Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kebijakan publik merupakan keputusan mengenai suatu dasar pedoman

untuk bertindak, terhadap suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau

suatu rencana proses pembuatan kebijakan di dalam masyarakat dan

menyediakan data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang rasional

mengenai masalah kebijakan tertentu. Output dari sebuah kebijakan publik adalah

sebuah keputusan yang benar-benar dilakukan. Sebagai keputusan yang mengikat

publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yaitu mereka

yang menerima mandat dari publik atau orang banyak melalui suatu proses

pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.1

Fokus utama kebijakan publik adalah pelayanan publik yang dijalankan

oleh birokrasi pemerintahan. Pelayanan Publik diatur dalam Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2009 yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang

baik dan merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri untuk

memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan

penyelenggara dalam pelayanan publik. Pelayanan publik sebagai bentuk

pelaksanaan dari kebijakan publik yang dirumuskan legislatif bersama ekskutif,

dan selanjutnya dilaksanakan oleh birokrasi pemerintahan.

1
Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs. Englewood Cliffs, N.J.:
Prentice-Hall International, Inc dalam Putra Hidayat. 2011. Etika Dalam Kajian Kebijakan Publik.
http://putrahidayat.blogspot.co.id.

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya, proses pemberian pelayanan kepada masyarakat

dilakukan secara langsung antara penyedia jasa layanan (birokrasi pemerintah)

dengan masyarakat. Ternyata, kontak langsung seperti ini telah banyak

dimanfaatkan oleh para pelaku interaksi pelayanan baik itu dari pihak birokrat

(pemberi layanan) maupun dari pihak warga masyarakat (penerima layanan). Dari

sisi pelayan, beberapa oknum pelayan sengaja mencari keuntungan dari pelayanan

yang diberikannya misalnya dengan meminta sejumlah bayaran diluar ketentuan

yang berlaku. Dari sisi warga masyarakat, beberapa oknum warga masyarakat

yang ingin memperoleh layanan secara mudah dengan cara menyogok atau

memberi uang “pelicin” terhadap oknum aparat pelayan.

Praktek-praktek semacam ini tentunya akan berdampak kepada pengguna

jasa layanan lainnya, yang pada akhirnya akan berdampak pula pada kualitas

pelayanan secara umum. Pelaksanaan pelayanan publik sebagai hak-hak sosial

dasar masyarakat di dalam realita masih banyak hambatan atau penyimpangan.

Sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dan bahkan kasus-kasus

maladministrasi, dan KKN yang bisa berakibat yuridis pada pengenaan sanksi

pidana. Berikut laporan dari Ombudsman Republik Indonesia yang mengatakan

bahwa semakin meningkatnya praktek maladministrasi dari tahun 2015-2016. Hal

ini menunjukkan buruknya pelayanan publik yang terjadi di Indonesia saat ini.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.1 Perkembangan Laporan Dugaan Maladministrasi 2015-2016

Beberapa hasil survei dari lembaga survei internasional menunjukkan

bahwa pelayanan publik di Indonesia masih terburuk di Asia dalam hal pelayanan

publik. Demikian pula halnya berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para

pemerhati pelayanan publik, hampir semuanya berkesimpulan bahwa pelayanan

publik secara langsung rentan terhadap berbagai praktek maladministrasi, yaitu

suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi atau suatu praktek

administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi.

Siklus kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya pelayanan

publik. Dari sejak lahir sampai meninggal. Dari membuat akta kelahiran, daftar

masuk sekolah, biaya sekolah, mengurus SIM dan KTP, mencari pekerjaan,

menikah, naik jabatan, pensiun hingga surat kematian. Semua tidak lepas dari kata

pelayanan yang sesungguhnya memang sangat rentan dengan masalah pungutan

liar. Hal ini lah yang sangat dikeluhkan oleh masyarakat terutama kita sendiri.

Dan banyaknya patologi birokrasi yang semakin membuat masyarakat resah

terutama masalah korupsi, salah satunya yaitu banyaknya pungli yang terjadi

10

Universitas Sumatera Utara


didalam pelayanan publik. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini yang

merupakan data dari Ombudsman RI tentang indeks persepsi korupsi di Indonesia.

Gambar 1.2 Diagram Batang Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2

Gambar 1.3 Data Kenaikan Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Indeks jumlah korupsi di

Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan di setiap tahunnya. Hal

ini berarti menunjukkan bahwa semakin menurunnya kualitas moral dari para

pejabat publik yang dipercaya rakyat sebagai wakilnya. Pemerintah adalah

2
Data Ombudsman RI Dalam Kemenko Polhukam

11

Universitas Sumatera Utara


melayani publik bukan dilayani. Itu artinya, ketika mengemban amanah sebagai

wakil rakyat dan dipilih oleh rakyat harus siap untuk melayani rakyat dan

memberikan yang terbaik untuk rakyat bukan malah sebaliknya mengambil

keuntungan yang sebesar-besarnya dari rakyat. Tindakan korupsi yang tersebar

disetiap daerah dan instansi sangat merugikan negara dan rakyat. Hal terkecil dari

korupsi namun memiliki efek yang sangat luas dan sangat merugikan masyarakat

adalah tindakan pungutan liar yang telah dan sering terjadi. Pungutan yang

bersifat memaksa dan terkesan seperti memeras rakyatnya sendiri.

Pungli merupakan pengenaan biaya atau pungutan di tempat yang

seharusnya tidak ada biaya dikenakan atau dipungut di lokasi atau kegiatan

manapaun. Sehingga dapat diartikan sebagai kegiatan memungut kegiatan biaya

atau meminta uang secara paksa oleh seseorang kepada pihak lain dan hal tersebut

merupakan praktek kejahatan atau perbuatan pidana. Praktek pungli disebabkan

oleh sifat rakus dan keserakahan akan harta, kesempatan dan juga kebutuhan. Dan

memiliki dampak yang sangat buruk yaitu ekonomi meningkat, rusaknya tatanan

masyarakat, menciptakan masalah sosial dan kesenjangan sosial, menghambat

pembangunan, merugikan masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan

masyarakat kepada pemerintah.

Hal ini tidak boleh dilakukan karena melanggar hukum dan peraturan yang

ada di Indonesia. Banyak masyarakat yang mengeluhkan dengan adanya

pungutan-pungutan yang tidak resmi atau liar hanya untuk kepentingan pribadi

seseorang. Pungutan liar ini dapat dikatakan sebagai tindakan korupsi. Dan

praktik pungutan liar dapat dijerat dengan pasal 368 KUHP dengan ancaman

hukuman maksimal sembilan bulan. Baik dari kalangan masyarakat, mahasiswa

12

Universitas Sumatera Utara


ataupun profesi lainnya mengeluh karena banyaknya pungutan liar yang terjadi

terutama dalam hal birokrasi dan pelayanan. Tidak hanya biaya yang mahal tetapi

juga dipersulit jika tidak ingin membayar sesuai yang diminta oleh pelaku

pungutan liar tersebut. Menurut data dari Ombudsman, pungli banyak terjadi

disektor pendidikan. Sekitar 49 persen sektor pendidikan menjadi sasaran dari

para pemberi pelayanan. Seperti yang tertera pada diagram lingkaran dibawah ini.

Gambar 1.4 Data Laporan Masuk di Ombudsman Tahun 2016

13

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.5 Diagram Lingkaran Laporan Ombudsman RI

Dari beberapa diagram dan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pungutan liar yang terjadi saat ini sudah sangat luas dan semakin parah. Hampir

disetiap sektor selalu terdapat pungutan liar terutama dalam sektor pendidikan

yang pada dasarnya sudah terencana dana yang jelas dan pasti dari negara. Tetapi

masih juga memberatkan masyarakat hanya untuk kepentingan individu ataupun

kelompok. Namun ternyata pungli sudah menjadi sebuah kebiasaan dan sering

terjadi dimana-mana sehingga tidak sedikit juga masyarakat yang apatis terhadap

kegiatan pungli ini. Terutama pada masyarakat yang memiliki kemampuan

finansial yang cukup untuk membayarnya. Sedangkan masyarakat menengah

kebawah hanya bisa menurut saja terhadap aturan yang memberatkan mereka

dikarenakan tidak mampu melakukan apapun.

Sikap apatis terhadap kondisi birokrasi publik kini semakin menjadi-jadi,

hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian besar warga di berbagai daerah

cenderung menganggap korupsi dalam birokrasi pelayanan sebagai hal yang

wajar. Para pengguna birokrasi pelayanan menilai bahwa membayar pungutan liar

(pungli) adalah hal yang wajar dan mereka bersedia membayar. Bahkan sebagian

14

Universitas Sumatera Utara


di antara mereka justru merasa lega setelah membayar uang pungli karena merasa

urusannya dapat segera diselesaikan.

Apatisme terhadap kondisi yang terjadi dalam birokrasi menjadikan para

pemangku kepentingan semakin memperburuk keadaan dalam birokrasi.

Masyarakat yang telah terbiasa dengan kondisi buruk dalam birokrasi dan

memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada justru memaksa

mereka untuk mengamankan kepentingannya. Dalam hal ini diperlukan adanya

komunikasi dan edukasi kepada masyarakat agar mereka memiliki informasi yang

lengkap tentang larangan pungutan liar dan hukuman bagi pelakunya. Sehingga

masyarakat dapat melaporkan kegiatan pungli kepada pihak yang berwajib.

Dengan begitu masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam menegakkan hukum di

negara ini.

Hasil dari governance and decentralization survey (GDS 2002) dan

governance assessment survey (GAS 2006) memberikan bukti bahwa sebagian

besar pengguna layanan bersedia membayar pungutan liar dan menganggapnya

sebagai hal yang wajar. 90 persen dari pemangku kepentingan yang menjadi

responden GAS 2006 menganggap pemberian uang ekstra atau pembayaran

pungutan liar merupakan hal yang wajar atau biasa terjadi.3

Tidak hanya itu, kasus di wilayah Sumatera Utara juga banyak terjadi

pungutan liar seperti berita dibawah ini. Salah satu kasus pungli yang terjadi

sumatera utara yaitu:4

3
Agus Dwiyanto, 2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
4
Budi, Warsito. 2016. 3 Anggota Dishub Sumut Tertangkap Saat Lakukan Pungli.
(http://sumatera.metrotvnews.com/) diakses pada 18/12-2016 pukul 22:22

15

Universitas Sumatera Utara


3 Anggota Dishub Sumut Tertangkap Saat Lakukan Pungli

Metrotvnews.com, Medan: Tiga anggota Dinas Perhubungan Sumatera Utara dan


satu supir ditangkap saat tengah melakukan pungli. Penangkapan dilakukan
personel Satreskrim Polrestabes Medan dalam operasi tangkap tangan pada Jumat
21 Oktober 2016 dini hari.

Ketiga anggota Dishub itu bertugas di Jembatan Timbang Sibolangit.


"Identitasnya masih belum bisa kita berikan. Tapi saya benarkan perihal
penangkapan ini," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Fahrizal,
Jumat (21/10/2016).

OTT dilakukan setelah ada laporan dari masyarakat. Saat ini keempat orang itu
tengah ditahan di Mapolresta Medan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Maraknya persoalan pungutan liar dan keberadaan calo mencuat usai
tertangkapnya pegawai Kementerian Perhubungan yang tengah meminta pungutan
ke pengguna jasa pada Selasa 11 Oktober, di Kantor Kementerian Perhubungan,
Jakarta Pusat. Presiden Joko Widodo sampai turun ke lokasi untuk memantau aksi
tangkap tangan yang dilakukan polisi itu.
Beberapa jam sebelum aksi itu, di Istana Negara, Jokowi sudah meminta
jajarannya menggencarkan operasi pemberantasan pungutan liar (OPP). OPP
merupakan bagian dari paket kebijakan hukum untuk memperbaiki pelayanan
terhadap masyarakat.

Pungli terjadi karena lemahnya pengawasan internal sehingga

mengakibatkan semakin maraknya kegiatan pungli. Dalam hal ini semua pihak

yang terkait wajib menjaga dan melakukan pengawasan terhadap siapapun

termasuk masyarakat. Pungli sudah merusak sendi kehidupan berbangsa dan

bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif,

efisien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan

pungli perlu dibentuk satuan tugas sapu bersih pungutan liar. Untuk itu

pemerintah mengeluarkan peraturan tentang satuan tugas sapu bersih pungutan

liar yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden yaitu Perpres Nomor 87

Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dengan visi

16

Universitas Sumatera Utara


terwujudnya pelayanan publik pada kementrian atau lembaga dan pemerintah

daerah yang terbebas dari pungutan liar. Dalam rangka melaksanaka Perpres

Nomor 87 Tahun 2016, maka Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi

Mendagri (InMendagri) Nomor 180/3935/SJ tentang Pengawasan Pungutan Liar

Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Instruksi ini ditujukan kepada

Gubernur, Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk meningkatkan pembinaan dan

pengawasan khususnya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

memiliki resiko terjadinya pungutan liar (Pungli). Mendagri juga

menginstruksikan kepada Gubernur, Bupati/walikota untuk memerintahkan

Inspektur Provinsi dan Inspektur kabupaten/Kota untuk segera melakukan

pengawasan secara berkesinambungan untuk mencegah dan menghapus pungli.

Menindaklanjuti InMendagri maka Walikota Medan mengeluarkan surat edaran

Nomor 700/11262 tentang pemberantasan Praktik pungutan Liar.

Tim satuan tugas sapu bersih pungutan liar atau disingkat dengan satgas

saber pungli merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah dalam

melaksanakan reformasi dibidang hukum. Dengan adanya satgas saber pungli

maka akan mengoptimalkan penyelidikan dan memberantas praktik pungli yang

terjadi dan diharapkan dapat memberi peringatan dan efek jera terhadap perilaku

pungutan liar khususnya dalam sektor pelayanan publik. Saber pungli akan

memantau sektor pelayanan publik dari Aceh hingga Papua. Adapun sektor

pelayanan yang dipantau yaitu pembuatan KTP, SKCK, STNK, SIM, BPKB, Izin

muat barang di pelabuhan dan sejumlah izin di berbagai kementrian lainnya.

Selain melakukan penindakan, tim saber pungli juga akan mengakaji apakah ada

aturan yang mendukung terjadinya pungli. Saber pungli terdiri dari Polri sebagai

17

Universitas Sumatera Utara


leading sector, Kejaksaan Agung, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Aparatur Reformasi Birokrasi. Untuk itu dengan adanya peraturan dan

petugas yang sudah diberi amanah dan tanggungjawabnya agar dapat

dilaksanakan dengan peraturan hukum yang tegas dan agar tidak ada lagi

pungutan-pungutan liar yang terjadi seperti sekarang ini.

Adanya peraturan baru tentang pungli diharapkan mampu membawa

perubahan kepada pemerintahan yang bersih dari pungutan liar yang terjadi

seperti sekarang ini. Komunikasi dengan cepat dan berpengaruh terhadap

kehidupan aparatur birokrasi, pejabat publik, anggota DPR/D, dan para pemangku

kepentingan lainnya. Untuk itu satgas sapu bersih pungli harus bekerja secara

tegas dalam menegakkan hukum yang ada agar tidak ada lagi pungli dari para

pemangku kepentingan.

Satgas saber pungli dibentuk atas kewenangan Presiden dan merupakan

milik negara, maka harus mempunyai perencanaan sesuai dengan standar negara

yaitu Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas). Provinsi Sumatera Utara

merupakan provinsi ke sepuluh yang melakukan pembentukan tim saber pungli

pada akhir November 2016, khususnya di Kota Medan dengan delapan dinas yang

berfungsi sebagai pencegahan, dan masih tahap membentuk perencanaan. Maka

dari itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana kinerja perencanaan tim saber

pungli yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan dalam pelaksanaan

pembentukan satgas saber pungli dengan judul Evaluasi Kinerja Perencanaan

Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Kota Medan.

18

Universitas Sumatera Utara


I.2 Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini memiliki fokus

masalah yang menjadi batasan peneliti dalam melakukan penelitian. Fokus

penelitian dalam penelitian ini adalah Evaluasi Kinerja Perencanaan Satuan

Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Kota Medan. Apakah perencanaan yang

dilakukan oleh pemerintahan kota sudah memenuhi standar perencanaan dari

Bappenas. Adakah peran komunikasi dan pematangan perencanaan sebelum

pengesahan peraturan ini dengan data-data yang cukup untuk membentuk

peraturan baru atau hanya sekedar pembuatan peraturan tanpa banyak

pertimbangan, yang seharusnya adalah fungsi dari suatu badan tertentu.

1.3 Rumusan Masalah

Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

data yang valid untuk digunakan dalam memecahkan masalah. Masalah

merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian. Dengan melihat masalah

yang ada dilatar belakang dan fokus masalah maka peneliti merumuskan rumusan

masalahnya yaitu: Bagaimana Proses Pelaksanaan Dalam Menyusun

Perencanaan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar?

I.4 Tujuan Penelitian

Sebuah penelitian harus memiliki tujuan dari penelitian tersebut. Maka

dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan

masalah yang dikemukakan sebelumnya yaitu untuk mengetahui Perencanaan

Pelaksanaan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Kota Medan.

19

Universitas Sumatera Utara


I.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat-manfaat yang diharapkan dari

dilaksanakannya penelitian ini adalah:

1. Manfaat secara ilmiah

Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir

ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dan

menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian – kajian teori dan

aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Adinistrasi Negara.

2. Manfaat secara akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk memperkaya khasanah

keputusan sehingga dapat menjadi sumbangan ilmiah, menambah bahan

kajian akademik, referensi dan tambahan informasi bagi para pembaca

mengenai satuan tugas sapu bersih pungutan liar.

3. Manfaat secara praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menyumbangkan masukan

dan saran dalam hal memahami dan solusi terhadap persoalan yang

berkaitan dengan kebijakan pemerintah saat ini. Terutama dalam

pelaksanaan peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan

Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

I.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam

penelitian ini, maka diperlukan sistematika penulisan yang meliputi:

20

Universitas Sumatera Utara


BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari kerangka teori dan definisi konsep.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data

yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari gambaran umum dan karakteristik mengenai

lokasi penelitian.

BAB V : PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas hasil data-data yang diperoleh dari lapangan

dan dokumentasi yang akan dianalisis.

BAB VI : ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian

dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VII : PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

yang dilakukan

21

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai