Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH GADAR TRAUMA

”PENGKAJIAN KEPERAWATAN”

Disusun oleh :

Annisa Indah Rofiani


Anggie Sirilla
Hetty Hutahaen B
Lilik Amelia
Muhammad Taufik
Muhammad Rezal
Ananda Virginia Danar Isyanto

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
2018/2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya,fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur disebabkan oleh trauma langsung, tidak langsung, tarikan otot, maupun disebabkan oleh
keadaan patologis. Akibat dari trauma tersebut tulang tidak mampu lagi menahan beban dan
terjadilah fraktur.
Prinsip penatalaksanaan fraktur yaitu : 4 R Recognizing atau diagnosa (Anamnese, PF,
Penunjang ) , Reduction – Reposisi ( mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur) ,
Retaining - Fiksasi/ Imobiliasi (mempertahankan hasil fragmen yang direposisi) , dan
Rehabilitation ( mengembalikan fungsi kesemula ). Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan
fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi fraktur juga umur pasien. Fraktur yang tidak
ditangani dengan baik akan menyebabkan infeksi tulang.

1) Irigasi Luka
Membersihkan luka kotor dengan cara mengaliri daerah luka dengan cairan
tertentu sampai bersih, dikeringkan kemudian diobati sesuai program
pengobatan.
Tindakan :
Persiapan Alat :1.1. 1 set ganti pembalut1.2. Kasa dan tuffer dalam
tromol 1.3. Korentanrt qrPril1.4. Akohol 70%1.5. Larutan irigasi yang
diperlukan dengan suhu 32,3°C sampai 35°C.1.6. Kom berisi larutan
desinfektans 1.7. Kapas suntik1.8. Obat yang diperlukan1.9. Sarung tangan
steril 1 pasang 1.10. Bengkok 2 buah 1.11. Plester dan gunting 1.12. Karet
alas1.13. Spuit 10 cc steril/irrigator steril dan standar 1.14. K/p kateter
nelaton steril1.15. Kantong balutan kotor 2 buah2. Persiapan Pasien
:2.1. Memberitahu & menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan. 2.2. Membuka sketsel sekeliling tempat tidur.3. Langkah-
langkah :3.1. Mengatur posisi pasien, sehingga luka mudah dirawat. Bila
perlu membebaskan pakaian pada daerah luka.3.2. Meletakkan karet alas di
bawah daerah luka.3.3. Membuka set balutan steril dan meletakkannya di
tempat yang mudah dijangkau.3.4. Melepaskan plester dengan
alkohol.3.5. Membuka pembalut lalu memasukkan ke kantong balutan kotor
dan kantong segera ditutup.3.6. Membersihkan daerah sekitar luka dengan
NaCI. 3.7. Perawat memakai sarung tangan.3.8. Memasang irrigator yang
sudah diisi dengan larutan yang diperlukan dan klem kateter
ditutup. 3.9. Mengalirkan cairan ke luka dengan tekanan rendah sampai rata
dan bersih, bila perlu irigasi ulang. 3.10. Mengeringkan luka dengan kasa
steril 3.11. Membersihkan sekitar luka yang dialiri cairan irigasi dengan tuffer
alkohol.3.12. Memberi obat pada luka dan menutup luka dengan kasa steril
kemudian diplester.3.13. Merapihkan pakaian pasien dan
lingkungannya.3.14. Merendam pinset yang telah dipakai dalam larutan
desinfektan.3.15. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada
tempatnya.3.16. Perawat mencuci tangan.3.17. Menuliskan tindakan yang
telah dilakukan pada daftar perawatan khusus.4. Hal – hal yang perlu
diperhatikan : 4.1. Perhatikan tehnik aseptik4.2. Teliti
2) Pembidaian
Pembidaian merupakan suatu alat imobilisasi eksternal yang bersifat kaku dan bidai ini dipasang dengan
menyesuaikan kontur tubuh namun tidak dianjurkan pada fraktur terbuka (Asikin, Nasir, Podding, dkk, 2016).
Sedangkan menurut Insani dan Risnanto (2014) bidai merupakan suatu alat yang di gunakan dalam melakukan
imobilisasi pada fraktur atau tulang yang patah.
Tujuan Pembidaian yaitu sebagai sarana imobilisasi dan fiksasi eksternal yang berfungsi mencegah
terjadinya kecacatan, dan mengurangi rasa nyeri (Asikin, Nasir, Podding, dkk, 2016). Menurut Schneider (2011)
bidai digunakan betujuan sebagai proteksi luka guna meminimalisir keparahan pada luka, mengurangi rasa sakit,
dan sebagai penopang bagian badan yang terluka.
Jenis Pembidaian Tipe dasar dari pembidaian menurut Schottke (2016) meliputi: a) Rigid splints Rigid
splints diproduksi melalui perusahan material dan dapat digunakan pada sisi samping, depan, atau belakang pada
ekstremitas yang terkena cidera Schottke (2016). Terdapat beberapa tipe yang termasuk dalam rigid splints yakni
padded board splints yang merupakan potongan kayu dengan ukuran 12” x 3” dengan sudut membuat dan dilapisi
½” busa guna kenyamanan pasien dan lapisi dengan kain vinil supaya tahan lama dan mudah dibersihkan (Alimed,
2017), molded plastic atau aluminum maleable (SAM) splints, dan folded cardboard splints. 23 Gambar 2.5. Rigid
Splint. (a) padded board splints, (b) SAM splint, (c) molded plastic splint, (d) folded cardboard splints. Sumber:
www.google.com b) Soft splints Soft splints merupakan bidai yang tergolong fleksibel dan mudah digunakan pada
sekitar bagian tubuh yang cidera. Adapun jenis soft splints yang termasuk didalamnya dalah vacuum splints, air
splints. (b) (a) (c) (d) (a) (b) 24 Gambar 2.6. Soft Splint. (a) vacuum splints, (b) air splint. Sumber: www.google.com
c) Traction splints Menurut Caroline (2007) bidai traksi dapat memberikan tarikan secara konstan pada tulang
yang patah. Tipe traksi yang biasa digunakan adalah sagar dan hare traction splint. Gambar 2.7. Traction Splint. (a)
sagar splints, (b) hare splint.
3) Stabilisasi faktur transpotasi

Anda mungkin juga menyukai