Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(NEGARA HUKUM DAN HAM)

DISUSUN OLEH :
EMERALDI SEPTYA.W / 18210132
MOHAMMAD GHAZI AMIR / 18210125

JURUSAN ARSITEKTUR
STT STIKMA INTERNASIONAL MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada Dosen kami yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 28 Desember 2019


Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………..
A. Latar belakang…………………………………………………
B. Rumusan masalah…………………………………………….
C. Tujuan pembahasan…………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HAM merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang


berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
HAM dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam
menentukan jalan hidupnya namun HAM juga tidak terlepas dari
kontrol bentuk norma-norma yang ada.

Negara hukum dan HAM tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Argumentasi hukum yang dapat diajukan tentang hal ini, ditujukan
dengan ciri negara hukum itu sendiri, bahwa salah satu diantaranya
adlah perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dalam negara hukum,
hak asasi manusia terlindungi. Jika dalam suatu negara hak asasi
manusia tidak dilindungi, negara tersebut bukan negara hukum.

B. Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud dengan Negara Hukum?


2.Apa ciri-ciri Negara Hukum?
3.Apa tipe dari Negara Hukum?
4.Bagaimana Indonesia sebagai Negara Hukum?
5.Apa yang dimaksud Hak Asasi Manusia?
6.Apa saja macam-macam HAM?
7.Apa dasar hukum HAM di Indonesia?
8.Bagaimana hubungan Negara Hukum dan HAM?
C. Tujuan Pembahasan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
memahami arti dari Negara Hukum, mengetahui ciri dan tipe Negara
hukum, mengetahui Indonesia sebagai negara hukum, memahami
makna dari Hak Asasi Manusia, mengetahui macam dan yang
menjadi dasar hukum HAM di indonesia, mengetahui bagaimana
bubungan antara Negara Hukum dan HAM.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Negara Hukum

Aristoteles, merumuskan negara hukum adalah negara yang berdiri di


atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk
warga negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa
susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.
Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang
mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya. Maka
menurutnya yang memerintah negara bukanlah manusia melainkan
"pikiran yang adil". Penguasa hanyalah pemegang hukum dan
keseimbangan saja.

A.1. Ciri-Ciri Negara Hukum

Ciri-ciri suatu negara hukum adalah sebagai berikut:


a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan
lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jamian bahwa ketentuan
hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan, dan aman dalam
melaksanakannya.

A.2. Tipe Negara Hukum


Ada tiga tipe negara hukum, yaitu:
1. Negara Hukum Liberal
Tipe ini menghendaki agar negara berstatus pasif, artinya bahwa suatu
negara harus tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa
dalam bertindak sesuai dengan hukum. Di sini kaumu liberal
menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan
dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menjadi penguasa.

2. Negara Hukum Formil atau Division of Power


Negara hukum formil yaitu negara hukum yang mendapat pengesahan
dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum
tertentu, harus berrdasarkan UU. Negara hukum formil ini diseebut
juga negara demokratis yang berlandaskan negara hukum.
3. Negara Hukum Materiil atau Sparation of Power
Negara hukum ini sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut
dari negara hukum formil; tindakan penguasa harus berlandaskan UU
atau berlaku asas legalitas yaitu dalam negara hukum materiil,
tindakan penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga
negara dibenarkan bertindak menyimpang dari UU atau berlaku asas
Opportunitas.

A.3. Indonesia sebagai Negara Hukum


Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang
pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa "Negara
Indonesia adalah Negara Hukum" Dimasukkannya ketentuan ini ke
dalam bagian Pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar
hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah
dan harus merupakan negara hukum. Sebelumnya, landasan negara
hukum Indonesia ditemukan dalam bagian Penjelasan Umum UUD
1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut:
1). Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat)
tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machsstaat).
2). Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi
(hokum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).

B. Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia atau HAM adalah terjemahan dari Istilah Human
Rights atau The Right of Human. Secara terminolog istilah ini artinya
adalah Hak-Hak Manusia. HAM adalah hak yang melekat pada diri
setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Di Indonesia hak-hak manusia pada umumnya lebih dikenal dengan
istilah "hak asasi" sebagai terjemahan dari basic rights (Inggris) dan
grondrechten (Belanda) atau bisa juga hak-hak fundamental (civil
rights).

Adapun beberapa definisi HAM :


a. Austin-Ranney, HAM adalah uang kebebasan individu yang
dirumuskan secara jelas dalam kostitusi dan dijami pelaksanaannya
oleh pemerintah.
b. John Locke, HAM adalah hak yang diberikan langsung oleh tuhan
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati, artinya hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya,
sehingga sifatnya suci.
c. Menurut UU No. 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikatnya keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan YME. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.

B.1. Macam-Macam Hak Asasi Manusia

Berikut ini adalah macam-macam HAM:


a. Hak Asasi Pribadi (Pesonal Rights), adalah hak yang meliputi
kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama,
kebebasan bergerak, kebebasan untuk aktif setiap organisasi atau
perkumpulan dan sebagainya.
b. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights), adalah hak untuk memiliki,
membeli, dan menjual, serta memanfaatkan sesuatu.
c. Hak Asasi Politik (Politic Rights), adalah hak ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih maksudnya hak untuk dipilih.
d. Hak Asasi Hukum (Rights of Legal Equality), adalah hak untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
e. Hak Asasi Sosial dan Budaya (Social and Culture Rights), adalah
hak yang menyangkut dalam masyarakat yakni untuk memilih
pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
f. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights), adalah hak untuk
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan,
misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, dan
penggeledahan.

B.2. Dasar Hukum HAM di Indonesia


Dasar hukum yang dijadikan landasan dalam pemajuan dan
perlindungan HAM di Indonesia terdapat dalam perundang-undangan.
Pengaturan HAM dengan menggunakan peraturan perundang-
undangan masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan pengaturan HAM dalam UUD/konstitusi memberikan
jaminan kepastian hukum yang sangat kuat, karena perubahan dan
atau penghapusan pasal-pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia dilakukan melalui proses amandemen dan
referendum. Sedangkan kelemahannya dala konstitusi hanya memuat
aturan yang bersifat global, seperti ketentuan tenrang HAM dalam
konstitusi Republik Indonesia. Berbagai instrumen hak asasi manusia
yang dimiliki Negara Republik Indonesia, yakni:
1. Pengaturan HAM dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Amandemen) Jaminan atas pengakuan dan perlindungan hak
asasi manusia menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sebagai berikut:

a. Kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, tercantum pada Alinea 12


b. Pertama Pembukaan UUD 1945.
c. Hak asasi manusia sebagai hak warga negara, tercantum dalam
batang tubuh UUD 1945 Pasal 27, 28, 28D Ayat (3), 30, dan 31.
d. Hak asasi manusia sebagai tiap-tiap penduduk, tercantum dalam
batang tubuh UUD 1945 Pasal 29 Ayat (2).
e. Hak asasi manusia sebagai hak perorangan/individu, tercantum
dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 28A-28J.

2. Pengaturan HAM dalam Ketetapan MPR, dapat dilihat dalam TAP


MPR Nomor XVII Tahun 1998 tentang Pelaksanaan dan Sikap
Bangsa Indonesia terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional.

3. Pengaturan HAM dalam Undang-Undang


Adapun undang-undang pengaturan HAM yang pernah dikeluarkan
oleh pemerintah, sebagai berikut:
a. UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti
Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
b. UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan
Pendapat.
c. UU Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU
Nomor 25 Tahun 1997 tentang Hubungan Perburuhan.
d. UU Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.
e. UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor
105 tentang Penghapusan Pekerja secara Paksa.
f. UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor
138 tentang Usia Minimum Bagi Pekerja.
g. UU Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO
h. Nomor 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan
i. UU Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU Nomor 11
Tahun 1993 tentang Tindak Pidana Subversi.
j. UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi.
k. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
l. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
m. UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
n. UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

4. Pengaturan HAM dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan


Presiden Adapun pengaturan HAM dalam peraturan pemerintah dan
keputusan presiden, sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor
1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM.
b. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 181 Tahun 1998 tentang
Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap
Wanita.
c. Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 1998-2003, yang memuat
rencana ratifikasi berbagai instrumen hak asasi manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa serta tindak lanjutnya.
d. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makassar.
e. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, yang diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 96
Tahun 2001.
f. Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi 14
g. Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
h. Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 tentang Komnas HAM.

B.3. Perkembangan HAM di Indonesia


Perkembangan HAM di Indonesia terbagi menjadi beberapa periode,
antara lain:
1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Lahirnya HAM pada periode ini tidak lepas dari penyebab
pelanggaran HAM oleh penjajahan kolonial Belanda dan Jepang
sehingga muncul pergerakan-pergerakan yang membela HAM. Boedi
Oetomo yang mengawali organisasi pergerakan nasional mula-mula
yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial
maupun lewat tulisan di surat kabar. Selain Boedi Oetomo (1908),
juga terdapat organisasa lain seperti :
- Sarekat Islam (1911),
- Indische Partij(1912),
- Partai Komunis Indonesia (1920)
- Perhimpunan Indonesia (1925),dan
- Partai Nasional Indonesia (1927) Puncak perdebatan punn terjadi
dalam sidang BPUPKI.

2. Periode setelah kemerdekaan


a. 1945-1950 Pada periode awal
pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak merdeka,
hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat
terutama di parlemen wacana HAM bisa dicirikan pada bidang sipil
politik dan bidang ekonomi, sosial, dan budaya

b. Periode 1950-1959 (masa perlementer).


Masa ini adalah masa yang sangat kondusif sesuai dengan prinsip
demokrasi liberal yaitu kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan
politik nasional. pada Terdapat lima indikator HAM dalam masa ini:

- Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.


- Kebebasan pers.
- Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis
- Kontrol parlemen atas eksekutif.
- Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c. Periode 1959-1966 (demokrasi terpimpin)
Masa ini merupakan bentuk penolakan presiden Soekarno terhadap
sistem

Demokrasi Parlementer yang di nilai sebagai produk barat karena


tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang telah memiliki
cara tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pada
system Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden.
Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan
sebagai Presiden RI seumur hidup.

d. Periode 1966-1998 (Orde Baru)


Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru juga memandang HAM
dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualisme dan
bertentangan dengan bangsa Indonesia terutama Pancasila dan UUD
1945 yang lebih dulu ada dibandingkan dengan Deklarasi Universal
HAM. Selain itu, isu HAM sering kali digunakan olah negara-negara
barat untuk memojokkaan negara berkembang seperti Indonesia.
Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik
Orde Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik
yang berbeda dengan pemerintah .

e. Periode pasca Orde Baru


Berakhirnya kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya
rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan
HAM. Pada masa ini, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan
HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan yang ditandai
dengan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, pengesahan
UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan
HAM yang kemudian di gabung dengan Departeman Hukum dan
Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan HAM,
penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen
UUD 1945, pengesahan UU tentang pengadilan HAM.

C. Hubungan Negara Hukum dan HAM


Dalam negara hukum hak asasi manusia terlindungi, jika dalam suatu
negara hak asasi manusia tidak dilindungi, negara tersebut bukan
negara hukum akan tetapi negara dictator dengan pemerintahan yang
sangat otoriter. Perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam
negara hukum terwujud dalam bentuk penormaan hak tersebut dalam
konstitusi dan undang-undang dan untuk selanjutnya penegakannya
melalui badan-badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas
dan merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang.
Konstitusi melarang campur tangan pihak eksekutif atatupun
legislative terhadap kekuasaan kehakiman, bahkan pihak atasan
langsung dari hakim yang bersangkutanpun, tidak mempunyai
kewenangan untuk mepengaruhi atau mendiktekan kehendaknya
kepada hakim bawahan. Pada hakekatnya, kebebasan peradilan ini
merupakan sifat bawaan dari setiap peradilan hanya saja batas dan isi
kebebasannya dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik,
ekonomi, dan sebagainya.

Dari uraian diatas terlihat jelas hubungan antara negara hukum dan
hak asasi manusia, hubungan mana bukan hanya dalam bentuk formal
semata-mata, dalam arti bahwa perlindungan hak asasi manusia
merupakan ciri utama konsep negara hukum, tapi juga hubungan
tersebut dilihat secara materil. Hubungan secara materil ini dilukiskan
atau digambarkan dengan setiap sikap tindak penyelenggara negara
harus bertumpuh pada aturan hukum sebagai asas legalitas.
Konstruksi yang demikian ini menunjukan pada hakekatnya semua
kebijakan dan sikap tindak penguasa bertujuan untuk melindungi hak
asasi manusia. Pada sisi lain, kekuasaan kehakiman yang bebas dan
merdeka, tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan manapun, merupakan
wujud perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
dalam negara hukum.

BAB III PENUTUP

 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai