PENDAHULUAN
2.1 MALPRAKTEK
2.1.1 PENGERTIAN
Malpraktik adalah tindakan yang dilakukan secara sadar, dengan tujuan yang sudah mengarah
kepada akibat yang ditimbulkan atau petindak tidak peduli kepada akibat dari tindakannya yang
telah diketahuinya melanggar UU.
Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan
dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran di lingkungan yang sama. (Hanafiah & Amir: 1999)
2.2 EUTHANASIA
2.2.1 PENGERTIAN
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau
gracefully and with dignity dan Thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia
dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Sedangkan secara harafiah, euthanasia tidak dapat
diartikan sebagai pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.
Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis
penulis Romawi dalam bukunya Vita Caesarum mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati
cepat tanpa derita”.
Masalah euthanasia biasanya dikaitkan dengan masalah bunuh diri. Dalam hukum pidana,
masalah bunuh diri yang perlu dibahas adalah apakah seseorang yang mencoba bunuh diri atau
membantu orang lain untuk melakukan bunuh diri itu dapat dipidana, karena dianggap telah
melakukan kejahatan.
Di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, seseorang yang gagal melakukan bunuh diri dapat
dipidana. Juga di Israel, perbuatan percobaan bunuh diri merupakan perbuatan yang dilarang dan
diancam pidana. Pernah ada amandemen agar larangan ini dicabut, tetapi Prof.Amos Shapira
berpendapat bahwa dengan konsep perbuatan percobaan bunuh diri sebagai tindakan yang tidak
terlarang, merupakan gerakan kearah diakuinya „hak untuk mati‟.
Dilihat dari segi agama Samawi, euthanasia dan bunuh diri merupakan perbuatan yang terlarang.
Sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang itu berasal dari Sang Pencipta yaitu Tuhan.
Jadi, perbuatan yang menjurus kepada tindakan penghentian hidup yang berasal dari Tuhan
merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, oleh karenanya tidak
dibenarkan.
2.2.2 EUTHANASIA DI INDONESIA
Apakah hak untuk mati dikenal di Indonesia? Indonesia melalui pasal 344 KUHP jelas tidak
mengenal hak untuk mati dengan bantuan orang lain. Banyak orang berpendapat bahwa hak
untuk mati adalah hak azasi manusia, hak yang mengalir dari “hak untuk menentukan diri
sendiri” (the right of self determination/TROS) sehingga penolakan atas pengakuan terhadap hak
atas mati, adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia yang tidak dapat disimpangi oleh
siapapun dan menuntut penghargaan serta pengertian yang penuh pada pelaksanaannya.
Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:
a. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman
dengan nama Tuhan di bibir.
b. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang.
c. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri
maupun keluarganya.
d. Aspek Agama
1) Agama Islam
Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah
Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia
mati (QS 22:66; 2:243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun
tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati
demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, “Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS 2:195), dan
dalam ayat lain disebutkan, “Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri,” (QS 4:29).
Euthanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (euthanasia), yaitu
tindakan yang memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena
kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun
negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan
bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya euthanasia ataupun pembunuhan
berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.
Islam membedakan dua macam euthanasia, yaitu:
a) Euthanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa’al (euthanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian
si sakit –karena kasih sayang– yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen
(alat). Euthanasia positif dilarang sebab tujuan tindakan adalah pembunuhan atau mempercepat
kematian. Tindakan ini dikategorikan sebagai pembunuhan dan dosa besar.
b) Euthanasia negatif
Euthanasia negatif disebut taisir al-maut al-munfa’il. Pada euthanasia negatif tidak dipergunakan
alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya
dibiarkan tanpa diberi pengobatan. Pasien dibiarkan begitu saja karena pengobatan tidak berguna
lagi dan tidak memberikan harapan apa-apa kepada pasien. Pasien dibiarkan mengikuti saja
hukum sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
2) Agama Hindu
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan
ahimsa. Karma adalah suatu konsekuensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud
perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau batin dengan pikiran kata-kata atau
tindakan. Akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah penghalang “moksa” yaitu
suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi. Ahimsa adalah prinsip “anti kekerasan” atau pantang
menyakiti siapa pun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu sebab perbuatan
tersebut dapat menjadi faktor yang mengganggu karena menghasilkan “karma” buruk.
Kehidupan manusia adalah kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih
baik dalam kelahiran kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya
tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada di dunia fana sebagai roh jahat
dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu di mana seharusnya ia menjalani
kehidupan. Misalnya, seseorang bunuh diri pada usia 17 tahun padahal dia ditakdirkan hidup
hingga 60 tahun. Maka selama 43 tahun rohnya berkelana tanpa arah tujuan. Setelah itu, rohnya
masuk ke neraka untuk menerima hukuman lebih berat; kemudian kembali ke dunia (reinkarnasi)
untuk menyelesaikan “karma”–nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya.
3) Agama Buddha
Agama Buddha sangat menekankan larangan untuk membunuh makhluk hidup. Ajaran ini
merupakan moral fundamental dari Sang Buddha. Oleh karena itu, jelas bahwa euthanasia adalah
perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain itu, ajaran Budha
sangat menekankan pada “welas asih” (“karuna”). Mempercepat kematian seseorang secara tidak
alamiah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha. Tindakan jahat itu akan
mendatangkan “karma” buruk kepada siapa pun yang terlibat dalam tindakan euthanasia tersebut.
4) Gereja Ortodoks
Gereja Ortodoks punya kebiasaan untuk mendampingi orang-orang beriman sejak kelahiran
hingga hingga kematian melalui doa, upacara/ritual, sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih,
iman dan pengharapan. Kehidupan hingga kematian dipandang sebagai suatu kesatuan
kehidupan manusia. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat terhadap prinsip pro-
kehidupan dan anti euthanasia.
5) Agama Yahudi
Agama Yahudi melarang euthanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya ke dalam
“pembunuhan”. Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan, sumber
dan tujuan kehidupan. Walaupun dengan motivasi yang baik, misalnya mercy killing, euthanasia
merupakan kejahatan karena melawan kewenangan Tuhan. Dasar yang dipakai adalah Kej 1:9,
“Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala
binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama
manusia”.
e. Aspek moral
Ditinjau dari aspek moral, membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun atas permintaan
yang bersangkutan dengan nyata & sungguh-sungguh adalah perbuatan yang tidak baik.
f. Aspek nilai
Pengertian Nilai menurut Spranger adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu
untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Jadi dalam
kasus Euthanasia, pandangan nilai sangat dibutuhkan untuk menjadi acuan dalam mengambil
keputusan yang akan dilakukan
BAB III
PEMBAHASAN
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu
tindakan terapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan kondisi dimana setiap alternatif
memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menetukan yang benar
atau salah dan dapat menimbulkan stres pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan,
tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat,
klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil
keputusan.
Menurut Thompson dan Thompson (1985), dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
dimana alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional bukan
emosional (Wulan, 2011). Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah
dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi
banyak rintangan untuk melakukannya.
Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson &
Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan
sebanding.
A. Prinsip moral dalam menyelesaiakan masalah etik
Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh perawat dalam pendekatan penyelesaian
masalah / dilema etis adalah :
a. Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai.
Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
b. Benefisiensi
c. Keadilan (justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam praktek
profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan
d. Nonmalefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik. Segala
tindakan yang dilakukan pada klien.
e. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan
bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprehensif dan
objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan
yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan
dirinya salama menjalani perawatan. Walaupun demikian terdapat beberapa argument
mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis
pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik bahwa “doctor knows best” sebab
individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya. Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya
f. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang
lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dicegah.
h. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti
pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan
standar yang pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali.
4.1 KESIMPULAN
Euthanasia merupakan menghilangkan nyawa orang atas permintaan dirinya sendiri. Aturan
mengenai masalah ini berbeda- beda di tiap- tiap Negara dan seringkali berubah seiring dengan
perubahan norma- norma budaya. Di beberapa Negara euthanasia dianggap legal tetapi di
Indonesia tindakan euthanasia tetap dilarang karena tidak ada dasar hukum yang jelas.
Sebagaiman tercantum dalam pasal KUHP 338, pasal 340, pasal 344, pasal 355 dan pasal 359.
Sehingga pada kasus Ny. T euthanasia tidak dibenarkan.
Euthanasia ini ditentang untuk dilakukan atas dasar etika, agama, moral dan legal dan juga
pandangan bahwa apabila dilegalisir euthanasia dapat disalahgunakan.
Sebagai perawat berperan dalam memberikan advokasi. serta sebagai counselor yaitu membela
dan melindungi pasien tersebut untuk hidup dan menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.
Perawat diharapkan mampu memberikan pengarahan dan penjelasan kepada keluarga pasien
bahwa pasien berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan tidak
melakukan euthanasia. Menyarankan kepada keluarga untuk mencari alternative jalan keluar
dalam hal mencari sumber biaya yang lain, menjadi jembatan penghubung diantara dokter,
tenaga kesehatan lain dan keluarga sehingga keluarga akan mendapatkan informasi yang sejelas-
jelasnya tentang kondisi pasien, seberapa besar kemungkinan untuk sembuh dan berapa besar
biaya yang telah dan akan dikeluarkan. Memberikan pertimbangan- pertimbangan yang positif
pada keluarga dalam hal pengambilan keputusan untuk membawa pulang pasien Ny. T atau
dilakukannya euthanasia pasif. Perawat tetap memberikan perawatan pada pasien, pemenuhan
kebutuhan dasar pasien selama perawatan di ICU. Dan membantu keluarga dalam hal
permohonan atau peringanan biaya perawatan Rumah Sakit.
4.2 SARAN
1. Bagi keluarga
Keluarga sebaiknya memikirkan kembali keputusan untuk mengajukan euthanasia. Dan
permasalahan biaya agar mencari alternatif keringanan biaya melalui Jamkesmas, Jamkesda dll.
2. Bagi Petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya)
Tetap memberikan perawatan terbaik kepada pasien selama dirawat, memberikan perlindungan
kepada pasien sebagai advokat.
3. Bagi Pemerintah
Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan euthanasia sebagai salah satu
materi pembahasan, semoga teap diperhatikan dan dipertimbangkan sisi nilai etika, social
maupun moral.
DAFTAR PUSTAKA
https : // olhachayo.files.wordpress.com/2014/08/euthanasia.pdf
https://johnkoplo.wordpress.com/2008/05/30/euthanasia-tinjauan-dari-segi-medis-etis-dan-
moral/
https://keperawatanreligiontisamahdiansari.wordpress.com/2015/06/20/halo-dunia/
https://sakrianijamaluddin.wordpress.com/2012/02/16/euthanasia-ditinjau-dari-aspek-moral-
hukum-dan-ilmu-pengetahuan/
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-nilai-dan-macam-macam-nilai.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-nilai-dan-macam-macam-nilai.html
Nama : Siti Rahmah NIM : G2A015020 TTL : Kumai, 27 Oktober 1997 Asal : Kumai,
Kalimantan Tengah PTS : Universitas Muhammadiyah Semarang