Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan Efusi Pleura

Pengertian

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

a. Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru
kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru
kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD,
1995, 121).

Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.
Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh
selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan :
Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi
permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru.
Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.

b. Fisiologi

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi”
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon
dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan
fungsi yang vital bagi kehidupan.

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :

1) Ventilasi

Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2
tahap :

 Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya
kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax
membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.
 Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot
expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra
pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara
keluar dari paru.

2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.

3) Transport gas

Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan
darah (aliran darah).

4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2


di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H,
Abdul Moekty, 1995, 15).

Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang
lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada
rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc
cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur
(Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi
lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga
pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan
lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura
disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga
bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).

Klasifikasi

Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis

 Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
 Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
 Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
 Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah
ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

Etiologi

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),


bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negative intrapleural
 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).

Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain :

1. penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura.


2. gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga
pleura
3. sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi
cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat
(Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

Fathway Efusi Pleura


Untuk download Fathway Efusi Pluera doc, DISINI

Manifestasi Klinis

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah


cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
 Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

Pemeriksaan Diagnostik

 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut


kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

Penatalaksanaan medis

 Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah


penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif,
pneumonia, sirosis).
 Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang
dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.

Konsep Asuhan Keperawatan

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu
proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu
sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang
membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).

Pengkajian

Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk
non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit


yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta


bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan


persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.

4. Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

5. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6. Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping
itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

7. Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin
akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

8. Pola sensori dan kognitif


Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses
berpikirnya.

9. Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya
masih lemah.

10. Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau
orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. pemeriksaan fisik

1. Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

2. Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

3. Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4. Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal
tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesika urinarta, tumor).

5. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6. Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7. Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.

i. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium

1. Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus.
Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan
dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990,
786-787).

2. Biopsi Pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi
jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura) (Soeparman, 1990, 788).
j. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :

1. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam <3 >3


effusi 9/dl
Kadar protein dalam <0.5 >0.5
effusi
Kadar protein dalam
serum
Kadar LDH dalam effusi <200 <200
(1-U)
Kadar LDH dalam < 0,6 > 0,6
effusi
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan


pleura :

 Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis


reumatoid dan neoplasma
 Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona
(Soeparman, 1990, 787).

b. Analisa cairan pleura

 Transudat : jernih, kekuningan


 Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
 Hilothorax : putih seperti susu
 Empiema : kental dan keruh
 Empiema anaerob : berbau busuk
 Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi


 Leukosit 25.000 (mm3):empiema
 Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
 Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
 Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
 Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000
(mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
 Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
 Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel
ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

d. Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-
coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman,
1998: 788).
Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga


dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura.
Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

Diagnosa Keperawatan

Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian,
maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa
aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi
pleura antara lain :

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk,
1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak
nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan
fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)

Perencanaan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk


mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)

Diagnosa Keperawatan I

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.

Rencana tindakan :

 Identifikasi faktor penyebab. Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita


dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
 Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
 Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah
dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
 Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
 Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. Rasional : Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
 Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. Rasional : Menekan
daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih efektif.
 Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Diagnosa Keperawatan II

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :

 Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Rasional : Kebiasaan makan seseorang


dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya
tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
 Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat
menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
 Lakukan oral hygiene setiap hari. Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat
mengurangi nafsu makan.
 Sajikan makanan semenarik mungkin. Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat
meningkatkan nafsu makan.
 Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak
membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
 Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP. Rasional : Di’it TKTP sangat
baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP
menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
 Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal,
putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan. Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam
tubuh.

Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu


beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan
santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :

 Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler
 Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima
keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
 Ajarkan teknik relaksasi. Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
 Bantu dalam menggala sumber koping yang ada. Rasional : Pemanfaatan sumber koping
yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
 Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan
saling percaya membantu proses terapeutik
 Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Rasional : Tindakan yang tepat
diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan
dalam mengurangi kecemasan.
 Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya. Rasional : Rasa cemas merupakan
efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.

Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat


terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :

 Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien. Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang
menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
 Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien
sebelum dirawat. Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur
akan mengganggu proses tidur.
 Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur. Rasional : Relaksasi dapat
membantu mengatasi gangguan tidur.
 Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien. Rasional : Observasi gejala kardinal
guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

Diagnosa Keperawatan V

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan


(keadaan fisik yang lemah).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Rencana tindakan :

 Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital. Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien
dalam melakukan aktivitas.
 Bantu Px memenuhi kebutuhannya. Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif
dan mandiri.
 Awasi Px saat melakukan aktivitas. Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga
dalam perawatan selanjutnya.
 Libatkan keluarga dalam perawatan pasien. Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum
mampu beraktivitas secara penuh.
 Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
 Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap. Rasional :
Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi
normal.

Diagnosa Keperawatan VI

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan


kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.

Kriteria hasil :

 Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.


 PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik.
 Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :

 Kaji patologi masalah individu. Rasional : Informasi menurunkan takut karena


ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan
pentingnya intervensi terapeutik.
 Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang. Rasional : Penyakit
paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh.
 Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan). Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan
intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan). Rasional
: Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.

4. Pelaksanaan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :

 Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan


interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi
dan respon pasien.
 Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi


adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

1. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
4. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas
seperti biasanya.
5. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas,
nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
6. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
7. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan
penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi
kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan
pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

Daftar Pustaka

 Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga


University Press, Surabaya ; 1995
 Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi
6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
 Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi
2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995
 Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1999
 Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
 Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 199
 Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
 Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru,
Surabaya; 199
 Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990
 Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999
 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Penyakit Paru, Airlangga University Press; 199
 B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992
 Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
 Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998
 Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000

Anda mungkin juga menyukai