Anda di halaman 1dari 5

Berdasarkan morfologinya, trauma kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu fraktur

tulang kranium dan lesi intrakranial (ATLS, 2018).

1. Fraktur tulang kranium

Papa dan Goldberg (2018) menyatakan bahwa fraktur tulang kranium adalah
trauma lokal yang disebabkan adanya kontak langsung terhadap tulang yang cukup
keras untuk menimbulkan fraktur. Meskipun adanya fraktur tulang kranium tidak
selalu berhubungan dengan keadaan cedera otak, kekuatan yang dibutuhkan untuk
dapat membuat tulang kranium mengalami fraktur cukup penting untuk
diperhatikan, dimana semua pasien yang mengalami fraktur tulang kranium perlu
mendapatkan evaluasi yang hati-hati untuk memastikan tidak adanya cedera
tambahan yang bisa terjadi (Walls et al., 2018).

a.Fraktur linear
Fraktur linear tulang kranium merupakan fraktur yang menembus ketebalan
suatu tulang. Fraktur linear ini cukup penting apalagi jika melewati pembuluh
darah meninges media dan sinus venosus yang besar, dimana fraktur ini dapat
merobek pembuluh-pembuluh darah tersebut dan mengakibatkan perdarahan
intrakranial.

b. Fraktur depresi
Papa dan Goldberg (2018) menyatakan bahwa fraktur depresi tulang
kranium biasanya terjadi akibat adanya kontak kuat langsung dengan objek
tumpul. Fraktur depresi ini sangat penting dalam bidang klinis karena biasanya
merupakan predisposisi dari kejadian cedera otak, ataupun komplikasi trauma
kepala yang lain, misalnya kejadian infeksi dan kejang (Walls, 2018; Tamuli,
2014).

c.Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
tengkorak yang mengakibatkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis
fraktur ini paling sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura belum
menyatu erat satu dengan yang lain (Sadewo et al., 2012).
d. Fraktur komunitif
Fraktur komunitif adalah jenis fraktur kranium yang memiliki lebih dari
satu fragmen tulang dalam satu area fraktur (Sadewo et al., 2012).

e.Fraktur basilar/basis cranii


Fraktur basis cranii adalah fraktur linear yang terjadi pada dasar kranium, paling
umum terjadi pada bagian temporal tulang kranium.

• Dengan/tanpa kebocoran CSF


• Dengan/tanpa gangguan N.VII

2. Lesi intrakranial
a. Lesi fokal
• Epidural hematoma (EDH)
Shahlaie et al. (2017) memaparkan bahwa EDH terjadi saat adanya
akibat adanya cedera vaskular pada pembuluh darah di duramater ataupun
pada tulang kranium, dan sering dihubungkan dengan kejadian fraktur
tulang kranium (Winn, 2017).

• Subdural hematoma (SDH)


Shahlaie et al. (2017) menyatakan bahwa kejadian SDH terletak di
antara dura mater dan membran arakhnoid, dan merupakan hasil perdarahan
dari arteri atau vena sekitarnya. Selain itu, SDH juga dapat disebabkan
pendarahan struktur lain yang berhubungan dengan rongga subdural,
misalnya pembuluhpembuluh darah superfisial korteks (Winn, 2017).

• Intracerebral hematoma (ICH)


b. Lesi menyeluruh/diffuse
• Konkusi
Perubahan kesadaran akibat trauma non-penetrasi kepala dan otak tanpa
kerusakan struktural. Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada pasien
dengan konkusi misalnya keadaan bingung, respon motorik dan verbal yang
terlambat, kehilagan kemampuan untuk fokus, kehilangan keseimbangan,
gangguan memori, sampai kehilangan kesadaran (Greenberg, 2016).
• Kontusi multipel
Kontusi adalah keadaan perubahan kesadaran akibat trauma non-
penetrasi kepala dan otak yang menyebabkan kerusakan struktural
(Greenberg, 2016).

• Cedera hipoksia/iskemia
• Trauma aksonal

Klasifikasi fraktur basis cranii

1. Fraktur fossa anterior


Fraktur basis cranii anterior sering terjadi bersama-sama dengan kejadian trauma berat
yang terjadi pada os frontale pada wajah (Bobinski et al., 2016).

• Tipe 1 berupa fraktur isolated linear pada basis cranii anterior. Fraktur ini berjalan
pararel dengan lamina et foramina cribrosa dan memanjang hingga memisahkan
fossa cranii anterior dan media dari fossa cranii posterior.

• Tipe 2 adalah fraktur linear pada os frontale yang memanjang hingga ke basis cranii,
yang berdampak juga pada atap, dinding lateral dan bagian apex dari ruang orbital.

• Tipe 3 merupakan jenis fraktur kompleks yang melingkupi kejadian luka tumbuk
pada os frontale dan tulang-tulang pembingkai ruang orbital.

2. Fraktur fossa media (Fraktur tulang temporal)


Bagian fossa cranii media merupakan bagian yang paling rentan mengalami fraktur.
Fraktur yang terjadi pada bagian sentral dari fossa cranii media adalah berupa ekstensi
langsung dari fraktur basis cranii anterior, dari clivus, dan terkadang fraktur fossa cranii
posterior. Fraktur ini dibagi atas fraktur transversal dan longitudinal. Fraktur
longitudinal melingkupi 80-90% kejadian fraktur fossa media, 10-20% adalah fraktur
transversal, dan 8-10% sisanya merupakan campuran fraktur longitudinal dan
transversal (Wani et al., 2013; Bobinski et al., 2016).

3. Fraktur fossa posterior


Fraktur fossa cranii posterior tidak umum terjadi dan biasanya diakibatkan adanya luka
hantam langsung pada daerah oksipitalis. Fraktur ini biasanya melibatkan os occipitale dan
pars petrosa os temporale (Bobinski et al., 2016).
Fraktur os occipital, atau sering disebut sebagai fraktur condylus occipitalis,
merupakan fraktur yang disebabkan oleh gaya besar pukulan benda tumpul, dan sangat
sering terjadi. Fraktur ini dibedakan atas 3 tipe (Wani et al., 2013):

• Tipe 1 terjadi akibat kompresi aksial yang menyebabkan adanya hubungan antara 2
condylus occipitalis

• Tipe 2 terjadi karena adanya pukulan langsung pada os occipitale, dimana fraktur
condylus terjadi sebagai akibat dari fraktur linear basis cranii

• Tipe 3 adanya robekan ligamen dengan fraktur.

Lubang di Tengkorak Tulang Tengkorak Struktur yang


Melewatinya
Foramen Rotundum ala major ossis Divisi maxillaris
sphenoidalis N.trigeminus
Foramen ovale ala major ossis Divisi mandibularis
sphenoidalis N.trigeminus
Foramen spinosum ala major ossis A.meningea media
sphenoidalis
Foramen lacerum Antara pars petrosa ossa A.carotis interna
temporalis dan os
sphenoidale
Sumber: Buku Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem_Snell.

Anda mungkin juga menyukai