencuci tangan dan ajarkan caregiver untuk mencuci tangan sebelum kontak
dengan pasien
Rasional: Gesekan dan air yang mengalir efektif menghilangkan mikroorganisme
dari tangan
4. Membatasi pengunjung
Rasional: Membatasi pengunjungan dari individu dengan semua jenis infeksi
mengurangi penyebaran patogen pada pasien yang memiliki risiko infeksi.
Penebaran umumnya terjadi melalui kontak langsung (sentuhan) dan melalui droplet
(di udara).
6. Resiko Cedera
1. Kaji kulit untuk tanda-tanda dari memar dan wajah untuk occult blood
Rasional: Pasien dengan penyakit chusing kehilangan jaringan kolagen yang
menyokong pembuluh darah kecil superficial dan kapiler. Perubahan ini membuat
pembuluh darah lebih rentan untuk pecah dengan trauma ringan. Occult blood
mungkin adalah indikator awal dari pendarahan GI.
7. Nyeri Akut
Intervensi
-analgesik opioid
metode nonfarmakologis”
-imagery
cutaneous stimulus
Rasional: panas mengurangi rasa sakit melalui melancarkan aliran darah area
tersebut dan mengurangi refleks nyeri. Dingin mengurangi rasa sakit
,peradangan,dan kelenturan otot.
5. Yakinkan pasien bahwa rasa sakit memiliki batas waktu dan ada lebih dari
satu pendekatan untuk meredahkan nyeri.
Rasional: ketika rasa nyeri dianggap sudah lama pasien mungkin menyerah untuk
mencoba mengatasinya atau putus asa dan kehilangan harapan. (Gulanick & Myers,
2014)
Evaluasi
1. Menurunkan resiko cedera dan infeksi
2. Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri
3. Mencapai/mempertahankan integritas kulit
4. Mencapai perbaikan citra tubuh
5. Proses piker klien kembali normal
6. Klien toleransi terhadap aktivitas
7. Infeksi tidak terjadi
(Pandong & Sarimanela, 2014)
BAB III
PENELITIAN
Judul: Gambaran Kejadian Sindrom Cushing pada Anak di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan Tahun 2012 hingga 2015
Metode penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan desain studi
kasus cross sectional.
Hasil penelitian: Hasil penelitian dari 21 anak dijumpai 15 orang laki-laki dan 6
orang anak perempuan. Berdasarkan kelompok usia penderita sindrom Cushing
iatrogenik yang terbanyak adalah diantara 7-12 tahun (38,1%) dengan usia rata-rata
9,88 tahun. Sindrom nefrotik adalah penyakit primer tersering yaitu sebanyak 12
orang anak (57,1%). Gambaran klinis terbanyak penderita adalah moon face yaitu
sebanyak 17 orang anak (23,8%). Jenis kortikosteroid yang paling banyak digunakan
adalah prednison yaitu sebanyak 12 orang anak (57,1%) dengan dosis rata-rata 44,17
mg/hari. Lama pengobatan terbanyak adalah ≥1 bulan sebanyak 19 orang anak
(90,5%).
(Limbong, 2015)
Responden : Seorang pasien berusia 24 tahun dengan sepsis akibat pneumonia yang
diperberat oleh sindroma Cushing iatrogenic akibat steroid yang dikonsumsi dalam
waktu lama, menyebabkan sulitnya perawatan serta prognosis yang buruk.
Metode :
Kesimpulan :
Sepsis adalah kondisi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan angka
mortalitas yang tinggi. Kerentanan terhadap terjadinya infeksi yang berat pada
penderita dengan penyakit autoimun maupun immunokompromais dapat disebabkan
konsumsi obat dan terapi yang dijalani Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
akan meningkatkan resiko infeksi karena akan mempengaruhi respon tubuh terhadap
mikroorganisme dengan menurunkan respon inflamasi, menurunkan respon sel
efektor pada sel yang dimediasi oleh imunitas, lisis folikel limfoid, dan penurunan
sintesis immunoglobulin. Pada laporan kasus ini, tata laksana sepsis pada pasien
sindrom Cushing memiliki tantangan tersendiri. Perhatian terutama berfokus pada
kondisi imunokompromais yang memperberat infeksi dan meningkatkan angka
morbiditas serta mortalitas. (ADITIANINGSIH, 2018)
BAB IV
KESIMPULAN
Kelenjar adrenal terbagi dua, yaitu cortex dan medulla. Cortex menghasilkan
hormon aldosterone, cortisol, dan sex hormone. Medula menghasilkan hormone
epinefrin dan norepinefrin. Pada klien dengan gangguan chusing sindrom
disebabkan karena hormon kortisol dihasilkan secara berlebihan, dimna kortisol
dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Orang yang menderita chusing sindrom memiliki
tanda dan gejala seperti obesitas, gundukan lemak pada punggung, muka bulat
(moon face), kelemahan otot, osteoporosis, mudah memar dan gangguan
penyembuhan luka. Sehingga kita menjadi tahu tentang penyakit ini.
WOC OF CAUSATION CUSHING’S SYNDROME
ACTH
Glukokortikoid
AW, S., Setiyohadi, B., & simadibrta, s. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Elsevier. (2016). Medical Surgical Nursing. Elsevier Inc. All rights reserved.
Gulanick, M., & Myers, J. L. (2014). Nursing Care Plans: Diagnoses, Interventions, and
Outcomes. America: ELSEVIER.
Limbong, J. (2015). Gambaran Kejadian Sindrom Cushing pada Anak di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan Tahun 2012 hingga 2015. ejournal.
Pandong, A., & Sarimanela, Y. (2014). Konsep Medis dan Konsep Keperawatan Gangguan
Kelenjar Adrenal. ejournal.