A. Pendahuluan
Septum nasi merupukan salah satu struktur yang penting dalam menpertahankan
kerangka eksternal dari hidung. Adanya kelainan pada septum seperti deviasi, destruksi
dan atau deformitas pada kartilago secara parsial ataupun total dapat berefek pada fungsi
dan bentuk dari hidung. Perkembangan normal dari hidung dan maxilla akan terganggu
jika kartilago septum nasal rusak yang pada akhirnya akan menyababkan deformitas dari
hidung yang permanen yang akan berpagaruh pada fungsi dari hidung.1 Adapun beberapa
kelainan septum yang sering ditemukan ialah deviasi septum, hematoma dan abses
septum.2
septum dengan mukoperiosteum.3 Abses septum nasi merupakan salah satu kasus
emergensi yang jarang terjadi. Pada beberapa kasus abses septum kebanyakan disebabkan
oleh trauma yang kadang-kadang tidak disadari oleh pasien dan seringkali didahului oleh
hematoma septum yang dikemudian hari akan terinfeksi oleh kuman dan menjadi abses.2
Abses septum juga dikaitkan dengan dengan furunculosis hidung, sinusitis, influenza,
infeksi gigi, dan prosedur operasi hidung terkhusus pada area septum. Gejala abses
septum adalah hidung tersumbat biasanya bilateral, nyeri yang hebat dan terlokalisir
pada hidung, lunak pada puncak hidung, perubahan warna merah atau kebiruan pada
mukosa septum, serta gejala lain seperti demam dan sakit kepala.4
1
Penyebaran infeksi serebral dari abses septum bisa menjadi komplikasi yang
sangat mematikan berupa infeksi intrakranial. Abses septum dapat berakibat serius pada
hidung oleh karena menyebabkan nekrosis kartilago septum yang kemudian menjadi
destruksi dan lambat laun menjadi hidung pelana. Oleh karena itu, diagnosis dini dan
depan.5
B. Epidemiologi
Abses septum merupakan kasus yang jarang ditemukan. Berdasarkan data dalam
waktu 10 tahun terakhir di Children’s hospital Los Angeles didapatkan 3 kasus abses
septum nasi dan 43 kasus abses septum nasi dalam periode 8 tahun di Hospital for Sick
Children di Toronto. Dalam periode 10 tahun terakhir di Massachusetts Eye and Ear
Infirmary pada dekade terakhir ini didapatkan hanya 14 kasus abses septum nasi. Di
Rumah Sakit M.D.Jamil Padang didapatkan 3 kasus abses septum nasi dalam waktu 2
tahun terakhir. Usia yang paling sering terkena adalah di bawah 15 tahun diikuti usia 16-
31 tahun dan jarang usia lanjut. Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Hal ini
dihubungkan dengan agresivitas dan aktivitas mereka sehingga insidens trauma mudah
terjadi.5
Kuala Lumpur dari bulan Juni tahun 1981 sampai Juni 1991 melaporkan sebanyak 14
kasus abses septum dimana 71,4% laki-laki dan 28,6% perempuan. Rentang usia 6-55
tahun dengan rata-rata usia 25,8 tahun, dimana 43% terjadi pada usia 16-35 tahun.
2
Etiologi yang terbanyak adalah faktor trauma 85,7%, sinusitis kronis dan vestibulitis
C. Anatomi
Septum nasi adalah struktur garis tengah bidang sagital yang membagi hidung
menjadi dua rongga yang berbentuk kubah. Tebal septum nasi secara normal 2-4 mm
yang sekaligus menjadi dinding medial dari kavum nasi. Septum nasi dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang yang membentuk septum adalah lamina
palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan
kolumela. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periosteum pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian
terbesar dari septum nasi dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid posterior dan
nasi, berhubungan dengan bagian horizontal os etmoid yang bagian bawahnya bertumpu
pada os vomer. Di bagian anterior dan superior berhubungan dengan os frontal dan os
vomer dan antero-inferior dengan kartilago septum. Os vomer terletak di septum nasi
bagian posterior dan inferior. Dibagian superior membentuk sendi os sfenoid dan lamina
perpendikularis os etmoid, dan di bagian inferior dengan krista nasalis os maksila dan os
palatina. Krus medial dari kartilago alar mayor dan prosesus nasal bawah (krista) maksila
3
Gambar 1. Anatomi Septum Nasi
Kartilago septum nasi merupakan sekeping tulang rawan tunggal yang berbentuk
quadrilateral sebagai bagian anterior inferior septum nasi. Dibelakang bersatu dengan
bagian tulang septum dan lamina perpendikularis os etmoid, bagian bawahnya bertumpu
pada lekukan os vomer, krista maksila dan spina maksila. Periosteum dan perikondrium
dari tulang rawan septum dihubungkan oleh jaringan penghubung yang dibentuk oleh
Perdarahan hidung sebagian besar berasal dari arteri karotis eksterna dan interna.
Arteri sfenopalatina (cabang dari arteri maksilaris dan arteri karotis eksterna) dan arteri
4
anterosuperior septum dan dinding lateral memperoleh perdarahan dari arteri etmoidalis
anterior dan posterior. Arteri palatina mayor (juga cabang arteri maksilaris) melalui
kanalis insisivus menyuplai darah ke bagian anteroinferior. Cabang arteri labialis superior
(cabang arteri fasialis) menyuplai bagian anterior tuberkel septum. Pada bagian kaudal
septum yatiu tepat di belakang vestibulum terdapat pleksus Kiesselbach yang merupakan
anstomosis dari arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior dan arteri palatina mayor.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arteri. Vena pada vestibulum dan struktur luar hidung mempunyai hubungan dengan
5
Bagian anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh n.etmoidalis anterior dan
bagian posterior dan sensasi pada bagian anteroinferior septum nasi dan dinding lateral.
Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari
n. maksila (n. V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosus profundus. Disamping mensarafi
D. Etiologi
Penyebab abses septum nasi sangat banyak antara lain trauma, penyebaran
infeksi dari sinusitis etmoid, sinusitis spenoid, infeksi gigi, komplikasi operasi hidung,
6
vestibulitis dan furunkulosis, juga ditemukan pada pasien dengan status imunologi yang
rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jalaludin MAB tahun 1993 terhadap 14
kasus abses septum, didapatkan penyebab terbanyak adalah akibat trauma (75%).
Keadaan ini dapat terjadi akibat kecelakaan, perkelahian maupun olahraga. Trauma dapat
septum nasi. Tiga sampai lima hari setelah terjadi hematom septum nasi, hematom akan
mengalami infeksi sekunder sehingga terjadi abses septum nasi. Abses septum nasi juga
dapat terjadi akibat komplikasi dari operasi hidung. Lo dan Wang tahun 2004
Pang KP dan Seth DS tahun 2002 melaporkan satu kasus abses septum nasi pada
anak usia 12 tahun sebagai komplikasi dari speno-etmoiditis akut. Walaupun jarang
terjadi, penyebaran akibat infeksi gigi juga pernah dilaporkan oleh Da Silva dkk pada
tahun 1982 pada dua pasien dengan abses septum nasi. Ozan, Polat dan Heler tahun 2006
juga melaporkan satu kasus abses septum nasi yang disebabkan penjalaran infeksi gigi.9
Penyebab lain abses septum nasi adalah vestibulitis, furunkulosis dan status
imunitas tubuh yang rendah (immunocompromised). Dinesh R dkk pada tahun 2011 dari
rumah sakit Taiping Perak Malaysia melaporkan 3 kasus abses septum nasi non trauma
pada penderita diabetes melitus. Sedangkan Salam B dan Camilleri A tahun 2008
melaporkan satu kasus abses septum nasi non trauma pada pasien dengan
Organisme yang paling sering menyebabkan abses septum nasi yang didapatkan
7
influenza dan organisme anaerob juga didapatkan dari hasil kultur mikroorganisme.
Penelitian Tavares dkk (2002) melaporkan sebanyak 42,9% dari hasil kultur adalah
Stafilokokus aureus, selain itu juga ditemukan bakteri Streptokokus viridan (21,4%),
E. Patofisiologi
mekanisme untuk terjadinya abses septum antara lain perluasan langsung sepanjang
permukaan jaringan seperti pada sinusitis, infeksi hematom septum, infeksi disebabkan
oleh infeksi gigi serta penyebaran melalui pembuluh darah vena dari orbita ataupun sinus
Infeksi gigi dapat mencapai septum melalui perluasan langsung. Lokasi anatomis
yang berdekatan antara gigi insisivus atas (regio maksila) dengan dasar hidung
menjelaskan bahwa abses dari gigi insisivus atas sentral dapat meluas dan menonjol ke
dasar hidung. Biasanya, abses periapikal yang disebabkan infeksi gigi insisivus atas akan
pecah dan mengalir ke rongga mulut dan kadang-kadang melalui gingiva, yang juga bisa
menyebabkan abses di bibir bagian atas. Abses palatum sekunder dari infeksi akar palatal
gigi molar dapat juga menyebabkan abses septum melalui penyebaran secara langsung.
dasar kavum nasi, menghasilkan lesi yang dikira sebagai abses vestibulum ataupun kista
terinfeksi. 11
Hematoma septum nasi terjadi akibat trauma pada septum nasi yang merobek
pembuluh darah yang berbatasan dengan tulang rawan septum nasi. Darah akan
8
terkumpul pada ruang di antara tulang rawan dan mukoperikondrium. Hematoma ini
akan memisahkan tulang rawan dari mukoperikondrium, sehingga aliran darah sebagai
nutrisi bagi jaringan tulang rawan terputus, maka terjadilah nekrosis.3,7 Akibat keadaan
yang relatif kurang steril di bagian anterior hidung, hematoma septum nasi dapat
terinfeksi dan akan cepat berubah menjadi abses septum nasi yang mempercepat resorpsi
tulang rawan yang nekrotik. Tulang rawan septum nasi yang tidak mendapatkan aliran
darah masih dapat bertahan hidup selama 3 hari, setelah itu kondrosit akan mati dan
resorpsi tulang rawan akan terjadi. Jika sudah terjadi nekrosis akan menyebabkan
terjadinya perforasi, sehingga proses supurasi yang semula unilateral menjadi bilateral.
Namun tidak semua hematom septum nasi berkembang menjadi abses, bila sembuh
dengan terapi antibiotik akan terbentuk jaringan ikat, sehingga akan terjadi penebalan
jaringan septum nasi yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas dan retraksi yang
Lamina perpendikularis os etmoid merupakan jalan masuk langsung bila terdapat infeksi
dari sinus frontal dan sfenoid ke etmoid kemudian ke septum hidung. Peter Pang
mempercayai bahwa sfenoiditis akut dapat menyebabkan abses septum nasi melalui
kartilago quadrilateral. Selain itu mekanisme lain yang mungkin menjadi penyebab
adalah penyebaran langsung melalui fisura tulang, deformitas tulang kongenital, atau
melalui tromboflebitis. Huang dkk (2006) menduga abses septum nasi yang disebabkan
oleh infeksi sekunder dari sinus terjadi karena tidak adanya katup pada sistem vena pada
9
sinus-sinus yang menyebabkan hubungan bebas dengan bakteriemia atau tromboflebitis
sepsis.12
F. Diagnosis
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat
progresif yang merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada abses septum nasi.
Gejala lainnya adalah nyeri pada hidung seperti berdenyut terutama di puncak hidung,
lesu, demam, sakit kepala dan terasa lunak pada daerah sekitar hidung. Gejala yang
timbul tergantung penyebab abses septum nasi. Oleh karena itu perlu ditanyakan
gejala-gejala sinusitis, operasi hidung, riwayat sakit gigi, riwayat mencabut bulu hidung,
riwayat batuk lama juga riwayat penyakit atau tindakan sebelumnya. 13,14
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak hidung bagian luar (apeks nasi)
hiperemis, edema, dan kulit mengkilat serta nyeri pada sentuhan. Rinoskopi anterior
tampak pembengkakan septum nasi baik unilateral maupun bilateral terutama pada
10
bagian anterior dengan warna yang bervariasi dari abu-abu sampai ungu kemerahan, pada
fluktuatif. Pemberian kapas yang dibasahi dengan solutio tetrakain efedrin 1% tidak
mengempis. Selain itu juga diperiksa nyeri tekan pada sinus, keadaan gigi-geligi dan
pemeriksaan lain yang berhubungan dengan kemungkinan penyebab abses septum nasi.
kultur, selain itu juga dapat mengurangi tekanan dalam abses dan mencegah terjadinya
infeksi intrakranial.14
yang akan berkaitan dengan terapi, juga untuk melihat sejauh mana terjadinya
komplikasi. Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah laboratorium, foto toraks, foto
sinus paranasal dan kultur resistensi pus. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
tomografi komputer daerah sinus untuk mendeteksi adanya abses septum nasi.14
serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit gigi
atau periodontal. Gigi sensitif terhadap panas dimana nyeri berkurang dengan dingin,
nyeri gigi saat diperiksa. Adanya gigi yang goyang, kantong periodontal, gingival edema,
gigi yang rusak (gangren). Pada pemeriksaan radiografi (periapikal) ditemukan adanya
perluasan dari membran periodontal. Foto panoramik ditemukan osteitis, kista radikuler
atau lusen pada periapikal gigi. Pembengkakan daerah muka, bibir dan dasar mulut pada
kasus dengan infeksi yang meluas. Riwayat sakit gigi sebelumnya, cabut gigi dan operasi
daerah mulut.14
11
G. Penatalaksanaan
Abses septum nasi merupakan kasus emergensi yang harus ditangani sesegera
mungkin. Pertama kali disarankan untuk melakukan aspirasi jarum sebelum melakukan
insisi dan drainase abses, kemudian dikirim untuk pewarnaan, kultur dan resistensi tes.
pemasangan drain untuk mencegah reakumulasi pus dan peneliti lain menyarankan
Insisi dapat dilakukan dengan anestasi lokal atau anestasi umum. Insisi di buat
vertikal pada daerah yang paling berfluktuasi, diusahakan sedekat mungkin dengan dasar
hidung agar pus dapat keluar semua. Insisi abses dapat unilateral atau bilateral, kemudian
dilakukan evakuasi pus, bekuan darah, jaringan nekrotik dan jaringan granulasi sampai
bersih, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan drain. Drain yang dipasang dapat
berupa pipa (drain Penrose) yang dijahit pada tempat insisi atau drain dari karet. Drain
dipertahankan sampai 2-3 hari, namun jika drain masih diperlukan dapat terus
dipertahankan. Pada kedua rongga hidung dipasang tampon anterior dan dipertahankan
selama 2 sampai 3 hari. Bila pus masih ada luka dibuka lagi.13
A B
Gambar 5. (A) Tehnik insisi abses septum, (B) Pemasangan drain Penrose13
12
Pemberian antibiotik spektrum luas untuk gram positif dan gram negatif serta
kuman anaerob dapat diberikan secara parenteral. Sebelum diperoleh hasil kultur dan tes
resistensi dianjurkan untuk pemberian preparat penisilin intravena dan terapi terhadap
kuman anaerob. Pada kasus tanpa komplikasi, terapi antibiotik parenteral diberikan
selama 3-5 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral selama 7-10 hari. Bila terjadi
destruksi kartilago septum nasi maka rekonstruksi harus segera dilakukan untuk
mempertahankan punggung septum nasi dan mukosa septum, menghindari perforasi dan
mencegah kelainan perkembangan muka. Selain itu sumber infeksi abses septum nasi
abses. Jika gigi yang terlibat sudah tidak dapat diidentifikasi, gigi tersebut dapat
diekstraksi atau dilakukan perawatan akar gigi. Pilihan antibiotik spesifik tergantung
beberapa faktor termasuk flora mulut, status imunologi pasien, dan gambaran klinis
orbita, dan lain-lain). Sebagian besar infeksi gigi terdiri dari flora campuran bakteri aerob
dan anaerob. Penisilin merupakan antibiotik pilihan untuk pengobatan infeksi gigi, karena
sangat efektif untuk membunuh bakteri aerob dan anaerob yang merupakan flora normal
rongga mulut. Untuk meningkatkan efektifitas melawan bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazol.5
Bila terjadi perforasi septum nasi dan deformitas pelana kuda yang diakibatkan
hilangnya kartilago septum nasi maka dapat dilakukan rekonstruksi dengan tandur tulang
rawan tragus, konka aurikula atau tulang iga autolog. Diameter tulang rawan septum nasi
yang hilang harus diperkirakan secara cermat. Jika jumlah kartilago yang diperlukan
13
untuk rekonstruksi terlalu besar, sebaiknya digunakan kartilago dari tulang iga. Kartilago
konka aurikula dapat digunakan untuk anak-anak dimana lebih sedikit tulang rawan yang
diperlukan. Tandur tulang rawan distabilkan dan difiksasi pada pelat polidioksanon.
Langkah selanjutnya adalah menempatkan tandur secara tepat diantara tulang vomer,
kartilago lateral superior dan lamina perpendikularis dan/atau kartilago septum nasi yang
menggunakan benang jahitan yang dapat diserap dan tampon hidung. Tampon hidung
dapat dikeluarkan setelah 1 atau 2 hari. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan
selama 7 hari. Cottle menyarankan untuk melakukan rekonstruksi hidung 8-12 minggu
H. Komplikasi
Keterlambatan dalam mendiagnosis dan tatalaksana menyebabkan peningkatan
angka kejadian komplikasi yang serius. Komplikasi dari abses septum nasi dapat berupa
estetik maupun intrakranial. Komplikasi estetis berupa deformitas hidung (saddle nose)
yang merupakan komplikasi paling sering terjadi. Hal ini disebabkan kerusakan yang
berat dari rangka tulang hidung. Kartilago septum nasi mangalami nekrosis dikarenakan
bakteri. Kartilago yang hancur diganti dengan jaringan fibrotik yang dapat membentuk
menimbulkan gejala hidung buntu. Hilangnya penyangga dari dorsum nasi dapat
14
komplikasi ini dapat mempengaruhi perkembangan wajah, karena kartilago berguna
pembuluh-pembuluh vena dari segitiga berbahaya, yaitu daerah di dalam garis segitiga
dari glabela ke kedua sudut mulut. Vena-vena tersebut melalui vena angularis, vena
oftalmika, vena etmoidalis, yang akan bermuara di sinus kavernosus. Kedua, infeksi
masuk melalui mukosa hidung kemudian melalui pembuluh limfe atau pembuluh darah
bermuara di sinus longitudinal dorsalis dan sinus lateralis. Ketiga, melalui saluran limfe
dari meatus superior melalui lamina kribriformis dan lamina perpendikularis os etmoid
yang bermuara ke ruang subaraknoid. Keempat, invasi langsung dapat terjadi pada saat
operasi, erosi lokal diduga dapat juga merupakan jalan atau kebetulan ada kelainan
penjalaran infeksi, dalam hal ini selubung olfaktorius yang menuju intrakranial melalui
lamina kribriformis.14
Banyaknya aliran limfatik perineural pada dasar tengkorak bagian anterior dan
tidak adanya katup pada sistem vena antara vena angularis dan sinus kavernosus melalui
Penyebaran infeksi ke daerah yang berdekatan seperti mata dan sinus paranasal yang
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudhir Naik, Sarika Naik. Nasal Septal Abscess: A Retrospective Study of 20 Cases in
KVG Medical College and Hospital.2010. Clinical Rhinology. Vol 3.Page 135-140
2. Soepadi Arsyad, et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
4. Adnane C*, Adouly T, Taali L, Belfaquir L, Rouadi S, Abada R, Roubal M and Mahtar
M. Unusual Spontaneous Nasal Septal Abscess. 2015. Journal of Case Reports and
5. Bestari J Budiman, Jon Prijadi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Septum Nasi.
7. Snell S. Richard. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 2014. EGC: Jakarta Hal. 35-40
8. Lo SH, Wang PA. Nasal septal abscess as a complication of laser inferior turbinectomy.
9. Ozan F, Polat S, Yeler H. Nasal septal abscess caused by dental infection: A case report.
10. Smith RA. Jaw cysts. In: Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology
Head and Neck Surgery. 3rd ed. New York: McGraw-Hill companies. 2012. p: 394-406.
16
11. Swain SK, Gupta S, Banerjee A, Sahu MC. Anunusual presentation of nasal septal
12. Menger DJ et al. Nasal septal abscess in children reconstruction with autologous cartilage
grafts on polydioxanone plate. Arch otolaryngol head neck surgery. 2008. Vol 134(8). p:
842-847.
13. Ngo J. Nasal septal hematoma drainage. Cyted January 7th 2019. Available from.
http://emedicine.medscape.com/article/149280.
14. Haryono Y. Abses septum dan sinusitis maksilaris. Majalah kedokteran nusantara. 2006.
17