Anda di halaman 1dari 17

MUDHARABAH

Tugas ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Desain Kontrak
Perjanjian Islam Jurusan Ekonomi Islam Kelompok 5
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Semester VI

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
RESTI YUSNI
01.16.3143
AIDHIL ADHA SYAM
01.16.3128

Dosen Pemandu:

Muhammad Fakhri Amir, Lc., ME.

INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI (IAIN)

BONE

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum.Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kesejahteraan dan
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, Para sahabat dan semua pengikutnya yang setia
sepanjang zaman.
Dengan rasa syukur atas pertolongan Allah, kami dapat menyelesaikan Makalah
Mudharabah, yang kami susun ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Desain Kontrak
Perjanjian Islam. Informasi atau materi yang kami paparkan diperoleh dari berbagai sumber-
sumber yakni dari berbagai buku dan ditambah dari hasil penelitian dan analisis data.
Laporan ini hanya sebagian kecil dari beberapa laporan yang lainya.
Kami menyadari, kumpulan laporan yang kami susun masih jauh dari sempurna.
Sebagai manusia biasa, kami berusaha dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin.
Namun, kami tidak luput dari segala kesalahan dan kekhilafan dalam menyusun laporan ini,
kami mohon maaf atas segala kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami
harapkan dari berbagai pihak yang membangun untuk pembelajaran selanjutnya.
Akhirnya, mengucapakan terima kasih kepada semua pihak, semoga laporan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi kami dan umumnya bagi semua pihak yang
berkepentingan serta akan sampai pada tujuannya.
Wassalamu alaikum.Wr.Wb.

Watampone,25 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar ………………….………………………………..……… i

Daftar Isi …………..……………………………………................. ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………….…………………………… 1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………...…… 2
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………… 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Definisi Akad Mudharabah …………..….….................................... 3


B. Jenis Akad Mudharabah ….…………...........………………..…….... 6
C. Dasar Hukum Akad Mudharabah ….………..…...……………..….… 7
D. Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah ……………….….. 8
E. Berakhirnya Akad Mudharabah ……………………………………... 11
F. Prinsip Pembagian Hasil Usaha ………….…………...……………... 11

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………..……………….. 13
B. Saran …………………………………..……………….. 13

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan
oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS
menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah
adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam
Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada
didalam perbankan syari’ah.
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal,
dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan
kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal)
membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai
pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam
agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang
yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang
tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para
pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena
itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling
berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan
memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan
pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya
menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian
modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad
mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang
menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib
memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan
mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis
tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang
mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Mudharabah?
2. Apa saja jenis Akad Mudharabah?
3. Apa saja dasar hukum Akad Mudharabah?
4. Apa saja rukun ketentuan syariah Akad Mudharabah?
5. Kapan Akad Mudarabh berakhir?
6. Apa saja prinsip pembagian hasil usaha?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan


1. Mengetahui yang dimaksud dengan Akad Mudharabah.
2. Mengetahui jenis Akad Mudharabah.
3. Mengetahui dasar hukum Akad Mudharabah.
4. Mengetahui rukun ketentuan syariah Akad Mudharabah.
5. Mengetahui Akad Mudarabh berakhir.
6. Mengetahui prinsip pembagian hasil usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu berpergian untuk
urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqarrdhu yang
bearati potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar pemilik
dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas
dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan
bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana. PSAK 105 par 18
memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu:
persyaratan yang di tentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat
kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang
berwenang.
Akad Mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi
yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting
dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada
pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur terpenting, maka
mudharabah dalam istilah bahasa Inggris disebut trust financing. Pemilik dana
yang merupakan investor disebut beneficial ownership atau sleeping partner,
pengelola dana disebut labour partner.
Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik dana
tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang
dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan
saransaran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Apabila usaha
tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang mengakibatkan
sebagian atau bahkan seluruh modal yang ditanamkan oleh pemilik dana
habis, maka yang menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana.
Sedangkan pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus
mengganti kerugian atas modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi
sebagai akibat kesengajaan, kelalaian ayau pelanggaran akad yang dilakukan
oleh pengelola dana. Pengelola dana hanya menanggung kehilangan atau
resiko berupa waktu, pikiran, dan jerih payah yang telah dicurahkannya
selama mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan
untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan sesuai dengan yang
telah ditetapkan dalam perjanjian mudharabah.1
Hal tesebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa
pihak-pihak yang telibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama
menanggung resiko (berbagi resiko), dalam hal transaksi mudharabah, pemilik
dana akan menanggung resiko finansial sedangkan pengelola dana akan
memiliki resiko nonfinansial. Sebagaimana telah dijelaskan di atas hal ini
dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
“Pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung pada
apa yang mereka sepakati bersama.”
Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah
tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu
meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang
diperbolehkan syariah. Misalnya, ia akan memberi modal sebesar Rp. 100 juta
dan ia menyatakan setiap bulan mendapat Rp. 5 juta. Dalam mudharabah,
pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase/nisbah, misalnya 70:30,
70% untuk pengelola dana dan 30% untuk pemilik dana. Sehingga besarnya
keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan.
Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh menggunakan nilai proyeksi
(predictive value) akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan,
yang mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh
pengelola dana dan diserahkan pada pemilik dana.
Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal,
namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik
dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Tentu saja
jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.

1
Hidayati Nasrah, Analisis Akad Mudharabah di Perbankan Syariah, Ed. 11, Vol. 1, 2015, h. 19-20.
Dari penjelasan di atas dengan diberikan kewenangan sepenuhnya
pengelolaan usaha pada pengelola dana, dapat dikatakan akad mudharabah
merupakan jenis investasi yang mempunyai resiko tinggi. Resiko terhadap
penggunaan modal mengenai kesesuaian penggunaannya dengan tujuan atau
ketetapan yang telah disepakati yaitu untuk memaksimalkan keuntungan
kedua belah pihak. Terlebih lagi informasi usaha dipegang oleh pengelola
dana pemilik dana hanya mengetaui informasi lagi informasi secara terbatas.
Sehingga sangat penting bagi pemilik dana untuk mencari pengelola dana
yang berakhlak mulia, dapat dipercaya, jujur, kompenten dan benar.2
Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada
manusia. Terkadang ada sebagian orang yang memiliki harga, tetapi tidak
mampu untuk membuatnya menjadi produktif. Terkadang pula, ada orang
yang tidak memiliki harta tetapi ia mempunyai kemampuan untuk
memproduktifkannya. Sehingga dengan akad mudharabah kedua belah pihak
dapat mengambil manfaat dari kerja sama yang terbentuk. Pemilik dana
mendapatkan manfaat dengan pengalaman pengelola dana, sedangkan
pengelola dana dapat memperoleh manfaat dengan harta sebagai modal.
Dengan demikian, dapat tercipta kerja sama antara modal dan kerja, sehingga
dapat tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
Agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari maka
akad/kontrak/perjanjian sebaiknya dituangkan secara tertulis dan dihadiri para
saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara lain tujuan
mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan,
biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian
modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan
sebagainya. Sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan atau terjadi
persengketaan, kedua belah pihak dapat merujuk pada kontrak yang telah
disepakati bersama.3
Apabila terjadi perselisihan di antara dua belah pihak maka dapat
diselesaikan secara musyawarah oleh mereka berdua atau melalui badan
arbitrese syariah.

2
Hidayati Nasrah, Analisis Akad Mudharabah di Perbankan Syariah, Ed. 11, Vol. 1, 2015, h. 21-23.
3
Yadi Janwari, Fikih Lembaga Keuangan Syariah, (Cet I; Bandung; PT Remaja Rosdakarya; 2015), h.58-
59.
Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16). Sedangkan
pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan
dengan destribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah
berakhir, sesuai kesepakatan pemilikan dana dan pengelola dana.

Skema Akad Mudharabah

Pak Aryo Ibu Wati


Akad Mudharabah
(Pemilik Dana) (Pengelola Dana)

Proyek Usaha
Fotocopy Laba
Laba
50%
50%

Hasil usaha:

Apabila untung akan sesuai dengan nisbah, apabila rugi


akan ditanggung oleh pemilik dana.

B. Jenis Akad Mudharabah


Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu
mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah
musyarakah.
Berikut adalah pengertian masing-masing jenis mudharabah.
1. Mudharabah Muthalaqah adalah Mudharabah di mana pemilik dananya
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, di daerah
mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of
industry, atau line of service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini
bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan
tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang
dilarang oleh Islam seperti untuk keperluan spekulasi, perdagangan
minuman keras (sekalipun memperoleh izin dari pemerintah), perternakan
babi, atau pun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya.
Dalam mudharabah muthalaqah, pengelola dana memiliki kewenangan
untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan
tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana
melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana harus
bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya,
sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena
kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan di
tanggung oleh pemilik dana.
2. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana lokasi,
cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak
mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana
lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan
tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan
investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga, (PSAK par 07). Mudhrabah
jenis ini disebut juga investasi terikat.
Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat
yang diberikan oleh pemilik dana, maka pemilik dana harus bertanggung
jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk
konseksuensi keuangan.4
C. Dasar Syariah
Sumber Hukum Akad Mudharabah
Menurut Ijmak Ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini dapat
diambil dari kisah Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah dengan Siti
Khadijah. Siti Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai
pengelola dana. Lalu Rasulullah membawa barang dagangannya ke negeri Syam.
Dari kisah ini kita lihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah

4
Chairuman Pasaribun dan Suhrawardi K.Lubis, Perjanjian Dalam Islam, (Cet I; Jakarta; Sinar Grafika;
2004), h.61-62.
sebelum diangkat menjadi Rasul. Mudharabah telah dipraktikan secara luas oleh
orang-orang sebelum masa Islam dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW.
Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat selaras dengan prinsip dasar ajaran
syariah, oleh karena itu masih tetap ada di dalam sistem Islam.
1. Al-Quran
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah SWT.” (QS 62:10)
“.... Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya....” (QS 2:283)
2. As-Sunah
Dari Shalih bib Suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: :”tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh muqaradhah
(mudharabah), dan mencampuradukan dengan tepung untuk keperluan
rumah bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah)
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah,
ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak mngurangi lautan
dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola dana) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan. Abbas didengar Rasulullah
SAW, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dan Ibnu Abbas). 5
D. Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah
Rukun Mudharabah ada empat, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas : pemilik dana dan pengelola dana
2. Objek Mudharabah, berupa : modal dan kerja
3. Ijab Kabul/Serah Terima
4. Nisbah Keuntungan

Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut.


1. Pelaku
a. Pelaku harus cakap hukum dan tabligh.
b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim.

5
Yadi Janwari, Fikih Lembaga Keuangan Syariah, (Cet I; Bandung; PT Remaja Rosdakarya; 2015), h.62-
63.
c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh
mengawasi.
2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad
mudharabah.
a. Modal
1) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai
sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
2) Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti
pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola
dana harus bekerja.
3) Modal harus diketahui jelas jum;ahnya sehingga dapat dibedakan dari
keuntungan.
4) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk mudharabahkan kembali
modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi
pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
5) Pengelola tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada
orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran
kecual atas seizin pemilik dana.
6) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut
kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarangsecara
syariah.
b. Kerja
1) Kontribusi pengelolaan dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan,
selling skill, management skill, dan lain-lain
2) Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh
pemilik dana.
3) Pengelolaan dana harus menjalankan usaha sesuai syariah.
4) Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan,pengelolaan dana sudah menerima
modal dan sudah bekerja maka pengelola dan berhak mendapatkan
imbalan/ganti rugi/upah
3. Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi salaing rida/rela diantara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,tertulis,melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

4.Nisbah Keuangan

a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian


keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh
kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh.
Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan
pemilik dana mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah
keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak, inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah
pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam
akad tersebut tidak dijelaskan masingmasing porsi, maka
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kedua belah pihak.

c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan


menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.

Pada dasarnya pengelolaan dana tidak diperkenankan untuk


menudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi
maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
Apabila pengelola dana dibolehkan oleh pemilik dana untuk
memudharabahkan kembali modal mudharabah maka pembagian
keuntungan untuk kasus seperti ini, pemilik dana mendapatkan
keuntungan sesuai dengan kesepakatan antara dia dan pengelola
dana pertama. Sementara itu bagian keuntungan dari pengelola dana
pertama dibagi dengan pengelola dan yang kedua sesuai dengan
porsi bagian yang telah disepakati antara keduanya.

Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana, cara


menyelesaikan adalah sebagai berikut:
a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan
merupakan pelindung modal.

b. Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari


pokok modal.6

E. Berakhirnya Akad Mudharabah

Lamanya kerja sama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas,
tetapi semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sama
dengan memberitahukan pihak lainnya. Namun, akad mudharabah dapat
berakhir karena hal-hal sebagai berikut :

1. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah


berakhir pada waktu yang telah ditentukan.

2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.

3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.

4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola


usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad.
Sebagai pihak yang mengemban amanah ia harus beritikad baik dan
hati-hati.

5. Modal sudah tidak ada.

F. Prinsip Pembagian Hasil Usaha (PSAK 105 Par 11)

Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan
karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk
kerugian (loss). Sehingga untuk pembahasan selanjutnya, akan digunakan
istilah prinsip bagi hasil seperti yang digunakan dalam undang-undang no 10
tahun 1998, karena apabila usaha tersebut gagal kerugian tidak dibagi antara
pemilik dana dan pengelola dana, tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik
dana.

6
M. Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, ( Cet. II; Jakarta; Gema Insani Press; 2001),
h.45.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola
dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.

Untuk menghindari perselisihan dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh


pengelola dana, dalam akad harus disepakati biaya-biaya apa saja yang dapat
dikurangkan dari pendapatan.7

7
M. Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, ( Cet. II; Jakarta; Gema Insani Press; 2001),
h.48-49.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu berpergian untuk
urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqarrdhu yang bearati
potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan
memperoleh sebagian keuntungan.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar pemilik dana
dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah
bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian
akan ditanggung oleh si pemilik dana.
Mudharabah memiliki 2 type, yaitu: Mudharabah Mutlaqah dimana shahibul
maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk
mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf), dan
Mudharabah Muqayyadah dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan
kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat,
jenis usaha dan sebagainya
B. Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat saya buat, kami sebagai manusia biasa
tentu masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami
sangat berharap teman-teman terutama dari dosen pembimbing mata kuliah Statistik
Ekonomi dan Bisnis : Inferensial untuk memberi saran yang membangun.
DAFTAR RUJUKAN

Antonio, M. Syafii. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Cet. II; Jakarta: Gema Insani Press,

2001.

Janwari, Yadi. Fikih Lembaga Keuangan Syariah, Cet I; Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2015.

Nasrah, Hidayati. Analisis Akad Mudharabah di Perbankan Syariah, Ed. 11, Vol. 1, 2015.

Pasaribun, Chairuman dan Suhrawardi K.Lubis. Perjanjian Dalam Islam, Cet I; Jakarta:

Sinar Grafika, 2004.

Anda mungkin juga menyukai