1) Candi Badut
Candi Badut adalah sebuah candi yang terletak di kawasan Tidar, arah menuju Institut
Teknologi Nasionaldi bagian barat kota Malang. Dapat ditempuh dengan kendaraan umum
jurusan Tidar. Lokasinya bisa dilihat di Wikimapia.
Candi ini diperkirakan berusia lebih dari 1400 tahun dan diyakini adalah peninggalan Prabu
Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sebagaimana yang termaktub dalam
prasasti Dinoyo bertahun 760 Masehi.
Kata Badut di sini berasal dari bahasa Sanskerta Bha-dyut yang berarti sorot Bintang
Canopus atau Sorot Agastya. Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah
pasangan arca tidak nyata dari Siwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni. Pada bagian
dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca Mahakal dan Nadiswara. Pada relung
utara terdapat arca Durga Mahesasuramardhini. Relung timur terdapat arca Ganesha. Dan
disebelah Selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun di antara
semua arca itu hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
Candi ini ditemukan pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa
gundukan bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan
Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di
Malang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De
Haan dari Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian yang dilakukan pada saat
itu diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh sama sekali, kecuali bagian kaki yang masih
dapat dilihat susunannya.
2) Candi Singasari
Candi Singhasari atau Candi Singasari atau Candi Singosari adalah candi Hindu -
Buddha peninggalan bersejarahKerajaan Singhasari yang berlokasi di Desa Candirenggo,
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Cara pembuatan candi Singhasari ini dengan sistem menumpuk batu andhesit hingga
ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah.
(Bukan seperti membangun rumah seperti saat ini). Candi ini berlokasi
di DesaCandirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, (sekitar 10km dari Kota
Malang) terletak pada lembah di antaraPegunungan Tengger dan Gunung Arjuna di
ketinggian 512 m di atas permukaan laut. Di Wikimapia [1].
Komplek percandian menempati areal 200 m × 400 m dan terdiri dari beberapa candi.
Di sisi barat laut komplek terdapat sepasang arca raksasa besar (tinggi hampir 4m,
disebut Dwarapala) dan posisi gadamenghadap ke bawah, ini menunjukkan meskipun
penjaganya raksasa tetapi masih ada rasa kasih sayang terhadap semua mahkluk hidup dan
ungkapan selamat datang bagi semuanya. Dan posisi arca ini hanya ada di Singhasari, tidak
ada di tempat ataupun kerajaan lainnya. Dan di dekatnya arca Dwarapala terdapat alun-alun.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa candi terletak di komplek pusat kerajaan.
Letak candi Singhasari yang dekat dengan kedua arca Dwarapala menjadi menarik ketika
dikaitkan dengan ajaran Siwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di
puncak Kailasa dalam wujud lingga, batas Timur terdapat gerbang dengan Ganesha
(atau Ganapati) sebagai penjaganya, gerbang Barat dijaga oleh Kala dan Amungkala,
gerbang Selatan dijaga oleh Resi Agastya, gerbang Utara dijaga oleh Batari
Gori (atau Gaurī).
3) Candi Penataran
Nama asli candi Penataran dipercaya adalah Candi Palahyang disebut dalam prasasti Palah,
dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri
Sarweqwara Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa yang
memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190 – 1200, sebagai candi gunung untuk tempat
upacara pemujaan agar dapat menetralisasi atau menghindar dari mara bahaya yang
disebabkan oleh gunung Kelud yang sering meletus. Kitab Negarakretagama yang ditulis
oleh Mpu Prapanca menceritakan perjalanan Raja Hayam Wuruk, yang memerintah kerajaan
Majapahit antara tahun 1350 – 1389, ke Candi Palah untuk melakukan pemujaan kepada
Hyang Acalapati yang berwujud Girindra (raja penguasa gunung).
Kesamaan nama Girindra yang disebut pada kitab Negarakretagama dengan nama Ken
Arok yang bergelar Girindra atau Girinatha menimbulkan dugaan bahwa Candi Penataran
adalah tempat pendharmaan (perabuan) Ken Arok, Girindra juga adalah nama salah satu
wangsa yang diturunkan oleh Ken Arok selain wangsa Rajasa dan wangsa Wardhana.
Sedangkan Hyang Acalapati adalah salah satu perwujudan dari Dewa Siwa, serupa dengan
peneladanan (khodam) sifat-sifat Bathara Siwa yang konon dijalankan Ken Arok.
Seperti pada umumnya relief candi di Jawa Timur yang dipahat berdasarkan analogi
romantika hidup tokoh yang didharmakan di tempat tersebut, relief Ramayana dengan
tokoh Rama dan Shinta, dan relief Krisnayana dengan tokoh Krisna dan Rukmini, yang
dipahatkan pada dinding candi Penataran dapat dikatakan mirip dengan kisah Ken Arok
dan Ken Dedes.
4) Candi Brahu
Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di Jawa Timur. Lokasi
persisnya ada di Dukuh Jamu Mente, Desa Bejijong atau sekitar 2 kilometer dari jalan raya
Mojokerto, Jombang. Candi ini terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas
ibu kota Majapahit. Candi Brahu dibangun dari batu bata merah, dibangun di atas sebidang
tanah menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m,
dan punya ketinggian 20 meter.
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Candi ini didirikan pada abad 15
Masehi namun terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan candi ini berusia jauh
lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan.
Asal Nama
Menurut buku Bagus Arnawa, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu.
Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti
Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu.
Krematorium
Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya.
Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat
dalam bilik candi. Lebih-lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990
hingga 1995.
Sekitar Candi
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempatziarah untuk menuntun umat manusia
beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan
melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya
melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu
adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah
tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan
tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada
dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya
pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia
mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek
pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik
Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan
Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata
tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan