Anda di halaman 1dari 14

Artikel Riset Jurnal Kefarmasian Indonesia

DOI :10.22435/jki.v9i2.1369 Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati,
Vol.9 No.2-Agustus dkk)
2019:126-139
p-ISSN: 2085-675X
e-ISSN: 2354-8770

Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit Badan Layanan
Umum (BLU)/ Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Indonesia
Cost Analysis of Drugs in Outpatient Department at Public Service Agency
Distric/Province Hospitals in Indonesia

Suharmiati*, Lestari Handayani, Betty Roosihermiatie

Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia
*Email: atiek_2004@yahoo.com

Diterima: 14 Februari 2019 Direvisi: 08 April 2019 Disetujui: 21 Mei 2019

Abstrak
Belanja obat merupakan bagian terbesar dari anggaran pelayanan kesehatan di Indonesia. Pembiayaan pelayanan
kesehatan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan dibayarkan kepada fasilitas kesehatan rujukan
yaitu rumah sakit. Besar biaya obat di Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Artikel ini menganalisis lanjut secara deskriptif biaya obat di 84
RS BLU/BLUD dengan sumber data dari riset pembiayaan kesehatan di RS tahun 2016. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa permasalahan ketersediaan obat di kelas B sebesar 94,6%, kelas C sebesar 78,9% dan A
sebesar 77,8%. Proporsi biaya obat generik terhadap total biaya obat tertinggi di kelas C selanjutnya B dan A,
berturut turut 40,57%, 37,83% dan 23,74%. Besar biaya obat non generik dibandingkan biaya obat generik pada RS
Kelas A, B, dan C berturut turut adalah 2,22 kali, 1,15 kali dan 0,86 kali. Besar biaya obat generik terbanyak
terdapat di Rawat jalan spesialis pada semua kelas rumah Sakit. Besar biaya obat generik pada rawat jalan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan kelas rumah sakit. Kesimpulan, biaya obat di rumah sakit A dan B
didominasi obat non generik sedang di C obat generik. Kebijakan penggunaan obat generik perlu terus disosialisasi
dan diperhatikan oleh pihak manajemen agar dapat melakukan efisiensi biaya.
Kata kunci : Biaya obat; Rawat jalan; Rumah Sakit; BLU/BLUD

Abstract
Drugs expenditure is the highest proportion in health services budget. financing for health services in National
Universal Health Coverage era is carried out by BPJS payed to referral health facilities namely hospitals. The
medicine cost at public service agency/District or Province public service agency is unknown certaintly. This
descriptive study was advanced analyzes of the secondary data of 84 hospitals from health financing research in the
year of 2016. The result showed that there were problems of drug availability in class B 94,6%, C 78,9% and A
77,8%. The highest proportion of generic drugs cost to total drug cost is class C hospital, followed by B class and A
class hospitals i.e 40,57%, 37,83% dan 23,74% respectively. The cost of non generic drug compared to generic
drugs at A, B and C class is 2,22 times, 1,15 times and 0,86 times respectively. The highest cost of generic drug is in
outpatient specialist services in all class of hospitals. The cost of the drugs was increasing higher as well as the
hospital class. Conclusion: The non generic drugs cost dominated in A and B class hospital while C class was
generic drug cost. Generic drug use policy should be socialyzed by government and to be considered by
management in order to be able to carried out cost efficiency.
Keywords : Drug expenditure; Outpatient; Hospitals; Public service agency/ Distric or Province Public service
agency

126
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

PENDAHULUAN tenaga medis (dokter), tenaga farmasis


(apoteker) dan pasien.2
Rumah Sakit sebagai penyelenggara
Pemerintah mulai memberlakukan
layanan kesehatan rujukan, harus
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
menyediakan pelayanan kesehatan yang
pada tahun 2014 yang menjamin peserta
bermutu dan adil bagi masyarakat.
mendapat pelayanan kesehatan secara
Pelaksanaan pelayanan di RS diwadahi
memadai termasuk obat. Biaya pelayanan
dalam berbagai instalasi termasuk Instalasi
obat yang diberikan kepada pasien termasuk
Farmasi yang merupakan bagian tidak
dalam paket kapitasi dan paket INA CBG’s.
terpisahkan dalam sistem pelayanan
Obat yang diberikan kepada pasien harus
kesehatan Rumah Sakit. Instalasi farmasi
mengacu pada Peraturan Presiden (PP)
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
Nomor 111 tahun 2013, pasal 32 yakni obat-
mencakup perencanaan, pengadaan,
obatan yang diberikan mengacu daftar dan
produksi, penyimpanan, perbekalan
harga obat yang ditetapkan oleh menteri
kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat jalan kesehatan. Daftar obat dicantumkan dalam
Formularium Nasional (Fornas) sedangkan
dan rawat inap, pengendalian mutu,
penetapan daftar harga obat (e-Katalog
pengendalian distribusi dan penggunaan
Obat) dilakukan kementerian kesehatan
seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit
bekerjasama dengan lembaga kebijakan
serta pelayanan farmasi klinik umum dan
pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP).3
spesialis.
Pengaturan pembayaran juga tertuang dalam
Masalah biaya pelayanan merupakan hal
Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013,
yang sangat penting sehingga mendorong
pasal 39 yang menyatakan bahwa BPJS
seluruh elemen yang berkepentingan
Kesehatan melakukan pembayaran kepada
menghitung secara riil besarnya biaya
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
pelayanan yang dibutuhkan. Belanja obat
secara praupaya berdasarkan kapitasi,
merupakan bagian terbesar dari biaya
sedangkan pembayaran kepada Fasilitas
kesehatan.1
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Biaya obat di negara berkembang lebih
(FKRTL) berdasarkan Indonesia Case Base
besar dibandingkan beberapa negara maju,
Groups (INA CBG’s).4
yaitu antara 25-65% sedangkan di negara
Obat-obatan yang diberikan dalam
maju hanya sekitar 10-20% dari anggaran
pelayanan telah diatur di fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti di Jerman 15% dan Jepang
termasuk dalam paket kapitasi atau INA
19%. Biaya obat di Indonesia mencapai 40-
CBG’s. Merujuk pada Permenkes Nomor 28
50% dari biaya operasional kesehatan dan
Tahun 2014, pemberian obat tertentu di
terus menunjukkan peningkatan setiap
luar Fornas tidak boleh dibebankan kepada
tahunnya. Pemerintah berupaya
peserta.5 Pelayanan obat di era JKN
mengendalikan biaya obat dengan
mengalami perubahan yaitu ada beberapa
menerbitkan berbagai peraturan terkait.
obat yang ditagihkan terpisah oleh fasilitas
Salah satu cara pemerintah untuk
kesehatan kepada BPJS karena obat-obatan
mengantisipasi besarnya biaya obat tersebut
tersebut di luar paket kapitasi, seperti obat
dengan mengeluarkan Permenkes No. HK
Program Rujuk Balik dan Obat di luar paket
02.02/Menkes/068/I/2010 pasal 8, tentang
INA CBG’s yaitu obat-obatan untuk
kewajiban menggunakan obat generik di
penyakit kronis di FKRTL dan kemoterapi.6
fasilitas pelayanan kesehatan milik
pemerintah. Berdasarkan Permenkes tersebut Pengendalian biaya kesehatan khususnya
obat di era JKN antara lain adalah dengan
ada 3 unsur utama yang berperan yaitu

127
Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati, dkk)

membuat pedoman peresepan. Kementerian perhatian karena besarnya proporsi yang


Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal harus dikeluarkan untuk biaya obat di rumah
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sakit. Rawat jalan mengambil bagian besar
menyusun Fornas sebagai acuan dalam dalam penggunaan obat di era JKN, namun
pemilihan obat untuk menjamin belum diketahui secara pasti besar
ketersediaan, keterjangkauan dan pembiayaan obat di Unit Rawat Jalan
aksesibilitas obat. Penelitian di RSUP Prof Rumah Sakit, khususnya RS BLU/BLUD di
Kandou di Kota Manado dalam bulan Indonesia. Penelitian ini menganalisis biaya
Januari sampai dengan Juni 2014 obat di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit
menunjukkan sebanyak 72,82% penulisan BLU/BLUD di Indonesia berdasar data
resep dengan nama generik dan 91,87% Penelitian Pembiayaan Kesehatan tahun
kesesuaian dengan Fornas. Peresepan yang 2016.
sepenuhnya menggunakan nama generik dan
sesuai Fornas rata-rata sebesar 33,21%.7 METODE
Penulisan resep obat generik oleh dokter di Penelitian ini merupakan analisis lanjut
rumah sakit masing-masing sebesar 62,1% dari data sekunder Riset Pembiayaan
untuk dewasa dan 62,6% untuk anak-anak. Kesehatan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Penulisan resep obat esensial masing-masing Tingkat Lanjut (FKTRL) tahun 2016.
sebesar 32,6% untuk pasien dewasa dan Berdasar kerangka konsep (Gambar 1)
35,2% untuk pasien anak baik obat generik dilakukan analisis terhadap sistem
maupun yang bermerek.8 manajemen untuk biaya obat pada RS
Hasil penelitian Pembiayaan Kesehatan BLU/BLUD di Indonesia. Determinan input
tahun 2016 menunjukkan bahwa BPJS harus adalah obat generik, obat non generik, dan
menanggung biaya pelayanan pengobatan Bahan Media Habis Pakai (BMHP); proses
yakni rawat inap sebesar 61,13% dan rawat adalah Biaya obat pada Unit Rawat jalan;
jalan sebesar 62,03% dibandingkan sumber dan output adalah perbandingan biaya obat
pembiayaan yang lain seperti Jamkesda (obat generik, obat non generik dan bahan
ataupun asuransi lainnya. Lebih separoh RS medis habis pakai) menurut kelas Rumah
pernah mengalami masalah dalam Sakit. Data biaya obat diperoleh dari Bagian
pengadaan obat, yaitu sebanyak 52,4%, Keuangan Rumah Sakit yang berasal dari
sedangkan 57,1% terkait ketersediaan bahan Instalasi Farmasi meliputi obat generik, obat
medis, dan 32,1% ketersediaan bahan non
non generik dan BMHP.
medis dengan berbagai macam penyebab.9
Masalah pembiayaan obat menjadi fokus

Input Proses Output


Belanja Obat Biaya Obat

- Generik - Unit Rawat jalan Perbandingan


- Non Generik Biaya Obat
- BMHP - Kelas
Unit Rawat
RawatInap
Inap menurut
Kelas RS

Gambar 1. Kerangka Konsep Analisis Biaya Obat


di Unit Rawat Jalan RS BLU/BLUD

128
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

Kebutuhan irisan data diperoleh dari dengan perhitungan statistik yang


Laboratorium Manajemen Data Badan bekerjasama dengan BPS.(Tabel1) Besar
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. sampel RS menggunakan Rumus Slovin,
Kegiatan analisis sampai dengan penulisan yaitu
laporan dilakukan pada bulan Nopember
sampai dengan Desember tahun 2017. Riset
Pembiayaan Kesehatan FKTRL tahun 2016
merupakan penelitian observasional dengan Keterangan : n = jumlah sampel; N = jumlah
desain potong lintang di RS umum populasi; e = batas toleransi kesalahan
pemerintah Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit menurut tipe perawatan
dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
terbagi menjadi unit rawat jalan dan rawat
yang telah ditetapkan sejak tahun 2013.
inap disamping Unit Gawat Darurat (UGD).
Jumlah RS BLU/BLUD adalah 241 unit
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah
merupakan populasi penelitian.
satu bagian pada RS yang menyediakan
Sampel RS dihitung berdasarkan Rumus
penanganan awal bagi pasien yang
Slovin dengan batas toleransi kesalahan (e)
menderita sakit dan cedera, yang dapat
sebesar 10%, maka diperoleh sampel (n)
mengancam kelangsungan hidupnya. Unit
sebesar 71 yang merupakan kebutuhan
Gawat Darurat (UGD) merupakan bagian
sampel minimal RS.10 Sampel ditambah
dari rangkaian pelayanan yang perlu
sebesar 10% sehingga kebutuhan jumlah
diorganisir. Tidak semua Rumah Sakit harus
sampel dibulatkan menjadi 84 RS.
mempunyai bagian gawat darurat yang
Keterwakilan nasional dilakukan dengan
lengkap dengan tenaga memadai dan
mengambil sebaran sampel sesuai dengan
peralatan canggih karena menyebabkan
sebaran populasi berdasarkan kelas RS dan
pengeluaran dana dan sarana yang besar.
regionalisasi INA-CBGs. Sampel penelitian
Data biaya obat diperoleh dari Bagian
ditentukan untuk mewakili 5 regional tarif
Keuangan Rumah Sakit yang berasal dari
INA-CBGs (Tabel 1). Dasar penentuan
Instalasi Farmasi meliputi obat generik, obat
regionalisasi digunakan Indeks Harga
non generik serta BMHP dan dimintakan
Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik
secara terpisah untuk ketiga jenis obat
(BPS). Pemilihan sampel 84 RS terpilih
tersebut. Analisis data secara deskriptif.
dilakukan secara acak dengan bantuan
Software Minitab ditetapkan bersama

Tabel 1. Distribusi Sampel RS Pemerintah (A, B, C, D) BLU/BLUD


berdasarkan Regionalisasi INA-CBGs
Regionalisasi INA-CBGs Total (n)
Kelas RS
I II III IV V
A 3 2 2 1 1 9
B 19 5 8 2 2 36
C 12 9 9 2 4 36
D 1 2 - - - 3
Total 35 18 19 5 7 84

129
Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati, dkk)

Tabel 2. Persentase Rumah Sakit yang Mengalami Permasalahan Ketersediaan Obat dan
Frekuensinya dalam Satu Tahun Terakhir menurut Kelas RS, RPK 2016
Frekuensi (%)
RS yang
Paling
mengalami Tidak
Kelas RS Setiap sedikit Paling sedikit
Permasalahan setiap
hari sekali sekali sebulan
(%) bulan
seminggu
A (n=9) 77,8 0,0 28,6 28,6 42,9
B (n=37) 94,6 11,4 5,7 22,9 60,0
C (n=38) 78,9 3,3 23,3 23,3 50,0
Sumber: Data Riset Pembiayaan Kesehatan tahun 2016

Tabel 3. Biaya Obat Berdasarkan Jenis Obat dan Kelas RS BLU/BLUD di Indonesia
tahun 2016
Obat Generik Obat Non Generik Bahan Habis Pakai Total
RS (%) (%) (%) (%)
Klas A 361.230.365.246 803.333.381.823 357.154.349.587 1.521.718.096.656
(n=9) (23,74) (52,79) (23,47) (100,00)
Klas B 331.245.891.086 382.556.792.457 161.700.750.690 875.503.434.233
(n=37) (37,83) (43,70) (18,47) (100,00)
Klas C 166.444.697.617 143.542.402.044 100.231.159.537 410.218.249.198
(n=38) (40,57) (34,99) (24,43) (100,00)
Total 813.920.953.949 1.329.432.576.324 619.086.259.814 2.762.439.790.087
(29,46) (48,12) (22,41) (100,00)

Sumber: Diolah dari data Riset Pembiayaan Kesehatan Tahun 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN terjadi di semua kelas RS bahkan terjadi


setiap hari di RS kelas B dan C.
1. Permasalahan biaya obat di RS
Ketersediaan, keterjangkauan dan
BLU/BLUD
pembiayaan obat ditekankan dalam
Obat merupakan kebutuhan esensial
Kebijakan Obat Nasional tahun 2005 yang
dalam pelayanan kesehatan di RS.
menyatakan bahwa perencanaan obat sangat
Kelancaran pelayanan tergantung
mempengaruhi kelancaran dalam
ketersediaan obat, kekurangan jumlah atau
manajemen logistik. Ketersediaan obat di era
jenis obat serta pasokan yang tidak lancar
JKN semakin mengemuka permasalahannya
dapat mengganggu pelayanan dan
karena jumlah kunjungan pelayanan yang
menimbulkan ketidakpuasan pasien maupun
meningkat. Perencanaan yang baik akan
petugas kesehatan. Berikut ini adalah
membantu ketersediaan obat sehingga
kondisi permasalahan ketersediaan obat di
kelancaran pelayanan kesehatan juga
RS berdasar data penelitian RPK 2016
semakin terjamin. Penelitian di RS
(Tabel 2).
Cikampek Jawa Barat menunjukkan bahwa
Tabel 2 di atas memberikan gambaran
dengan menggunakan metode ABC Indeks
bahwa permasalahan ketersediaan obat
Kritis dapat membantu RS merencanakan
terbanyak terjadi di kelas B (94,6%) disusul
kelas C (78,9%) dan A (77,8%). pemakaian obat dengan mempertimbangkan
utilisasi, nilai investasi dan kekritisan obat.
Ketersediaan obat menjadi masalah yang
Penelitian ini menyatakan pentingnya
130
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

standar terapi sebagai acuan bagi dokter Obat yang masuk dalam golongan obat
karena akan mempengaruhi perencanaan.11 paten dan obat bermerek. Bahan medis habis
Sementara penelitian lain menyebutkan pakai adalah Barang atau bahan yang
bahwa faktor yang mempengaruhi ditujukan untuk penggunaan sekali pakai
ketersediaan obat adalah faktor dokter, dengan daftar produk yang diatur dalam
faktor tenaga kefarmasian dan pasien.12 peraturan perundang-undangan.
Mengetahui beban biaya obat di Rumah Penekanan pemerintah agar RS
Sakit sangat penting bagi pihak manajemen menggunakan obat generik terkait dengan
karena merupakan bagian dari pengelolaan efisiensi biaya. Biaya obat generik yang
pelayanan. Rumah Sakit sebagai institusi lebih murah akan membantu menekan
pelayanan kesehatan menyelenggarakan pembiayaan obat dalam pelayanan
pelayanan kesehatan perorangan secara kesehatan. BPJS mengelola pembiayaan
paripurna yang menyediakan pelayanan pelayanan kesehatan bagi peserta JKN yang
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat terus meningkat jumlah pembiayaannya.
pada semua tipe RS. Rumah Sakit sebagai Faktor yang mempengaruhi biaya obat
Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan adalah usia, penjamin, jumlah item obat dan
Layanan Umum Daerah (BLUD) dituntut penggunaan obat generik.15 Efisiensi biaya
untuk memberikan pelayanan kesehatan obat akan terjadi bila obat generik menjadi
kepada masyarakat berupa penyediaan obat utama dalam penyelenggaraan
barang dan atau jasa tanpa mengutamakan pelayanan kesehatan. Harga obat generik 30-
mencari keuntungan dan dalam melakukan 60% lebih murah dibandingkan obat
kegiatannya didasarkan pada prinsip bermerek atau paten.16 Hasil penelitian ini
efisiensi dan produktivitas. Rumah Sakit didukung penelitian oleh Ramesh (2013)
BLU berdasar Peraturan Pemerintah (PP) yang menyatakan persentase harga obat bermerk
No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan 20 % - 218 % lebih mahal dibanding obat
Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) generik.17 Bukti penelitian tersebut bisa
adalah sebagaimana yang diamanatkan sebagai gambaran pengaruh jumlah dan jenis
dalam Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun penggunaan obat generik terhadap besar
2004 tentang Perbendaharaan Negara. biaya obat di RS. Temuan dalam analisis ini
Peraturan Pemerintah tersebut bertujuan memberikan gambaran bahwa besar biaya
untuk meningkatkan pelayanan publik oleh obat non generik 2,22 kali dibandingkan
Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada biaya obat generik pada RS Kelas A,
pengaturan yang spesifik mengenai unit sedangkan di RS kelas B 1,15 kali dan RS
pemerintahan yang melakukan pelayanan kelas C 0,86 kali.
kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk Biaya Obat Berdasarkan Kelas Rumah
dan modelnya beraneka macam. 13,14 Sakit yaitu Kelas A, B dan C disajikan pada
Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat
2. Rata-rata Beban Biaya Obat di 84 RS dilihat bahwa proporsi obat generik tertinggi
Sampel Penelitian di kelas C selanjutnya B dan A berturut turut
Biaya obat yang dimaksud dalam dengan proporsi 40,57%, 37,83% dan
penelitian ini adalah biaya yang digunakan 23,74%. Proporsi biaya Obat non generik
untuk membayar kebutuhan obat generik tertinggi terdapat di RS kelas A, disusul
dan non generik serta bahan medis habis kelas B dan kelas C dengan besaran berturut
pakai (BMHP) di semua unit baik Rawat turut 52,79%, 43,70% dan 34,99%. Proporsi
Jalan maupun Rawat Inap dan Unit Gawat biaya BHPM tertinggi terdapat pada RS
Darurat (UGD). Obat Non Generik adalah kelas C disusul kelas A dan B. Secara

131
Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati, dkk)

keseluruhan proporsi biaya obat tertinggi spesialis) semakin tinggi maka obat yang
banyak digunakan untuk pembiayaan obat digunakan adalah obat paten dan atau obat
non generik (48,12%) disusul obat generik bermerek yang dinilai lebih poten untuk
sebanyak 29,46% dan terakhir untuk biaya kasus tertentu.
BMHP 22,41%. Proporsi penggunaan biaya obat generik
Obat generik merupakan obat yang pada RS BLU/BLUD di Indonesia antara
disarankan untuk digunakan dalam 23,74 - 40,57%. Hasil ini berbeda bila
pelayanan di RS. Merujuk pada proporsi dibandingkan dengan persentase peresepan
penggunaan obat generik meningkat pada obat generik dan non generik. Penulisan
kelas rumah sakit yang terbanyak pada RS resep obat generik pada RSU Pemerintah
kelas C, sebaliknya pada obat non generik Prof. Kandou Manado rata-rata sebesar
yang terbanyak di kelas A . Kelas rumah 33,21 persen.7 Demikian pula penelitian di
sakit menunjukkan kemampuan penanganan salah satu Rumah Sakit di Kabupaten
penyakit dengan rujukan teringgi pada kelas Sidoarjo menunjukkan bahwa penggunaan
A. Kasus penyakit yang tidak dapat obat generik sebesar 31,36% dan obat
ditangani RS kelas C akan dirujuk ke RS bermerek 68,64%.18 Pada 7314 lembar resep
kelas B dan selanjutnya ke RS kelas A. RS dari 3 poli penyakit dalam, bedah dan
Kelas A adalah RS yang memberikan umum, menunjukkan bahwa persentase
pelayanan medik oleh tenaga kedokteran penggunaan obat generik pelayanan rawat
spesialis dan subspesialis luas, serta jalan RS pemerintah Provinsi Sumatra barat
merupakan RS tempat rujukan tertinggi dan sebesar 72,4%.19 Penelitian di RS Loekmono
pada umumnya merupakan RS pendidikan. Hadi Kudus menghasilkan data bahwa
RS Kelas B adalah RS yang menyediakan peresepan antibiotik oral sebesar 98,70%
pelayanan medik spesialis luas serta menggunakan obat generik, namun tidak
subspesialis terbatas. Rumah Sakit Kelas B semua golongan obat yang diresepkan.20
ini diharapkan bisa menampung pasien Penelitian lain menunjukkan bahwa
rujukan dari RS tingkat kabupaten. Rumah peresepan obat generik dan obat paten
Sakit Kelas C adalah RS yang mampu memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan layanan kedokteran subspesialis diresepkan oleh dokter. Antara kelompok
terbatas. dokter, tidak ada perbedaan dalam perilaku
Pelayanan yang diberikan identik dengan dapat dijelaskan dalam resep Obat.21
jenis obat yang dibutuhkan. Semakin tinggi Rata-rata biaya obat dikelompokkan
kelas RS akan menangani kasus dengan menurut jenisnya yaitu obat generik, obat
tingkat keparahan semakin tinggi. Kasus- non generik dan Bahan Medis Habis Pakai
kasus penyakit pada RS kelas A lebih parah (BMHP) berdasar kelas RS yaitu Kelas A, B
dari kasus kelas B sedang kasus di RS kelas dan C. Data tentang biaya obat disajikan
B lebih parah daripada kasus di RS kelas C. pada Tabel 4. Penelitian ini mendata
Semakin parah kasus, kemungkinan pembiayaan obat generik, non generik dan
membutuhkan jenis obat yang berbeda dan BMHP di 9 RS kelas A, 37 RS kelas B dan
bervariasi dengan tingkat potensi yang lebih 38 RS kelas C. Bila mewakili Indonesia
kuat. Ada kemungkinan obat generik untuk maka dapat dikatakan bahwa beban biaya
penanganan kasus sulit/parah tidak tersedia obat generik secara rata-rata di tahun 2016
sehingga harus menggunakan obat non terbesar terdapat di RS kelas A.
generik. Jenis pelayanan (spesialis dan sub

132
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

Tabel 4. Rata-rata Biaya Obat Berdasarkan Jenis Obat dan Kelas RS BLU/BLUD di
Indonesia tahun 2016
Jenis Obat Kelas RS
Kelas A (n=9) Kelas B (n=37) Kelas C (n=38)
Rata2(Rp) ±SD Rata2(Rp) ±SD Rata2(Rp) ±SD
Obat Generik 40.136.707.250 50.857.685.530 9.201.274.752 8.769.053.392 4.498.505.341 4.462.106.399
Non Generik 89.259.264.647 81.349.278.022 10.626.577.568 8.280.583.241 3.879.524.380 4.281.811.164
BMHP 39.683.816.621 22.861.122.858 4.491.687.519 4.149.236.903 2.708.950.258 2.257.561.168
Sumber: Riset Pembiayaan Kesehatan Tahun 2016
Rata-rata biaya obat generik di RS obat generik didukung dengan peraturan
semakin tinggi kelas semakin besar yang telah diterbitkan yaitu Permenkes No.
biayanya. Rata-rata biaya obat generik pada HK 02.02/Menkes/068/I/2010 pasal 8,
RS Kelas A sebesar Rp. 40.136.707.250,- tentang kewajiban menggunakan obat
atau 8,9 kali dibandingkan (Rp. generik di fasilitas pelayanan kesehatan
4.498.505.341) RS Kelas C. Biaya rata-rata milik pemerintah untuk penggunaan obat
biaya obat generik pada RS Kelas B sebesar yang bermutu, aman, berkhasiat dan
Rp. 9.201.274.752,- atau 2,0 kali terjangkau; Kepmenkes HK
dibandingkan (Rp. 4.498.505.341) pada RS 03.01/Menkes/159/1/2010 tentang Pedoman
Kelas C, sedangkan rata rata biaya obat Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan
generik pada RS Kelas A dibanding pada RS Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
Kelas B sebesar 4,5 kali. Rata rata biaya Kesehatan Pemerintah, serta kebijakan lain
bahan medis habis pakai semakin rendah yang menetapkan formularium Jaminan
dengan menurunnya kelas RS. Rata-rata Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berbasis
biaya bahan medis habis pakai pada RS obat generik.22 Pemerintah telah menjamin
Kelas A sebesar Rp. 39.683.816.621 atau kualitas obat generik dengan biaya yang
14,6 kali dibandingkan (Rp.2.708.950.258) lebih murah dibandingkan obat paten. Hasil
RS kelas C. Biaya rata-rata biaya bahan penelitian Lewek,2010 menunjukkan
habis pakai pada RS Kelas B sebesar Rp. kualitas obat generik akan sama dengan obat
4.491.687.519 atau 1,7 kali dibandingkan bermerk karena baik pabrik obat generik
(Rp. 2.708.950.258) pada RS Kelas C. atau pabrik obat bermerk diharuskan
Beban biaya obat generik ternyata jauh memenuhi persyaratan yang sama baik
dibawah obat non generik untuk kelas A secara kimia kontrol pabrik maupun proses
yaitu sebesar 89,2 milyar yang berarti 2 kali yang lain.23 Pada kenyataannya dalam
lipat biaya obat generik. Kondisi di RS kelas peresepan obat generik dipengaruhi banyak
B berbeda karena pembiayaan obat non faktor. Faktor yang berpengaruh terhadap
generik hanya sedikit berbeda dengan obat peresepan obat generik karena pemahaman
generik, sedangkan di RS kelas C biaya obat dan kepercayaan terhadap obat generik. Ada
non generik lebih sedikit daripada obat pengaruh pasien dan detailer dalam
generik. Rata-rata biaya obat di RS kelas A meresepkan obat generik, namun
terbanyak diantara 3 kelas RS yaitu pengaruhnya rendah.19
mencapai Rp. 169 milyar. Biaya obat Penggunaan obat generik dapat berjalan
tersebut bila diteliti lebih jauh pada rumah lancar apabila ketersediaan obat tercukupi
sakit kelas A, B, dan C tertinggi terletak dan adanya dukungan berbagai kebijakan.
pada unit yang sama yakni Instalasi Bedah Ketersediaan obat generik pada Instalasi
Sentral.9 Farmasi kabupaten/kota di Indonesia pada
Bukti penelitian menunjukkan bahwa tahun 2010 menunjukkan kecukupan dalam
penggunaan obat generik masih dibawah 14,2 bulan, sedangkan penggunaan obat
harapan. Upaya pemerintah mempromosikan generik pada tahun 2010 tersebut pada
133
Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati, dkk)

puskesmas mencapai lebih dari 95% lebih atau nama dagang sesuai dengan
dan pada RS 57,8%.24 Permenkes No. HK formularium Fornas menempati urutan
02.02/Menkes/068/I/2010 pasal 8, kedua (34,70%) setelah pembatasan jumlah
Kepmenkes HK 03.01/Menkes/159/1/2010, obat yang mengacu pada tingkat penyakit
dan kebijakan lain yang menetapkan sebanyak 61,53 persen.26
formularium Jaminan Kesehatan Masyarakat Penggunaan obat generik juga
(Jamkesmas) berbasis obat generik dipengaruhi oleh pengguna atau pasien.
meningkatkan sosialisasi penggunaan obat Studi pemilihan obat generik di Desa
generik, baik kepada dokter yang merawat Masaran, Kabupaten Sragen terhadap 119
maupun kepada pasiennya sendiri. Di orang menunjukkan hubungan negatif antara
samping itu, Peraturan Pemerintah Nomor penghasilan dengan pemilihan masyarakat
51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan terhadap obat generik atau bila penghasilan
Kefarmasian pada pasal 24 disebutkan menurun maka pemilihan obat generik akan
bahwa pasien yang tidak mampu diberikan meningkat.27 Penelitian sebelumnya
obat paten dapat diganti dengan obat generik menunjukkan pemakaian Obat Generik
yang khasiatnya sama atas persetujuan Berlogo (OGB) di Indonesia sekitar 12%
dokter dan/atau pasien.2,20 Upaya pemerintah pada tahun 2001 dan menurun menjadi
menggalakkan penggunaan obat generik 7,8% pada tahun 2007 walaupun pasar obat
semakin diperkuat dengan adanya peraturan nasional naik. Penggunaan Obat Generik
Menkes HK.02.02/Menkes/068/I/2010 pada Berlogo relatif rendah. Tampaknya program
pasal 7 yang mengijinkan apoteker dapat OGB kurang sukses karena relatif rendahnya
mengganti obat merek dagang/paten dengan kepercayaan masyarakat terhadap mutu
obat generik yang sama komponen aktifnya OGB. Kajian peresepan obat pada apotik di
dengan persetujuan dokter dan atau pasien. wilayah Pariaman, mendapatkan dari total
Biaya obat, terutama non generik masih 2384 lembar resep terdiri dari 1198 resep
merupakan komponen terbesar dalam OGB dan 1186 resep Obat Generik
struktur pembiayaan pelayanan kesehatan di Bermerek (OGM). Penggunaan OGB relatif
Indonesia. Maka pengendalian biaya obat seimbang dengan OGM dan pada dasarnya
untuk penggunaan obat generik akan mutu OGB dan OGM adalah sama.28
meningkatkan efisiensi pembiayaan Diharapkan masyarakat memilih obat
pelayanan kesehatan karena harga obat nama dengan mempertimbangkan aspek ekonomi
dagang 3 sampai 5 kali lebih mahal daripada karena Obat Generik Bermerek relatif lebih
obat generik.25 Sejalan kebijakan mahal dibandingkan dengan Obat Generik
rasionalisasi obat generik tahun 2010, Berlogo.
terdapat penurunan harga dari 106 jenis obat Pemerintah melalui Peraturan Menteri
generik sedangkan yang tetap harganya Keuangan nomor 241/PMK.011/2010
sebanyak 314 jenis. Ada pula sebagian obat menetapkan sistem klasifikasi barang dan
yang harganya naik yakni sebanyak 33 jenis pembebanan tarif bea masuk atas barang
obat dan salah satunya obat suntik. impor (bea impor dan 10% PPN) sehingga
Kenaikan harga obat terjadi karena proses pembuatan obat generik dapat mengurangi
pembuatannya tidak memungkinkan dengan harga obat.29 Permasalahan di negara
harga murah. Studi telaah resep untuk berkembang terdapat di masyarakat
efisiensi biaya obat dan intervensi apoteker termasuk dokter, mereka masih awam
dalam pelayanan farmasi menunjukkan terhadap penggunaan obat generik.
penggantian obat dengan substitusi generik

134
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

3. Biaya obat di Unit Rawat Jalan 1.541.542.369,-. Hal tersebut kemungkinan


Menurut Kelas Rumah Sakit banyak pasien yang berobat atau rujukan ke
Unit Rawat Jalan (RJ) terbagi menjadi rawat jalan spesialis dari peserta asuransi
regular/umum dan spesialis/sub spesialis kesehatan karena kelas RS yang tinggi
adalah unit pelayanan kesehatan sesuai yang memiliki pelayanan subspesialistik yang
diatur dalam Permenkes R.I Nomor 11 luas. Biaya obat non generik terbesar pada
Tahun 2016. Rumah sakit kelas A dan B Rawat Jalan (RJ) umum yaitu Rp.
pada umumnya selain memiliki unit rawat 24.496.153.254,- sedangkan yang paling
jalan umum juga rawat jalan spesialis/sub sedikit pada Rawat Jalan (RJ) eksekutif yaitu
spesialis. Rawat Jalan Eksekutif/Spesialis Rp. 954.848.555,-. Hal ini kemungkinan
adalah salah satu bagian pada RS yang karena pasien yang berobat ke RJ umum
memberikan pelayanan kesehatan melalui adalah pasien umum yang membayar untuk
pelayanan dokter spesialis-subspesialis mendapatkan pelayanan paling murah
dalam satu fasilitas ruangan terpadu secara namun paling banyak jumlahnya.
khusus tanpa menginap pada RS dengan Pengeluaran untuk biaya BMHP terbesar di
sarana dan prasarana di atas standar diatur UGD yaitu Rp. 5.512.281.954, - sedangkan
dalam Permenkes R.I No 11 tahun 2016.30 pada Rawat jalan eksekutif yaitu Rp.
Beberapa RS memberi istilah dengan rawat 358.823.485,-. UGD merupakan tempat
jalan eksekutif yaitu pelayanan rawat jalan melakukan pertolongan pertama dan gawat
spesialis dengan fasilitas ruangan yang lebih darurat sehingga banyak melakukan
baik dan lebih nyaman. tindakan yang banyak menggunakan bahan
Rata-rata biaya obat di unit rawat jalan medis habis pakai. Prosentase rata-rata
berdasarkan jenis obat di RS BLU/BLUD penggunaan obat generik dibanding non
Kelas A, B dan C di Indonesia tahun 2016 generik di masing-masing unit rawat jalan
disajikan pada Tabel 5. Biaya obat generik tertinggi di UGD obat generik 44,4%,
di unit Rawat jalan RS Kelas A, terbesar Rawat Jalan Umum 10,1% dan Rawat Jalan
pada rawat jalan spesialis yaitu Rp. Spesialis 32,1% dan Rawat Jalan Eksekutif
6.225.472.514,- sedangkan yang paling 61,8% .
sedikit pada Rawat jalan eksekutif yaitu Rp.

Tabel 5. Rata-rata Biaya Obat di Unit Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Obat dan Kelas RS
BLU/BLUD di Indonesia tahun 2016
RS Kelas A Rata-rata Biaya Obat
Jenis Obat
Obat Generik Obat Non Generik Bahan Medis Habis Pakai
Rata2(Rp) ±SD Rata2(Rp) ±SD Rata2(Rp) ±SD
UGD 2.364.858.955 2.188.751.768 2.963.960.949 2.253.827.749 5.512.281.954 5.389.192.408
RJ Umum 2.741.545.804 2.562.171.538 24.496.153.254 31.841.568.269 2.569.032.280 3.537.680.483
RJ Spesialis 6.225.472.514 10.067.198.152 13.139.976.044 26.586.141.743 547.475.661 616.029.890
RJ Eksekutif 1.541.542.369 2.421.447.824 954.848.555 823.200.469 358.823.485 559.718.410
RS Kelas B
UGD 874.899.584 1.158.699.994 785.206.718 707.300.936 533.700.845 1.418.794.437
RJ Umum 539.038.021 711.614.940 691.398.809 868.041.366 293.481.695 615.056.687
RJ Spesialis 1.764.639.811 2.287.821.897 2.118.869.598 2.173.194.863 518.453.371 797.826.473
RJ Eksekutif 180.888.961 213.233.140 483.349.941 354.166.376 13.415.748 11.716.348
RS Kelas C
UGD 474.965.359 692.038.127 426.880.364 981.255.744 360.181.171 713.071.598
RJ Umum 289.097.036 1.096.082.697 116.569.524 411.400.393 63.911.317 149.101.379
RJ Spesialis 836.770.340 1.000.820.913 871.159.657 1.165.644.312 360.580.673 569.606.821
RJ Eksekutif 1.558.837 - 2.472.638 - 1.343.825 -
Sumber: Riset Pembiayaan Kesehatan Tahun 2016

135
Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati, dkk)

Biaya obat generik di unit Rawat jalan eksekutif yaitu Rp. 1.558.837,- ; demikian
RS Kelas B terbesar pada Rawat Jalan obat non generik yaitu sebesar Rp.
Spesialis yaitu Rp. 1.764.639.811,- ; 116.569.524,- kemungkinan karena jumlah
sebagaimana untuk biaya obat non generik pasien yang berobat ke rawat jalan eksekutif
yaitu sebesar Rp. 2.118.869.598,- karena paling sedikit.
yang berobat ke rawat jalan spesialis Biaya bahan medis habis pakai terbesar
kemungkinan adalah pasien rujukan peserta pada Rawat Jalan spesialis yaitu sebesar Rp.
asuransi kesehatan. Sedangkan yang paling 360.580.673,-, sedangkan paling sedikit
sedikit untuk biaya obat generik pada Rawat pada Rawat jalan eksekutif yaitu sebesar Rp.
jalan eksekutif sebesar Rp. 180.888.961,- ; 1.343.825,. Menurut prosentasenya, rata-rata
sebagaimana untuk biaya non generik dan penggunaan obat generik dan non generik di
bahan medis habis pakai masing-masing masing-masing unit rawat jalan yaitu di
sebesar Rp. 483.349.941,- dan UGD obat generik 52,7% dan obat non
Rp.13.415.748,- karena kemungkinan generik 47,3%; Rawat jalan Umum obat
jumlah pasien sedikit karena biaya yang generik 71,3% dan obat non generik 28,7% ;
dibayar oleh pasien relatif mahal. Biaya Rawat jalan Spesialis obat generik 49,0%
bahan medis habis pakai terbanyak pada dan obat non generik 51,0%, sedangkan
UGD, sebesar Rp. 533.700.845,- pada Rawat Jalan Eksekutif obat generik
kemungkinan karena di UGD banyak 38,7% dan obat non generik 61,3%.
dilakukan tindakan termasuk untuk Sebagai fasilitas rujukan dari pelayanan
kedaruratan sehingga banyak menggunakan primer, di unit rawat jalan yaitu rawat jalan
bahan medis habis pakai, sedangkan yang spesialis penggunaan obat generik di semua
paling sedikit di unit Rawat jalan eksekutif kelas rumah sakit tertinggi dibandingkan
karena jumlah pasien yang memerlukan unit lainnya (UGD, rawat jalan umum
tindakan relatif sedikit. Rata-rata prosentase maupun rawat jalan spesialis) tampaknya
penggunaan obat generik dan non generik di dokter telah meresepkan obat generik
masing-masing unit rawat jalan maka di tersebut sesuai Permenkes No. HK
UGD obat generik 52,7% dan obat non 02.02/Menkes/068/I/2010 pasal 8, tentang
generik 47,3%; Rawat jalan Umum obat kewajiban menggunakan obat generik di
generik 43,8% dan obat non generik 56,2% ; fasilitas pelayanan kesehatan milik
Rawat jalan Spesialis obat generik 45,4% pemerintah, kemungkinan pasien rujukan
dan obat non generik 54,6%, sedangkan terutama adalah pasien yang memiliki
pada Rawat Jalan Eksekutif obat generik asuransi kesehatan. Penggunaan obat
27,2% dan obat non generik 72,8%. generik dan non generik yang paling sedikit
Biaya obat generik terbesar di unit Rawat pada rawat jalan eksekutif kemungkinan
jalan RS Kelas C pada Rawat Jalan spesialis karena jumlah pasiennya sedikit.
yaitu Rp 836.770.340,- ; demikian obat non Biaya obat menurut jenisnya, yaitu obat
generik yaitu Rp. 871.159.657,-. karena generik untuk Rawat Jalan yang terbanyak
yang berobat ke rawat jalan spesialis adalah di Rawat Jalan spesialis pada semua
kemungkinan adalah pasien rujukan peserta kelas Rumah Sakit. Besar biaya obat generik
asuransi kesehatan atau karena pasien yang pada rawat jalan tersebut semakin meningkat
berkunjung ke RS baik A, B atau C untuk dengan meningkatnya kelas Rumah Sakit.
mencari pengobatan lanjutan (spesialistik) Sebagai pelayanan rujukan, pada rawat jalan
baik dari FKTP maupun dari kelas RS secara terutama rawat jalan spesialis maka dokter
berjenjang. Sedangkan untuk obat generik meresepkan obat generik sesuai kewajiban
yang paling sedikit pada Rawat jalan menggunakan obat generik di fasilitas

136
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

pelayanan kesehatan milik Pemerintah, obat generik adalah sama dengan obat
kemungkinan pasien rujukan terutama bermerek. Pihak manajemen RS perlu
adalah pasien yang memiliki asuransi mengetahui kecenderungan pembiayaan obat
kesehatan. agar bisa dilakukan perencanaan yang lebih
Biaya obat non generik di unit rawat baik khususnya penggunaan obat generik.
jalan, pada RS kelas A yang terbanyak rawat
jalan umum kemungkinan banyak kasus dan UCAPAN TERIMA KASIH
sebagai rujukan tertinggi kemungkinan Kami mengucapkan terima kasih kepada
derajat penyakit ditangani berat walaupun Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
pada rawat jalan umum sehingga Humaniora dan Manajemen Kesehatan yang
memerlukan obat non generik. Sedangkan memberi kesempatan untuk melakukan
pada RS kelas B dan C adalah rawat jalan analisis lanjut data Riset Pembiayaan
spesialistik kemungkinan derajat penyakit FKRTL tahun 2016.
ditangani pada fasilitas rujukan cukup berat
sehingga memerlukan obat non generik.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN 1. World Health Organization. Options for
financing and optimizing medicines in
Biaya obat di rumah sakit menentukan resource-poor countries. Geneva: WHO;
kelancaran pelayanan di RS karena 2010.
mengambil porsi yang cukup besar dalam 2. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
pelayanan kesehatan. Penelitian ini Kesehatan RI Nomor
membuktikan bahwa hampir semua RS kelas HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang
A, B dan C mengalami masalah ketersediaan Kewajiban Menggunakan Obat Generik di
obat. Obat generik diwajibkan digunakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
dalam pelayanan kesehatan dalam rangka Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2010.
3. Republik Indonesia. Peraturan Presiden
efisiensi biaya, namun pada kenyataannya
Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan
obat non generik menjadi beban tertinggi atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
dalam pembiayaan obat di RS kelas A. 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta:
Beban tertinggi untuk obat generik ada di Sekretariat Negara; 2013.
rawat jalan RS kelas C. 4. Republik Indonesia. Peraturan Presiden
Rata-rata biaya obat non generik di RS Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kelas A, tertinggi pada unit rawat jalan Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara;
umum, sedangkan untuk RS Kelas B dan C 2013.
rata-rata biaya obat non generik tertinggi 5. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
pada rawat jalan spesialis. Penelitian ini Kesehatan RI No. 28 Tahun 2014 tentang
membuktikan bahwa efisiensi biaya Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional. Jakarta: Kementerian
pelayanan kesehatan melalui penggunaan
Kesehatan; 2014.
obat generik masih belum sesuai harapan 6. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
karena proporsi biaya rawat jalan masih Kesehatan RI No. 59 tahun 2014 tentang
didominasi obat non generik. Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan
SARAN Kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan; 2014.
Perlu terus meningkatkan sosialisasi 7. Tanner AE, Ranti L, Lolo WA. Evaluasi
tentang obat generik, baik kepada dokter pelaksanaan pelayanan resep obat generik
tentang kewajiban penggunaan obat generik pada pasien BPJS rawat jalan di RSUP
maupun kepada masyarakat bahwa khasiat
137
Analisis Biaya Obat Unit Rawat Jalan pada Rumah Sakit...(Suharmiati, dkk)

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 18. Agustin D. Profil penggunaan obat generik
Pharmacon. 2015;4(4):58–64. pada pasien hipertensi rawat inap rumah
8. Siahaan S. Analisis ketersediaan dan pola sakit X di Sepanjang Sidoarjo [skripsi].
peresepan obat di Rumah Sakit pemerintah Sidoarjo; 2009.
di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem 19. Sukapti, Dwiyanti D. Peresepan obat
Kesehatan. 2013;16(4):373–9. generik dan faktor-faktor yang
9. Handayani L. Riset pembiayaan kesehatan mempengaruhinya pada instalasi rawat
di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat jalan rumah sakit pemerintah di provinsi
Lanjut (FKRTL) pada tahun 2016 (studi di Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
RS Badan Layanan Umum/Badan Layanan Masyarakat. 2011;5(1):21-7.
Umum Daerah). Jakarta: Badan Penelitian 20. Sari VM, Pratiwi Y. Prosentase
dan Pengembangan Kesehatan, Pusat pelaksanaan obat antibiotik oral sesuai
Penelitian dan Pengembangan Humaniora dengan formularium rumah sakit pada
dan Manajemen Kesehatan; 2016. pasien BPJS rawat jalan di RSUD Dr.
10. Sevilla CG, Jesus AO, Twila GP, Bella PR, Loekmono Hadi Kudus. Jurnal
Gabriel GU. An introduction to research Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat
methods. Manila: Rex Printing Company; Cendekia Utama. 2016;1(5):33-42.
1992. Diunduh 21. Hartono S. Sumarwan U, Suharjo HB.
dari:https://www.worldcat.org/title/introduc Analisis marketing pharmaceutical dalam
tion-to-research-methods/oclc/16899541. keputusan dokter meresepkan kategori obat.
11. Suciati S, Wiku BBA. Analisis perencanaan Jurnal Manajemen. 2014;18(2):191-205.
obat berdasarkan ABC indeks kritis di 22. Republik Indonesia. Keputusan Menteri
instalasi farmasi. Jurnal Manajemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Pelayanan Kesehatan. 2006;9(1):19-26. HK.03.01/Menkes/159/I/2010 tentang
12. Prabowo P, Satibi, Gunawan PW. Analisis Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
faktor-faktor yang mempengaruhi Penggunaan Obat Generik di Fasilitas
ketersediaan obat di era JKN pada Rumah Pelayanan Kesehatan Pemerintah Jakarta:
Sakit Umum Daerah. Jurnal Manajemen Kementerian Kesehatan; 2010.
Pelayanan Farmasi. 2016;6(3):213-6. 23. Lewek P, Przemyslaw K. Generik drugs:
13. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah the benefits and risks of making the switch.
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 The Journal of Family Practice.
tentang Pengelolaan Keuangan Badan 2010;59(11):634.
Layanan Umum. Jakarta: Sekretariat 24. Kemenkes RI. Utamakan obat yang
Negara; 2005. bermutu, aman, berkhasiat dan terjangkau.
14. Republik Indonesia. Undang-Undang Jakarta: Puskom Publik; 2010.
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 25. Djamaludin M. Kebijakan manajemen
tentang Perbendaharaan Negara. farmasi. Jakarta: Badan POM RI; 2001.
15. Hadiningsih H. Analisis besaran biaya obat 26. Gunawan CA, Firman P, Irma R. Analisis
beberapa penyakit rawat jalan dan faktor- efisiensi biaya obat setelah dilakukan telaah
faktor yang mempengaruhi di RS Awal resep dan intervensi apoteker dalam
Bros Bekasi tahun 2014. Jurnal pelayanan farmasi pasien JKN rawat jalan
Administrasi Rumah Sakit. 2015;2(1):53- di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
61. Proceeding Health Architecture; 2017 Mei
16. Zarowitz BJ. Semla T. Avoiding potential 17; 2017.
pitfalls of generic substitution. Geriatry 27. Natalia M. Pengaruh tingkat penghasilan
Nurs. 2009;30(4):206-3. konsumen terhadap pemilihan obat generik
17. Ramesh L. Economic evaluation of di desa Masaran kabupaten Sragen [tugas
antibiotic prescriptions : a cost akhir D3]. Surakarta: Universitas Sebelas
minimization analysis. J App Pharm Sci. Maret Surakarta; 2013.
2013;3(6):160-3. 28. Sofyan, Fadli S. Kajian pola peresepan dan
harga obat generik di apotek dalam wilayah

138
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2019;9(2):126-139

kota Pariaman. Prosiding Rakernas dan Atas Barang Impor. Jakarta: Kementerian
Pertemuan Ilmiah. Tahunan Ikatan Keuangan; 2010.
Apoteker Indonesia; 2016. 30. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
29. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Keuangan No. 241/PMK.011/2010 tentang Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Pelayanan Rawat Jalan Eksekutif di Rumah
Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan;
tentang Penetapan Sistem Klasifikasi 2016.
Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk

139

Anda mungkin juga menyukai