Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS (DM)

OLEH :

ISMA RIZKY AMALIA


P07120319066

PROFESI NERS

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS (DM)

I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGERTIAN
Menurut Misnadiarly, 2006. Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit kencing manis
merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula
darah) melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200
mg/dl dan kadar gula darah puasa diatas atau sama dengan 126 mg/dl.
Menurut Lanywati, 2001. Dalam dunia kedokteran, istilah Diabetes Mellitus (bahasa
Latin: diabetes = penerusan; mellitus = manis), penyakit gula, atau penyakit kencing
manis, diketahui sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun
terutama pada system metabolism karbohoidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh.
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999).
Menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau
keduanya.

B. ETIOLOGI
Diabetes Mellitus terjadi karena organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon
insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh. Di bawah ini beberapa etiologi/sebab sehingga
organ pankreas tidak mampu memproduksi insulin berdasarkan tipe/klasifikasi penyakit
diabetes mellitus tersebut:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah terjadinya diabetes tipe 1.
Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leococite antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

2. Faktor Imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen

3. Faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor esternal
yang dapat memicu dekstruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan dekstruksi (hilangnya) sel beta. Virus penyebab DM adalah Rubela,
Mumps, dan Human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam
sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun
(aktivasi limfosit T reaktif terhadap antigen sel pulau kecil) dalam sel beta.

b. Diabetes Mellitus Tipe II


Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu tedapat pula faktor-
faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2.
Faktor-faktor ini adalah :
1. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
2. Obesitas
Orang yang mengalami obesitas,tubuhnya memiliki kadar lemak yang tinggi atau
berlebihan sehingga jumlah cadangan energy dalam tubuhnya banyak begitupun
dengan yang tersimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin merupakan
hormon yang bertugas untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah mengalami
penurunan fungsi akibat dari kerja kerasnya dalam melakukan tugas sebagai
pendistribusian glukosa sekaligus pengkompensasi dari peningkatan glukosa
darah, sehingga menyebabkan resistensi insulin dan berdampak terjadinya DM
tipe 2.

3. Riwayat keluarga

c. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan karena terjadinya perubahan pada metabolisme glukosa (Hiperglikemia
akibat sekresi hormone-hormon plasenta). Teori yang lain mengatakan bahwa
diabetes tipe 2 ini disebut sebagai “unmasked” atau baru ditemukan saat hamil dan
patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes,
riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus
berulang.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus
adalah: Poliuria (Peningkatan dalam berkemih), Polidipsia (Peningkatan rasa haus), Polifagia
(Peningkatan selera makan), Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan.
Menurut Brunner dan Suddarth, 2002 gejala klinis berdasarkan klasifikasinya yakni:
a. Diabetes tipe I atau IDDM
 Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun).
 Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan berat yang baru
saja terjadi.
 Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan (misalnya virus).
 Sering memiliki antibodi sel pulau Langarhans.
 Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan
terapi insulin.
 Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen.
 Memerlukan insulin untuk mempertahannkan kelangsungan hidup.
 Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin.
 Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik

b. Diabetes tipe II atau NIDDM


 Awitan terjadi di segala usia , biasanya di atas 30 tahun.
 Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat didiagnosis.
 Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan.
 Tidak ada antibodi sel pulau Langarhans.
 Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin.
 Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui
penurunan berat badan.
 Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet
dan pelatihan tidak berhasil.
 Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untutk
mencegah hiperglikemia.
 Ketosis jarang terjadi kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi.
 Komplikasi akut: sindrom hiperosmoler non ketotik.

c. Gestasional diabetes
 Awitan selama kehamilan biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga.
 Disebabkan oleh hormon yan disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.
 Risiko terjadinya komplikasi perinatal diatas normal, khususnya makrosomia (bayi
yang secara abnormal berukuran besar).
 Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat
kadar glukosa darah normal.
 Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan.
 Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali: pada
kehamilan berikutnya, 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe
II) dalam waktu sepuluh tahun (jika obesitas).
 Faktor risiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes dalam
keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (lebih dari 4,5 kg)
 Pemeriksaan skrining (tes toleransi) harus dilakukan pada SEMUA wanita hamil
dengan usia kehamilan di antara 24-28 minggu.

d. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya


 Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit:
pankreatitis; kelainan hormonal; obat-obat seperti glikokortikoid dan preparat yang
mengandung estrogen panyandang diabetes.
 Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin; pasien mungkin
memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tujuan pemeriksaan laboratorium pada DM adalah : menetapkan diagnosa, mengikuti
perjalanan penyakit, kontrol terapi dan deteksi dini adanya kelainan akibat DM.
1. Pemeriksaan kadar gula darah
Cara yang dianjurkan adalah cara enzimatik, dan yang banyak digunakan dalam
laboratorium adalah cara glukosa oksidase. Cara lain adalah cara o-toluidine. Kedua
cara ini dianggap memberi hasil yang mendekati kadar glukosa sesungguhnya.
Interpretasi Hasil Tes
Tes Sampel Bukan DM Belum Pasti DM (mg/dl)
(mg/dl) DM (mg/dl)
GDS Plasma Vena < 110 110-199 ≥ 200
Darah Kapilel < 90 90-199 ≥ 200
GDP Plasma Vena < 110 110-125 ≥ 126
Darah Kapiler < 90 90-199 ≥ 110
Plasma Vena < 140 140-200 > 200
Darah Kapiler <200 120-200 > 200

2. Tes toleransi glukosa (TTG)


3. Pemeriksaan gula urin.
4. Penetapan albumin urin

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam bidang farmakologis:
(1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida


Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
 Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
 Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
 Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
(2) Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
 DM tipe I
 DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
 DM kehamilan
 DM dan gangguan faal hati yang berat
 DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
 DM dan TBC paru akut
 DM dan koma lain pada DM
 DM operasi
 DM patah tulang
 DM dan underweight
 DM dan penyakit Graves

b) Beberapa cara pemberian insulin


 Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor
antara lain:
1. Lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan
paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari
tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
2. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
3. Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
4. Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
5. Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti
suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
6. Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10
maka efek insulin dipercepat.
 Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-
kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

(3) Cangkok pankreas


Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).
Selain dalam bidang farmakologis, adapula penatalaksanaan lain berupa:
a. Perencanaan makan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang
baik yaitu :

1.) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %.


2.) Protein sebanyak 10 – 15 %.
3.) Lemak sebanyak 20 – 25 %.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut,
dan kegiatan jasmani.
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 – 4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.

Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat
misalnya jogging.

F. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah


a. Akut
Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
 Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
 Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati (mata),
nefropati (ginjal).
 Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
 Proteinuria
 Kelainan koroner
 Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

a) Grade 0 : tidak ada luka


b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade III : terjadi abses
e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas data/
petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko
tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.
2. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang berbeda-
beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan gejala khas berupa
polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi apakah
terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya riwayat obesitas,
hipertensi, atau juga aterosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM, penyebab
terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini berhubungan
dengan proses genetik dimana orang tua dengan diabetes mellitus berpeluang untuk
menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
4. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
b. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (
glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
d. Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
f. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
g. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
h. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
b. Head to Toe
1) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integumen
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi, kaji
pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit
di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis, kaji
juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Hal ini
berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada makrovaskuler
5) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran masa
otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
7) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system neurologis pasien
sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan variasi kadar glukosa
darah dari rentang normal
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan massa otot
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan berkurangnya simpanan protein.
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Risiko Ketidakstabilan Kadar Gula Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Hiperglikemia
Darah selama ... x 24 jam diharapkan Risiko Observasi
Definisi : Ketidakstabilan kadar gula darah pasien  Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Risiko terhadap variasi kadar glukosa dapat teratasi dengan kriteria hasil sbb :  Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan inulin
darah dari rentang normal Kestabilan Kadar Glukosa Darah : meningkat.
Faktor Risiko :  Rasa mengantuk menurun  Monitor kadar glukosa darah, jika perlu.
 Kurang terpapar informasi  Pusing yang dirasakan menurun  Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria,
tentang manajemen diabetes  Lelah / lesu yang dirasakan polidipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan
 Ketidaktepatan pemantauan menurun kabur, sakit kepala)
glukosa darah.  Keluhan lapar yang dirasakan  Monitor intake dan output cairan
 Kurang patuh pada rencana menurun  Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit,
manajemen diabetes.  Gemetar menurun tekanan darah ortostatik dan frekuensi nadi.
 Manajemen medikasi tidak  Volume keringat pasien menurun Terapeutik
terkontrol  Mulut kering yang dialami pasien  Berikan asupan cairan oral
 Kehamilan menurun  Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
 Periode pertumbuhan cepat  Rasa haus yang dirasakan menurun hiperglikemia tetap ada atau memburuk
 Stres berlebihan  Perilaku aneh pasien menurun  Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik.
 Penambahan berat badan  Kesulitan bicara pasien menurun Edukasi
 Kurang dapat menerima  Kadar glukosa dalam darah  Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah
diagnosis. membaik lebih dari 250 mg/dL
Kondisi Terkait :  Kadar glukosa dalam urine  Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
 Diabetes melitus membaik  Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
 Ketoasidosis diabetik  Palpitasi membaik  Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine.
 Hipoglikemia  Perilaku membaik Jika perlu.
 Diabetes gestasional  Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin,
 Penggunaan kortikosteroid obar oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat,
 Nutrisi parentral total (TPN) dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

Manajemen Hipoglikemia
Observasi
 Identifikasi tandan dan gejala hipoglikemia
 Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu.
 Berikan glukagon, jika perlu
 Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet.
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pertahankan akses IV, jika perlu.
 Hubungi layanan medis darurat, jika perlu.
Edukasi
 Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat.
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
tentang penyesuaian program pengobatan
 Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan
olahraga
 Ajarkan pengelolaan hipoglikemai (mis. Tand adan gejala,
faktor risiko dan oengobatan hipoglikemia)
 Ajarkan perawatan diri untuk mencegah hipoglikemia
(mis. Mengurangi insulin/agen oral dan atau
meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu.
 Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu.
2 Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Energi
Definisi : selama ... x 24 jam diharapkan Observasi
Ketidakcukupan energi untuk Intoleransi Aktifitas pasien dapat  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
melakukan aktivitas sehari-hari teratasi dengan kriteria hasil sbb : kelelahan
Penyebab : Toleransi Aktifitas  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Ketidakseimbangan antara suplai  Frekuensi nadi meningkat (60 – 100  Monitor pola dan jam tidur
dan kebutuhan oksigen x /menit )  Monitor lokasi dan ktidaknyamanan selama melakukan
 Tirah baring  Tekanan darah membaik (Sistolik aktifitas
 Kelemahan 120 – 140 mmHg, Diastolik 60 – 80 Terapeutik
 Imobilitas mmHg)  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
 Gaya hidup monoton  Frekuensi napas membaik (16 – 24  Lakukan latihan rentang gerak pasid fan atau aktif
Gejala dan Tanda Mayor x /menit)  Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
Subyektif :  Keluhan lelah yang dirasakan  Fasilitasi dudu di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
 Mengeluh lelah menurun berpindah atau jalan
Obyektif :  Dispnea saat aktifitas yang Edukasi
 Frekuensi jantung meningkat dirasakan menurun  Anjurkan tirah baring
>20% dari kondisi istirahat  Dispnea setelah aktifitas yang  Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Gejala dan Tanda Minor : dirasakan menurun  Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
Subyektif :  Perasaan lemah yang dirasakan kelelahan tidak berkurang
 Dispnea saat/setelah aktifitas menurun  Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
 Merasa tidak nyaman setelah Kolaborasi
beraktifitas  Kolaborasi dengan ahli gizzi tentang cara menignkatkan
 Merasa lemah asupan makanan
Obyektif :
 Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat
 Gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat / setelah aktifitas
 Gambaran EKG menunjukkan
iskemia
 Sianosis
Kondisi Klinis Terkait :
 Anemia
 Gagal jantung kongestif
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit katup jantung
 Aritmia
 PPOK
 Gangguan metabolik
 Gangguan muskuloskeletal
3 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Napas
Definisi : selama ... x 24 jam diharapkan pola Observasi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak napas tidak efektif pasien dapat teratasi  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
memberikan ventilasi adekuat dengan kriteria hasil sbb :  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
Penyebab : Pola Napas : wheezing, ronkhi kering)
 Depresi pusat pernapasan  Dispnea yang dirasakan menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Hambatan upaya napas  Penggunaan otot bantu pernapasan
 Deformitas dinding dada menurun Terapeutik
 Deformitas tulang dada  Pemanjangan fase ekspirasi  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
 Gangguan neuromuskular menurun chin-lift
 Gangguan neurologis  Frekuensi napas membaik (16-  Posisikan semi-fowler atau fowler
 Imaturitas neurologis 24x/menit)  Berikan minum hangat
 Penurunan energi  Kedalaman napas membaik.  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Obesitas  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Posisi tubuh yang menghambat  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
ekspansi paru endotrakeal
 Sindrom hipoventilasi  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill
 Kerusakan inervasi diafragma  Berikan oksigen, jika perlu
 Cedera pada medula spinalis Edukasi

 Efek agen farmakologis  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak

 Kecemasan kontraindikasi

Gejala dan Tanda Mayor  Ajarkan teknik batuk efektif


Subyektif : Kolaborasi

 Dispnea  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,


Obyektif : mukolitik, jika perlu.

 Penggunaan otot bantu


pernapasan
 Fase ekspirasi memanjang
 Pola napas abnormal
Gejala dan Tanda Minor
Subyektif :
 Dispnea
Obyektif :
 Pernapasan pursed-lip
 Pernapsan cuing hidung
 Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
 Ventilasi semenit menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi menurun
 Tekanan inspirasi menurun
 Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait :
 Depresi sistem saraf pusat
 Cedera kepala
 Trauma thoraks
 Guilllian barre syndroms
 Multiple sclerosis
 Myasthenia gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
 Intoksikasi alkohol
4 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi
Definisi : selama ... x 24 jam diharapkan Defisit Observasi
Asupan nutridi tidak cukup untuk Nutrisi dapat teratasi dengan kriteria  Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolisme. hasil sbb :  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab : Status Nutrisi  Identifikasi makanan yang disukai
 Ketidakmampuan menelan  Porsi makanan yang dihabiskan  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
makanan meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Ketidakmampuan menceerna  Perasaan cepat kenyang menurun  Monitor asupan mkanan
makanan  Berat badan membaik  Monitor berat badan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi  IMT membaik  Moniot hasil pemeriksaan laboratorium
nutrien  Bising usus membaik Terapeutik
 Penignkatan kebuthan  Lakukan oral hygiene sebelum makan
metabolisme  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Faktor ekonomi  Sajikan makanan secara mernaik dan suhu yang sesuai
 Faktor psikologis  Berikan makanan tinggi serta untuk mencegah konstipasi
Gejala dan Tanda Mayor  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Subyektif :
 Berikan suplemen makanan, jika perlu.
(tidak tersedia)
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik,
Obyektif :
 Berat badan menurun minimal jika asupan oral dapat ditoleransi
10% dibawah rentang ideal Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
Gejala dan Tanda Minor  Ajarkan diet yang diprogramkan
Subyektif : Kolaborasi
 Cepat keyang setelah makan  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
 Keram / nyeri abdomen  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
 Nafsu makan menurun kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Obyektif :
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare
Kondisi Klinis Terkait
 Stroke
 Parkinson
 Mobius syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Amyotropic lateral sclerosis
 Kerusakan neruomuskular
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit crohn’s
 Enterokolitis
 Fibrosis kistik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC.

Fatamorgana. 2016. Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus. (Online). Available at


http://documents.tips/documents/laporan-pendahuluan-diabetes-mellitusdoc.html. Diunduh
pada 7 Oktober 2019

Handayani, A. N. 2015. Diabetes Mellitus. (Online). Available at


http://eprints.ums.ac.id/33983/11/BAB%20II.pdf. Diunduh pada 08 Oktober 2019

Lanywati, E. 2009. Diabtes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Penerbit Kanisius.
(Online). Available at
https://books.google.co.id/books?id=hmUGAYtFay0C&printsec=frontcover&dq=penyakit
+diabetes+melitus&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwif5ZLG2L3QAhWDvI8KHXu8CzAQ6
AEIJjAA#v=onepage&q=penyakit%20diabetes%20melitus&f=false. Diunduh pada 08
Oktober 2019

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenal Gejala,


Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi/ Misnadiarly. Ed.1. Jakarta: Pustaka Popoler
Obor. (Online). Available at
https://books.google.co.id/books?id=UYMwK1Ok92kC&pg=PA6&dq=penyakit+diabetes
+melitus&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwif5ZLG2L3QAhWDvI8KHXu8CzAQ6AEIMjAC
#v=onepage&q=penyakit%20diabetes%20melitus&f=false. Diunduh pada 08 Oktober
2019

TIM POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Indikator diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

TIM POKJA SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

TIM POKJA SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI
_________,_________________2019
Clinical Instructure / CI Nama Mahasiswa

___________________________ _____________________________
NIP. NIM.
Clinical Teacher / CT

_______________________________
NIP.

Anda mungkin juga menyukai