Anda di halaman 1dari 2

Antara Aku, Senior, dan Junior

Oleh: Wahyu Susanto

Tahun ini merupakan tahun kedelapan saya mengajar. Berbagai peristiwa suka dan
duka telah banyak saya alami. Saya juga dapat mengenal berbagai karakter manusia,
terutama rekan kerja sekantor. Dari yang pembawaannya kalem dan tenang, sampai yang
suka bikin kesel, semua campur jadi satu.

Nah, di awal masuk kantor pertama kali, saya termasuk yang paling muda di situ. Ada
dua atau tiga guru lain yang usianya sebaya. Tapi yang bikin kaget, saya sekantor dengan
guru yang dulu mengajar di sekolah dekat rumah. Waktu masih kecil, saya suka ngintip-
ngintip beliau saat mengajar. Tidak terasa belasan tahun berlalu, kami dipertemukan kembali
di ruangan yang sama.

“Lho, Ibu Jaleha ya? Maaf bu, waktu kecil saya sering ngintip pian ngajar.” ujarku
jujur sekaligus menahan malu. Beliau cuma tersenyum simpul. Oh syukurlah, beliau tidak
marah.

Menginjak tahun ketiga hingga detik ini, tentu saja guru-guru datang dan pergi silih
berganti. Status bukan lagi guru junior, tapi sudah naik level jadi senior. Walau merasa “tua”,
tapi semangat tetap muda, boleh dong! Di awal tahun 2017, ada dua guru baru yang berhak
mendapatkan OSPEK dari kami, para senior. Dua pemuda yang usianya belum menginjak
dua puluh lima, tapi tak pernah segan bergaul dengan kami yang sudah berkepala tiga, empat,
bahkan lima.

Fuad dan Riko, itulah mereka. Dari awal perkenalan sih Fuad terlihat kalem,
berwibawa gitu. Sudah kaya bapak-bapak berumur. Tapi saat buka suara, saya hampir-hampir
harus menutup telinga. Keras banget! Saya lalu berucap kepada Bu Resti, salah satu guru
paling senior di sekolah “Wah, ada saingan pian tuh!”

Lain cerita dengan Riko, guru PJOK yang baru. Sejak awal mengajar, beliau bisa
dibilang favoritnya anak-anak. Orangnya lucu dan kocak. Tingkahnya sering buat kami
tertawa. Tapi kalau janjian sama Riko, jangan harap beliau bisa datang tepat waktu. Mungkin
jam karetnya perlu diganti dengan jam baru, biar selalu on time.

Bagi saya, senior atau junior, mungkin hanyalah sebuah status. Saling mengisi dan
mendukung, itulah yang memperindah perbedaan.

*Penulis adalah peserta SaguSabu kabupaten Kotawaringin Timur


PROFIL PENULIS

Wahyu Susanto, S.Si. atau biasa dipanggil Wahyu, lahir di Sampit, 14 Oktober 1987. Anak
bungsu dari empat bersaudara ini lahir dari pasangan Bapak Poni (alm) dan Ibu Aminah.
Menamatkan sekolah dasar dan menengah di Kota Sampit, kemudian melanjutkan pendidikan
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat,
Program Studi Matematika. Ia menekuni profesi sebagai pengajar sejak tahun 2009, dan kini
mengabdi sebagai guru di SD Islam Baiturrahim dan SMP Idrisia.

Penulis berdomisili di kota Sampit dan tercatat sebagai sekretaris Forum Lingkar Pena
Wilayah Kalimantan Tengah. Karyanya dimuat dalam antologi : Impian Sang Syuhada”
(2011), Women in the Mist (2011), Taharu : Senandung Rindu Bumi Tambun Bungai (2012),
Minyak Bintang (2013), dan masih banyak lagi.

JUDUL : Jeli Memahami Materi Matematika Kelas Tinggi : Panduan Guru Sekolah Dasar

PENULIS : Wahyu Susanto, S.Si.

SINOPSIS

Memahami pelajaran Matematika mungkin bagi sebagian orang adalah perkara sulit. Selain
menjadi momok menakutkan bagi siswa, Matematika juga kerap dihindari sebagian guru
sekolah dasar yang mengajar hampir semua mata pelajaran. Ketika bertugas di kelas V atau
VI, guru kelas mau tidak mau harus berhadapan dengan materi Matematika yang jauh lebih
sulit dibanding kelas sebelumnya.

Buku ini berisi panduan memahami pelajaran Matematika bagi guru sekolah dasar, terutama
materi Matematika kelas tinggi yang tidak hanya mengandalkan keahlian berhitung, tapi juga
penalaran dalam pemecahan masalah.

Beragam pembahasan materi disajikan secara menarik dan mudah dipahami, dengan contoh
sesuai pengalaman dan kondisi terkini. Jangan ragu untuk memasukkan buku ini ke daftar
belanja Anda!

Anda mungkin juga menyukai