PENDAHULUAN
1
BAB II
KOLESISTITIS AKUT
2.1 Definisi
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perrut kanan atas, nyeri
tekan dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai
ini masih belum jelas. (Isselbacher, K.J,et al , 2009).
2
perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan
selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu. (Cullen JJ, et al, 2009)
3
2.3 Gambaran Klinis
Keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas, yang kadang-
kadang menjalar ke belakang di daerah skapula. Biasanya ditemukan riwayat
serangan kolik di masa lalu, yang pada mulanya sulit dibedakan dengan nyeri
kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang
peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas, dan defans muskular otot dinding perut.
Kadang kandung empedu yang membesar dapat diraba. Pada separuh penderita,
nyeri disertai mual dan muntah. Ikterus yang ringan agak jarang ditemukan. Suhu
badan sekitar 38ᵒC. Apabila timbul demam dan menggigil, harus dicurigai
komplikasi yang lebih berat atau penyakit lain.
Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit meningkat atau dalam
batas normal. Apabila jumlah leukosit melebihi 15.000, harus dicurigai
komplikasi yang lebih berat. Kadar bilirubin meningkat sedang, mungkin karena
sindrom Mirizzi atau penjalaran radang ke duktus koledokus. Fosfatase alkali
sering mengalami kenaikan sedang, demikian juga kadar amilase darah. Pada
sindrom Mirizzi, ikterus obstruktif disebabkan tekanan pada duktus koledokus
oleh batu di dalam kandung empedu.
Ultrasonografi dapat memperlihatkan gambaran batu di dalam kandung
empedu, lumpur empedu, dan penebalan dinding kandung empedu. Ultrasonografi
juga dapat memperlihatkan gangren dengan gambaran destruksi dinding dan
nanah atau cairan sekitar kandung empedu pada komplikasi abses perikolesistitis.
Apabila secara klinis sulit menentukan punktum maksimum nyeri dengan palpasi
terutama pada kolesistitis gangren, ultrasonografi dapat sangat membantu.
Kandung empedu yang membesar serta dinding dan jaringan sekitar yang
mengalami peradangan, sering terlihat pada foto polos perut sebagai bayangan
massa jaringan lunak lonjong yang menekan dinding kolon transversum yanag
berisi udara.
Apabila hasil pemeriksaan ultrasonografi tidak jelas atau meragukan, dapat
dilakukan sintigram radionuklir hepatobilier.
4
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Leukositosis 12000-15000; kadang normal
Alkali fosfatase mungkin sedikit meninggi
Serum amilase kadang diatas normal
Ultrasonografi
Kandung empedu membesar, dinding menebal
Adanya lumpur atau batu
5
2.6 Penatalaksanaan
Kolesistektomi merupakan cara pengobatan terbaik untuk kolesistitis akut
dan umumnya dapat dilaksanakan dengan aman pada sekitar 90% penderita.
Namun, penanggulangan awal kolesistitis akut adalah perawatan konservatif.
Sekitar 60% penderita akan sembuh spontan. Pembedahan dilakukan sesuai
dengan perkembangan penyakit. Apabila memburuk, segera dibedah; bila
membaik, pembedahan dilakukan secara elektif.
Terapi nonbedah kolesistitis akut berupa puasa, pemasangan pipa
nasogastrik untuk dekompresi lambung, pemberian cairan intravena untuk
mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dan pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan kuman anaerob.
Pendekatan lain, yaitu kolesistektomi dini. Keadaan umum diperbaiki dan
sepsis diatasi dengan pemberian antibiotik seperti yang dilakukan pada
pengobatan konservatif, sambil memastikan diagnosis, memperbaiki keadaan
umum, dan mengatasi penyakit penyerta seperti pankreatitis. Setelah 24-48 jam,
keadaan penderita umumnya lebih baik dan infeksi telah dapat diatasi. Tindak
bedah dini yang dapat dilakukan dalam 72 jam pertama perawatan ini memberikan
keuntungan karena mempersingkat masa rawat di rumah sakit sekitar 30 hari.
Insidens penyulit pascabedah dan angka kematian ternyata tidak berbeda antara
pembedahan dini dan pembedahan elektif.
Apabila pada masa persiapan pembedahan keadaan umum penderita
memburuk karena komplikasi peritonitis, pembedahan dipercepat sebagai bedah
emergensi. Bedah emergensi diperlukan pada sekitar 10 % penderita. Bila
keadaan umum terlalu buruk untuk pembedahan, tindakan sementara berupa
kolesistostomi kateter perkutan dengan bimbingan ultrasonografi merupakan cara
terbaik. Setelah keadaan umum penderita membaik, barulah dilakukan
kolesistektomi elektif, umumnya 6 minggu sampai 3 bulan setelah penderita
sembuh dari kolesistitis akut.
Kolesistektomi secara laparoskopik makin sering dilakukan. Tindak bedah
laparoskopik ini berlangsung selama 30-70 menit. Biasanya penderita dapat
pulang setelah 1 hari dirawat di rumah sakit. Morbiditas tidak melewati 10 %.
6
Kesulitan teknis karena perlengketan atau adhesi sehingga memerlukan
laparotomi, sekitar 5%.
2.7 Komplikasi
Empiema
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan
kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi super infeksi
empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman-kuman pembentuk pus. Biasanya
terjadi pada pasien laki-laki dengan kolesistitis akut akalkulus dan juga menderita
diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam tinggi, nyeri
kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan umum
lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram
negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai
perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai
(Gruber PJ , et al,2009).
Gangren dan perforasi
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis
jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi
berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi
yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi
perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis
kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses. (Chiu HH,et al,2009)
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Super infeksi bakteri
pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses.
Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien
yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses.
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian
sekitar 30%, pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri
kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata.
7
Pembentukan fistula dan ileus batu empedu
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung
empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula
dalam duodenum sering disetai oleh fistula yang melibatkan fleksura hepatika
kolon, lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal. Fistula
enterik biliaris “bisu/tenang” yang secara klinis terjadi sebagai komplikasi
kolesistitis kronik pernah ditemukan pada 5% pasien yang menjalani
kolesistektomi.
Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan
temuan gas dalam percabangan biliaris pada foto polos abdomen. Pemeriksaan
kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas atau kolon mungkin
memperlihatkan fistula, tetapi kolesistografi oral akan hampir tidak pernah
menyebabkan opasifikasi baik kandungan empedu atau saluran fistula. Tetapi
pada pasien simtomatik biasanya terdiri dari kolesistektomi eksplorasi duktus
koledokus dan penutupan saluran fistula.
Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang
diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus. Batu
tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula kolesistoenterik pada
tingkat tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya pada
katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber normal.
Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus biliaris
sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau fistulisasi.
Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan memberi
kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui findus kandung
empedu. Pemastian diagnostik ada kalanya mungkin ditemukan foto polos
abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam percabangan biliaris
dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai rangkaian
gastointestinalatas (fistula kolesistoduodenum dengan obstuksi usus kecil pada
katup ileosekal). Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi dan palpasi
usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti untuk
menyingkirkan batu lainnya (Isselbacher, K.J,et al , 2009).
8
2.8 Prognosis
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat
terlihat dalam 1-4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan
didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,
fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi
kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat
menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau
peritonitis umum pada 10-15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat
mencapai 50-60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang
adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki
angka mortalitas sebesar 10-50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun)
mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah. (McPhee SJ,et al, 2009).
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang
ditandai dengan trias gejalanya yakni nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan
leukositosis. Terdapat dua jenis kolesistitis berdasarkan penyebab utamanya yakni
kolesistitis akut kalkulus dan kolesistitis akut akalkulus. Patofisiologi kolesistitis
akut sampai saat ini masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Penegakkan
diagnosis untuk kolesistitis adalah dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kolesistitis akut kalkulus lebih banyak ditemukan pada
wanita, usia >40 tahun dan pada wanita hamil atau yang mengkonsumsi obat
hormonal, walaupun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Pasien-pasien
yang menerima nutrisi parenteral total (TPN) beresiko menderita kolesistitis akut
akalkulus, sama halnya pada pasien dengan riwayat DM & demam typhoid.
Pasien sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas sakit bila ditekan (tanda
Murphy positif), takikardia, mual, muntah, anoreksia dan demam. Dapat teraba
pula massa di kuadran kanan atas perut. Pemeriksaan penunjang sering
menunjukkan leukositosis, peningkatan serum aminotransferasi, alkali fosfatase,
serum bilirubin dan serum amilase. Pemeriksaan USG dapat merupakan
pemeriksaan penunjang yang banyak dilakukan karena kesensitifitasannya sampai
95%. Terapi dibagi menjadi dua yakni terapi konvensional berupa perbaikan
kondisi umum pasien, antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan anti-
emetik dan terapi pembedahan bila terdapat indikasi, dimana saat ini lebih sering
dilakukan laparaskopik kolesistektomi dikarenakan dapat memberi keuntungan
pada pasien yakni rasa nyeri pasca operasi minimal, memperpendek masa
perawatan dan memperbaiki kualitas hidup pasien lebih cepat.
10
DAFTAR PUSTAKA
11