Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
a. Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru
kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru
kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD,
1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.
Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh
selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan :
Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi
permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru.
Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.
b. Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi”
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon
dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan
fungsi yang vital bagi kehidupan.
1) Ventilasi
Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2
tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya
kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax
membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot
expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra
pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara
keluar dari paru.
3) Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan
darah (aliran darah).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang
lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada
rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc
cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur
(Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi
lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga
pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan
lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura
disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga
bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
Klasifikasi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah
ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain :
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan medis
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu
proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu
sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang
membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
Pengkajian
Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk
non produktif.
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
f. Riwayat Psikososial
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping
itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin
akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya
masih lemah.
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau
orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h. pemeriksaan fisik
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
3. Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal
tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesika urinarta, tumor).
5. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.
i. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus.
Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan
dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990,
786-787).
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi
jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura) (Soeparman, 1990, 788).
j. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-
coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman,
1998: 788).
Analisa Data
Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian,
maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa
aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi
pleura antara lain :
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan :
Diagnosa Keperawatan II
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima
keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
Ajarkan teknik relaksasi. Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
Bantu dalam menggala sumber koping yang ada. Rasional : Pemanfaatan sumber koping
yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan
saling percaya membantu proses terapeutik
Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Rasional : Tindakan yang tepat
diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan
dalam mengurangi kecemasan.
Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya. Rasional : Rasa cemas merupakan
efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.
Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien. Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang
menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien
sebelum dirawat. Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur
akan mengganggu proses tidur.
Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur. Rasional : Relaksasi dapat
membantu mengatasi gangguan tidur.
Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien. Rasional : Observasi gejala kardinal
guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.
Diagnosa Keperawatan V
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital. Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien
dalam melakukan aktivitas.
Bantu Px memenuhi kebutuhannya. Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif
dan mandiri.
Awasi Px saat melakukan aktivitas. Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga
dalam perawatan selanjutnya.
Libatkan keluarga dalam perawatan pasien. Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum
mampu beraktivitas secara penuh.
Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap. Rasional :
Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi
normal.
Diagnosa Keperawatan VI
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
4. Pelaksanaan
Evaluasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
Daftar Pustaka