Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR RADIUS ULNA

BAB 1
KONSEP MEDIS FRAKTUR .

A. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
atau osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga
disebabkan karena kecelakaan (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price,
2003). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare,
2002).
Fraktur Radiusi Ulna adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada
tulang humerus (Rasjad, 2007).
B. Etiologi
Fraktur Radius Ulna adalah fraktur pada tulang humerus yang
disebabkan oleh :
1. benturan atau trauma langsung
2. benturan atau trauma tidak langsung (De Jong, 2010).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi
yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black et al, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur sebagai berikut.
1. Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor intrinsic
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang
(Donna, 1995).
D. Tanda dan Gejala
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat maupun
terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas
yang normal.
c. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
d. Pembengkakan dan perubahan warna

2
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
pembengkakan dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera
e. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
f. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf, di
mana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan
tulang.
h. Pergerakan abnormal

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of
Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah:
1) Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat
arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan
pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan
lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi
ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang
membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera ini
menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.
2) Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot
dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga
berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau
karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar
misalkan balutan yang menekan.
Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah :

3
a. Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan
pasif yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena
saraf mendapat tekanan dari luar.
b. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya
sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen
tersebut.
c. Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari
luar.
d. Paralysis
e. Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena
pembuluh darah mendapat tekanan dari luar
3) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
4) Mal union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara
menyilang
5) Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah
ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah.

4
6) Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya
dislokasi. Lihat kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius, ulna,
carpal, metacarpal, falank. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
menurut James (2003) pada pasien fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
1. bayangan jaringan lunak;
2. tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi;
3. trobukulasi ada tidaknya rare fraction;
4. sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
c. Tomografi
Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.

5
d. Myelografi
Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
e. Arthrografi
Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
f. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.

i. Penatalaksanan
Prosedur penatalaksanaan fraktur ekstermita atas adalah sebagai
berikut:
a. Pembedahan
Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini
adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur
antebrachii:
1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan
untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan
mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi
dengan skrup, paku dan pin logam

6
2) Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangan tulang yang
patah
3) Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan
diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam fragmen
tulang.
b. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur;
2) Istirahatkan dan stabilisasi;
3) Koreksi deformitas;
4) Mengurangi aktifitas;
5) Membuat cetakan tubuh orthotic.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan;
2) Gips patah tidak bisa digunakan;
3) Gips yang terlalu kecil atau longgar sangat membahayakan klien;
4) Tidak merusak / menekan gips;
5) Tidak memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk;
6) Tidak meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
c. Traksi (mengangkat/menarik)
Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.

7
1) Metode pemasangan traksi antara lain :
a) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :
b) Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
c) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
2) Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot;
b) Memperbaiki & mencegah deformitas;
c) Immobilisasi;
d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi);
e) Mengencangkan pada perlekatannya.
3) Prinsip pemasangan traksi, meliputi:
a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman

8
Resiko syok resiko infeksi
hipovolemik
Ansietas
BAB 2.
K Clinical Pathway
o
perdarahan Luka pembedahan
n Perubahan status
(insisi)
d kesehatan
i
d Nyeri akut
i Pre op Intra op Post op

Spasme otot
pembedahan
Rangsang diteruskan ke
korteks serebri
kerusakan Resiko
integritas kulit infeksi
Nociceptor menerima
rangsang gips
Hambatan
Kurang Trauma Port d’entry penatalaksanaan Mobilitas Fisik
pengetahuan jaringan konservatif
Pelepasan
mediator kimia traksi
Resiko syok
Kurang paparan
informasi Luka terbuka
Degranulasi sel
mast perdarahan

Perubahan status
kesehatan Cedera sel
Deficit perawatan diri
FRAKTUR Keterbatasan
Rentan fraktur Ekstermitas Atas pergerakan fisik
Hambatan
mobilitas fisik
Absorbs kalsium menurun

Kondisi patologis: osteoporosis Trauma langsung/tidak langsung


9
BAB II
KONSEP PENGKAJIAN(ASUHAN KEPERAWATAN)

A. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
i. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
ii. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
sebagai berikut.
a. Nyeri
Sifat dari nyeri antara lain:
 lokasi setempat/meluas/menjalar;
 ada trauma riwayat atau tidak;
 sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan;
 bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-
tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan
seterusnya;
 apa yang memperberat/mengurangi nyeri;
 nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;
 apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul.
b. Kelainan bentuk/pembengkokan
 angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang);
 benjolan atau karena ada pembengkakan
c. Kekakuan/kelemahan

10
 Kekakuan: pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku,
atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu.
 Kelemahan: apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot
menurun/melemah/kelumpuhan.
iii. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab dari fraktur yang
dapat membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien berupa
kronologi terjadinya penyakit.
iv. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian dilakukan untuk menemukan penyebab fraktur dan lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s menyebabkan fraktur patologis sering sulit buat
menyambung.
v. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga berhubungan dgn penyakit tulang adalah salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang cenderung diturunkan secara
genetik.
vi. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual

11
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang dialami
pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary survey
(dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan secondary survey
(untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak).
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
3) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-
organ lain
 Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma

12
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c) Move/gerakan
 Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
 Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan,
tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul
oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada
tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan serta kita
melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak
normal atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang
tidak terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuaidefinisi
fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak
ada fasilitas pemeriksaan rontgen.

13
a. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasienfraktur adalah:

1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.


2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme terjadinya
trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan lateral.
3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya
pada cedera plafon.
4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan, ligament
dan tendon.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (fraktur
terbuka)
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
gaSngguan fungsi musculoskeletal, immobilisasi
4) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
Intra operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan alat traksi/immobilisasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan

14
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, imobilisasi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
6) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
7) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskeletal

15
C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Pre Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


Operasi
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Paint management
fraktur tulang, spasme otot, edema, keperawatan selama 1X6 jam (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui kondisi
kerusakan jaringan lunak diharapkan nyeri dapat mampu menggunakan komprehensif (lokasi, umum pasien dan
berkurang tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi, pertimbangan tindakan
untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas, dan selanjutnya
NOC: mencari bantuan) faktor presipitasi)
1. Pain level 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan mengenai 2. Pasien memahami
2. Pain control berkurang dengan penyebab nyeri keadaan sakitnya
3. Comfort level menggunakan manajemen 3. Observasi reaksi nonverbal
nyeri dari ketidaknyamanan 3. Respon nonverbal
3. Mampu mengenali nyeri terkadang lebih
(skala, intensitas, frekuensi, 4. Segera immobilisasi daerah menggambarkan apa
dan tanda nyeri) fraktur yang pasien rasakan
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Tinggikan dan dukung 4. Mempertahankan posisi
setelah nyeri berkurang ekstremitas yang terkena fungsional tulang
6. Ajarkan pasien tentang 5. Memperlancar arus balik
alternative lain untuk vena
mengatasi dan mengurangi 6. Mengatasi nyeri misalnya
rasa nyeri kompres hangat,
mengatur posisi untuk
mencegah kesalahan
posisi pada
7. Ajarkan teknik manajemen tulang/jaringan yang
stress misalnya relaksasi cedera

16
nafas dalam 7. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
rasa kontrol dan
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen nyeri
yang mungkin menetap
8. Kolaborasi dengan tim untuk periode lebih lama
kesehatan lain dalam 8. Mengontrol atau
pemberian obat analgeik mengurangi nyeri pasien
sesuai indikasi
2 Kerusakan intergritas kulit/jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari cideraEnvironment management
berhubungan dengan immobilisasi, keperawatan selama 3X24 jam 2. Pasien mampu menjelaskan 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan informasi
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka diharapkan cidera/injuri tidak cara/metode untuk terbuka terhadap benda mengenai keadaan kulit
terjadi mencegah injuri/cedera asing, kemerahan, pasien saat ini
3. Pasien mampu menjelaskan perdarahan, perubahan
NOC: faktor resiko dari warna
Risk control lingkungan/perilaku 2. Massage kulit, pertahankan 2. Menurunkan tekanan
personal tempat tidur kering dan pada area yang peka dan
4. Mampu memodifikasi gaya bebas kerutan beresiko rusak
hidup untuk mencegah 3. Ubah posisi dengan sering 3. Mencegah terjadinya
injury 4. Bersihkan kulit dengan air dekubitus
5. Menggunakan fasilitashangat 4. Mengurang kontaminasi
kesehatan yang ada dengan agen luar
6. Mampu mengenali 5. Lakukan perawatan luka 5. Mengurangi resiko
perubahan status kesehatan secara steril gangguan integritas kulit

3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien mampu Anxiety reduction (penurunan
status kesehatan, prosedur tindakan keperawatan selama 3X24 jam mengidentifikasi dan kecemasan)

17
pembedahan dan hasil akhir diharapkan cemas berkurang mengungkapkan gejala 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat
pembedahan cemas pasien (ringan, sedang, kecemasan pasien
NOC: 2. Mengidentifikasi, berat, panik)
1. Anxiety self control mengungkapkan dan 2. Dampingi pasien 2. Agar pasien merasa aman
2. Anxiety level menunjukkan tehnik untuk dan nyaman
3. Coping mengontrol cemas 3. Ber support sistem dan 3. Meningkatkan pola
3. Vital sign dalam batas motivasi pasien koping yang efektif
normal 4. Beri dorongan spiritual 4. Agar pasien dapat
4. Postur tubuh, ekspresi menerima kondisinya saat
wajah, bahasa tubuh dan ini
tingkat aktivitas 5. Jelaskan jenis prosedur dan 5. Memberikan informasi
menunjukkan berkurangnya tindakan pengobatan sehingga dapat
kecemasan menurunkan ansietas
No Diagnosa Keperawatan Intra Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Operasi
1 Risiko syok hipovolemi Setelah dilakukan tindakan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention
berhubungan dengan perdarahan keperawatan 1x6 jam syok diharapkan 1. Monitor status sirkulasi 1. Mengidentifikasi
dapat dihindari 2. Irama jantung dalam batas (tekanan darah, warna keadekuatan status
yang diharapkan kulit, suhu kulit, denyut sirkulasi
3. Frekuensi nafas daam batas jantung, ritme, nadi
NOC : yang diharapkan perifer, dan CRT)
1. Shock prevention 4. Irama pernafasan dalam 2. Monitor tanda inadekuat 2. Mengetahui adakah
2. Shock management batas yang diharapkan oksigenasi jaringan gangguan perfusi
5. Natrium serum dalam batas jaringan
normal 3. Monitor input dan output 3. Mengetahui
6. Kalium serum dalam batas 4. Monitor tanda awal syok keseimbangan cairan
normal 5. Kolaborasi pemberian 4. Skrining adanya syok
7. Klorida serum dalam batas cairan IV dengan tepat
normal 5. Rehidrasi
8. Kalsium serum dalam
batas normal

18
9. Magnesium serum dalam
batas normal
10. Ph darah serum dalam
batas normal
No Diagnosa Keperawatan Post Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Operasi
1 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien meningkat dalam Exercise therapy: ambulation
berhubungan dengan keperawatan selama 2X24 jam aktivitas fisik 1. Kaji derajat immobilisasi
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan diharapkan pasien mampu 2. Mengerti tujuan dari yang dihasilkan oleh cidera 1. Menentukan tindakan
fungsi musculoskeletal, melakukan mobilitas fisik peningkatan mobilitas 2. Dorong partisipasi pada keperawatan yang tepat
immobilisasi 3. Memverbalisasikan aktivitas terapeutik
NOC: perasaan dalam 3. Bantu pasien dalam 2. Menlatih kekuatan otot
1. Joint movement: active meningkatkan kekuatan dan rentang gerak aktif atau pasien
2. Mobility level kemampuan berpindah pasif 3. Melatih rentang gerak
3. Self care: ADLs 4. Memperagakan 4. Ubah posisi secara periodik aktif atau pasif pasien
4. Transfer performance penggunaan alat bantu 5. Kolaborasi dengan ahli secara bertahap
untuk mobilisasi (walker) terapi/okupasi/rehabilitasi 4. Mencegah terjadinya
medis dekubitus
5. Melatih rentang gerak
aktif dan pasif secara
bertahap
WS Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari tanda Infection control
S2 tidak adekuatnya pertahanan keperawatan 1x6 jam infeksi dan gejala infeksi 1. Inspeksi kulit adanya 1. Mengkaji adanya iritasi
primer, kerusakan kulit, trauma dapat dihindari 2. Mendeskripsikan proses iritasi atau robekan atau robekan kontinuitas
jaringan penularan penyakit, faktor kontinuitas 2. Mengetahui ada/tidaknya
NOC: yang mempengaruhi 2. Kaji kulit yang terbuka tanda-tanda infeksi
1. Immune status penularan serta terhadap peningkatan
2. Risk control penatalaksanaannya nyeri, rasa terbakar,
3. Knowledge: Infection 3. Jumlah leukosit dalam edema, eritema, 3. Mengurangi resiko
control batas normal drainase/bau tidak sedap infeksi
4. Menunjukkan perilaku 3. Berikan perawatan kulit 4. Mengurangi resiko

19
hisup sehat dengan steril dan aseptik penyebaran infeksi
4. Tutup dan ganti balutan 5. Mencegah terjadinya
dengan prinsip steril infeksi
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain terkait
pemberian obat antibiotik
sesuai indikasi
3 Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
berhubungan dengan kurangnya keperawatan 1x24 jam pasien menyatakan pemahaman 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Membantu untuk
paparan informasi yang ada akan menunjukkan tentang penyakit, kondisi, pasien dan keluarga memahami apa yang kita
pengetahuan tentang proses prognosis, dan program lakukan terhadap pasien
penyakit dengan benar pengobatan 2. Membantu pasien
2. Pasien dan keluarga mampu 2. Jelaskan patofisiologi dari mengetahui tanda-tanda
NOC: melaksanakan prosedur penyakit dan bagaimana penyakit dan apa yang
1. Knowledge: disease yang dijelaskan secara hal ini berhubungan harus dilakukan terhadap
process benar dengan anatomi dan dirinya agar sembuh
2. Knowledge: health behavir 3. Pasien dan keluarga mampu fisiologi dengan cara yang 3. Mencegah komplikasi
menjelaskan kembali apa tepat
yang dijelaskan 3. Gambarkan tanda dan
perawat/tim kesehatan gejala yang biasa muncul
lainnya pada penyakit dengan cara
yang tepat dan gambarkan
proses penyakit dengan
cara yang tepat 4. Memberikan kebaikan
4. Sediakan bagi keluarga terhadap keluarga dan
informasi tentang pasien
kemajuan pasien dengan 5. Memberikan kepercayaan
cara yang tepat dan pasien mau
5. Diskusikan pilihan terapi memahami penjelasan
atau penanganan tentang penyakit dan
pengobatan pasien

20
DAFTAR PUSTAKA

 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike
Budhi. Jakarta: EGC

 Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC

 Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC

 Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

 Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

 Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa


oleh Alfrina Hany. Jakarta: EGC

 Pearce, Evelyn C. 2008.Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia

 Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai