Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Di dalam makalah ini, kami telah berusaha menguraikan sebaik mungkin
semua hal yang berkaitan dengan upaya mempertahankan NKRI. Besar harapan
kami agar pembaca mampu memahami lebih jauh tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan hal tersebut.
Akan tetapi, kami menyadari bahwa di dalam makalah ini, masih terdapat
banyak kekurangan yang tentunya mengakibatkan makalah ini masih dikatakan
jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami harapkan pembaca dapat memaklumi serta
memberi kritik dan saran yang membangun demi terwujudnya makalah yang lebih
baik di masa yang akan datang.

Negara, 13 Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Situasi akhir-akhir ini kita melihat ada upaya kelompok-kelompok tertentu
yang berupaya untuk memecah belah NKRI baik dari dalam maupun negara asing.
Saat ini Indonesia telah kehilangan arah dan pegangan ideologi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat berbahaya karena pemerintah tidak tahu
harus membawa Indonesia kemana tanpa visi yang jelas, sementara digerogoti oleh
elit yang korup. Pemerintah hanya bersifat reaktif dalam menjalankan tugasnya,
tidak mempunyai program rencana ke depan. Rakyat terlantar, terutama setelah
kenaikan BBM yang memukul roda perkonomian rakyat. Rakyat yang daerahnya
kaya sumber daya alam harus mengalami kelaparan, busung lapar, penyakit
merajalela.
Permasalahan lain adalah penggusuran dengan ganti rugi yang tidak
mencukupi, harga barang-barang membumbung tinggi, biaya berobat yang mahal,
pendidikan mahal akibatnya rakyat menjadi bodoh. Rakyat menuntut kemerdekaan
karena ketidak adilan, sumber daya alam dikuras oleh negara asing sementara
Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecil. Situasi ini dimanfaatkan oleh negara
asing seperti Amerika, Australia, dan sekutu-sekutunya untuk mendukung
kemerdekaan daerah-daerah tersebut dengan maksud apabila daerah tsb merdeka,
mereka akan lebih menguasai secara keseluruhan sumber daya alam dan
pemerintahaan baru akan sangat bergantung pada negara asing seperti Amerika,
Australia, dll untuk mendapatkan pinjaman. Siklus ini akan terus diterapkan
didaerah-daerah lain. Negara-negara imperialis semakin mengukuhkan dirinya
pada negara yang baru berdiri.Contohnya adalah Timor Leste dan yang berikutnya
adalah Aceh dan Papua.
Rakyat dihadapkan dengan aparat polisi dan TNI dalam memperjuangkan
hak-hak rakyat tertindas. Sementara Pemerintah dan para elit hanya mementingkan
keutuhan NKRI, tidak memperdulikan rakyat. Kemerdekaan yang telah
diperjuangkan oleh pendiri bangsa, saat ini tidak dirasakan oleh rakyat kecil. Hak-
hak rakyat seperti Pendidikan, Pekerjaan dengan gaji yang layak, Tempat tinggal
yang layak, Kebutuhan dasar telah dilupakan oleh pemerintah dengan alasan uang
negara tidak mencukupi harus hutang dengan negara-negara asing. Rakyat telah
dibodohi, nyatanya adalah pemerintah tidak becus dalam menjalankan
ketatanegaraan. Gerakan-gerakan rakyat harus menghentikan siklus tersebut,
dengan tidak mendukung kemerdekaan suatu daerah tetapi harus memperjuangkan
kemerdekaan hak-hak rakyat yang tertindas oleh rezim. Menjaga kemerdekaan
Rakyat Indonesia = keutuhan NKRI. Kemerdekaan Rakyat tidak dapat ditawar-
tawar oleh kebijakan politik apa pun bentuknya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya kita untuk mempertahankan keutuhan NKRI?
2. Apa saja bentuk-bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri terhadap
NKRI?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Upaya kita untuk mempertahankan keutuhan NKRI.
2. Mengetahui bentuk-bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri
terhadap NKRI.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Budaya Dalam Mempertahankan NKRI


Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan
dalam aspek kehidupan manusia, baik pada tingkat individu, tingkat kelompok,
maupun tingkat nasional. Menurut Michael Haralambos dan Martin Holborn,
Globalisasi adalah suatu proses dimana batas-batas negara luluh dan tidak penting
lagi dalam kehidupan sosial. Untuk menghadapi era globalisasi agar dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan
perencanaan yang matang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kesiapan SDM, terutama kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki dan
kemampuannya.
2. Kesiapan sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam
berbagai sektor kehidupan.
3. Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri
/ regional.
4. Kesiapan perekonomian rakyat.
Di bidang Pertahanan Negara, kemajuan tersebut sangat mempengaruhi
pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula
bersifat konvensional berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik),
baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Oleh karena itu kebijakan
strategis penggunaan kekuatan pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman
atau gangguan terhadap keamanan nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya
digunakan untuk menghadapi ancaman tetapi juga untuk membantu pemerintah
dalam upaya pembangunan nasional dan tugas-tugas internasional. Dari hasil
perkiraan ancaman, Indonesia mempunyai kepentingan strategis untuk mencegah
dan mengatasi ancaman keamanan tradisional dan nontradisional.
Ancaman keamanan tradisional yaitu ancaman yang berbentuk kekuatan
militer negara lain yang membahayakan kemerdekaan, kedaulatan dan kebutuhan
wilayah NKRI. Dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan dan kebutuhan
wilayah, kebijakan pertahanan Indonesia tetap mengacu pada prinsip sebagai
bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, yaitu mengutamakan
tindakan pencegahan dengan mengoptimalkan upaya diplomatik dalam kerangka
Confidence Building Measure (CBM) dan Preventive Diplomacy. Penggunaan
kekuatan militer untuk tujuan perang merupakan tindakan terpaksa yang harus
dilakukan sebagai jalan terakhir apabila cara-cara damai tidak membuahkan hasil.
Ancaman Keamanan Non-Tradisional yaitu ancaman yang terjadi akibat
dinamika politik di sejumlah negara serta kesenjangan ekonomi dunia yang makin
lebar telah menyebabkan kondisi timpang yang lambat laun berkembang dan
menjalar melampaui batas-batas negara. Ancaman keamanan non tradisional yang
timbul di dalam negeri dengan motivasi separatisme, akan dihadapi dengan
mengedepankan cara-cara dialogis.
Penyelesaian masalah melalui cara cinta damai, diplomatik atau cara-cara
dialogis harus menggunakan pendekatan budaya. Pendekatan budaya dalam
pembangunan dan pembinaan kekuatan pertahanan adalah sebagai fenomena yang
mengelilingi kita setiap saat, yang secara terus menerus terjadi dan tercipta oleh
adanya interaksi dengan orang lain. Ciri utama dari “Budaya” adalah sesuatu yang
merupakan hasil bersama (shared), atau kesepakatan kelompok (held in common).
Beberapa produk hasil bersama antara lain adalah : bahasa, tradisi, kebiasaan,
norma-norma kelompok, nilai-nilai pendukung, seperti “kualitas produk”, filosofi
kelompok, aturan main, iklim kerja, kemampuan terpendam, cara berpikir,
pengertian yang sama serta simbol-simbol yang mempersatukan mereka. Tanggap
akan pengaruh budaya dengan memahami keragaman dan perbedaan budaya akan
mengurangi dampak negatif globalisasi (kegoncangan budaya dan
ketimpangan/ketertinggalan budaya).

B. Sikap dan Perilaku Menjaga Kesatuan Negara RI


Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan latar belakang
budaya yang berbeda-beda. Perbedaan suku bangsa ini bias menjadi sumber konflik
yang dapat menyebabkan perpecahan di tubuh NKRI. Keanekaragaman itu
seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk menangkal semua
gangguan atau ancaman yang ingin memecah belah persatan bangsa.
Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI:
a. Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b. Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga
keutuhan, kedaulatan Negara dan mempererat persatuan bangsa.
c. Menghormati perbedaan suku, budaya, agama dan warna kulit. Perbedaan
yang ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah
kebanggaan karena merupakan salah satu kekayaan bangsa.
d. Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki
bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang saka merah putih. Kebersamaan dapat
diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
e. Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat
mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik
alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat.
Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan yang sama,
keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.
Memiliki wawasan nusantara berarti memiliki ketentuan-ketentuan dasar
yang harus dipatuhi, ditaati dan dipelihara oleh semua komponen masyarakat.
Ketentuan-ketentuan itu antara lain pancasila sebagai landasan idiil, dan UUD
1945 sebagai landasan konstitusional. Ketentuan lainnya dapat berupa
peraturan-peraturan yang berlaku di daerah yang mengatur kehidupan
bermasyarakat.
f. Mentaati peraturan agar kehidupan berbangsa dang bernegara berjalan
dengan tertib dan aman. Jika peraturan saling dilanggar, akan terjadi
kekacauan yang dapat menimbulkan perpecahan.
C. Bentuk-Bentuk Ancaman dari Dalam dan Luar Negeri
Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara terletak pada TNI. Padahal
berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap
warga negara NKRI. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk
mempertahankan NKRI terhadap ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.

A. Ancaman dari dalam terhadap NKRI.


Potensi yang dihadapi NKRI dari dalam negeri, antara lain :
1. Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan
sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah
terhadap kebijakan pemerintah pusat.
2. Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran
Hak Azasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru
hara/kerusuhan massa.
3. Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim
atau tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
4. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik perbedaan pendapat dalam
masalah politik, maupun akibat masalah SARA.
5. Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.
Di masa transisi ke arah demokrasi sesuai tuntutan reformasi, potensi
konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan
pendapat justru adalah esensi dari demokrasi akan menjadi potensi konflik yang
serius apabila salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendapat atau
pendiriannya, sementara pihak yang lain berkeras memaksakan kehendaknya.
Contoh kasus FPI dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (AKKB). Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas
budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno. Masalahnya,
cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara terbanyakpun (yang
dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan
pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang ”kalah”,
sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak
kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.
Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta
ketidakpastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem peradilan
juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri. Pelecehan
terhadap hukum/undang-undang ini jelas menimbulkan kekacauan/anarki dan
merupakan potensi konflik yang serius. Contoh nyata adalah insiden Semanggi
dimana para pengunjuk rasa yang tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum akhirnya bentrok
dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum. Seandainya
semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap hukum, tentunya
insiden tersebut tidak akan terjadi. Tidak adanya kesadaran hukum juga
menyebabkan sering timbulnya tawuran antar warga atau tawuran antar
pelajar/mahasiswa yang pada gilirannya menimbulkan keresahan masyarakat
dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan.
Sosialisasi berbagai peraturan dan perundang-undangan serta
penegakkan hukum yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya
jalan untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri
ini perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal
seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung
maupun tidak langsung, untuk kepentingan mereka.
B. Ancaman dari luar negeri terhadap NKRI
Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka
ketegangan regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara
khususnya dapat dikatakan berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik
perbatasan khususnya di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya sengketa
kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa negara di kawasan tersebut,
namun diperkirakan semua pihak terkait tidak akan menyelesaikan masalah
tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dapat dikatakan bahwa ancaman dalam
bentuk agresi dari luar relatif kecil.
Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya
menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda,
peredaran narkoba, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing
yang mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi muda, dan
merusak budaya bangsa. Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk
”penjarahan” sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang
tidak terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal
fishing, dsb.

Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan


Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain :
1. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma
kehidupan bangsa Indonesia.
2. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui
pemahaman dan penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah
perjuangan bangsa.
3. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya nasional serta
terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimasi,
bebas KKN, dan konsisten melaksanakan peraturan/undang-undang).
4. Kegiatan yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan
semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta
mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD
1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
5. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun
kemungkinannya relatif sangat kecil, selain menggunakan unsur
komponen utama (TNI), tentu saja dapat menggunakan komponen
cadangan dan komponen pendukung (UU komponen cadangan dan
komponen pendukung masih dalam proses persetujuan anggota Dewan
yang terhormat).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, upaya untuk mempertahankan NKRI bisa ditempuh dengan cara
mengetahui kebudayaan di Indonesia. Dengan adanya pengetahuan budaya
Indonesia, kita dapat menyaring budaya-budaya asing yang masuk ke dalam
Negara Indonesia, sehingga tidak timbul perpecahan antar daerah karena
budaya yang ada.
Selain itu, sikap dan perilaku kita juga dapat mencerminkan bahwa kita
sedang mempertahankan keutuhan NKRI ini. Salah satunya dengan cara
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, bukan hanya
sekedar memahami saja.
B. Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat menumbuhkan rasa
nasionalisme dan patriotisme pembaca agar dapat membangun generasi
yang lebih baik dan berwawasan Nusantara sehingga dapat menjaga
keutuhan NKRI dari perpecahan serta ancaman dari dalam maupun luar
negeri.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Putih Pertahanan Negara : “Mempertahankan Tanah air Memasuki Abad 21,
Indonesia” Dephan, 2003, Jakarta.

Juwono Sudarsono, “Mengembangkan Pertahanan Nir-militer Indonesia”, Ceramah


Menhan RI pada Peserta Training of Trainer (TOT) anggota Badiklat Dephan, 30
September 2005, Jakarta.

Koentjaraninggrat, Sejarah Teori Antropologi II, cetakan pertama, UI-Press,


Jakarta, 1990.

Marsekal Muda TNI Pieter L.D. Wattimena, S.IP., Pointer Ceramah Dirjen
Ranahan pada Peserta Training of Trainer : “Minimum Essential Force (MEF), 27
September 2005, Jakarta.

Maas D.P., Buku Materi Pokok : Antropologi Budaya, Depdikbud, UT, Jakarta
1985.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor : PER/01/M/VIII/2005 tanggal 25 Agustus


2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dephan.
Studi Pertahanan Nomor : 1 “Monographe : Pokok-Pokok Pikiran tentang
Hankamneg”, Badiklat Dephan, Agustus 2005, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan


Negara, Biro Hukum Setjen Dephan, 2002, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai