Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani


Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
BLUD Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh

Disusun Oleh :

Muhammad Aulia Rizky


1907101030031

Pembimbing:

dr. Sukristoro Wardoyo, Sp. KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang mana berkat
Rahmad, Kasih Sayang dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga oenulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Skizofrenia Paranoid”.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepanitraan
klinik senior pada bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa RSJ Aceh, Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Sukristoro Wardoyo, Sp.KJ yang
telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca
sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmad dan hidayah-Nya bagi kita semua.

Banda Aceh, 15 Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan


dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir, kadang-kadang
mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan kekuatan dari luar.
Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang
mendasar dan khas, dan afek yang tidak serasi atau tumpul. Kesadaran yang jernih
dan kemampuan intelektual yang biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
Menurut World Health Organization (WHO) masalah gangguan jiwa di
seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan
bahwa 20 juta penduduk di dunia menderita skizofrenia.2 Berdasarkan Riskesdas
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dari tahun 2007 – 2018 prevalensi
skizofrenia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 sebanyak
0,5%, pada tahun 2013 sebanyak 1,7% dan pada tahun 2018 meningkat cukup
signifikan menjadi 7%. Di Provinsi Aceh, jumlah kasus skizofrenia juga
mengalami peningkatan dari tahun 2013 yakni 2,5% menjadi 9 % pada tahun
2018. 3
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
III, skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe yaitu paranoid, hebefrenik, katatonik,
tak terinci, depresi pasca skizofrenia, residual, simpleks, lainnya dan yang tak
tergolongkan. Skizofrenia paranoid merupakan tipe yang paling umum (sering
ditemui) , dimana waham dan halusinasi yang paling menonjol. 1
Diagnosis skizofrenia harus ditegakkan setelah membedakan antara
penyakit psikiatri lain dan menyingkirkan kemungkinan penyakit medis lainnya,
seperti gangguan mental organik, efek samping penggunaan zat atau obat , dan
defisiensi vitamin yang mana dapat menimbulkan gejala psikotik. Penatalaksaan
atau pengobatan pada pasien skizofrenia harus dilakukan secara komprehensif
baik farmakologis dan nonfarmakologis.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani Schizein yang berarti terpisah atau
pecah dan phren yang berarti Jiwa. Terjadi pecahnya/ketidakserasian antara afek,
kognitif dan perilaku. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa yang memiliki
karakteristik yaitu gangguan proses pikir, persepsi, respon emosional, dan
interaksi sosial yang memengaruhi kehidupan, pekerjaan, kegiatan sosial, dan
kemampuan untuk mengurus diri mereka sehari-hari. Meskipun perjalanan
skizofrenia bervariasi di antara individu, skizofrenia biasanya persisten dan dapat
menjadi parah dan melumpuhkan. Umumnya pasien skizofrenia memiliki
kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual yang tetap terpelihara,
walaupun kemungkinan terdapat adanya penurunan fungsi kognitif.1
Skizofrenia adalah gangguan yang berlangsung selama minimal 6 bulan dan
mencakup setidaknya minimal 6 bulan dan mencakup setidaknya 1 bulan gejala
fase aktif. Skizofrenia paranoid merupakan salah satu jenis dari skizofrenia yang
paling sering dan paling stabil dijumpai. Ditandai dengan halusinasi dan/atau
waham harus menonjol. Sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan
pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.1
2.2 Etiologi

Penyebab skizofrenia masih belum diketahui secara jelas. Penelitian


menunjukkan adanya kelainan pada struktur dan fungsi otak. Kombinasi faktor
genetik dan lingkungan berperan dalam perkembangan skizofrenia.6
1. Genetik
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitive trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan
oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh
kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan
pada orang-orang yang mengalami gangguan ini dan mengapa resiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota

2
3

keluarga yang memiliki penyakit ini. Seseorang dengan riwayat kedua orang tua
mengalami skizofrenia berisiko 40% untuk menderita skizofrenia. 7
2. Neurotransmitter
Skizofrenia dapat terjadi akibat ketidakseimbangan kimiawi otak
(neurotransmitter) yang memungkinkan neuron untuk saling berkomunikasi.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau
karena hipersensitivitas yang tidak wajar terhadap dopamine. Dalam penelitian
lainnya disebutkan bahwa neurotransmitter lainnya seperti serotonin dan
norepinefrin juga berperan dalam skizofrenia.8
3. Neuroanatomi
Kelainan struktur dan fungsi otak dapat berhubungan dengan skizofrenia.
Seperti adanya pembesaran dari ventrikel otak; pengecilan ukuran otak bagian
lobus temporal, frontal, hipokampus, dan amygdala; pengurangan konektivitas
antara frontal dan temporal.9,10
4. Lingkungan
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin
lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifar kejiwaan, adanya hubungan
orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.
Pengaruh terhadap penggunaan rokok, stresor sosial, stressor ekonomi, infeksi
maternal, komplikasi kehamilan dan kelahiran.9,11

2.3 Epidemiologi

Umumnya, penderita skizofrenia adalah orang dewasa berusia 15-35


tahun.2 Prevalensi skizofrenia pada pria dan wanita kurang lebih sama, namun
onset penyakit cenderung lebih awal pada pria. Episode pertama pada pria terjadi
pada usia 20-an, sedangkan pada wanita terjadi pada usia 20-an akhir hingga 30-
an awal. 7 Pasien skizofrenia beresiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang.
4

Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak,


hamper 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia terbagi kedalam 5 klasifikasi, yaitu:


F20.0 Skizofrenia paranoid:1
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh;halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
“passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas.
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Ditegakkan diagnosis skizofrenia hebefrenik pada usia remaja atau
dewasa muda (15-25 tahun)
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis
5

4. Untuk mendiagnosis skizofrenia hebefrenia dibutuhkan pengamatan 2-3


bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut
memang benar bertahan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikian (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendiri (self-absorbed smiling) atau oleh sikap tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks) dan ungkapan kata yang berulang-ulang
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerism, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary) dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan
- Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menetu
(rambling).1
5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanyatidak menonjol. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum
yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati
sendiri.1
F20.2 Skizofrenia Katatonik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
 Stupor katatonik yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas
terhadap lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas
spontan sehingga tampak seperti patung atau diam membisu (mute)
 Negative katatonik yaitu suatu perlawanan yang tampak tanpa motif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan dirinya
 Kekauan (rigidity) katatonik yaitu mempertahankan suatu sikap kaku
terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya
6

 Kegaduhan katatonik yaitu mempertahankan yang tampak tak bertujuan


dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar
 Sikap tubuh katatomik yaitu sikap yang tidak wajar dan aneh.1
F20.3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
1. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
2. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik atau skizofrenia katatonik
3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.1
F20.4 Depresi Pasca skizofrenia
 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
1. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir
2. Beberapa gelaja skizofrenia masih, tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya
3. Gejala-gejala depresif menonjol dalam kurun waktu 2 minggu.1
F 20.5 Skizofrenia Residual
1. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara.
2. Sedikitnya ada riwayatsatu episode psikotik yang jelas dimasa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
3. Sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang
4. Tidak terdapat penyakit gangguan otak (demensia), depresi kronis, atau
institusionalisasi yang dapat menjelasakan disabilatas negatif tersebut.1
F20.6 Skizofrenia Simpleks
7

1. Adanya gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi dan waham.
2. Disertai perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanisfestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan diri secara sosial.1

2.5 Gambaran Klinis

 Gejala psikotik (gejala positif)


Gejala psikotik ditandai dengan munculnya gejala berupa, halusinasi
(mendengar suara atau pikiran dari luar dirinya), delusi (sikap yang aneh,
sering paranoid dan timbul kecurigaan dan gangguan berpikir (pemikiran
dan ucapan tidak logis).6
 Gejala negatif
Gejala negatif pada skizofrenia ditandai dengan penurunan fungsi sosial
dan emosional, termasuk ekspresi, cara bicara, kemauan serta aktivitas
sosial dan hedonik.6
 Gangguan kognitif
Gangguan kognitif ditandai dengan adanya gangguan dalam hal attention
(perhatian), kecepatan berpikir dan penyelesaian masalah.6

2.6 Diagnosis

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi


ketiga (PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok
penting untuk mendiagnosa skizofrenia.
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
2 gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).1
a)
8

- “Thought echo”: isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau


bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or with drawal” : isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting” :isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya
b)
- “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara suara
yang berbicara);
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d) Waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
9

kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu


mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).
 Atau paling sedikit 2 gejala dibawah ini yang harus ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai ide-ide yang berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme)
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (ex-citement),
posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibiltas cerea,
negativisme, mustisme, dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang menagkibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
 Harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.1
10

Skizofrenia Paranoid
Berdasarkan pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ-III):3
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan berupa:
- Halusinasi atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual
atau lain-lain perasaan halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau passivity (delusion of passivity) dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatoniksecara relatif tidak nyata/tidak menonjol.1

2.7 Penatalaksaan
a. Farmakologi
Penggunaan antipsikotik sebagai farmakoterapi digunakan untuk mengatasi
gejala psikotik dengan berbagai etiologi. Antipsikotik diklasifikasikan menjadi
antipsikotik generasi pertama dan antipsikotik generasi kedua.12

 Antipsikotik Generasi Pertama


Antipsikotik generasi pertama merupakan antipsikotik yang bekerja dengan
cara memblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik ini memblokir sekitar 65%
11

hingga 80% reseptor D2 di striatum dan saluran dopamin lain di otak.6


Antipsikotik generasi pertama efektif dalam menangani gejala positif dan
mengurangi kejadian relaps. Sebanyak 30% pasien skizofrenia dengan gejala akut
menghasilkan sedikit atau tanpa respon terhadap pengobatan antipsikotik generasi
pertama. Antipsikotik generasi pertama menimbulkan berbagai efek samping,
termasuk ekstrapiramidal akut, hiperprolaktinemia serta tardive dyskinesia. Efek
samping tersebut disebabkan oleh blokade pada jalur nigrostriatal dopamine
dalam jangka waktu lama.13 Antipsikotik generasi pertama memiliki afinitas yang
rendah terhadap reseptor muskarinik M1 Ach, histaminergik H1 dan norepinefrin
a1 yang memicu timbulnya efek samping berupa penurunan fungsi kognitif dan
sedasi secara bersamaan.14
 Antipsikotik Generasi Kedua
Antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone, olanzapine, quetiapine,
ziprasidon aripriprazol, paliperidone, iloperidone, asenapine, lurasidone dan
klozapin memiliki afinitas yang lebih besar terhadap reseptor serotonin daripada
reseptor dopamin. Sebagian besar antipsikotik generasi kedua menyebabkan efek
samping berupa kenaikan berat badan dan metabolisme lemak. Klozapin
merupakan antipsikotik generasi kedua yang efektif dan tidak menimbulkan efek
samping ekstrapiramidal. Oleh karenanya, klozapin digunakan sebagai agen
pengobatan lini pertama pada penderita skizofrenia.6 Namun, klozapin dikaitkan
dengan peningkatan risiko hematotoksis yang dapat menyebabkan kematian
(agranulositosis). Oleh karena itu, beberapa antipsikotik generasi kedua
(risperidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone) digunakan sebagai terapi
tambahan untuk meningkatkan khasiat klozapin tanpa diskrasia darah.13
b. Non Farmakologi
1. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan pada pasien yang terdiri dari psikoterapi suportif
dan berorientasi tilikan. Psikoterapi suportif yakni konseling mengenai
penyakitnya dan sosioterapi.
12

a. Terapi psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban
bagi keluarga atau masyarakat, pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak
melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.
2.8 Prognosis

Hanya sekitar 10-20 % pasien mengalami prognosis yang baik. Lebih dari
50% pasien digambarkan memiliki prognosis yang buruk, dengan perawatan di
rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood yang berat
dan usaha bunuh diri.Namun begitu, rentang angka pemulihan yakni 10-60%.
Dari angka tersebut, kira-kira 20-30% mengalami gejala sedang dan 40-60%
pasien terus terganggu secara bermakna seumur hidup. Prognosis pasien
skizofrenia dianggap lebih buruk dibandingkan dengan pasien gangguan mood.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. DS
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 40 tahun
Alamat : Desa Tj.Mancang,Aceh Tamiang
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Minang
TMRS : 16 Desember 2019
Tanggal Pemeriksaan : 2 Januari 2020

3.2 RIWAYAT PSIKIATRI

Data diperoleh dari:


1) Rekam medis : 18.04.015910
2) Autoanamnesis : 15 Januari 2020
3) Alloanamnesis : 16 Desember 2019

A. Keluhan Utama
Mengamuk, Keluyuran, Mengancam

B. Keluhan Tambahan
Mudah marah dan emosi

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis:
Pasien dibawa oleh keluaga ke RSJ Aceh akibat mengamuk, pasien sering
marah dan mudah emosi. Pasien mengatakan melakukan hal itu karena stres
semenjak berpisah dengan istrinya dan tidak diperbolehkan melihat anak. Pasien
menyangkal pernah mengancam orang tuanya dengan cara membacok, pasien

13
14

hanya marah dengan orantuanya karena tidak diperbolehkan menjumpai anaknya


kandungnya yang saat ini di asuh mantan istrinya. Sebelum dibawa ke rumah sakit
pasien marah kepada ibunya, karena di tuduh mau membakar rumah, padahal
pasien mengatakan dia menyalakan kompor gas untuk membakar rokok. Pasien
mengatakan d rumah rutin mengkosumsi obat yang diambilnya di RS Aceh
Tamiang, dan putus minum obat 3 hari sebelum di bawa kerumah sakit.
Alloanamnesis:
Pasien diantar oleh keluar ke RSJ Aceh dengan keluhan mengamuk dan
mengancam orang tuanya dengan hendak membacok sebelum masuk dibawa ke
rumah sakit. Keluarga mengatakan pasien sering bicara dan tertawa sendiri,
mudah marah dan sering emosi. Pasien juga pernah membakar sampah di atas
kompor gas, dan sering keluyuran saat malam hari. Keluarga mengatkan pasien
sudah sejak 1 bulan tidak minum obat.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh sebelumnya

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluarga pasien yang juga mengalami gangguan jiwa.

E. Riwayat Pengobatan
- Haloperidol
- Clozapine
F. Riwayat Penggunaan Zat
Sabu-sabu (+) sejak tahun 1998-2017
Ganja (+) sejak tahun 1994-2000
Pil Ektasi (+) sejak tahun 1998-2000
G. Riwayat Sosial
Pasien seorang pedagang, saat ini tinggal dengan orangtuanya. Sudah cerai
dengan istri pada tahun 2017.
15

H. Riwayat Pendidikan
Riwayat pendidikan terakhir pasien yaitu sebagai pelajar SMA

I. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Masa prenatal : tidak ada kelainan pada masa ini.
2. Masa kanak-kanak awal : Pasien dibesarkan oleh orang tua dan riwayat
tumbuh kembang normal seperti anak-anak seusianya.
3. Masa kanak-kanak pertengahan: Pertumbuhan dan perkembangan pasien
sama seperti anak-anak seusianya.
4. Masa kanak-kanak akhir dan remaja: Pasien mengaku bahwa kehidupan
saat remaja pernah 2 kali kecelakaan lalu lintas dengan sepeda motor.
Dan kehidupan remaja pasien saat sekolah sering menggunakan zat
terlarang seperti: ganja, sabu-sabu, dan pil ektasi.
5. Masa dewasa : Pasien memiliki masalah dengan keluarga dan ekonomi.
Tahun 2017 pasien bercerai dengan istri, saat ini ketiga anaknya di asuh
oleh mantan istrinya.
6.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 80 x/menit
4. Frekuensi Napas : 18 x/menit
5. Temperatur : 36.9° C

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugularis (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
16

4. Jantung : BJ I > BJ I, bising (-), iktus cordis di ICS V linea


midclavicula sinistra
5. Abdomen : Asites(-), nyeri tekan (-), soepel(+)
6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
7. Genetalia : Tidak diperiksa

C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda Rangsang Meningeal : (-)
3. Peningkatan TIK : (-)
4. Mata : pupil isokor (+/+),Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan
3.4 STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Laki-laki rapi sesuai usia.
2. Kebersihan : Baik
3. Kesadaran : Compos Mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Normoaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif

B. Mood dan Afek


1. Mood : Eutimik
2. Afek : Sesuai
3. Keserasian Afek : Appropriate afek.
17

4. Emosi lainya :-

C. Pembicaraan
Spontan
D. Pikiran
1. Arus pikir
 Normal
2. Isi pikir
 Waham (-)
1. Waham Paranoid
- Waham Persekutor : (-)
- Waham Kebesaran : (-)
- Waham Rujukan : (+)
 Thought : (-)
 Delusion : (-)
3. Proses pikir
 Asosiasi Longgar : (-)

E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (+)
 Visual : (-)
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)
F. Intelektual : Kurang
G. Daya konsentrasi : Kurang
H. Orientasi
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
18

 Orang : Baik
I. Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Panjang : Baik
J. Judgment : Baik
K. Pikiran Abstrak : Kurang
L. Pengendalian Impuls : Kurang
M. Tilikan : T4
N. Taraf Kepercayaan : Tidak dapat dipercaya

3.5 RESUME
Tn. DS 40 tahun, bercerai. Riwayat penyakit keluarga disangkal, riwayat
penyakit sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Aceh. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70
mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 18x/menit, temperatur 36,9° C.
Pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
mental, laki-laki rapi sesuai usia, kesadaran kompos mentis, aktifitas psikomotor
normoaktif, sikap terhadap pemeriksa kooperatif, mood eutimik, afek sesuai,
keserasian afek: appropriate afek, pembicaraan: arus normal dan spontan, isi
sesuai, pikiran: isi pikir terdapat waham rujukan, proses pikir Asosiasi longgar,
persepsi terdapat halusinasi auditorik, intelektual kurang, daya konsentrasi kurang,
orientasi: waktu/orang baik tempat baik, daya ingat: seketika/jangka
pendek/jangka panjang baik, judgment baik, pikiran abstrak kurang, pengendalian
impuls kurang. Pasien mengalami tilikan T4 karena merasa dirinya sakit dengan
taraf kepercayaan tidak dapat dipercaya.

3.6 DIAGNOSIS BANDING


F20.0 Skizofrenia Paranoid
F22.0 Gangguan Waham Menetap
19

F25 Gangguan Skizoafektif

3.7 DIAGNOSIS KERJA


F20.0 Skizofrenia Paranoid

3.8 DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : Skizofrenia Paranoid
Axis II : Tidak ada kelainan
Axis III : Tidak ada kelainan
Axis IV : Masalah Lingkungan sosial dan keluarga
Axis V : GAF 40-31

3.9 TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
1. Risperidon 2mg 2x1
2. Chlorpromazine 100mg 1x1 (Malam)
3. Diazepam 2mg 1x1 (Malam) K/P
4. Lodomer IM 5mg

B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menjelaskan
mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Memotivasi untuk minum obat secara teratur
3. Memberitahukan kepada pasien jika ada suara-suara jangan
diperdulikan.
4. Mencoba mengalihkan pikiran-pikiran negatif dengan mengisinya
dengan kegiatan positif yang bermanfaat
5. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai
kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi dukungan
kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.
20

3.10 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis pasien dibawa oleh keluaga ke RSJ Aceh


akibat mengamuk, pasien sering marah dan mudah emosi. Pasien mengatakan
melakukan hal itu karena stres semenjak berpisah dengan istrinya dan tidak
diperbolehkan melihat anak. Pasien menyangkal pernah mengancam orang tuanya
dengan cara membacok, pasien hanya marah dengan orantuanya karena tidak
diperbolehkan menjumpai anaknya kandungnya yang saat ini di asuh mantan
istrinya. Sebelum dibawa ke rumah sakit pasien marah kepada ibunya, karena di
tuduh mau membakar rumah, padahal pasien mengatakan dia menyalakan kompor
gas untuk membakar rokok. Pasien mengatakan di rumah rutin mengkosumsi obat
yang diambilnya di RS Aceh Tamiang, dan putus minum obat 3 hari sebelum di
bawa kerumah sakit.
Dari alloanamnesis dari keluarga bahwa pasien diantar oleh keluarga ke
RSJ Aceh dengan keluhan mengamuk dan mengancam orang tuanya dengan
hendak membacok sebelum masuk dibawa ke rumah sakit. Keluarga mengatakan
pasien sering bicara dan tertawa sendiri, mudah marah dan sering emosi. Pasien
juga pernah membakar sampah di atas kompor gas, dan sering keluyuran saat
malam hari. Keluarga mengatkan pasien sudah sejak 1 bulan tidak minum obat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan pasien
laki-laki rapi sesuai usia, kesadaran kompos mentis, aktifitas psikomotor
normoaktif, sikap terhadap pemeriksa kooperatif, mood eutimik, afek sesuai,
keserasian afek: appropriate afek, pembicaraan: arus normal dan spontan, isi
sesuai, pikiran: isi pikir terdapat waham rujukan, persepsi terdapat halusinasi
auditorik. Oleh karena itu pasien ini didiagnosis gangguan skizofrenia
dikarenakan adanya halusinasi yang menetap lebih dari 1 bulan terakhir. Adanya
halusinasi atau waham yang lebih menonjol dengan fungsi kognitif dan afek yang
masih terjaga membuat diagnosis pasien menjadi skizofrenia paranoid.
Skizofrenia disebabkan oleh multifaktorial yang terkait, yakni integrasi
faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan jika terkena
stressor akan lebih mudah untuk menderita skizofrenia. Terdapat beberapa faktor
resiko, misalnya pasien merupakan laki-laki, dimana berdasarkan penelitian

21
22

didapatkan bawah laki-laki lebih berisiko untuk menderita skizofrenia sebanyak


2,48 kali lipat. Hal ini dikarenakan kaum prialah yang bekerja menopang keluarga
sehingga tekanan hidupnya lebih besar. Namun menurut Kaplan & Sadock, tidak
ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan. Pasien juga belum
menikah, dimana hal ini meningkatkan faktor resiko skizofrenia. Dikatakan bahwa
perlu adanya perhatian dan kasih sayang bagi seseorang guna pencapaian hidup
yang berarti dan memuaskan.8,15
Pasien ini mendapatkan terapi Risperidon 2x2mg, Diazepam 1x2 mg,
Haloperidol 5mg IM. Risperidon termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole.
Risperidon merupakan monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap
reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan
reseptor α1-adrenergik.
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat
memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya
depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik.
Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi
kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dan memperluas
aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.
Haloperidol, yang merupakan obat anti psikosis tipikal golongan
butrophenone dan merupakan mood stabilizers. Pasien juga mendapat injeksi anti
psikosis yakni haloperidol. Haloperidol merupakan obat antipsikosis tipikal.
Antipsikosis tipikal bekerja dengan cara memblok dopamine pada reseptor pasca-
sinaps neuron di otak (Dopamine D2 Receptor Antagonist) sehingga efektif untuk
gejala positif. Keseimbangan neurotransmitter menimbulkan rasa tenang dan
mengurangi perilaku agresif. 16
Diazepam termasuk dalam golongan obat antikonvulsan jenis benzodiazepin
yang bekerja dengan cara meningkatkan efek unsur kimia tertentu di dalam otak,
yaitu asam gamma-aminobutirat (GABA). Dengan meningkatnya aktivitas
GABA, kerja otak akan melambat dan menghasilkan efek menenangkan. Hal ini
23

menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensia alkohol,


antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.16
Untuk mencegah kekambuhan, banyak hal lainnya yang dapat dilakukan
selain menganjurkan pasien untuk konsisten dalam terapi farmakologi,
diantaranya dengan cara memberikan psikoedukasi yang baik kepada pasien
terkait kondisinya. Selain itu perawatan berbasis keluarga juga sangat diperlukan,
keluarga diharapkan lebih memahami kondisi sakit mental yang dialami pasien,
memahami pula berbagai cara yang dapat dianjurkan kepada pasien untuk
menangani gejala yang timbul, serta keluarga dapat menunjang perbaikan
komunikasi pada pasien. Hal ini bisa membangkitkan perbaikan fungsi sosial di
dalam diri pasien sehingga pasien bisa semakin produktif dari hari ke hari, dan
tentunya dapat meminimalisir angka kekambuhan.17
Psikoterapi dapat diberikan pada pasien yang terdiri dari psikoterapi suportif
dan berorientasi tilikan. Psikoterapi suportif yakni konseling mengenai
penyakitnya dan sosioterapi. Psikoterapi bagi penderita skizofrenia adalah
berkembangnya hubungan terapeutik Psikoterapi untuk pasien skizofrenia harus
dipahami dalam waktu yang agak lama, bahkan dekade, bukan dalam hitungan
bulan maupun tahun.17
BAB V
KESIMPULAN

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikiatri yang ditandai dengan


adanya gangguan berpikir berupa delusi, halusinasi, pikiran kacau dan perubahan
perilaku. Skizofrenia paranoid merupakan skizofrenia yang ditandai dengan
halusinasi dan/atau waham yang menonjol. Sedangkan gangguan afektif,
dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak
nyata/tidak menonjol.
Penyebab utama skizofrenia belum diketahui pasti, namun terdapat beberapa
hipotesa yang menunjukkan bahwa etiologinya dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor biologi dan lingkungan. Faktor biologi dapat berupa genetik,
neuroanatomi dan neurotransmitter. Sedangkan faktor lingkungan seperti stressor
yang berat, masa perkembangan perinatal, infeksi maternal dan perkembangan
anak, remaja, dewasa.
Penatalaksaan skizofrenia harus dilakukan secara komprehensif baik
farmakologis dan nonfarmakologis. Obat-obatan yang digunakan yaitu Anti
Psikotik, Anti depresan dan mood stabilizers. Pada skizofrenia, terapi psikoterapi
dan psikosial juga merupakan komponen kunci dalam proses pemulihan dan
berguna untuk menilai stabilitas gejala serta fungsi kerja-sosial pada penderita
skizofrenia. Prognosis penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien
dalam minum obat dan frekuensi kekambuhan penyakit.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr.dr. Rusdi Maslim, SpKJ MK. Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa III. Jaya PN, editor. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2016.

2. World Health Organization. Schizophrenia.

3. Departemen Litbang Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS 2018.


Jakarta: Balai Penerbit Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2018.

4. Van OJ, Kapur S. Schizophrenia. Lancet. 2009;

5. Tina M, McQueen S. Comprehensive Medical Reference & Review


for MCCQE & UMLE II. 34th ed. Toronto, Ontario Canada; 2018.

6. Chisholm-Burns. Pharmacotherapy Principles & Practice. fourth edi.


New York: McGraw-Hill Education.; 2016.

7. Dipiro. Pharmacotherapi: A Pathophysiologic Approach. 8th editio.


New York: McGraw-Hill Education.; 2011.

8. Saputra TA. Paranoid types of schizophrenia. 2014;1:42–8.

9. Birrell M. Crash Course : Psychiatry. 4th Editio. Mosby Elsevier;


2013.

10. Katona C, Cooper C, Robertson M. Psychiatry at a Glance. 5th ed.


London: Wiley Blackwell; 2012.

11. Fatani. Schizophrenia: Etiology, Pathophysiology and Management -


A Review. Egypt J Hosp Med. 2017;69 (6):2640–6.

12. Osser D, Roudsari M, Manschreck T. The Psychopharmacology


Algorithm Project At the Harvard South Shore Program: An Update
On Schizophrenia. Harv Rev Psychiatry. 2013;

25
26

13. Miyamoto S, Duncan G, CE M, JA L. Treatments for Schizophrenia:


A Critical Review Of Pharmacology and Mechanisms Of Action of
Antipsychotic Drugs. Mol Psychiatry. 2008;

14. Hill S, Bishop J, Palumbo D, JA S. Effect of Secondgeneration


Antipsychotics on Cognition: Current Issues and Future Challenges.
Expert Rev Neurother. 2010;10:43–57.

15. Prof AT, Mental HBS, Padang H, Barat S, Pramono D. PADA


PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA PROF . HB
SAANIN PADANG SUMATERA BARAT. 2010;26:71–80.

16. Dr.dr. Rusdi Maslim, SpKJ MK. Penggunaan Klinis Obat


Psikotropik. 4th ed. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya; 2014.

17. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Buku Ajar Psikiatri Klinis. I. Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2014.

Anda mungkin juga menyukai