Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh
Dayinta Laksmi Aprilihardini NIM. 1710029079
Joko Tri S. F.Maromon NIM. 1710029081
Ansar Ahmed S.I. Taihuttu NIM. 1710029074
Hanifah Deka Insani NIM. 1710029071
Suci Prima Anggraini NIM. 1710029073
Citra Rahmadani NIM. 1710029069
Jumadil Akbarriansyah NIM. 1710029077
Dosen Pembimbing
dr. Yudanti Riastiti, M.Kes, Sp. Rad
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
21. Skenario
Klinis : Sesak
2.2 Step 1
Tidak ada
4
2.3 Step 2
5. Apakah foto thorak ini sudah cukup untu menentukan Dx? Jika memerlukan penunjang apa
penunjang?
2.4 Step 3
A. ID Pasien : nama, usia, jenis kelamin, tanggal pengambilan foto, no. Rekam medik
B. - Orientasi : R/L
- proyeksi :
- Rotasi : jarak prosesus spinsus dengan ujung medial klavikula dextra et sinistra sama
Rotasi yang tidak pas dapat menimbulkan siluet kardiak, hilus, dan mediastinum
sehingga menyebabkan pembacaan foto terganggu
- Inspirasi adekuat/tidak : jika costae anterior lebih sama dengan 6 kosta dan kosta
pasterior lebih sama dengan 10 kosta
2. Posisi pasien :
- Supine
5
- Errect
- Lateral Dicubtus
- Prone
Proyeksi :
- PA : sinar dari belakang, film didepan, skapula tidak kena parenkim paru
- AP : sinar dari depan, film dibelakang, skalpula kena parenkim paru, corakan
bronkovasikuler lebih meningka dari PA, sulit menilai besar jantung
3. - ID Pasien
- Paru : densitas, vaskuler, kelainan lain ( perselubngan, infiltrat, nodul, chest tube)
Cara lain :
- Airway
- Bone and breath
- Cor
- Diafragma
- Emfisema
- Field
6
4. ID dan syarat terpenuhi
Paru : kanan radio opak, paru/sebagian paru mengalami hambatan sehingga tidak berkembang
karena aerasi paru menurun (atelektasis), ada efusi pleura, massa
5. Kalau ada kecurigaan efusi pleura dan massa bisa dilakukan foto lateral, kalau ada kecurigaan
massa atau atelektasi dpaat dilakukan ct scan.
2.5 Step 5
2.6 Step 6
Belajar mandiri
2.7 Step 7
1.Soft tissue
2. Tulang:
7
Intercostal space tidak melebar
3. Cor
a.Situs
Dalam keadaan normal cor berada di hemitoraks kiri dan fundus lambung berada di
abdomen sisi kiri
Disebut dekstroversi apabila apeks cor di kanan dan fundus di kiri
c. Ukuran jantung
Hitung CTR
Untuk diketahui:
Batas kiri:
i. Tonjolan 1 aortic knob
ii. Tonjolan 2 arteri pulmonalis (kadang tonjolan ini sukar dilihat).
iii. Tonjolan 3 aurikel atrium kiri (tampak pada pembesaran atrium kiri)
iv. Tonjolan 4 ventrikel kiri
Nah pinggang jantung itu merupakan gabungan dari tonjolan 2 dan 3, biasanya berupa
lengkungan ke arah dalam.
Batas kanan:
i. Tonjolan 1 VCS
ii. Tonjolan 2 aorta ascendens
iii. Tonjolan 3 vena azygos
iv. Tonjolan 4 atrium kanan
Jadi pelaporannya:
8
a. Arteri pulmonalis mengecilpinggang jantung semakin ke arah dalam. Pada keadaan:
atresia/stenosis a pulmonalis, tetralogi fallot
b. Arteri pulmonalis membesarpinggang jantung yang menonjol. Pada keadaan bocornya
septum L-R shunt pada ASD,VSD.
c. Arkus aorta menonjol pada keadaan: AS, AI
d. Arkus aorta mengecil pada keadaan: MI, MS, L-R shunt
4. Pleura
5. Pulmo
6. diafragma :
a) Tuberkulosis
9
Tuberkulosis primer
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini pendapat
umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul reinfeksi pada seorang yang di
masa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer, tapi tidak diketahui dan
menyembuh sendiri. Sarang-sarang yang terlihat pada foto Roentgen biasanya
berkedudukan di lapangan atas dan segmen apikal lobi bawah, walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran
kelenjar-kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang ditemukan (Rasad, 2016).
Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association
yaitu (Rasad, 2016):
1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan
tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang-
sarang soliter dapat berada di mana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas.
Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas).
10
awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak
boleh melebihi luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis) yaitu luas daerah yang dihinggapi
oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua di atas, atau bila ada lubang-lubang,
maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen.
Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan yaitu (Rasad, 2016):
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas dengan
densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya
sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau pita tebal, berbatas
tegas dengan densitas tinggi.
4. Kavitas (lubang).
Cara pembagian ini masih banyak digunakan di Eropa, tetapi di Indonesia hampir
tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di Indonesia dan
menurut hemat penulis juga memang lebih praktis, ialah cara pembagian yang lazim
dipergunakan di Amerika Serikat, yaitu (Rasad, 2016):
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang
dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa proses
aktif.
2. Lubang (kavitas); ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil,
yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).
3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya
menunjukkan bahwa proses telah tenang.
11
Pasien pria muda dengan demam dan batuk mempunyai opasitas fokal pada lobus
inferior kiri yang menyerupai pneumonia. Foto tersebut adalah kasus tuberkulosis pada
dewasa (Catanzano, 2016).
Seorang pria paruh baya mengeluhkan gejala batuk dan demam yang berlangsung
selama beberapa minggu. Foto toraks posteroanterior menunjukkan area paratrakeal yang
12
ramai pada bagian kanan, limfadenopati, kavitas yang opak di lobus superior kanan, dan
konsolidasi fokal pada lobus media kanan. Pasien didiagnosis tuberkulosis yang progresif
(Catanzano, 2016).
b) Abses Paru
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus/nekrotik debris) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih yang disebabkan oleh infeksi mikroba (Rasyid,
2014). Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat
juga multi-kavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan di
dalamnya (Budjang, 2016).
Seorang pasien 54 tahun mengeluhkan gejala batuk dengan produksi sputum yang
berbau. Foto toraks menunjukkan abses paru pada segmen superior lobus inferior kiri
(Kamangar & Bahk, 2017).
13
Seorang pria 42 tahun mengeluhkan gejala demam dan produksi sputum yang
berbau. Pasien mempunyai riwayat konsumsi alkohol berat, dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan kesehatan gigi yang buruk. Foto toraks menunjukkan abses paru pada segmen
posterior lobus superior kanan (Kamangar & Bahk, 2017).
c) Bronkiektasis
14
sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon (honey comb appearance). Bulatan
translusen ini dapat berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang berupa kista-kista
translusen dan kadang-kadang berisi cairan (air fluid level) akibat peradangan sekunder
(Kusumawidjaja, 2016).
Seorang pria 27 tahun yang didiagnosis dengan reactive airway disease saat anak-
anak diperiksa karena sering mengalami infeksi pernapasan. Foto toraks posteroanterior
menunjukkan nodul paru yang opak, skoliosis ringan, dan overaerasi sedang (Holbert &
Holbert, 2017).
15
Foto toraks posteroanterior menunjukkan hiperinflasi dan batas jantung yang
kabur sebagian (Holbert & Holbert, 2017).
Radiolusen
a) Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura dari
dada antara paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang
tanpa kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit paru-paru,
dan banyak pneumotoraks terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan, atau sebagai
komplikasi dari perawatan medis (Hisyam & Budiono, 2014).
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang
tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak
tipis berasal dari pleura viseral. Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke
arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum
ke arah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar (Kusumawidjaja, 2016).
Bila udara berasal dari paru melalui suatu robekan yang berupa katup (ventil),
maka tiap kali menarik napas sebagian udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak
dapat keluar lagi, kejadian ini bila lama akan menyebabkan semakin banyak udara
16
terkumpul dalam rongga pleura sehingga kantong udara pleura mendesak mediastinum
dan paru yang sehat (herniasi). Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernapasan
sangat terganggu yang disebut tension pneumothorax yang harus segera diatasi, kalau
tidak akan berakibat fatal (Kusumawidjaja, 2016).
Pneumotoraks yang besar pada sisi kanan terjadi akibat ruptur subpleural (Al-Hameed,
Sharma, & Maycher, 2017).
17
Intubasi bronkus kanan menyebabkan penumotoraks tension pada sisi kiri, pergeseran
mediastinum ke arah kanan, tanda sulkus yang dalam, dan pneumotoraks subpulmonal
(Al-Hameed, Sharma, & Maycher, 2017).
b)Pneumonia
Gambaran radiologi pada radiografi dan CT scan toraks seperti adanya atelektasis,
loss volume of lung, volume paru yang tertarik atau terangkat, bronchovascular marking
yang tak beraturan, pergeseran mediastinum, pneumothoraks merupakan tanda akibat
adnya kerusakan paruakibat proses peradangan parenkim paru pada pneumonia.
18
Konsolidasi / opasitas di paracardial kiri dan efusi pleura kiri (sinus kostofrenikus kiri tak
tampak). Konsolidasi di bagian central/perihillar.
c) Atelektasis
Atelektasis merupakan suatu keadaan dimana paru tidak dapat mengembang dengan
sempurna (alveoli tidak berisi udara/kollaps). Hal ini dapat terjadi akibat adanya 5
mekanisme, yaitu obstructive (resorptive), passive, compressive, adhesive dan sisatrization
(scar). Etiologi terbanyak obstruksi airway adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Intrinsik yaitu peradangan intra luminar airway yang menyebabkan penumpukan sekret
yang berupa mukus. Selain itu juga terjadi edema di lumen airway yang mengakibtkan
obstruksi pada airway. Etiologi ekstrinsik atelektasis pada airway adalah pneumothoraks,
tumor dan paling sering adalah pembessaran kelenjar getah bening.
19
Tension pneumothoraks, kolaps paru kiri total, low riding diafragma kiri dan pergeseran
mediastinum ke kanan. Tampak bullae di apikal kanan (black arrows).
d) Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan dalam rongga antara pleura parietale
dan pleura viscerale.
20
Massive effusi pleura yang menyebabkan mediastinum bergeser ke arah kanan disertai
peningkatan volume paru kanan sebagai kompensasi. b. Pada gambar CT scan thoraks
tampak efusi pleura yang menyebabkan kollaps paru kiri.
e) Tumor paru
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga
dada.
PA rontgen dada pada seorang pria menunjukkan lesi koin insidental di zona tengah yang
tepat dengan karakteristik popcorn kalsifikasi
21
Karsinoma paru perifer pada paru kiri atas segmen posterior
f) Metastasis di paru
Untuk metastasis tumor lain ke paru dapat melalui jalur hematogen atau limfogen.
Secara radiologis ditemukan nodul dan massa bervariasi besarnya mulai dari 1 cm sampai
10 cm, biasanya ditemukan multiple dan tersebar. Dari radiologi tidak dapat dilakukan
diagnosis pasti apakah itu metastasis, infeksi atau tumor primer.
22
Foto thoraks dan CT scan memperlihatkan multipel nodul cannon ball
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun
dosen yang memberikan materi bimbingan dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan
laporan ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Hameed, F. M., Sharma, S., & Maycher, B. (2017, March 29). Pneumothorax Imaging.
Dipetik 1 Mei 2018, dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/360796-
overview
2. Amstrong Peter, L.Wastie Martin. 1989. Pembuatan Gambar Diagnostik. Jakarta : EGC
3. Budjang, N. (2016). Radang Paru yang Tidak Spesifik. Dalam S. Rasad, Radiologi
Diagnostik (2nd ed., hal. 100-107). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
4. Catanzano, T.M. (2016, November 29). Primary Tuberculosis Imaging. Dipetik 1 Mei 2018,
dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/358610-overview
5. Corr, Peter. Pola Pencitraan Dada. Mengenali Pola Foto – Foto Diagnostik. Jakarta : EGC,
2011.
6. Hisyam, B., & Budiono, E. (2014). Pneumotoraks. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo,
M. Simadibrata, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed., Vol.
II, hal. 1640-1650). Jakarta: InternaPublishing.
7. Holbert, B. L., & Holbert, J. M. (2017, September 20). Bronchiectasis Imaging. Dipetik 1
Mei 2018, dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/354167-overview
8. Kamangar, N., & Bahk, J. E. (2017, June 15). Lung Abscess. Dipetik 1 Mei 2018, dari
Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/299425-overview
9. Kusumawidjaja, K. (2016). Emfisema, Atelektasis dan Bronkiektasis. Dalam S. Rasad,
Radiologi Diagnostik (2nd ed., hal. 108-115). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
10. Lange S. Radiology of chest disease. Newyork: George ThiemeVerlag Stuttgart. 1990. p 122-
40.
11. Perkumpulan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI). Seminar daN Workshop
“IMAGING IN EMERGENCY OF THORACIC DISEASE”.UNNES PRESS. 2016
12. Rahmatullah, P. (2014). Bronkiektasis. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M.
Simadibrata, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed., Vol. II,
hal. 1682-1689). Jakarta: InternaPublishing.
13. Rasad, S. (2016). Tuberkulosis Paru. Dalam S. Rasad, Radiologi Diagnostik (2nd ed., hal.
131-144). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
25
14. Rasyid, A. (2014). Abses Paru. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. Simadibrata, B.
Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed., Vol. II, hal. 1651-1657).
Jakarta: InternaPublishing.
15. Rubens MB, Padley S. Tumours of lung. In Sutton D. Textbook of radiology and imaging ed
6. Churchill livingstone 2003:p.107-30
26