Anda di halaman 1dari 88

TUGAS SARJANA

PROSES PEMOTONGAN LOGAM

MENGEMBANGKAN MODEL MATEMATIKA TL, Q dan MRR


SEBAGAI PARAMETER KARAKTERISTIK PERFORMA
PAHAT BAGI MEMPEROLEH KONDISI PEMOTONGAN
OPTIMUM

OLEH:

YUKI FEBRIAN
NIM : 020401025

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR

Alhamdullillah, puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada

waktunya. Tugas Akhir ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan program studi S-1 di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

Penulis memilih Tugas Akhir ini dalam bidang Pemotongan Logam dengan

judul “MENGEMBANGKAN MODEL MATEMATIKA TL, Q dan MRR

SEBAGAI PARAMETER KARAKTERISTIK PERFORMA PAHAT BAGI

MEMPEROLEH KONDISI PEMOTONGAN OPTIMUM”.

Pada kesempatan yang baik ini juga, penulis ingin mengucapkan terimakasih

kapada :

1. Orang tua saya, buat bapak dan ibu saya tercinta yang telah banyak

memberikan perhatian, doa dan dukungan baik moril maupun materil.

2. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing tugas

sarjana ini, yang telah banyak membantu sumbangan pikiran dan meluangkan

waktunya dalam memberikan bimbingan untuk penulisan tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, S.T, M.T, selaku Sekretaris Jurusan Teknik

Mesin Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di

Universitas Sumatera Utara.


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
6. Prayitno G. Taruna, M. Irfandi , M Hanafi, Juanda, Nouval Ardi, Zaldiansyah,

Supriadi, Yudi, Bang Salman selaku teman-teman diskusi dalam penelitian ini

terima kasih atas semua bantuannya.

7. Kepada senior dan teman-teman penulis yang telah banyak membantu penulis

dalam kuliah. Semoga Allah SWT membalas perbuatan baik yang telah

mereka lakukan.

Akhir kata, syukur pada Allah SWT dan semoga tugas sarjana ini

bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Medan, Maret 2008

Penulis

( YUKI FEBRIAN )

NIM : 020401025

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR NOTASI x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 2

1.3 Manfaat 2

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Sistematika Penulisan 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Operasi Pembubutan 4

2.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan 4

2.1.2 Aplikasi pada Operasi Pembubutan 5

2.1.3 Pemotongan Orthogonal 9

2.1.4 Mekanisme Pembentukan Geram 10

2.1.5 Komponen Gaya dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal 11

2.1.6 Umur Pahat 15

2.1.7 Hubungan Umur Pahat (T) dengan Volume Bahan Terbuang (Q) 22

2.2 Bahan Pahat 22

2.2.1 Bahan Pahat Komersial 22

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
2.2.2 Bahan Pahat Karbida 23

2.2.3 Pahat Karbida pada Operasi Pembubutan 24

2.3 Bahan Material 29

2.3.1 Bahan Logam (Ferrous Metal) 29

2.4 Pemesinan Kering (Dry Machining) 31

2.4.1 Definisi 31

2.4.2 Perkembangan Pemesinan Kering 31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 35

3.1 Bahan dan Alat 35

3.1.1 Bahan 35

3.1.2 Pahat Potong 36

3.1.3 Alat 37

3.2 Pelaksanaan Penelitian 42

3.3 Metode 43

3.4 Variabel yang Diamati 44

3.5 Analisa Regresi 44

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 48

4.1 Hasil Eksperimen 48

4.2 Model Matematika 55

4.2.1 Model Matematika dalam Bentuk Laju Bahan Terbuang (MRR) 58

4.3 Pengaruh Kondisi Pemotongan (v,f,a) terhadap MRR 59

4.3.1 Pengaruh Kecepatan Potong (v) terhadap MRR 60

4.4 Kondisi Pemotongan Optimum 63

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 68

5.1 Kesimpulan 68

5.2 Saran 69

DAFTAR PUSTAKA 71

LAMPIRAN 73

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Besaran fisik yang digunakan dalam analisis dimensional 17

Tabel 2.2. Harga koefisien m dan n 19

Tabel 3.1. Sifat mekanik paduan aluminium 6061 35

Tabel 3.2. Sifat mekanik baja karbon AISI 1045 35

Tabel 3.3. Komposisi kimia paduan aluminum 6061 35

Tabel 3.4. Komposisi kimia baja karbon AISI 1045 35

Tabel 3.5. Data geometri pahat karbida 36

Tabel 3.6. Komposisi kimia dan sifat mekanis pahat karbida 37

Tabel 3.7. Data teknis mesin bubut Jhung Metal Machinery Co. 39

Tabel 3.8. Data kondisi pemotongan untuk paduan aluminium 6061 43

Tabel 3.9. Data kondisi pemotongan untuk baja karbon AISI 1045 43

Tabel 4.1 Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong baja karbon

hingga VBmaks 0,1mm 48

Tabel 4.2. Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong

aluminium hingga VBmaks 0,1mm 48

Tabel 4.3. Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong baja

karbon hingga VBmaks 0,1mm 49

Tabel 4.4. Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong aluminium

hingga VBmaks 0,1mm 49

Tabel 4.5. Data laju bahan terbuang (MRR) baja karbon dengan VBmaks 0,1mm 51

Tabel 4.6. Data laju bahan terbuang (MRR) aluminium dengan VBmaks 0,1mm 53

Tabel 4.7. Data keseluruhan pada pemesinan baja karbon AISI 1045 54

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.8. Data keseluruhan pada pemesinan aluminium 6061 54

Tabel 4.9. Data untuk laju bahan terbuang baja karbon AISI 1045 56

Tabel 4.10. Kondisi pemotongan (v,f,a) untuk perubahan laju bahan terbuang secara

eksperimen dan permodelan untuk aus tepi VB= 0.1mm pada baja karbon AISI 1045

59

Tabel 4.11. Kondisi pemotongan (v,f,a) untuk perubahan laju bahan terbuang secara

eksperimen dan permodelan untuk aus tepi VB= 0.1mm pada aluminium 6061 60

Tabel 4.12. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.1 untuk baja karbon

AISI 1045 63

Tabel 4.13. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.17 untuk baja karbon

AISI 1045 64

Tabel 4.14. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.24 untuk baja karbon
AISI 1045 64
Tabel 4.15. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.1 untuk aluminium 6061
66
Tabel 4.16. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.17 untuk aluminium
6061 66
Tabel 4.17. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.24 untuk aluminium
6061 66

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Proses bubut 6

Gambar 2.2. Proses pemotongan orthogonal 9

Gambar 2.3. Teori modern (yang dianut) yang menerangkan terjadinya geram 11

Gambar 2.4. Lingkaran Merchant’s 12

Gambar 2.5. Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc dan

kecepatan potong v 14

Gambar 3.1. Benda kerja 36

(a) Baja karbon AISI 1045 36

(b) Paduan aluminium 6061 36

Gambar 3.2. Mata pahat karbida 36

Gambar 3.3. Pemegang mata pahat (Tool Holder) 37

Gambar 3.4. Mikroskop VB 38

Gambar 3.5. Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co. 38

Gambar 3.6. Bagian-bagian mesin bubut 39

Gambar 3.7. Centering 40

Gambar 3.8. Jangka sorong 40

Gambar 3.9. Stop watch 41

Gambar 3.10. Diagram alir penelitian 42

Gambar 3.11. Bentuk hubungan antara variabel 45

(a) Hubungan searah 45

(b) Hubungan berlawanan arah 45

Gambar 3.12. Pola perubahan nilai variabel 46

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
(a) Hubungan linier 46

(b) Hubungan kuadratik 46

(c) Hubungan Logaritmik 46

Gambar 4.1. Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang pada baja karbon pada

VBmaks 0,1mm 50

Gambar 4.2. Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang pada aluminium pada

VBmaks 0,1mm 52

Gambar 4.3 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang secara eksperimen dan

model pada baja karbon denganVB 0.1mm 61

Gambar 4.4 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang secara eksperimen dan

model pada aluminium dengan VB 0.1mm. 62

Gambar 4.5 Kecepatan potong (v)(m/min) vs MRR m (cm3/min) dan TL m (min) pada

baja karbon AISI 1045 65

Gambar 4.6 Kecepatan potong (v)(m/min) vs MRR m (cm3/min) dan TL m (min) pada

aluminium 6061 67

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR NOTASI

Lambang Besaran Satuan

a : Kedalaman potong (depth of cut) mm

ac : Tebal geram yang tidak terdeformasi (h) mm

A : Penampang geram sebelum terpotong mm2

Ashi : Penampang bidang geser mm2

Aγ : Bidang pada pahat dimana geram mengalir (face) mm2

b : Lebar pemotongan (width of cut) mm

b0-b3 : Koefesien
o
c : Temperatur C

C : Konstanta

CT : Konstanta

Cvb : Faktor koreksi terhadap keausan tepi VB

Cγ : Faktor koreksi terhadap sudut geram γ0

d : Diameter rata-rata mm

df : Derajat kebebasan (degree of freedom)

dm : Diameter akhir mm

do : Diameter mula mm

E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) Gpa

f : Gerak makan mm/rev

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
F : Gaya total yang bekerja pada pemotongan logam N

Ff : Gaya makan searah dengan kecepatan makan N

Fs : Gaya geser yang bekerja pada pemotongan logam N

Fsn : Gaya normal pada bidang geser pada pemotongan logam N

Fv : Gaya potong searah dengan kecepatan potong N

Fγ : Gaya gesek pada bidang geram N

Fγn : Gaya normal pada bidang geram N

G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) GPa

h : Tebal geram sebelum terpotong mm

hc : Tebal geram setelah terpotong mm

Kr : Sudut potong utama ( o)

K : Konduktifitas panas (thermal conductivity) W/m.K

Lt : Panjang pemesinan mm

n : Putaran poros utama rpm

Q : Volume Bahan Terbuang dm3

Qt : Panas total yang dihasilkan perdetik

Qsh : Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geser,

Qγ : Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geram,

Qα : Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang utama

R2 : Koeffisien Determinasi

rc : Radius ujung pahat mm

tc : Waktu pemotongan min

T : Umur pahat min

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
v : Kecepatan potong (cutting speed) m/min

vf : Kecepatan makan m/min

v.f : Beban geram (chip load) m2/rpm

VB : Panjang keausan tepi mm

X : Nilai yang diobservasi

Y : Nilai yang dicari untuk setiap nilai X

Z : Kecepatan penghasilan geram mm3/min

γo : Sudut geram ( o)

η : Besar sudut gesek ( o)

λh : Rasio pemampatan tebal geram

σu : Tegangan tarik (Ultimate tensile strength) Mpa

σy : Tegangan geser (Tensile yield strength) Mpa

τshi : Tegangan geser pada bidang geser N/mm2

µ : Poisson’s ratio

ρ : Densitas gr/cm3

Φ : Sudut geser ( o)

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data – data kondisi pemotongan yang disajikan oleh para produsen pahat pada

umumnya adalah kondisi pemotongan yang diperoleh dari pemesinan basah. Hal

tersebut adalah lazim mengingat pemesinan basah sudah dilakukan dalam kurun

waktu 100 tahun belakangan ini ( Boothroyd dan Knight 1990 ).

Diawali tahun 1997 limbah cairan pemotongan dari proses pemesinan menjadi

masalah yang harus mendapat perhatian serius disebabkan oleh regulasi undang-

undang lingkungan hidup. Dalam laporannya, Sreejith dan Ngoi (2000) menuliskan

bahwa penggunaan cairan pemotongan harus diminimasi hingga kapasitas 50 mL/jam

atau bilamana mungkin ditiadakan penggunaannya sama sekali. Hal ini membawa

dampak yang besar bagi industri pemotongan logam sebab data – data kondisi

pemotongan yang lama yaitu yang diperoleh dari data – data pemesinan basah mesti

ditinjau kembali. Sekumpulan data yang cukup representatif sangat diperlukan bagi

para operator mesin apabila ingin menjalankan operasi pemesinan kering.

Untuk mengkontribusi data – data kondisi pemotongan yang dapat dilakukan

pada pemesinan kering maka mesti dilakukan berbagai pengujian pemesinan atau

eksperimen. Pengujian ini haruslah mampu mewakili pasangan bahan pahat dan

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
benda kerja yang banyak digunakan di industri pemotongan logam. Misalnya

pemotongan baja karbon menggunakan pahat karbida. Baja karbon dan pahat karbida

masih merupakan bahan yang paling banyak digunakan pada industri pemotongan

logam khususnya industri logam kecil dan menengah yang ada di Sumatera Utara

(Harahap 2007).

Penelitian yang hasilnya dilaporkan pada skripsi ini adalah berkenaan dengan

masalah di atas khususnya untuk menyediakan data – data kondisi pemotongan pada

pemesinan kering menggunakan pahat baja karbida. Untuk maksud memperluas

cakupan data yang mungkin disediakan maka dari data – data yang diperoleh melalui

eksperimen lebih lanjut dianalisis dan dikompilasi menggunakan metode numerik

bagi menghasilkan fungsi berupa model matematika umur pahat, volume bahan

terbuang dan laju bahan terbuang.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun model matematika bagi umur

pahat TL ( tool life ), volume bahan terbuang Q ( volume of material removal ) dan

laju bahan terbuang MRR ( material rate removal ).

1.3 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari tugas akhir ini adalah:

1. Karakteristik umur pahat, volume bahan terbuang dan laju bahan terbuang

dapat dipresentasikan oleh metode matematika.

2. Model matematika yang disusun dapat digunakan untuk melakukan interpolasi

maupun ekstrapolasi kondisi pemotongan yang lain.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
3. Sebagai referensi bagi industri manufaktur untuk memperkirakan pemakaian

bahan dan pahat dalam melaksanakan atau mendesain suatu produk

pemesinan.

1.4 Batasan Masalah

Permasalahan dalam tugas sarjana ini dibatasi pada penggunaan mesin

perkakas bubut konvensional dengan putaran mesin dipilih untuk 4 variasi putaran

yaitu 650, 950, 1350, 2000 rpm. Pahat yang digunakan adalah pahat karbida tidak

berlapis, manakala bahan yang digunakan adalah baja karbon AISI 1045 dan

aluminium 6061. Pemesinan dilakukan pada kondisi pemesinan kering.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan tugas sarjana ini dipaparkan dalam beberapa bab sehingga

membentuk alur pembahasan analisa hasil analisa yang mudah untuk dipahami.

BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuan penelitian,

manfaat penelitian , batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II merupakan tinjauan pustaka yang memberi informasi tentang elemen

dasar proses permesinan, aplikasi operasi pembubutan, mekanisme pembentukan

geram, bahan pahat dan material, pemesinan kering (Dry Machining) serta

hubungannya dengan volume bahan terbuang dan laju bahan terbuang.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
BAB III memaparkan bahan dan alat, pelaksanaan penelitian, metode

pengumpulan data eksperimen yang kemudian dimasukan dalam analisa regresi umur

pahat dan volume bahan terbuang untuk mendapatkan model laju bahan terbuang.

BAB IV menguraikan hasil eksperimen, hasil permodelan matematika untuk

umur pahat (TL), volume bahan terbuang (Q) dan laju bahan terbuang (MRR),

pengaruh kondisi pemotongan (v,f,a) terhadap laju bahan terbuang (MRR) dan

kondisi pemotongan optimum.

Dan BAB V sebagai kesimpulan dan saran dari semua permasalahan yang

terdapat pada tugas sarjana ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Operasi Pembubutan

2.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan

Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu

produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis pemesinan seperti proses

bubut, proses gurdi dan lain-lain harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses

yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran objektif

ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran

objektif itu dicapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang

geram (sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau,

kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan

yang dikehendaki. Pekerjaan ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses pemesinan (lit.4, hal

13) yaitu :

1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)

2. Kecepatan makan (feeding speed) : v f (mm/min)

3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)

4. Waktu pemotongan (cutting time) : t c (min)

5. Kadar pembuangan material

(rate of metal removal) : Z (cm 3 /min)

Elemen proses pemesinan tersebut (v, v f , a, t c , Z) dihitung berdasarkan

dimensi benda kerja dan pahat serta besaran dari mesin perkakas. Oleh sebab itu,

rumus yang dipakai dalam setiap proses pemesinan bisa berlainan. Karena dalam

penelitian ini penulis menggunakan mesin bubut (turning) maka yang akan dibahas

dalam bab ini hanya mengenai elemen dasar proses pemesinan dari mesin bubut

(turning).

2.1.2 Aplikasi Pada Operasi Pembubutan

Elemen dasar dari proses bubut (turning) dapat diketahui atau dihitung dengan

menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan Gambar 2.1.

Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut :

Benda Kerja : d0 : diameter awal ; mm

dm : diameter luar ; mm

lt : panjang pemesinan ; mm

Pahat : κr : sudut potong utama ; o

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
γ0 : sudut geram ; o

Mesin Bubut : a : kedalaman potong ; mm

= (d 0 - d m )/2 ; mm ............…………...... 2.1

f : gerak makan ; mm/rev

n : putaran poros utama (benda kerja) ; rpm

Gambar 2.1 Proses Bubut (Sumber : Rochim 1993)

Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa proses bubut tersebut menggunakan suatu

proses pemotongan miring (oblique cutting) yaitu suatu sistem pemotongan dengan
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
gerakan relatif antara pahat dan benda kerja membentuk sudut potong utama κr kurang

dari 90º. Kecepatan makan vf dihasilkan oleh pergerakan dari pahat ke benda kerja.

Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut :

1. Kecepatan Potong

π.d.n
v= ; m/min .....…………............ 2.2
1000

dimana,

v : kecepatan potong ; m/min

d : diameter rata-rata

d = (d 0 + d m ) /2 ≈ d 0 ; mm, ……………........... 2.3

n : putaran poros utama ; rpm

Kecepatan potong maksimal yang diizinkan tergantung pada :

a. Bahan benda kerja : makin tinggi kekuatan bahan, makin rendah

kecepatan potong.

b. Bahan pahat : pahat karbida memungkinkan kecepatan yang lebih

tinggi dari pada pahat HSS.

c. Besar asutan : makin besar gerak makan, makin rendah kecepatan

potong.

d. Kedalaman potong : makin besar kedalaman potong, makin rendah

kecepatan potong.

2. Kecepatan Pemakanan

v f = f . n ; mm/min ......…………......... 2.4

dimana,

v f : kecepatan makan ; mm/min

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
f : gerak makan ; mm/rev

n : putaran poros utama (benda kerja) ; rpm

3. Waktu Pemotongan

t c = l t / v f ; min ………………......... 2.5

dimana,

t c : waktu pemotongan ; min

l t : panjang pemesinan ; mm

v f : kecepatan makan ; mm/min

4. Kecepatan Penghasilan Geram

Kecepatan penghasil geram dapat dihitung dengan formula :

Z = A.v ……………….......... 2.6

dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f . a ; mm 2

maka

Z =f.a.v .............................….………......... 2.7

dimana,

Z : kecepatan penghasilan geram ; cm 3 / min

f : gerak makan ; mm/rev

a : kedalaman potong ; mm

Pada Gambar 2.1 diperlihatkan sudut potong utama (κr, principal cutting edge

angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor dengan kecepatan makan vf.

Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar

pemotongan. (b, widh of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, underformed chip

thicknes) sebagai berikut:

a. Lebar pemotongan : b = a / sin κr ; mm …………….…...… 2.8


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
b. Tebal geram sebelum terpotong : h = f sin Kr ; mm ………...... 2.9

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan

sebagai berikut :

A=f.a =b.h ; mm 2 .....………...... 2.10

Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h) belum tentu sama

dengan tebal geram (hc, chip thicknes) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh sudut

geram, kecepatan potong dan material benda kerja

2.1.3 Pemotongan Orthogonal

Gambar 2.2 Proses pemotongan orthogonal (Sumber : Rochim, 1993)

Analisis mekanisme pembentukan geram tersebut dikemukakan oleh Merchant


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
berdasarkan teorinya atas model pemotongan sistem tegak (orthogonal system).

Sistem pemotongan tegak merupakan penyederhanaan dari sistem pemotongan miring

(obligue system) dimana gaya diuraikan menjadi komponen gaya yang bekerja pada

suatu bidang.

Pemotongan tegak (Orthogonal cutting) merupakan suatu sistem pemotongan

dengan gerakan relatif antara mata pahat dan benda kerja membentuk sudut potong

tepat 90º atau yang dinamakan dengan sudut potong utama (Kr), dan besarnya lebar

mata pahat lebih besar dari lebar benda kerja yang akan dipotong.

Menurut Rochim(1993), sudut potong utama (Kr) mempunyai peran antara lain :

1. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h)

2. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram

dengan bidang pahat, dan

3. Menentukan besarnya gaya.

Untuk kedalaman potong a dan gerak makan f yang tetap, maka dengan

memperkecil sudut potong utama (Kr) akan menurunkan tebal geram sebelum

terpotong h dan menaikkan lebar geram b.

Akan tetapi, pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu

menguntungkan sebab akan menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar

mungkin menyebabkan lenturan yang terlalu besar ataupun getaran (chatter) sehingga

menurunkan ketelitian geometrik produk dan hasil pemotongan terlalu kasar.

Tergantung pada kekakuan (stiffness) benda kerja dan pahat serta metode

pencekaman benda kerja serta geometri benda kerja.

Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram pada proses

pemotongan orthogonal. Untuk suatu kecepatan potong tertentu, sudut geram yang

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram (λh) yang mengakibatkan

kenaikan sudut geser (Ф).

Jenis material benda kerja juga akan mempengaruhi pemilihan sudut geram.

Pada prinsipnya, untuk material yang lunak dan ulet (soft & ductile) memerlukan

sudut geram yang besar untuk mempermudah proses pembentukan geram, sebaliknya

bagi material yang keras dan rapuh (hard & brittle) memerlukan sudut geram yang

kecil atau negatif untuk memperkuat pahat.

2.1.4 Mekanisme Pembentukan Geram

Logam yang pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan

akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya penekanan mata

potong pahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut mempunyai orientasi yang

kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang

maksimum. Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam akan terjadi

deformasi plastik (perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan benda kerja

diujung pahat pada suatu bidang geser (shear plane). Ilustrasi mengenai mekanisme

pembentukan geram ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Teori modern (yang dianut) yang menerangkan terjadinya geram

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
2.1.5 Komponen Gaya Dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal

Suatu analisa mekanisme pemotongan orthogonal yang dikemukakan oleh

Merchant mendasarkan teorinya sebagai suatu sistem yang dipandang sebagai sebuah

bidang dan diuraikan menjadi dua buah gaya yang saling tegak lurus.

1. Komponen Gaya Pembentuk Geram

Komponen gaya pembentuk geram dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Gaya pada proses deformasi material.

i. Gaya geser (Fs)

Adalah gaya yang mendeformasi material pada bidang geser.

Fs = F cos (Φ + η – γo) ;N ..........………….. 2.11

ii. Gaya normal pada bidang geser (Fsn)

Adalah gaya yang menyebabkan pahat tetap melekat pada benda kerja.

Fsn2 + Fs2 = F2 ; N ........................... 2.12

b. Gaya dari pengukuran dinamometer.

i. Gaya potong (Fv)

Adalah gaya yang bekerja searah dengan kecepatan potong.

τ shi .b.h. cos(η − γ o )


Fv = ;N ……….…………. 2.13
sin Φ cos(Φ + η − γ o )

ii. Gaya makan (Ff)

Adalah gaya yang searah dengan kecepatan makan.

Fv2 + Ff2 = F2 ; N …….……............... 2.14

c. Gaya yang bereaksi pada bidang geram.

i. Gaya gesek (Fγ)

Adalah gaya yang timbul karena aliran geram pada bidang geram.
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Fγ = Ff cos γo + Fv sin γo ;N ............................... 2.15

ii. Gaya normal pada bidang geram (Fγn )

Adalah gaya yang menyebabkan geram tetap mengalir pada bidang geram.

Fγ2 + Fγn2 =F2 ; N ….............................. 2.16

Komponen gaya di atas dapat dianalisa dengan lingkaran Merchant’s seperti

diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Lingkaran Merchant’s (Sumber : Rochim 1993

1. sudut geser (Φ)

γo η
Φ = 45 + − ……………........ 2.17
2 2

cos γ o
tan Φ = ………………....... 2.18
λh − sin γ o

2. Sudut gesek (η)

η = 90 + γo - 2Φ …………………... 2.19

dimana,

τshi : tegangan geser pada bidang geser ; N/mm2

Ashi : penampang bidang geser


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
= A/sin Φ ; mm2

A : penampang geram sebelum terpotong

= b.h ; mm2

λh : rasio pemampatan geram

Rumus teoritik di atas diturunkan dalam analisa proses pemotongan

orthogonal yang berarti Кr = 90o dan λs = 0o. Pada kondisi di atas, hanya faktor sudut

potong utama Кr dan kondisi bahan yang diperhatikan sedangkan faktor-faktor koreksi

untuk kondisi pemotongan, seperti kecepatan potong, kecepatan makan, dan lain-lain

belum dipertimbangkan. Dari paparan di atas, maka kita dapat menggunakan rumus

empiris yang lebih kompleks, diantaranya :

Fv = ks. A ;N ……………........... 2.20

dimana,

ks : gaya potong spesifik ; N/mm2

A : penampang geram sebelum terpotong ; mm2

: b. h = a.f

Gaya potong spesifik ks akan dipengaruhi oleh pahat (jenis dan geometri),

benda kerja (jenis dan kondisi pengerjaan), dan kondisi pemotongan serta jenis proses

pemesinan yang dapat berciri spesifik.

ks = ks 1.1.f-z .CK.Cγ.CVB.Cv ;N ………............ 2.21

dimana,

ks 1.1 : gaya potong spesifik referensi ; N/mm2

Z : pangkat tebal geram = 0,2

CK : faktor koreksi sudut potong utama Кr

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Cγ : faktor koreksi sudut geram γo

CVB : faktor koreksi keausan VB

Cv : faktor koreksi kecepatan potong v

Untuk menentukan harga ks 1.1 dapat diperoleh dari table 8.1 (lit.4, hal : 187)

atau dengan korelasi persamaan gaya potong spesifik referensi dengan kekuatan tarik.

ks 1.1 = 144. σu 0.37 ; N/mm2 ……………........... 2.22

dimana,

σu : kekuatan tarik ; N/mm2

2. Komponen Kecepatan Pemesinan

Oleh karena adanya pemampatan tebal geram, maka kecepatan aliran geram

selalu lebih rendah dari pada kecepatan potong, seperti terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc dan
kecepatan potong v.

Berdasarkan polygon kecepatan di atas, maka

1. Kecepatan geram vc.

v sin φ v sin φ
vc = = ……………….......... 2.23
cos(γ 0 − φ ) cos(φ − γ 0 )

dari persamaan

cos(φ − γ 0 )
λh =
sin φ
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
v
maka diperoleh : vc = ……………..........… 2.24
λh

dimana,

v : kecepatan potong ; m/min

vc : kecepatan geram ; m/min

vs : kecepatan geser ; m/min

2.Kecepatan geser (vs)

vc cos γ 0
vs =
sin φ

v cos γ 0
vs = ; m/min ............................... 2.25
cos(φ − γ 0 )

2.1.6 Umur Pahat.

Keausan pahat akan tumbuh dan membesar dengan bertambahnya waktu

pemotongan sampai pada suatu saat pahat yang barsangkutan dianggap tidak dapat

digunakan lagi karena ada tanda-tanda tertentu yang menunjukkan bahwa umurpahat

telah habis. Keausan merupakan faktor yang menentukan umur pahat, maka keausan

perlu diperhatikan dengan cara mempelajari dan melihat mekanisme keausannya.

1. Analisis Teoritik Umur Pahat.

Temperatur permukaan bidang aktif pahat menentukan keausan yang

disebabkan mekanisme difusi dan deformasi. Dengan analisis dimensional maka akan

ditunjukkan bahwa temperatur dipengaruhi beberapa besaran fisik.

Kerja/energi mekanik dalam proses pemotongan yang bebas getaran

seluruhnya diubah menjadi panas/kalor. Energi mekanik per satuan waktu atau daya

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
mekanik yang diubah menjadi energi panas persatuan waktu tersebut dapat dituliskan

sebagai berikut :

Q = Qsh + Qγ + Qα ;W ............................... (2.26)

dimana,

Q = Panas total yang dihasilkan perdetik

Fv .v
= ; J s atau W .............................. (2.27)
60

Qsh = panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geser.

Fs .v s
= ; J s atau W ............................ (2.28)
60

Qγ = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geram.

Fγ .vc
= ; J s atau W ............................ (2.29)
60

Qα = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang utama.

Dalam rumus di atas, temperatur dianggap merupakan harga tertinggi setelah

keadaan keseimbangan tercapai. Waktu untuk mencapai keadaan seimbang tersebut

tidak ditunjukan pada rumus tersebut, oleh sebab itu diperlukan rumus lain yang

menyatakan hubungan antara waktu pemotongan (tc) dengan temperatur bidang aktif

pahat (θs). Analisis dimensional dapat digunakan untuk mencari korelasi yang

dimaksud dengan cara menentukan besaran-besaran fisik yang dianggap penting.

Adapun besaran fisik yang dimaksud adalah seperti yang diberikan pada Tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Besaran fisik yang digunakan dalam analisis dimensional.


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Besaran Fisik Simbol Dimensi Dasar
Waktu Pemotongan tc T
Temperatur Pahat θs θ
Penampang Geram A L2
Kecepatan Potong V LT-1
Gaya Potong Spesifik ks ML-1T-2
Besaran Panas Terpadu H = λw . cvw M2T-5θ-2
(Sumber : Rochim, 1993)

λw = konduktivitas panas benda kerja ; J/(s.0K.cm)

cvw = panas spesifik volumetric benda kerja ; J/(cm3.0K)

= ρw . cw

ρw = berat spesifik benda kerja ; g/cm3

cw = panas spesifik benda kerja ; J/(g.0K)

Menurut Teorema Phi dari Buckingham, karena ada enam besaran fisik yang

penting (n1 = 6) dengan empat dimensi dasar (n2 = 4) maka paling sedikit dapat

dibentuk dua besaran tak berdimensi (nx = n1 . n2 = 2) guna mengolerasikan enam

besaran fisik di atas. Pemilihan jenis dan jumlah besaran fisik sebagai anggota dari

setiap besaran tak berdimensi ditentukan oleh dimensi dasar besaran fisik yang

bersangkutan. Dalam hal ini, karena ada 4 dimensi dasar, maka dapat dipilih 4 besaran

fisik yang mempunyai dimensi dasar yang cukup lengkap sebagai anggota dari kedua

besaran tak berdimensi tersebut. Kemudian salah satu dari kedua besaran fisik sisanya

dipilih untuk menjadi anggota dari salah satu besaran tak berdimesi. Dua besaran tak

berdimensi dapat dibentuk sebagai berikut:

π 1 = t ca v b k sc H d θ s dan π 2 = t ce v f k sg H h A

Ketika dimensi dasarnya dimasukkan bagi masing-masing besaran fisik, maka

pangkat tersebut dapat ditentukan harganya, sehingga diperoleh:

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
H 2 θs
1

π1 = 1
.................................................... (2.30)
tc 2 v k s

A
π2 = ...................................................... (2.31)
v t c2
2

Dari hasil percobaan dapat ditunjukan bahwa korelasi antara kedua besaran tak

berdimensi di atas adalah :

π 1 = Cπ 2m ........................................................ (2.32)

Penyelesaian persamaan (2.32) akan menghasilkan:

2 −2m)
CA m k s v (1− 2 m ) t c(
1

θs = 1
................................. (2.33)
H 2

Dari salah satu hasil percobaan (Frederich test) harga m adalah sebesar 0.22,

sehingga kondisi pemotongan yang tetap (A, ks, dan H tetap), persamaan (2.33) dapat

ditulis sebagai berikut:

θ s = C1 v 0.56 t c0.06 .............................................. (2.34)

Kecepatan potong mempengaruhi tingginya temperature, oleh sebab itu

temperatur setaraf dengan besarnya dimensi keausan yang dianggap sebagai

batas/tanda saat berakhirnya umur pahat, dan waktu pemotongan yang bersangkutan

setaraf dengan umur pahat. Dengan demikian persamaan (2.34) dapat ditulis sebagai

berikut :

2 −2m)
C 2 A m k s v (1− 2 m )T (
1

Wo = 1
........................... (2.35)
H 2

dimana :

Wo = batas dimensi keausan (VB atau K).

T = umur pahat ; menit.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Untuk harga yang tetap bagi batas dimensi keausan dan penampang geram,

serta kombinasi pahat dan benda kerja yang tertentu, maka persamaan (2.35) dapat

dituliskan sebagai berikut :

1− 4 m

vT 2−4 m
= CT ................................................... (2.36)

atau vT n = CT ................................................. (2.37)

Persamaan (2.37) dikenal dengan nama Persamaan Umur Pahat Taylor* 1.

Harga eksponen n dalam rumus Taylor ditentukan oleh harga eksponen m dari

kolerasi dua besaran tak berdimensi π1 dan π2. berbagai kemungkinan harga eksponen

tersebut ditunjukan pada table 2.2 , dengan harga yang sesuai bagi suatu jenis pahat

berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktek untuk pemotongan baja yang

dilunakkan.

Tabel 2.2 Harga koefisien m dan n.


M 0. 0.125 0.125 0.188 0.2 0.214 0.222 0.228 0.46 0.25
N 0.5 0.4 0.333 0.2 0.167 0.125 0.1 0.08 0.01 0.
Jenis ....Keramik…. ………HSS………
Pahat ….Karbida………. …Carbon Tool Steel…
<…Arah perkembangan penemuan material pahat jenis baru
(Sumber : Rochim, 1993)

2. Rumus Empirik Umur Pahat

Untuk menentukan harga eksponen n dan konstanta CT dari rumus Taylor

(rumus 2.37) diperlukan suatu percobaan permesinan. Dari hasil percobaan tersebut

didapat persamaan fungsi linier yaitu :

log v + n log T = log C T ................................... (2.38)

*
F.W. Taylor sendiri, pada tahun 1907, mengemukakan persamaan umur pahat tersebut berdasarkan
percobaan laboratorium (rumus empiric) yang ia lakukan selama bertahun-tahun. Dengan analisis
dimensional yang sederhana hal ini dapat dibuktikan dengan mudah.
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Dapat diperkirakan dengan menggunakan analisa garis regresi (metode

kuadrat terkecil, least squares method) untuk menentukan harga terbaik dari eksponen

n dan konstanta CT masing-masing beserta harga deviasi standartnya. Analisis

pendekatan secara grafis dapat pula ditempuh dengan cara mem-plot data pengamatan

pada skala log - log.

Sebagaimana yang telah dibahas dalam analisis teoritik umur pahat, harga

eksponen n merupakan harga spesifik bagi suatu kombinasi pahat dengan benda kerja.

Demikian pula halnya dengan konstanta CT, dimana selain geometri pahat (α, γ, λ, r

dan terutama κ) dan kondisi benda kerja (nontreated, annealed, normalized) maka

kondisi pemotongan (a dan f) dan batasan keausan maksimum yang diperbolehkan,

sangat mempengaruhi harga CT. Dari hasil penelitian dengan dengan menggunakan

berbagai macam kombinasi pahat dan benda kerja serta dilakukan pada berbagai

kondisi pemotongan, secara lebih umum konstanta Taylor dapat dituliskan seperti

rumus empiric (Rochim, 1993) berikut :

C
Tn = ................................................... (2.39)
f aqv
p

Dimana :

T: umur pahat : min

f: gerak makan : mm/rev

a: kedalaman : mm

v: kecepatan potong : m/min

n: pangkat untuk umur pahat.

p: pangkat untuk gerak makan.

q: pangkat bagi kedalaman pemotongan.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
3. Pembahasan Atas Rumus Empirik Umur Pahat

Rumus empirik Taylor jikalau ditransformasikan kedalam harga logaritma

akan mempunyai bentuk linier sebagai berikut :

1 1 p q
log T = log C − log v − log f − log a ................................ (2.40)
n n n n

Turunan dari persamaan di atas akan menghasilkan :

dT 1 dv p df q da
=− − − ....................................................... (2.41)
T n v n f n a

Untuk mendapatkan eksponen n, p, q diperlukan waktu dan biaya yang sangat

mahal. Sebab, untuk suatu kombinasi antara satu jenis pahat dengan satu jenis benda

kerja saja sudah diperlukan pembuangan material (menjadi geram) yang amat banyak.

Guna memperkecil usaha pengamatan, diperlukan perencanaan percobaan yang baik,

misalnya dengan cara factorial (factorial design of experiment). Karena ada 3 variabel

yang dapat diubah harganya (v, f dan a) dan satu variable yang diamati (T) maka

paling sedikit diperlukan 8 kali percobaan apabila untuk masing-masing variable

hanya diubah pada 2 harga (8 = 23). Data hasil percobaan dapat dianalisis dengan

menggunakan salah satu teknik analisis statistic yaitu analisis regresi linier multi

dimensi (1 variabel diamati, dan 3 variabel ditetapkan). Untuk itu diperlukan

transformasi logaritmik supaya fungsi yang diselidiki dapat dianggap menjadi linier.

Tujuan dari analisis regresi ini adalah untuk memperkirakan harga β0, β1, β2 dan β3

dari rumus korelasi berikut :

log T = β 0 + β 1 log v + β 2 log f + β 3 log a ................................. (2.42)

Dengan mengetahui harga β0, β1, β2 dan β3 maka eksponen n, p dan q serta kontanta C

dapat diketahui, yaitu :n = 1/β1, p = β2/β1, q = β3/β1,


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Kebagusan atas persesuaian antara data dengan rumus regresi di atas dapat

diketahui dengan memeriksa harga varian residu yang harus berharga kecil.

2.1.7 Hubungan Umur pahat (T) Dengan Volume Bahan Terbuang (Q)

Volume bahan terbuang (Q) yang dihasilkan pada proses pembuangan geram

(metal removal process) dipengaruhi oleh kecepatan penghasilan geram (Z) dan

waktu pemotongan ( tc ) atau dapat dituliskan sebagai berikut.

Q = Z . t c .......................................................................... (2.43)

Jika persamaan (2.43) dengan Z = A . v disubstitusikan ke persamaan umur

pahat Taylor, maka akan diperoleh :

Q = C.v r . f s .a t ……………………………………………(2.44)

2.2 Bahan Pahat

2.2.1 Bahan Pahat Komersial

Dalam suatu pemesinan jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan

pahat dari jenis material yang cocok. Keterbatasan kemampuan suatu jenis material

pahat perlu diperhitungkan. Berikut adalah pahat yang sering digunakan menurut

urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai dengan yang paling keras

sebagai berikut :

1. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS)

2. HSS (High Speed Steels, Tool Steels)

3. Paduan Cor Nonlogam (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides)

4. Karbida (Cermeted Carbides, Hardmetals)

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
5. Keramik (Ceramic)

6. CBN (Cubic Boron Nitride)

7. Intan (Sintered Diamons & Natural Diamonds)

2.2.2 Bahan Pahat Karbida

Jenis karbida yang disemen (Cemeted Carbides) merupakan bahan pahat yang

dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (nitrida dan oksida) dengan bahan

pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan cara carburizing masing-masing

bahan dasar serbuk Tungsten (wolfram), Titanium, Tantalum dibuat menjadi karbida

yang kemudian digiling dan disaring. Campuran serbuk karbida tersebut kemudian

dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan

pelumas kemudian dipanaskan sampai 1600 0C. Ada tiga jenis bahan utama pahat

karbida yaitu :

1.Karbida Tungsten ( WC + Co ) yang merupakan jenis pahat karbida untuk

memotong besi tuang.

2.Karbida Tungsten Paduan (WC .TiC +Co; WC-TaC-TiC + Co ; WC –TaC+

Co ; WC-TiC-TiN+Co; TiC + Ni,Mo) merupakan jenis pahat karbida yang

digunakan untuk pemotongan baja.

3.Karbida lapis (Coated Cemeted Carbides) merupakan jenis karbida Tungsten

yang dilapis. (Rochim 1993).

a. Karbida tungsten (WC + Co)

Karbida tungsten murni merupakan jenis yang paling sederhana terdiri

dari karbida tungsten (WC ) dan pengikat cobalt ( Co). Jenis yang cocok

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
untuk pemesinan dimana mekanisme keausan pahat terutama disebabkan

oleh proses abrasi seperti terjadi pada berbagai besi tuang, apabila

digunakan untuk baja akan terjadi keausan kawah yang berlebihan. Untuk

pemesinan baja dipakai jenis karbida tungsten paduan ( Destefani 2002).

b. Karbida WC-TiC + Co

Pengaruh utama dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram untuk

melekat pada muka pahat (BUE : Buit Up Edge) serta menaikkan daya

tahan keausan kawah ( Destefani 2002).

c. Karbida WC- TaC- TiC +Co

Penambahan TaC memperbaiki efek samping TiC yang menurunkan

transverse rupture strength. Hot Hardness dan compressive strength

dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan terhadap deformasi plastik

(Rochim 1993).

d. Karbida WC –TaC + Co

Pengaruh TaC adalah hampir serupa dengan pengaruh TiC, akan tetapi

TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis ini lebih tahan terhadap

thermal shock cocok untuk pembuatan alur ( Destefani 2002).

e. Karbida Lapis (Coated Cemented Carbide)

Jenis karbida lapis ini sedang berkembang dan banyak digunakan dalam

berbagai jenis permesinan, pemakainya sekitar 40 % dari seluruh jenis

pahat karbida yang digunakan. Material dasarnya adalah karbida tungsten

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
(WC + Co) yang dilapis dengan bahan keramik (karbida, nitrida dan

oksida) yang keras tahan terhadap temperatur tinggi ( Destefani 2002 ).

2.2.3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan

1. Geometri Pahat

Proses pemesinan menggunakan pahat sebagai perkakas potongnya dan

geometri pahat tersebut merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan

keberhasilan suatu proses pemesinan. Geometri pahat harus dipilih dengan benar

disesuaikan dengan jenis material benda kerja, material pahat, dan kondisi

pemotongan sehingga salah satu atau beberapa objektif seperti tingginya umur pahat,

rendahnya gaya atau daya pemotongan, halusnya permukaan, dan ketelitian geometri

produk dapat tercapai. Untuk itu, disini akan dibahas optimisasi geometri pahat bubut

yaitu sudut-sudut pahat ditinjau dalam sistem referensi orthogonal karena dalam

sistem referensi yang lain efeknya akan sama.

a. Sudut Bebas (α)

fungsinya adalah mengurangi gesekan antara bidang utama Aα dengan bidang

transien dari benda kerja sehingga temperatur tinggi akibat gesekan dapat dihindari

sehingga aus tepi tidak cepat terjadi.

Gerak makan f akan menentukan harga sudut bebas, semakin besar gerak

makan maka gaya pemotongan akan semakin besar sehingga untuk memperkuat pahat

dibutuhkan sudut penampang βo yang besar yaitu dengan memperkecil sudut bebas α

bila sudut geram γ tetap.

Umumnya untuk suatu harga gerak makan tertentu, ada suatu harga optimum

bagi sudut bebas yang memberikan umur pahat tertinggi. Umur pahat akan naik jika

sudut bebas diperkecil (karena gesekan berkurang), akan tetapi setelah mencapai

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
harga optimum, umur pahat akan kembali menurun karena kecilnya sudut penampang

yang menghalangi proses perambatan panas. Sebagai petunjuk umum dalam

pemesinan baja, harga sudut bebas dipilih sesuai dengan gerak makan, yaitu :

f ≤ 0,2 mm/rev, maka αo = 12o

f > 0,2 mm/rev, maka αo = 8o

b. Sudut Geram (γ)

Sudut geram adalah sudut dari bidang geram terhadap bidang normal. Sama

seperti sudut bebas, sudut geram juga memiliki harga optimum. Untuk kecepatan

potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal

geram λh yang mengakibatkan kenaikan sudut geser Ф yang besar akan menurunkan

penampang bidang geser Ashi sehingga gaya potong menurun, tapi sudut geram γ yang

terlalu besar akan menghambat proses perambatan panas sehingga temperatur naik,

hal ini mengakibatkan menurunnya umur pahat T.

c. Sudut Miring (λ)

Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila berharga nol maka arah

aliran geram tegak lurus mata potong. Dengan adanya sudut miring, maka panjang

kontak antara pahat dan benda kerja menjadi lebih diperpanjang. Temperatur bidang

kontak akan mencapai harga minimum bila λs = + 5o untuk proses penghalusan

(finishing) dan -5o untuk proses pengasaran (roughing).

d. Sudut Potong Utama (kr)

Sudut potong utama mempunyai peran antara lain :

i. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h).

ii. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara

geram dengan bidang pahat, dan


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
iii. Menentukan besarnya gaya radial Fx

Gaya radial akan membesar dengan pengecilan kr, hal ini akan menyebabkan

lenturan yang besar ataupun getaran sehingga menurunkan ketelitian geometri produk

dan hasil pemotongan terlalu kasar.

e. Sudut Potong Bantu (k’r)

Pada prinsipnya, sudut potong bantu dapat dipilih sekecil mungkin karena

selain memperkuat ujung pahat, maka kehalusan produk dapat dipertinggi. Yang

menjadi kendala adalah kekakuan sistem pemotongan karena k’r yang kecil akan

mempertinggi gaya radial Fx, sebagai petunjuk :

i. sistem pemotongan yang kaku, k’r = 5o s.d 10o

ii. sistem pemotongan yang lemah, k’r = 10o s.d 20o

f. Radius Pojok (rє)

Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata

potong utama S dengan mata potong minor S’ dan selain itu menentukan kehalusan

permukaan hasil pemotongan

Untuk rє yang relatif besar, maka bersama-sama dengan gerak makan yang

dipilih sehingga mempengaruhi kehalusan permukaan produk.

2. Kondisi Pemotongan

Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses yang

perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan kecepatan

potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan toleransi yang

diminta. Sesuai dengan urutan proses yang direncanakan, jelas perlu ditentukan

terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material pahat disesuaikan dengan

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
material benda kerja, geometri pahat disesuaikan dengan kondisi proses yang

direncanakan). Kemudian tiga variabel proses di atas harus dipilih supaya kecepatan

penghasilan geram setinggi mungkin. Kecepatan penghasilan geram yang tinggi dapat

dicapai dengan menaikkan ketiga variabel proses tersebut dengan urutan yaitu

kedalaman potong (sebesar mungkin) ditentukan terlebih dahulu dengan

memperhatikan dimensi bahan dan dimensi produk (dimensi akhir), kekakuan sistem,

dan dimensi mata potong pahat, sehingga langkah pemotongan sependek mungkin

(satu atau beberapa langkah pengasaran dan mungkin diperlukan langkah akhir yang

berupa penghalusan). Gerak makan ditentukan sebesar mungkin, tergantung pada

gaya pemotongan maksimum yang diizinkan (defleksi) serta tingkat kehalusan

permukaan yang diminta (tidak selalu harus halus), kecepatan potong harus

ditentukan supaya daya pemotongan (Nc) tidak melebihi daya tersedia (Nmr) serta

umur pahat diharapkan sesuai dengan batasan yang akan ditentukan kemudian.

Prosedur penentuan harga ketiga variabel proses ini pada umumnya dapat

dilaksanakan dengan mudah pada proses pemesinan dimana tidak terjadi fluktuasi

gaya.

3. Aus Pahat

Dalam prakteknya umur pahat tidak hanya dipengaruhi oleh geometri pahat

saja melainkan juga oleh semua factor yang berkaitan dengan proses pemesinan, yaitu

antara lain jenis material benda kerja dan pahat, kondisi pemotongan (kecepatan

potong, kedalaman potong, dan gerak makan), cairan pendingin dan jenis proses

pemesinan. Dalam berbagai situasi seperti ini proses pemesinan tidak akan

berlangsung terus sebagaimana yang dikehendaki karena makin lama pahat akan

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
menunjukkan tanda-tanda yang menjurus kepada kegagalan proses pemesinan.

Kerusakan atau keausan pahat akan terjadi dan penyebabnya harus diketahui untuk

menentukan tindakan koreksi sehingga dalam proses pemesinan selanjutnya umur

pahat diharapkan menjadi lebih tinggi.

Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami

kegagalan dari fungsinya yang normal karena berbagai sebab, antara lain :

a. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat.

b. Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong

pahat.

c. Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk/geometri pahat.

2.3 Bahan Material

Secara garis besar material bahan dapat dikelompokkan kedalam dua jenis,

yaitu bahan logam (Ferrous Metal) dan bahan bukan logam (Non Ferrous Metal).

2.3.1. Bahan Logam (Ferrous Metal)

1. Paduan Aluminium

Aluminium mempunyai sifat tahan karat yang baik selain itu juga sebagai

penghantar listrik yang baik dan mudah ditempa. Pada umumnya, alumunium bersifat

lunak, yaitu 20 BHN (Kalpakjian, 1995). Unsur-unsur lain ditambahkan untuk

meningkatkan sifat-sifat Al.

Pengaruh dari elemen paduan akan menentukan karakteristik Al sebagai berikut :

a. Seri 1000

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Dengan 99% Al atau lebih tinggi banyak digunakan pada batang kelistrikan

dan kimia. Sifatnya yaitu tahan korosi, termal yang tinggi, konduktivitas

elektrik, sifat mekanik yang rendah dan ketermesinan yang baik.

b. Seri 2000

Elemen paduan utamanya tembaga 4.5% yang memiliki sifat mekanis dan

ketermesinan yang baik tapi mampu cor yang buruk. Paduan ini butuh laku

panas untuk dapat sifat yang optimum. Paduan ini memiliki ketahanan korosi

yang paling buruk di antara paduan seri lainnya. Paduan yang terkenal : 2024

yang digunakan pada industri penambangan.

c. Seri 3000

Mn elemen utama paduan yang biasanya tak dilaku panas. Tetapi dengan

penambahan Mn sampai optimal (15%) untuk mendapatkan sifat ketermesinan

yang baik. Contoh seri 3003.

d. Seri 4000

Elemen utama dalam paduannya adalah Si yang dapat menurunkan titik lebur

tanpa menyebabkan kegetasan.Sebagai contoh, AL-Si digunakan sebagai

elektroda las dan paduan Brazing. Paduan ini biasanya tak dilaku panas.

e. Seri 5000

Mg adalah elemen paduan terbaik untuk Al. Mg dianggap lebih efektif dari

Mn. Sebagai pengeras (0.8% Mg = 1.25% Mn). Paduan ini memiliki sifat

mampu las dan ketahanan korosi yang baik. Penambahan kandungan Mg lebih

banyak 3,5% akan menaikkan temperatur operasi sampai 150 0F.

f. Seri 6000

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Paduan ini dari Mg dan Si yang membentuk MgSi sehingga mampu

mengalami laku panas. Paduan yang terkenal adalah 6061, paduan yang paling

mampu dilaku panas walaupun kurang kuat dibanding seri 2000 atau 4000.

Paduan ini memiliki mampu bentuk dan ketahanan yang baik dengan kekuatan

menengah.

g. Seri 7000

Zinc adalah paduan utama dan ketika dicampur dengan persentase Mg yang

kecil menghasiulkan paduan yang mampu laku panas dengan kekuatan yang

sangat tinggi, paduan yang terkenal: 7075, yaitu paduan dengan kekuatan yang

sangat tinggi.

2. Baja Karbon (Carbon Steel)

Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan

karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn, Si, P,

S, dan elemen sisanya seperti O2H2 dan N. Dan dengan pengerjaan akhir, pengerolan,

penempaan dan perlakuan panas.

Baja karbon biasa dalam fase perilitic, dalam kondisi penuangan, pengerolan,

dan penempaan. Dalam kondisi hypo eutectoid adalah ferrite dan pearlite. Dan hypo

eutectoid adalah cementite dan pearlite.

2.4 Pemesinan Kering (Dry Machining)

2.4.1 Definisi

Pemesinan kering atau dalam dunia manufakturing dikenal dengan pemesinan

hijau (Green Machining) merupakan suatu cara proses pemesinan atau pemotongan

logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan menggunakan partikel udara

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
sebagai media pendingin selama proses pemesinan berlangsung untuk menghasilkan

suatu produk yang diinginkan dengan maksud untuk mengurangi biaya produksi,

meningkatkan produktivitas serta ramah lingkungan.

Mengingat persaingan dalam dunia manufakturing begitu ketatnya maka

penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (green machining) terus dilakukan,

karena walaupun teknologi pemesinan hijau (green machining) terus berkembang

akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses

dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses

penghalusan (finishing).

2.4.2 Perkembangan Pemesinan Kering

Saat ini pengembangan pemesinan kering (Green machining) hangat

dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan. Pemesinan kering pada industri

manufaktur sekarang ini masih sedikit sekali atau boleh dikatakan masih dalam

tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya undang-undang lingkungan

hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk pemesinan kering,

sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem yang lama yaitu

pemesinan basah ( Molinary & Nouari 2003, Grzesik & Nieslony 2003 ). Ada tiga

faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik dibicarakan yaitu :

1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau

penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang

sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.

2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi.

Hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman, biaya cairan

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
pemotongan (7-20) % dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai

empat kali lebih besar dari biaya pahat potong.

3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan pengabutan

udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering

(Sreejith & Ngoi 2000, Sokovic & Mijanovic 2001).

Keuntungan utama dari cairan pemotongan adalah untuk mengurangi panas

dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga bermanfaat

untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan pemotongan

tidak digunakan pada proses pemesinan maka kedua keuntungan di atas tidak

diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan meningkat

sehingga akan menimbulkan keausan pada pahat yang disebabkan difusi pahat.

Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering beban kerja tinggi

(beban termal) Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai material yang rapuh,

pemotongan kering memberikan manfaat untuk menghindari tegangan termal yang

umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir (comb crack) pada permukaan pahat

potong (Che Haron 2001).

Pahat potong dioptimalkan dengan pemilihan material pahat bersalut dan

geometri pahat yang sesuai. Material yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan

keausan tinggi adalah karbida, sermet, keramik, CBN dan PCD. Tujuan penggunaan

pemesinan kering ini, untuk mencapai peningkatan kemampuan mesin dengan

mengurangi koefisien gesekan dan panas selama proses pemotongan. Sekarang ini

material yang berlapis telah ditemukan menjamin suksesnya pemesinan kering. Studi

literatur menyatakan bahwa pengaruh cairan pemotongan yang digunakan terhadap

dampak lingkungan pertama sekali dianalisa dan dipublikasikan (Klocke and

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Eisenblatter 1997). Mereka melaporkan bahwa pemesinan kering dapat dilakukan

dengan hasil yang diharapkan pada besi tuang, karbon dan baja tuangan. Graham

(2000) juga melaporkan bahwa perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan

pemotongan ke pemesinan kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja,

besi tuang dan aluminium. Sreejith and Ngoi (2000) di dalam papernya berjudul

pemesinan kering untuk masa yang akan datang sangat diharapkan.

Graham (2000), Sreejith and Ngoi (2000) melaporkan bahwa pemesinan yang

sukses untuk masa yang akan datang adalah pemesinan kering dengan menggunakan

pahat potong karbida berlapis, CBN, Sialon dan PCD. CBN dan PCD telah banyak

digunakan untuk pemesinan kering kecepatan tinggi 1000 m/menit. Dalam kasus baja

paduan, beberapa peneliti melaporkan bahwa karbida berlapis keramik, CBN dan

PCD sangat potensial digunakan (Che Haron et al 2001, Grzesik & Nieslony 2003).

Pemesinan kering meniadakan kebutuhan untuk pembuangan dan pembelian

cairan pendingin, menghapus ditutupnya produksi pembersih pemesinan dan

meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Pemesinan kering juga akan

memberikan lebih bersih lingkungan benda kerja seperti tak adanya minyak yang

melekat pada benda kerja. Selain itu, geram akan menjadi tak terkontaminasi.

Keuntungan biaya dari pemesinan kering meliputi tanpa pendingin, tanpa pompa

pendingin, tak ada pembelian filter dan tak ada penjualan pembersih geram (Bulloch

2004).

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon AISI 1045 dan

aluminium 6061 dengan komposisi kimia dan sifat mekanik sebagai berikut:

Tabel.3.1 Sifat mekanik Paduan Alumunium 6061


Sifat Mekanis Aluminium 6061
Tegangan luluh (σy) 270 Mpa
Tegangan batas (σu) 310 Mpa
Kekuatan tarik 245 N/mm2
Kekerasan 117 BHN
Modulus elastisitas (E) 70 Gpa
Kerapatan massa (ρ) 2700 kg/m3
Berat spesifik (γ) 26 KN/m3
Sumber : Timoshenko (1996)
Tabel.3.2 Sifat mekanik Baja Karbon AISI 1045
Sifat Mekanis Aluminium 6061
Tegangan luluh (σy) 505 Mpa
Tegangan batas (σu) 250.103 psi, 1725 MPa
Kekuatan tarik 585 Mpa
Kekerasan 170 HB
Modulus elastisitas (E) 190 - 210 Gpa
Kerapatan massa (ρ) 9.13 g/cm3
Berat spesifik (γ) 7.7 - 8.03 (x1000 kg/m3)
Sumber : www.efunda.com
Tabel 3.3 Komposisi kimia Paduan Aluminum 6061
Unsur Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti Pb Al
% 0.65 0.677 0.25 0.113 0.93 0.101 0.15 0.181 0.007 sisa
Sumber : Cakra Compact Aluminium (2004)
Tabel.3.4 Komposisi kimia dari Baja Karbon AISI 1045
Unsur C Mn P S
% 0,43-0,50 0.60-0.90 <=0.040 <=0.050
Sumber : www.efunda.com

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
(a) (b)
Gambar 3.1 Benda kerja
(a) Baja Karbon AISI 1045; (b) Paduan Alumunium 6061

3.1.2 Pahat Potong

Pahat potong yang digunakan adalah pahat karbida berlapis. Dimana

komposisi material dasarnya adalah karbida tungsten (WC + Co) yang dilapisi dengan

bahan TiC – TiN - Al2 O3. Berikut ini adalah data pahat karbida berlapis.

Tabel 3.5 Data geometri pahat karbida


Geometri Pahat Satuan
Sudut Ujung Pahat 80o
Radius Pojok ( r ) 1,2 mm
Tebal Mata Pahat ( S ) 4,76 mm
Panjang Sisi Potong ( L ) 12 mm
Diameter ( D ) 12,7 mm
Sumber : Tools and inserts for turning (Ceratizit)

Gambar 3.2 Mata pahat Karbida

Tabel 3.6 Komposisi kimia dan sifat mekanis pahat karbida


Lapisan Pahat TiC/TiN/Al2O3
Komposisi Pahat WC + Co
Tebal Lapisan 12 μm
Kekerasan 91.3 HRA
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Young Modulus 53 103kgf/mm2
Koefisien Panas 5.2 106/oC
Sumber : Tools and inserts for turning (Ceratizit)
3.1.3 Alat

Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Pemegang Mata Pahat (Tool Holder).

Digunakan untuk memegang mata pahat (insert). Adapun jenis pemegang

pahat yang digunakan adalah pemegang pahat tipe-N.

Gambar 3.3 Pemegang mata pahat (Tool holder).

2. Mikroskop VB.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Mikroskop VB digunakan untuk melihat keausan permukaan mata pahat hasil

pemesinan.

Gambar 3.4 Mikroskop VB.


3. Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co.

Gambar 3.5 Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
6
3 5
4
2

Gambar 3.6 Bagian–bagian Mesin Bubut


Keterangan :
1. Putaran poros utama (spindle) 4. Pemegang pahat (tool holder) & Pahat (tool)
2. Pencekam benda kerja (chuck) 5. Dudukan pahat dan tool holder (tool post)
3. Benda kerja (work piece) 6. Tailstock

Tabel 3.7 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co


Daya (N) 8.7 kW
Torsi 6600 N
Diameter penjepit maksimum (mm) 158
Ukuran (mm) 530 x 1100
Putaran (rpm) 1440 1730
Voltase (v) 220/330 220/330
Ampere (A) 14.0/8.11 13.5/7.82
Frekuensi (Hz) 50 60
Motor listrik High effisiensi, 3 phase.
Induction motor.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
4. Centering.

Fungsinya untuk membuat lubang dudukan kepala lepas (tail stock) yang

digunakan sebagai sumbu putar ketika benda kerja berputar untuk melakukan

pemesinan.

Gambar 3.7 Centering


5. Jangka sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum dan

setelah pemesinan pada tiap fase.

Gambar 3.8 Jangka Sorong

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
6. Stopwatch.

Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu pemesinan yang dijalankan.

Gambar 3.9 Stopwatch

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
3.2 Pelaksanaan Penelitian

Mulai
Pengaturan
proses pemesinan

Pengajuan usulan
Pengumpulan data berupa :
- Keausan tepi (VB)
- Waktu pemesinan (tc)

Survey ke bidang
pemesinan

Pengolahan
dan analisa
Persiapan : data
Alat dan Bahan

Menentukan kondisi Pemotongan : Pengujian statistik


- f = 0,17 & 0,24 mm/rev
- a = 1,2 & 2,0 mm
- n = 650,950,1350 & 2000 rpm
Kesimpulan:
- Perluasan Model Taylor
- v paling mempengaruhi nilai T
- a paling mempengaruhi nilai Q
- MRR (laju bahan terbuang)

Selesai

Gambar 3.10 Diagram alir penelitian

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
3.3 Metode

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan menggunakan

mesin perkakas bubut (turning). Variabel kondisi pemotongan seperti kedalaman

potong (a), gerak makan (f) dan putaran mesin (n) ditentukan sebagai berikut :

Tabel 3.8 Data kondisi pemotongan untuk Paduan Alumunium 6061.

putaran gerak makan kedalaman diameter


no
(n) (f) (a) (d)

1 2000 rpm 0,24 mm/rev 2 mm 90 mm

2 2000 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 58 mm

3 1350 rpm 0,24 mm/rev 2 mm 90 mm

4 1350 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 58 mm

Tabel 3.9 Data kondisi pemotongan untuk Baja Karbon AISI 1045.

putaran gerak makan kedalaman diameter


no
(n) (f) (a) (d)

1 950 rpm 0,24 mm/rev 2 mm 80 mm

2 950 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 65 mm

3 650 rpm 0,24 mm/rev 2 mm 80 mm

4 650 rpm 0,17 mm/rev 1,2 mm 65 mm

Untuk mendapatkan data umur pahat pada proses pemotongan, maka kondisi

pemotongan ditetapkan bervariasi. Metode eksperimen dirancang berdasarkan

tingkatan pengujian yang dilakukan pada berbagai kondisi pemotongan. Pengujian

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
bubut dilakukan lebih dahulu untuk material benda kerja yang dimesin yang akan

disesuaikan dengan kemampuan putaran mesin. Sebelum pemotongan dilakukan lebih

dahulu diukur panjang benda kerja dan diameter benda kerja dan dicatat, kemudian

dilakukan pemotongan dengan kedalaman potong dan pemakanan sesuai dengan

kondisi pemotongan diatas, lalu dilakukan pemotongan dan mencatat waktu

pemotongan.

3.4 Variabel Yang Diamati

Adapun variabel yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Gerak makan (f)

2. Kedalaman potong (a)

3. Kecepatan potong (v)

4. Umur pahat (TL)

5. Volume bahan terbuang (Q)

6. Laju bahan terbuang (MRR)

3.5 Analisa Regresi

Analisa regresi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan

kemungkinan bentuk dari hubungan variabel-variabel. Tujuan pokok dalam

penggunaan metode ini adalah untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari suatu

variabel dalam hubungannya dengan variabel lain yang diketahui.

Analisa regresi merupakan teknik untuk membangun persamaan. Persamaan

ini dapat menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel dan menaksir nilai

variabel dependen berdasar pada nilai tertentu variabel independennya. Hubungan

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
antara variabel dependen dan variabel independen ini dapat dirumuskan ke dalam

suatu bentuk hubungan fungsional sebagai berikut :

Y = f ( X 1 , X 2 ,..., X n )

dimana,

Y : variabel dependen

X1,X2,...,Xn : variabel independen

Di dalam suatu persamaan, variabel dependen adalah variabel yang nilai

tergantung dari nilai variabel lain. Sedangkan variabel independen adalah variabel

yang nilainya tidak tergantung dari variabel lain.

Bentuk hubungan antara dua variabel dapat searah (direct relationship) dan

dapat berlawanan arah (inverse relationship). Jika dua variabel mempunyai hubungan

searah artinya perubahan nilai yang satu dengan nilai yang lain adalah searah.

Sedangkan dua variabel mempunyai hubungan berlawanan arah artinya perubahan

nilai yang satu dengan yang lain adalah berlawanan arah.

(a) (b)
Gambar 3.11 Bentuk hubungan antara variabel
(a) Hubungan searah; (b) Hubungan berlawanan arah

Perubahan nilai dua variabel yang memiliki hubungan kausalitas akan

cenderung membentuk pola tertentu. Pola perubahan nilai dua variabel dapat memiliki

hubungan linier, kuadratik, eksponensial atau logaritmik.


Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 3.12 Pola perubahan nilai variabel
(a) hubungan linier; (b) hubungan kuadratik; (c) hubungan logaritmik

Hubungan antara dua variabel atau lebih dapat diketahui dengan cara

persamaan linier. Model persamaan regresi dapat dibentuk dengan cara ini. Pada

regresi linier sederhana hanya ada satu variabel independen (X) yang dihubungkan

dengan satu variabel dependen (Y) linier (pangkat satu) dalam X sehingga terbentuk

model Yˆ = a + bX . Sedangkan pada regresi multi linier variabel dependen (Y) tidak

hanya dihubungkan pada satu variabel independen (X) tetapi lebih dari satu variabel

independen (X1,X2,...,Xn).

Anggap bahwa kita menemukan dua variabel, X dan Y, dimana nilai Y tidak

hanya bergantung pada satu variabel X. mungkin beberapa variabel, misalnya X1, X2,

...Xn. hubungan seperti ini dapat dicari dengan menggunakan analisa regresi multi

linier. Maka model yang dapat dibentuk adalah :

n
Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ... + β j X i + ε = ∑ β j X j + ε …………..(3.1)
j =1

dimana:

j = 0, 1, 2, ….,n

Y = nilai yang dicari untuk setiap nilai X

β0 = intercept

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
β1, β2,…..βj = koefesien regresi parsial

X = variabel yang diobservasi

ε = kesalahan acak yang berkaitan dengan Y.

Estimasi digunakan dengan metoda kuadrat terkecil (least squares).

Misal b0 = estimasi untuk β0

b1 = estimasi untuk β1

b2 = estimasi untuk β2

. bj = estimasi untuk βj

Metode kuadrat terkecil menghasilkan suatu kumpulan persamaan normal

sebagai berikut:

1. nb0 + b1 ∑ X 1 + b2 ∑ X 2 + ... + b j ∑ X j = ∑ Y

2. b0 ∑ X 1 + b1 ∑ X 12 + b2 ∑ X 1 X 2 + ... + b j ∑ X 1 X j = ∑ X 1Y

3. b0 ∑ X 2 + b1 ∑ X 1 X 2 + b2 ∑ X 22 +... + b j ∑ X 2 X j = ∑ X 2Y

n. b0 ∑ X j + b j ∑ X j X j +1 = ∑ X j Y

Jika diubah dalam bentuk matriks maka akan diperoleh

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
 n ∑X ∑X ∑X  b0   ∑Y 
 
1 2 3
  b 
∑ X1 ∑X ∑X X ∑X X  ∑ X 1Y 
2
1 1 2 1 3  1
∑ X 2 ∑X X ∑X 2
∑X X  b2  ∑ X 2Y 
 
1 2 2 2 3
  .  =
. . . .    . 
. . . .  .  . 
  .   
. . . .    . 
∑ X j ∑X Xj ∑X Xj ∑Xj 
2 
b j  ∑ X j Y 
 1 2  

Kumpulan dari persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari nilai b0, b1, b2, …,

bj sehingga persamaan diprediksi (Chapra C Steven, hal 460) sebagai berikut :

^
Y = b0 + b1 X 1 + b2 X 2 + ... + b j X j ………………………………(3.2)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

4.1 Hasil eksperimen

Dari eksperimen yang menggunakan metode faktorial yaitu dengan mengubah

tiga variabel yaitu putaran (n), kedalaman potong (a), gerak makan (f) dan mengamati

satu variabel tetap yaitu umur pahat. Eksperimen dilakukan dengan kondisi

maksimum dan minimum pada variabel n, f dan a. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi banyaknya material yang digunakan karena untuk melakukan eksperimen

dengan satu kondisi saja akan menghabiskan material yang tidak sedikit untuk

mencapai aus pahat hingga 0,1 mm.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Dengan eksperimen yang dilakukan maka diperoleh data nilai umur pahat dan

juga volume bahan terbuang sebagaimana juga seperti yang dilaporkan oleh Salman

(2008).

Tabel 4.1 Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah


memotong baja karbon hingga VBmaks 0,1 mm
n d v f a tc Q
(rpm) (mm) (m/min) (mm/rev) (mm) (min) (cm³)
650 56,5 115,521 0,17 1,2 40,98 6,76
950 66 1,969,779 0,24 2 10 6,62
950 56,5 168,838 0,17 1,2 26,37 5,87

Tabel 4.2 Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah


memotong alumunium hingga VBmaks 0,1 mm
n d v f a tc Q
(rpm) (mm) (m/min) (mm/rev) (mm) (min) (cm³)
2000 76 477,28 0,24 2 8,79 14,1
1350 76 390,452 0,24 2 11,32 12,26
2000 49,6 323,651 0,17 1,2 10.8 5,87
1350 49,6 218,254 0,17 1,2 15,32 5,27

Dari tabel 4.1 Dan 4.2 dapat diperoleh nilai dari material removal rate (MRR) dari

hasil perhitungan T dan Q seperti berikut.

Q(cm 3 )
MRR =
T (min)

Dengan menggunakan persamaan di atas maka diperoleh nilai MRR sebagai

berikut

Tabel 4.3 Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah


memotong baja karbon hingga VBmaks 0,1 mm
n d v f a tc Q Z
(rpm) (mm) (m/min) (mm/rev) (mm) (min) (cm³) (cm³/min)
650 56,5 0,17 1,2 115,521 40,98 7,19 1,649,585
950 56,5 0,17 1,2 168,838 26,37 6,13 2,226,014
950 66 0,24 2 267,153 10 6,78 662
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.4 Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah
memotong aluminium hingga VBmaks 0,1 mm
n d v f a tc Q Z
(rpm) (mm) (m/min) (mm/rev) (mm) (min) (cm³) (cm³/min)
2000 76 477,28 0,24 2 8,79 14,49 16,040,956
1350 76 390,452 0,24 2 11,32 11,67 10,830,387
2000 49,6 323,651 0,17 1,2 10,8 6,8 5,435,185
1350 49,6 218,254 0,17 1,2 15,32 4,45 3,439,948

Berdasarkan data pemesinan baja karbon pada tabel 4.3 dapat diperkirakan

nilai laju bahan terbuang yang belum diketahui hingga memenuhi 8 kondisi. Berikut

ini adalah gambar perkiraan kondisi pada permesinan baja karbon AISI 1045.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 4.1 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang
pada baja karbon pada VBmax 0,1mm.

Dari gambar 4.1 pada grafik diperoleh persamaan garis MRR (y=0,197x1,434)

untuk memperoleh sebaran titik dan mempunyai distribusi normal. Data tersebut

diperlihatkan pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Data laju bahan terbuang (MRR) baja karbon dengan VBmaks 0,1 mm
Laju Bahan
Kecepatan Potong
Terbuang
(m/min) X
(cm3/min) Y
1,461,356 3,024,738
134,706 2,734,144
267,153 662
1,698,378 3,478,261
1,155,206 1,649,585
1,688,378 2,226,014
170,056 2,545,941
104,091 1,563,246

Dari tabel 4.4 diperoleh hasil data eksperimen pemesinan pada aluminium

yang selanjutnya dikembangkan menjadi 8 kondisi pemesinan yang menunjukkan

nilai laju bahan terbuang berdasarkan hayat pahat dengan kecepatan potong.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 4.2 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang
pada aluminium VBmax 0,1mm

Dari gambar 4.2 pada grafik di atas dapat diperoleh persamaan garis MRR

(y=0.002x2,140) untuk pemesinan aluminium sebagaimana yang diperlihatkan di dalam

tabel 4.6

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.6 Data laju bahan terbuang (MRR) aluminium dengan VBmax 0,1mm
Laju Bahan
Kecepatan Potong
Terbuang
(m/min) X
(cm3/min) Y
345,902 846,728,972
390,452 1,083,038,869
477,28 1,604,095,563
311,488 5,084,388,186
2,182,544 3,439,947,781
323,651 5,435,185,185
481,23 1,795,862,069
186,516 2,166,140,904

Dengan pengolahan data berdasarkan analisa regresi pada tabel 4.6 diperoleh

keseluruhan data eksperimen dengan tiap-tiap kondisi beserta data T dan Q

sebagaimana yang dipaparkan oleh Salman (2008).

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.7 Data keseluruhan pada pemesinan baja karbon AISI 1045
no n (rpm) f (mm/rev) a (mm) v (m/min) tc (min) Q (cm3) Z (cm3/min)
1 650 0,24 1,2 1,461,356 26,68 8,07 3,024,738
2 650 0,24 2 134,706 30,43 8,32 2,734,144
3 950 0,24 2 267,153 10 6,62 662
4 950 0,24 1,2 1,688,378 20,7 7,2 3,478,261
5 650 0,17 1,2 1,155,206 40,98 6,76 1,649,585
6 950 0,17 1,2 1,688,378 26,37 5,87 2,226,014
7 950 0,17 2 170,056 29,93 7,62 2,545,941
8 950 0,17 2 104,091 58,66 9,17 1,563,246

Tabel 4.8 Data keseluruhan pada pemesinan aluminium 6061


no n (rpm) f (mm/rev) a (mm) v (m/min) tc (min) Q (cm3) Z (cm3/min)
1 1350 0,24 1,2 345,902 10,7 9,06 846,728,972
2 1350 0,24 2 390,452 11,32 12,26 1,083,038,869
3 2000 0,24 2 477,28 8,79 14,1 1,604,095,563
4 2000 0,24 1,2 311,488 14,22 7,23 5,084,388,186
5 1350 0,17 1,2 2,182,544 15,32 5,27 3,439,947,781
6 2000 0,17 1,2 323,651 10,8 5,87 5,435,185,185
7 2000 0,17 2 481,23 7,25 13,02 1,795,862,069
8 2000 0,17 2 186,516 19,02 4,12 2,166,140,904

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
4.2 Model matematika

Untuk memperoleh permodelan matematika untuk laju bahan terbuang (MRR)

digunakan analisa statistik yaitu analisa regresi multi dimensi (satu variabel diamati dan

tiga variabel ditetapkan) dengan analisa ini maka diperoleh nilai β0, β1, β2 dan β3 dari

log Z = β0 + β1 log v + β2 log f + β3 log a

dengan menggunakan regresi multi linier maka variabel dependen diperoleh dari variabel

independen seperti persamaan berikut:

^
Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + ε

Dimana:

^
Y = variabel dependen yaitu TL (umur pahat) dan

Q (volume bahan terbuang)

X1, X2, X3 = variabel independen yaitu v (kecepatan potong),

f (gerak makan),a (kedalaman).

β 0 , β 1 , β 2 , β 3 = koefisien yang dicari

ε = residu

Dengan menggunakan model matriks diperoleh suatu nilai invers maka didapati

nilai β 0 , β 1 , β 2 , β 3 dari persamaan model matematikanya. Dari data tabel 4.5 dapat

diperoleh olahan data untuk pemesinan baja karbon pada tabel 4.9.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.9 Data untuk laju bahan terbuang baja karbon AISI 1045

NO X1 X2 X3 Y X1X2 X1X3 X2X3 X12 X22 X32 X1Y X2Y X3Y Y2


1 2.1648 -0.6198 0.0792 2.4807 -1.3417 0.1714 -0.0491 4.6862 0.3841 0.0063 5.3701 -1.5375 0.1964 6.1538
2 2.1294 -0.6198 0.301 2.4368 -1.3198 0.641 -0.1866 4.5343 0.3841 0.0906 5.1889 -1.5103 0.7336 5.9381
3 2.4268 -0.6198 0.301 2.8209 -1.5041 0.7305 -0.1866 5.8892 0.3841 0.0906 6.8455 -1.7483 0.8492 7.9572
4 2.23 -0.6198 0.0792 2.5414 -1.3822 0.1766 -0.0491 4.9731 0.3841 0.0063 5.6673 -1.5751 0.2012 6.4585
5 2.0627 -0.7696 0.0792 2.2174 -1.5873 0.1633 -0.0609 4.2546 0.5922 0.0063 4.5737 -1.7064 0.1756 4.9168
6 2.2275 -0.7696 0.0792 2.3475 -1.7142 0.1764 -0.0609 4.9616 0.5922 0.0063 5.229 -1.8065 0.1859 5.5109
7 2.2306 -0.7696 0.301 2.4058 -1.7166 0.6715 -0.2317 4.9755 0.5922 0.0906 5.3665 -1.8514 0.7242 5.7881
8 2.0174 -0.7696 0.301 2.194 -1.5525 0.6073 -0.2317 4.07 0.5922 0.0906 4.4263 -1.6884 0.6605 4.8138
∑ 17.4891 -5.5574 1.5208 19.4445 -12.118 3.338 -1.0565 38.3444 3.9054 0.3876 42.6674 -13.424 3.7265 47.5372

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Dari tabel 4.9 diperoleh matriks X’X dan X’Y yaitu:

 n

∑X 1 ∑X 2 ∑X 3 

∑ X 1 ∑X ∑X X ∑X X
2
X’X = 1 1 2 1 3 
∑ X 2 ∑X X ∑X 2
∑X X 
 2 
1 2 2 2 3

 ∑ X 3 ∑X X 1 3 ∑X X2 3 ∑X 3 

 8 17,4891 - 5,5574 1,5208 


17,4891 38,3444 - 12,1182 3,3380 
=  
- 5,5574 - 12,1182 3,9054 - 1,0565
 
 1,5208 3,3380 - 1,0565 0,3876 

 ∑Y   19,4445 
   42,6674 
X’Y =  ∑ X 1Y  =  
∑ X 2Y  - 13,4240
   
 ∑ X 3Y   3,7265 

Dengan menggunakan persamaan :

 ∑Y 
−1
β 0 
β 
 n

∑X 1 ∑X 2 ∑X 3 
  
∑ X1 ∑X ∑X X ∑X X  ∑ X 1Y 
2
 1 = 1 1 2 1 3
β 2  ∑ X 2 ∑X X ∑X 2
∑X X  ∑ X 2Y 
   2   
1 2 2 2 3

β 3   ∑ X 3 ∑X X 1 3 ∑X X 2 3 ∑X 3   ∑ X 3Y 

−1

β 0 
 8 17,4891 - 5,5574 1,5208   19,4445 
 β  17,4891 38,3444 - 12,1182 3,3380   42,6674 
 1 =    
 β 2  - 5,5574 - 12,1182 3,9054 - 1,0565 - 13,4240
     
 β 3   1,5208 3,3380 - 1,0565 0,3876   3,7265 

β 0   90,5645 - 30,0515 36,1946 2,1065   19,4445 


β  - 30,0515 11,3862 - 7,8462 - 1,5299  42,6674 
 1 =    
β 2   36,1946 - 7,8462 27,6996 1,0542  - 13,4240
     
β 3   2,1065 - 1,5299 1,0542 10,3647   3,7265 

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
β 0  0,7358
β  1,1100 
 1 =  
β 2  1,0963 
   
β 3  0,1558

^
Dari hasil yang diperoleh maka dapat dibentuk persamaan Y untuk laju bahan

terbuang baja karbon AISI 1045 yaitu :

Y VB = 0.1 = 0,7358 + 1,1100( X 1 ) + 1,0963( X 2 ) + 0,1558( X 3 )


^

Dengan cara yang sama maka diperoleh model matematika Y untuk laju

bahan terbuang pada aluminium 6061 yaitu :

Y VB = 0.1 = −2,5202 + 2,0984( X 1 ) - 0,0640( X 2 ) + 0,2327( X 3 )


^

4.2.1 Model matematika dalam bentuk MRR

Untuk menghasilkan model matematika MRR , maka persamaan dalam bentuk

Y diubah menjadi persamaan logaritma dan kemudian diantilogkan sehingga

terbentuk persamaan model MRR yang baru:

1. Untuk baja karbon AISI 1045.

log MRRcs = 0,7358 + 1,1100( log v) + 1,0963( log f ) + 0,1558(log a)

Dari persamaan diatas maka dapat persamaan model MRR dengan

dikembalikan kedalam persamaan umum yaitu:

MRR= 5,4330 v 1,1100 f 1,0963 a 0,1558

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
2. Untuk aluminium 6061

log MRR Al = −2,5202 + 2,0984( log v) − 0,0640( log f ) + 0,2327(log a )

Dari persamaan di atas didapat persamaan model MRR dengan dikembalikan

kedalam persamaan umum yaitu:

MRR= 0,0030 v 2,0984 f - 0,0640 a 0,2327

4.3 Pengaruh kondisi pemotongan (v,f,a) terhadap laju bahan terbuang (MRR)

Berikut ini adalah tabel hasil pengaruh kondisi pemotongan terhadap laju

bahan terbuang yang diperoleh dari permodelan matematika di atas.

Tabel 4.10 Kondisi pemotongan (v,f,a) untuk perubahan laju bahan terbuang secara
eksperimen dan permodelan untuk aus tepi VB= 0.1mm pada baja
karbon AISI 1045.
Kondisi pemotongan Laju Bahan Terbuang
No
V f a MRR eksp MRR model
1 146.136 0.24 1.2 302.4738 296.2396
2 134.706 0.24 2 273.4144 293.0525
3 267.153 0.24 2 662 626.6671
4 169.838 0.24 1.2 347.8261 350.0288
5 115.521 0.17 1.2 164.9585 156.362
6 168.838 0.17 1.2 222.6014 238.2728
7 170.056 0.17 2 254.5941 260.0777
8 104.091 0.17 2 156.3246 150.8236

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.11 Kondisi pemotongan (v,f,a) untuk perubahan laju bahan terbuang secara
eksperimen dan permodelan untuk aus tepi VB= 0.1mm pada aluminium
6061.

Kondisi pemotongan Laju Bahan Terbuang


No
v f a MRR eksp MRR model
1 345.902 0.24 1.2 846.729 733.8002
2 390.452 0.24 2 1083.0389 1065.6305
3 477.28 0.24 2 1604.0956 1624.0332
4 311.488 0.24 1.2 508.4388 588.9494
5 218.254 0.17 1.2 343.9948 285.442
6 323.651 0.17 1.2 543.5185 652.4927
7 481.23 0.17 2 1795.8621 1689.2582
8 186.516 0.17 2 216.6141 231.1726

4.3.1 Pengaruh kecepatan potong (v) terhadap laju bahan terbuang (MRR)

Dari data yang diperoleh harga kecepatan potong dan hayat pahat berdasarkan

laju bahan terbuang secara eksperimen maupun permodelan matematika. Maka

pengaruh kecepatan potong terhadap laju bahan terbuang pada baja karbon AISI 1045

dapat ditunjukkan pada grafik 4.3 dan aluminium 6061 ditunjukkan pada grafik 4.4.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 4.3 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang secara
eksperimen dan model pada baja karbon denganVB 0.1mm

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 4.4 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang secara
eksperimen dan model pada aluminium dengan VB 0.1mm.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
4.4 Kondisi pemotongan optimum

Setelah diperoleh model umur pahat berdasarkan MRR dan umur pahat TL

(Salman 2008) yaitu

TL = 18298,71. v -1,5306 . f -0,70774


. a 0,15586 ( baja karbon AISI 1045)

TL = 9950,9046. v -1,01995 . f 0,55505 . a 0,09603 ( aluminium 6061)

Maka dapat ditentukan kondisi pemotongan optimum untuk mendapatkan

kondisi ideal dari pemotongan yang dilakukan dengan membandingkan umur pahat

TL, MRR dengan kecepatan potong. Kondisi pemotongan dikatakan optimum apabila

kecepatan potong, umur pahat (TL) dan MRR dapat dicapai sehingga menghasilkan

produksi yang optimum.

Tabel 4.12, 4.13 dan 4.14 untuk baja karbon AISI 1045 dan tabel 4.15, 4.16

dan 4.17 untuk aluminium 6061.

Tabel 4.12 Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.1


v f A T Z
50 0.1 1 234.2702 33.46543
75 0.1 1 125.9481 52.48772
100 0.1 1 81.08873 72.23367
104.5 0.1 1 75.80556 75.85056
125 0.1 1 57.62753 92.53581
150 0.1 1 43.59485 113.2925
175 0.1 1 34.43233 134.4349
200 0.1 1 28.06751 155.9132
225 0.1 1 23.43743 177.6897

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.13 Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.17
v f A T Z
50 0.17 1 160.9234 59.8739
72.7 0.17 1 90.73984 90.71603
75 0.17 1 86.51547 93.90719
100 0.17 1 55.70094 129.2352
125 0.17 1 39.58513 165.5583
150 0.17 1 29.94589 202.6946
175 0.17 1 23.65204 240.5211
200 0.17 1 19.27996 278.9486
225 0.17 1 16.09949 317.9095

Tabel 4.14 Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.24


V f A T Z
50 0.24 1 126.0742 87.382
57.45 0.24 1 101.9296 101.9477
75 0.24 1 67.77991 137.0513
100 0.24 1 43.6385 188.6102
125 0.24 1 31.01268 241.6214
150 0.24 1 23.46089 295.8194
175 0.24 1 18.53001 351.0246
200 0.24 1 15.10474 407.107
225 0.24 1 12.61302 463.9678

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 4.5 Kecepatan potong (v)(m/min) vs MRR m (cm3/min) dan TL m (min) pada
baja karbon AISI 1045

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 4.15 Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.1
v f A T Z
50 0.1 1 51.28 12.7714
75 0.1 1 33.9113 29.9054
78.1 0.1 1 32.5389 32.5582
100 0.1 1 25.2879 54.6917
125 0.1 1 20.1405 87.3529
150 0.1 1 16.7228 128.065
175 0.1 1 14.2898 176.975
200 0.1 1 12.4703 234.209
225 0.1 1 11.0587 299.876

Tabel 4.16 Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.17


v f A T Z
50 0.17 1 68.8428 12.345
75 0.17 1 45.5255 28.9069
86.8 0.17 1 39.222 39.2792
100 0.17 1 33.9487 52.8655
125 0.17 1 27.0383 84.4362
150 0.17 1 22.4501 123.789
175 0.17 1 19.1839 171.066
200 0.17 1 16.7412 226.388
225 0.17 1 14.8462 289.863

Tabel 4.17 Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.24


v f A T Z
50 0.24 1 83.3651 12.0755
75 0.24 1 55.129 28.2759
92.9 0.24 1 44.3171 44.307
100 0.24 1 41.1101 51.7116
125 0.24 1 32.742 82.5931
150 0.24 1 27.186 121.087
175 0.24 1 23.2307 167.332
200 0.24 1 20.2728 221.447
225 0.24 1 17.978 283.536
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 4.6 Kecepatan potong (v)(m/min) vs MRR m (cm3/min) dan TL m (min) pada
aluminium 6061

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dapat

diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data eksperimen menggunakan metode faktorial dan analisis

data menggunakan metode regresi multi linier berhasil digunakan untuk

mengembangkan metode matematika bagi umur pahat(TL), volume bahan

terbuang (Q) dan laju bahan terbuang (MRR).

2. Model umur pahat (TL) karbida tidak berlapis yang digunakan membubut baja

karbon AISI 1045 dan aluminium 6061 masing-masing adalah:

a. TL= 18298,71. v -1,5306. f -0,70774. a 0,15586 ( baja karbon AISI 1045)

b. TL= 9950,9046.v -1,01995 . f 0,55505 . a 0,09603 ( aluminium 6061)

3. Model volume bahan terbuang (Q) karbida tidak berlapis yang digunakan

membubut baja karbon AISI 1045 dan aluminium 6061 masing-masing

adalah:

a. Q= 100,0437. v -0,4194. f 0,3930. a 0,3071 ( baja karbon AISI 1045)

b. Q= 0,03004. v 1,0784. f 0,49102. a 0,3273 ( aluminium 6061)

4. Model laju bahan terbuang (MRR) karbida tidak berlapis yang digunakan

membubut baja karbon AISI 1045 dan aluminium 6061 masing-masing

adalah:

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
a. MRR= 5,4330. v 1,1100. f 1,0963 . a 0,1558 ( baja karbon AISI 1045)

b. MRR= 0,0030 . v 2,0984. f - 0,0640 . a 0,2327 ( aluminium 6061)

5. Untuk menghasilkan nilai optimum pada pembubutan baja karbon AISI 1045

dan aluminium 6061 digunakan metode Ginting dan Nouari dan diperoleh

bahwa kondisi pemotongan optimum adalah:

a. Baja karbon AISI 1045 :

i. Pada a= 1 ; f= 0,1 ; v= 104,5

ii. Pada a= 1 ; f= 0,17 ; v= 72,7

iii. Pada a= 1 ; f= 0,24 ; v= 57,45

b. Aluminium 6061 :

i. Pada a= 1 ; f= 0,1 ; v= 78,1

ii. Pada a= 1 ; f= 0,17 ; v= 86,8

iii. Pada a= 1 ; f= 0,24 ; v= 92,9

6. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemesinan kering dapat diwujudkan

bagi baja karbon AISI 1045 dan aluminium 6061 menggunakan pahat karbida

tidak berlapis.

7. Model yang dikembangkan dapat dipergunakan bagi industri pemotongan

logam dalam menentukan kondisi pemotongan kering bahan otomotif dengan

menggunakan pahat karbida tidak berlapis.

5.2 Saran

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, agar pada penelitian selanjutnya

menggunakan mesin CNC yang mempunyai spesifikasi yang besar dan

kecepatan potong yang tinggi dan konstan dalam skala industri.

2. Sumber perhitungan data adalah berasal dari tebal geram dan waktu

pemesinan. Pengukuran tebal geram yang dilakukan pada penelitian ini hanya

menggunakan mikrosop dengan perbesaran 20 kali, dan dirasa perlu untuk

menggunakan mikroskop dengan akurasi yang lebih tinggi sehingga diperoleh

hasil pengukuran yang lebih akurat.

3. Untuk penelitian selanjutnya agar sebaiknya melakukan 8 kondisi

pemotongan.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA

1. Chapra C. Steven, Canale P. Raymond, Numerical Methods for Engineers, 3rd

Ed, McGraw-Hill Book Co. Singapore, 1998.

2. Dergibson Siagian, Sugiarto, Metode Statistika, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 2000.

3. Montgomery Douglas C, Appplied Statistics and probality for Engineers, 3rd

Ed, JohnWiley & Sons Inc. Singapore, 2003.

4. Rochim, Taufiq, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, HEDS, Jakarta,

1993.

5. Sudjana, Teknik Analisis Regresi dan Korelasi, ed III, Penerbit Tarsito,

Bandung, 1996.

6. Timoshenko, S, Strength of Material, Robert E.Kreiger Publishing Company

Huntington, New York, USA, 1958.

Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009
Yuki Febrian : Mengembangkan Model Matematika T l, Q Dan Mrr Sebagai Parameter Karakteristik Performa
Pahat Bagi Memperoleh Kondisi Pemotongan Optimum, 2008.
USU Repository © 2009

Anda mungkin juga menyukai