Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kepuasan. Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak,
meskipun hal tersebut tidak meghasilkan komoditas tertentu(Gazzaniga, 2010).
Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira atau perasaan
lainnya sehingga hal tersebut memberikan kebebasan bermain untuk anak sehingga
orang tua dapat mengetahui suasana hatianak. Oleh karena itu dalam memilih alat
bermain hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia anak. Sehingga dapat
merangsang perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat
di rumah sakit, aktifitas bermain ini tetap perlu dilaksanakan disesuaikan dengan
kondisi anak(Siti, Aizah, & Susi, 2014).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik
dari dirinya. Bermain tidak sekedar mengisi waktu,tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih, dan lain sebagainya. Anak memerlukan
berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan perkembangan
emosinya(Gazzaniga, 2010).
Bermain dapat mengungkapkan bahasa dan keinginan dalam mengungkapkan
konflik dari anak yang tidak disasarinya serta dialami dengan kesenangan yang
diekspresikan melalui psikososio yang berhubungan dengan lingkungan tanpa
memperhitungkan hasil akhirnya. Selain itu dengan bermain mampu melatih
perkembangan aspek motorik pada anak.Aspek motorik tersebut melatih koordinasi
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh (Claudio, Rocco, & Lotti, 2016).
Motorik tersebut dibedakan menjadi dua yaitu motorik kasar dan motorik halus,
untuk motorik kasar menekankan pada koordinasi tubuh yang menekankan pada
gerakan otot-otot besar sedangkan motorik halus menekankan pada koordinasi otot
tangan atau kelenturan tangan yang bersifat keterampilan. Perkembangan motorik halus
juga dapat membantu anak dalam belajar menulis, karena kemampuan menulis
menuntut ketrampilan motorik halus yang melibatkan koordinasi jari (Claudio, Rocco,
& Lotti, 2016).
Menurut Puranik & Loningan (2015) kegiatan menulis dasar sudah dapat dimulai
saat anak menunjukkan perilaku seperti mencoret-coret buku, kondisi tersebut
menunjukkan berfungsinya sel-sel otak yang perlu dirangsang supaya berkembang
secara optimal. Oleh sebab itu, kami akan melaksanakan terapi bermain mencoret-coret
(scribbles) untuk merangsang kemampuan motorik anak dan daya imajinasi anak
melalui coretan yang telah dibuat khusus pada anak usia toddler sebaga tahap awal
perkembangan menulis anak. Dengan kekmampuan motorik halus yang dimiliki
diharapkan anak mampu menulis coretan berulang (scribbles). Dengan bantuan
imajinasi mereka, coretan yang tak bermakna dapat dirangkai menjadi suatu gambar
dengan cerita tersendiri. Contohnya, anak bercerita bahwa dua coretan spiral yang
dibuatnya adalah gambar sapi yang sedang makan rumput. Dengan dilaksanakannya
terapi bermain tersebut diharapkan perkembangan motorik pada anak tidak terhenti
sekalipun dalam kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif
terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
a. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b. Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
c. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d. Beradaptasi dengan lingkungan
e. Mempererat hubungan antara perawat dan anak
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Bermain
1. Pengertian Bermain
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial
dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak
akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara(Adriana, 2013).
2. Tujuan Bermain.
Menurut Dasmita (2012) tujuan bermain pada anak yaitu memberikan
kesenangan maupun mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang
memberikan stimulus dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga
anak akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan fisik,
emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang
kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
3. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai
terapi.Fungsiutama bermain menurut Adriana (2013) :
a) Perkembangan sensoris-motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting
untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan
untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat
permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
b) Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak
akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia
telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan
untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
c) Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan
prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
d) Perkembangan kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
e) Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak
tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan
temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan
diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang
tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain
f) Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama
dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga
dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain
anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala
tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media
yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai
moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
4. Kategori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif
dan yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan
diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif
kesenangan didapatkan dari orang lain (Adriana, 2013).
a) Bermain aktif
1) Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
2) Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan
tersebut. Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah
ada bunyi mencuim, meraba, menekan, dan kadang-kadang berusaha
membongkar.
3) Bermain konstruksi (construction play)
4) Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi
rumah-rumahan. Dll.
5) Bermain drama (dramatik play)
6) Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-
saudaranya atau dengan teman-temanny
7) Bermain bola, tali, dan sebagainya
b) Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan
mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif
dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
1) Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
2) Mendengarkan cerita atau musik
3) Menonton televisi, Dll
5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan
a) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
b) Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
c) Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada
keterampilan yang lebih majemuk.
d) Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain. Jangan
memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.
B. Konsep bermain mencoret-coret (sribbles)
Menulis adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari setelah aspek kemampuan
lainnya dikuasai. Salah satunya adalah aspek koordinasi motorik halus dan adanya
kemampuan persepsi visual. Keterampilan motorik halus adalah penggunaan bagian
tubuh atau otot-otot kecil seperti tangan. Dalam hal perkembangan menggenggam
(prehension), dicatat bahwa anak usia 12-15 bulan sudah bisa memegang benda dengan
ibu jari dan telunjuk, sehingga mereka sudah dapat menyusun dua balok ke
atas(Gazzaniga, 2010).
Stimulasi yang sesuai untuk anak usia ini adalah yang melatih gerakan ibu jari
telunjuk dan lengan. Beberapa gerakan stimulasi yang dapat dilakukan, antara lain
adalah, menyusun balok, memindahkan uang logam atau kancing ke dalam kotak,
memukul pasak dengan kayu, menyendokan pasir atau tepung dari satu wadah ke wadah
yang lain. Pada usia dua tahun pensil dipegang dengan meletakkan ibu jari di sisi kiri dan
jari telunjuk menjulur keluar untuk membantu mengontrol gerakan pensil. Hasil gambar
anak masih berupa coretan berulang (scribbles). Dengan bantuan imajinasi mereka,
coretan yang tak bermakna dapat dirangkai menjadi suatu gambar dengan cerita
tersendiri. Contohnya, anak bercerita bahwa dua coretan spiral yang dibuatnya adalah
gambar sapi yang sedang makan rumput (Claudio, Rocco, & Lotti, 2016).
Umur 2-3 tahun merupakan masa tarik-menarik bagi balita, antara kebutuhannya
untuk mandiri (independen) dan keinginannya untuk tetap dibantu. Ia semakin terampil
berjalan sendiri, bahkan selalu mencoba mengambil sendiri benda yang menarik
perhatiannya. Tetaplah kreatif menggunakan mainan anak yang sudah ada untuk
membantu si kecil memulai langkah pertamanya, mengungkapkan kata pertamanya,
mengenal bentuk dan warna serta belajar membuat sesuatu serta mampu membuat suatu
garis atau coretan berdasarkan imajinasi anak. Pada masa ini pula, imajinasinya sudah
mulai nampak. Dengan memberikan mainan yang tepat orang tua dapat membantunya
untuk mengembangkan kemampuan fisik, emosi dan imajinasinya. Pada usia inipula
anak akan mulai memasuki tahapan perkembangan kemampuan menulis sehingga
kemampuan motorik anak harus dia asa. Tahap perkembangan menulis anak sebagai
berikut menurut Anonim (2007):
a) Tahap 1: Coretan-Coretan Acak. Mulai membuat coretan; random scribbling;
Coretan awal; coretan acak; coretan-coretan seringkali digabungkan seolah-olah
“krayon” tidak pernah lepas dari kertas. Warna-warna coretan dapat dikelompokkan
bersama dan menyatu atau terpisah dalam kelompok-kelompok setiap halaman.
Coretan dapat satu warna atau beberapa warna.
b) Tahap 2: Coretan Terarah. Coretan terarah dimunculkan dalam bentuk garis lurus ke
atas atau mendatar yang diulang-ulang; garis-garis, titik-titik, bentuk lonjong, atau
lingkaran (huruf tiruan) mungkin terlihat tidak berhubungan dan menyebar secara
acak di seluruh permukaan kertas.
c) Tahap 3: Garis dan Bentuk Khusus diulang-ulang, (Menulis Garis Tiruan)
Diwujudkan melalui bentuk, tanda, dan garis-garis yang terarah; dapat terlihat
mengarah dari sisi kiri ke kanan halaman dengan huruf-huruf yang sebenarnya atau
titik-titik sepanjang garis; dapat mengarah dari atas ke bawah halaman kertas.
d) Tahap 4: Latihan Huruf-Huruf Acak atau Nama. Huruf-huruf muncul berulang-ulang
diwujudkan dari namanya; beberapa dapat diakui dan yang lainnya sebagai simbol;
dapat mengambang di atas kertas, digambarkan di dalam garis, ditulis dalam gambar
sederhana yang sudah dikenalnya missalnya rumah, saling berhimpit di atas yang
lainnya secara berulang-ulang. Huruf-huruf nama mungkin saling tertukar , dan/atau
ditulis di atas dan dibawah. Latihan nama dapat menggunakan huruf besar atau yang
lainnya kecil, contoh-contoh yang abstrak atau benar.
e) Tahap 5: Menulis Nama. Nama mungkin yang pertama, terakhir, atau gabungan dan
tulisan dapat muncul berulang-ulang dalam berbagai warna alat-alat tulis
(spidol,ayon, pensil); nama dapat ditulis di depan atau sebagai cerminan pikiran, di
dalam kotak dengan latar belakang atau bayangan berwarna; nama dapat ditulis di
atas kertas dengan gambar di bawah; rangkaian angka-angka dan abjad dapat
dimasukkan.
f) Tahap 6: Mencontoh Kata-Kata di Lingkungan. Menulis kata-kata dari lingkungan
secara acak dan diulang-ulang dalam berbagai ukuran, orientasi dan warna; termasuk
nama anggota keluarga lainnya.
g) Tahap 7: Menemukan Ejaan. Usaha pertama untuk memeriksa dan mengeja kata-
kata dengan menggabungkan huruf yang bermacam-macam untuk mewujudkan
sebuah kata seperti yang digambarkan berikut ini:(1) 1 Huruf konsonan awal (D
mewakili Dinosaurus). (2) Huruf konsonan awal dan akhir (DS mewakili
DinoSaurus). (3) Huruf konsonan tengah (DNS mewakili DiNoSaurus). (4) Huruf
awal, tengah, konsonan akhir dan huruf hidup dituliskan pada tempatkan.
h) Tahap 8: Ejaan Umum. Usaha-usaha mandiri untuk memisahkan huruf dan
mencatatnya dengan benar menjadi kata lengkap.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menulis adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari setelah aspek kemampuan
lainnya dikuasai. Salah satunya adalah aspek koordinasi motorik halus dan adanya
kemampuan persepsi visual. Keterampilan motorik halus adalah penggunaan bagian
tubuh atau otot-otot kecil seperti tangan. Kegiatan menulis dasar sudah dapat dimulai
saat anak menunjukkan perilaku seperti mencoret-coret buku atau dinding, kondisi
tersebut menunjukkan berfungsinya sel-sel otak yang perlu dirangsang supaya
berkembang secara optimal.
Selain kegiatan menulis dasar atau pra menulis, pendidik dan orang perlu
memahami tahapan perkembangan menulis dan tahapan menulis pada anak usia dini,
supaya orang tua dan pendidik bisa memberikan stimulan yang sesuai dengan
tahapannya. Sehingga anak bisa melewati tahapan menulisnya dengan baik dan
menyenangkan.
Terapi bermain mencoret-coret (scribble) diharapkan mampu merangsang
perkembangan motorik dan daya imajinasi anak sekalipun anak sedang menjalani
perawatan dirumah sakit.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar
anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi
poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor
keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk bermain dan tidak melupakan aspek
perkembangan motorik anak yang harus tetap di asa meskipun anak sedang
menjalani perawatan di rumah sakit.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang
anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan
tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D. (2013). Tumbuh Kembang &Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Anonim. (2007). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Direktorat PAUD.
Claudio, L., Rocco, Q., & Lotti, N. O. (2016). Reconsidering the Scribbling of Drawing: a New
Perspective on Toddlers Represantational Processes. Frontiers in Psychology, 232-238.
Gazzaniga, M. (2010). Learning, Arts and the Brain In Toddler . New York: Dana Press.
Puranik, C. S., & Loningan, C. J. (2015). From Scribbles to Scrabble: Preschool Childrens's
Develophing Knowledge of Written Language. National Institute of Health, 567-589.
Siti, Aizah, & Susi. (2014). Upaya Menurunkan Stress Hospitalisasi dengan Aktivitas bermain
pada Anak Usia Toddler. Kediri: Pustaka Press.