OLEH
NIM : 1603080003
KUPANG
2019
DAFTAR ISI
1
HALAMAN
JUDUL
........................................................................................................................
I
HALAMAN
PENGESAHAN
........................................................................................................................
II
DAFTAR
ISI
........................................................................................................................
III
BAB I PENDAHULUAN
2
2.1 Kajian
Konseptual
......................................................................................................
9
1. Pengertian
Stereotipe
...........................................................................................
9
2. Pengertian
Etnis
...........................................................................................
10
2.2 Kajian Penelitian
Terdahulu
......................................................................................................
2.3 Kajian
Teori
......................................................................................................
22
1. Teori
Dramaturgi
.......................................................................................
2. Teori
Labeling
........................................................................................
2.4 Kerangka
Berpikir
......................................................................................................
25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi
penelitian
3
........................................................................................................................
27
3.2 Jenis Penelitian
........................................................................................................................
27
3.4 Subjek
Penelitian
........................................................................................................................
28
3.4 Sumber Data Penelitian
........................................................................................................................
28
3.5 Teknik Pengumpulan
Data
........................................................................................................................
29
3.6 Teknik Analisa
Data
........................................................................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................................................
32
BAB I
PENDAHALUAN
4
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai pluralis society yang di tandai dengan
adanya perbedaan golongan, suku bangsa, etnik dan keberagaman sosial lainnya.
Masing-masing mempunyai kebudayaan sendiri, secara bersama-sama hidup
dalam satu wadah dan berada dibawah naungan sistem dan kebudayaan nasional
Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
Kemajemuk bangsa Indonesia bisa terlihat dari banyaknya pulau dan bahasa
yang di pakai oleh berbagai suku dan etnis. Lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil
yang tersebar dari Sabang sampai Marauke dan dihuni oleh banyak sekali kelompok
etnis yang menggunakan tidak kurang dari 300 jenis bahasa lokal atau dialek dalam
bahasa sehari-hari (Susetyo, 2010: 1). Namun,kekayaan yang bersifat multikultural
ini justru akan menjadi sebuah boomerang, dimana orang saling menghancurkan
satu sama lain dengan mengatasnamakan perbedaan kelompok, yang akan menjadi
malapetaka jika tidak dipelihara dan dijalin suatu kerukunan antaretnis di Indonesia.
Demikian pula Kota Kupang Provinsi Nusa Tengga Timur (NTT) yang
merupakan salah satu provinsi yang memiliki multi etnis dan multikultural yang
berbagai macam suku, agama, dan budaya yang berbeda suku didalamnya seperti
Rote, Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores maupun suku lainya yang dari luar.
Berdasarkan statistik jumlah Penduduk tercatat 5.287.302 jiwa (www/http: statistic
2017). Perbedaan inilah menjadi salah satu keunikan tersendiri bagi masyarakat
NTT yang memiliki banyak perbedaan
Kedatangan individu-individu dari berbagi macam daerah dengan suku yang
datang menetap atau datang kuliah di Kupang. Berbagai latar belakang, karakter
yang berbeda dan lingkungan yang berbeda tentu menimbulkan berbagai macam
sudut pandang atau streotipe yang berbeda pula. Individu ini kemudian beradaptasi
dengan lingkungan setempat bahkan pembentukan streotipe yang muncul pula
terhadap suku lain. Hal yang sama berlaku pula di kampus Universitas Nusa
Cendana Kupang Jurusan Sosiologi di Kota Kupang. Mahasiswa umumnya berasal
dari suku-suku lain seperti Rote, Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores. Mahasiswa
dengan latar belakang yang berbeda justru berpengaruh terhadap perilaku maupun
penilaiannya terhadap suku lain. Dalam hal ini yaitu orang Rote yang di pandang
sebagai orang yang memiliki kecerdasan.
5
Kecerdasan akal atau telah lama dikenal dengan istilah “Otak Rote”, secara
umum dapat diartikan sebagai akal atau ide orang Rote. Kata akal sering di gunakan
menggantikan dengan kata ‘tipu’ yang berarti menjalankan sebuah siasaat atau
strategi untuk menjebak lawan. Misalnya, dalam permainan sepak bola, ketika
seseorang mengiring bola dan membuat gerakan untuk mengelabui lawan, orang
Rote sering mengatakan: “Akal dia dulu” atau “Tipu dia dulu”. Namun banyak
orang cenderung menganggap otak Rote selalu berkonotasi negatif.
Fenomena yang sering terjadi bahwa mahasiswa suku lain cendrung menilai
orang Rote sebagai orang yang sering menipu atau biasa disebut “Putar Balek”.
Ungkapan Putar Balek (menipu) merupakan seutaian kata yang mengambarkan
kepada orang Rote sebagai orang tidak mau mengalah ataupun kalah. Walaupun
menurut orang lain atau suku lain dianggap salah. Bagi orang Rote salah atau benar
bukan menjadi prioritas yang paling penting kemenangan.
Streotipe yang kerap kali muncul mungkin bermula pada pengalaman pribadi,
asumsi-asumsi belaka atau hanya mendengar cerita dari teman ataupun orang-
orang sekitar. Misalnya ketika ada pembicaraan–pembicaraan atau berupa guyonan
antara teman sesama mahasiswa cendrung mengolok-olok seperti orang Rote yang
sering menipu yang biasa di sebut (putar balek).
Kesan-kesan yang kerap muncul pada mahasiswa Sosiologi yang berasal dari
suku lain sering menilai orang Rote sangat licik atau sering menipu. Dalam artian
suka menikam dari belakang atau bahkan pintar mengolah kata dan tindakan untuk
membenarkan diri orang Rote yang walaupun salah. Bisa dikatakan memutar balek
sahabat atau kerabat dalam sistuasi terdesak. Hal ini sepertinya telah diajarkan
nenek moyang yang sudah menjadi darah daging.
6
Streotipe menipu (putar balek) kerap di ucapakan para mahasiswa terhadap orang
Rote ataupun teman kerabatnya sesama suku yang sering mengada-ada. Maka,
sering di cap dengan guyonan kamu seperti “orang Rote saja, sering putar balek
makanya jangan bergaul dengan orang Rote”. Hal ini kerap sekali muncul
mengambarkan teman dekat yang sering menipu.
Harapannya bahwa pandangan buruk yang menilai orang Rote sering menipu
(putar balek) agar tidak terjadi lagi di kalangan mahasiswa Sosiologi. Tetapi ,
kenyataannya penilaian tersebut kerap sekali muncul dalam setiap topik
pembicaraan, baik berupa guyonan maupun dalam pembicaan serius antara
mahasiwa sesama suku ataupun terhadap orang Rote tersebut. Maka itu peneliti
menduga bahwa pandangan mahasiswa suku Sabu , Timor, Sumba, Alor, Flores
kerap sekali muncul dalam setiap topik pembicaan. Berdasarkan latar belakang di
atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Manusia “Putar Balek” (Tentang
Stereotipe Orang Rote Di Mata Suku Lainnya di Jurusan Sosiologi Universitas
Nusa Cendana).
7
Sesuai dengan rumusan penelitian diatas, maka tujuan penelitian yakni:
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan streotipe mahasiswa suku
Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores terhadap suku Rote di Jurusan Sosiologi
Universitas Nusa Cendana Kupang.
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan
pengembangan konsep dan teori ilmu sosial dan sebagai sumber
kepustakaan dalam ilmu sosial khususnya Sosiologi dan konsentrasi pada
sterotipe sosial suku lain terhadap Orang Rote.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat
bagi masyarakat secara umum terutama masyarakat yang berbeda etnis
terhadap stereotipe Orang Rote dari suku lain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
8
Penelitian terdahulu terdapat beberapa yang dipandang relevan dengan
objek yang diteliti. Berikut disajikan secara garis besar tentang penelitian yang
dilakukan :
9
balek) pada mahsiswa Jurusan Sosiologi Universitas Nusa Cendana
Kupang.
10
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan
memfokuskan pada stigma suku lain, Sabu, Alor, Sumba,Timor, Flores
terhadap Orang Rote, yang sering menggap bahwa orang rote sering
menipu (putar balek) pada mahsiswa Jurusan Sosiologi Universitas
Nusa Cendana Kupang
Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap etnis Rote
Komunikasi antarbudaya cenderung mengalami kemudahan jika pelaku
komunikasi yang berlainan budaya memiliki derajat persamaan dalam
persepsi, sebaliknya jika terdapat kesulitan dalam persamaan persepsi maka
komunikasi yang berlangsung tidak akan efektif dan menimbulkan
kecenderungan untuk menguatkan akan perbedaan kelompok (Abrams &
Hogg, 1988). Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa stereotip adalah citra
yang dimiliki sekelompok orang tentang sekelompok orang lainnya yang
berupa deskripsi dan biasanya dianggap overgeneralisasi seperti peneltian
yang dilakukan oleh (Kaumbur, 2013) kesan negatif dari masyarakat pada
individu maupun kelompok mahasiswa yang berasal dari Kupang dan
mahasiswa yang berasal dari Ambon.
Setelah kesan negatif pada kedua kelompok etnis ini maka stereotip
ini mulai digeneralisasikan pada etnis-etnis timur lainnya Stereotip muncul
karena dipelajari dari berbagai cara Secara umum bahwa stereotip memiliki
dua dimensi dasar yakni : Deskriptif dan Evaluatif. Dimensi deskriptif yang
dimaksud di sini adalah isi stereotip yang berupa sifat-sifat sedangkan
dimensi evaluatif menyangkut penilaian terhadap sifat-sifat tersebut dalam
arah positif atau negatif. (1) mengandung keyakinan stereotip ambivalen
(pertentangan) yang mencerminkan hubungan antara kelompok, (2)
11
meningkatkan persepsi stereotip perilaku negatif dan ekstrim, dan (3)
mempertahankan stereotip pemisahan antara in-groups ("kami") dan out-
group ("mereka") Operario dan Fiske (dalam Brown dan Gaertner, 2003).
Dimana dari hasil yang ditemukan pada thema yang dimunculkan oleh
subjek adalah meskipun ada streotipikal negatif terhadap orang Rote, setiap
subjek masih menjalin komunikasi serta kerjasama dengan orang rote
Operario dan Fiske (dalam Brown dan Gaertner, 2003). Sedangkan untuk
persepsi perilaku negatif yang di streotipkan setiap subjek tehadap etnis rote
sendiri antara lain: Licik, tindakan main hakim sendiri, sombong, mafia,
pemberani. Hal ini sesuai dengan yang dibahas oleh (Al Qadrie, 1999)
dimana streotip negatif yang dimunculkan oleh etnis Dayak terhadap orang
madura. Lebih lanjut, Hal ini menggambarkan bahwa stereotip
memanfaatkan kekhasan konsep negatif dan ekstrim yang disimpan dalam
representasi mental masyarakat, sehingga rentan terhadap proses kognitif
dengan kekhasan sifat sosial yang tidak diinginkan dari perilaku seseorang,
Fiske (dalam Brown & Gaertner, 2003).
12
Etnisitas adalah sebuah konsep kultural yang berpusat pada
pembagian norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, simbol, praktik praktik
kultural dan konservatisme dalam organisasi hubungan sosial
(Armstrong, 1986:104). Formasi kelompok etnik menyandarkan
dirinya pada pembagian entitas kultural yang dibangun di bawah
konteks sejarah, sosial, dan politik khusus yang mendorong perasaan saling
memiliki dan menciptakan mitos-mitos leluhur. Etnisitas mewujud
dalam bagaimana cara kita berbicara tentang identitas kelompok, tanda-
tanda dan simbol-simbol yang kita pakai mengidentifikasi
kelompok. Dengan demikian konsep etnisitas bersifat relasional,
berkaitan dengan identifikasi diri dan asal-usul sosial. Apa yang kita
pikirkan sebagai bukan kita; orang Bugis bukan orang Kaili, Sunda
bukan Jawa dan sebagainya. Konsekuensinya, etnisitas dipahami lebih
baik sebagai proses penciptaan batas-batas formasi dan ditegakkan
dalam kondisi sosio-historis yang spesifik (Barth, 1988)
Kata etnis sering dikacaukan dengan kata ras meskipun sudah jelas
bahwa kata ras mengacu pada ciri-ciri biologis dan genetik yang
membedakan seseorang dari orang lain dalam suatu kelompok masyarakat
yang lebih luas. Berdasrkan ciri-ciri ini, ditemukan pada umumnya semua
manusia dikelompokkan menjadi tiga jenis ras, yaitu Ras Caucasoid,
Negroid, dan Mongoloid. Kekacauan ini terjadi karena, perbedaan yang
sering terjadi pada kelompok-kelompok dalam suatu ras yang menyebabkan
kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang memiliki ciri-ciri yang
berbeda dan diperlakukan secara berbeda oleh anggota kelompok yang lebih
besar dalam kelompok ras tersebut (Ramsey, 2003). Artinya, dalam suatu
ras tertentu, bisa jadi terdapat beberapa kelompok yang lebih kecil yang
dipandang sebagai etnis tersendiri. Oleh krena itu, etnis tidak lagi selalu
dilihat dari sudut ras yang dimiliki suatu kelompok etnis.
Menurut Ratcliffe (2006) kelompok etnis memiliki kesamaan asal usul
dan nenek moyang, memiliki pengalaman atau pengetahuan masa lalu yang
sama, mempunyai identitas kelompok yang sama, dan kesamaan tersebut
tercermin dalam lima faktor, yaitu (1) kekerabatan, (2) agama, (3) bahasa,
13
(4) lokasi pemukinan kelompok, dan (5) tampilan fisik. Darity (2005)
mendefinisikan bahwa etnik adalah kelompok yang berbeda dari kelompok
yang lain dalam suatu masyarakat dilihat dari aspek budaya. Dengan kata
lain, etnik adalah kelompok yang memiliki ciri-ciri budaya yang
membedakannya dari kelompok yang lain. Ciri khas budaya yang
membedakannya dari kelompok etnis yang lain terlihat dalam aspek:
kekhasan sejarah, nenek moyang, bahasa dan simbol-simbol yang lain
seperti: pakaian, agama, dan tradisi.
Definisi diatas, pada dasarnya tidak berbeda, namun saling melengkapi.
Artinya, definisi tersebut menguraikan konsep etnis dengan intisari
penjelasan yang sama, dan perbedaan-perbedaan yang terdapat pada suatu
definisi tidak bertentangan dengan definisi lain, melainkan menjadi saling
melengkapi. Oleh karena itu, berdasarkan definisi diatas disarikan
pengertian etnis sebagai berikut: Etnis adalah kelompok yang terdapat
dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang khas yang
membedakannya dari etnis yang lain. Eksistensi kelompok dan kekhasan
kelompok disadari oleh setiap anggota etnis.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas Etnis dalam penelitian ini yaitu
Etnia Sabu,Alor,Sumbah,Flores dan Timor di Kampus Universitas Nusa
Cendana Jurusan Sosiologi.
A. Teori Dramaturgi
Dramaturgi merupakan sebuah istilah teater yang awalnya
dipopulerkan oleh Aristoteles. Aristoteles menggambarkan dramaturgi
14
sebagai sebuah ungkapan dalam artian seni. Hal ini berbeda dengan Erving
Goffman yang mendalami dramaturgi dari segi sosiologi (Nurhadi,
2015:56-57). Melalui teori dramaturgi yang dikembangkan oleh Goffman
ini nantinya akan menggali berbagai perilaku dalam interaksi antar manusia
dalam kehidupan sehari-hari yang menampilkan dirinya sendiri dengan
karakter orang lain yang berusaha ditampilkan sebagai sebuah drama
sehingga adanya manipulasi dalam menunjukan dirinya.
Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi sosial akan dimaknai sama dengan
pertunjukan drama. Manusia berperan sebagai seorang aktor. Dalam sebuah
peran yang ditampilkannya, manusia sebagai aktor akan berusaha mencapai
tujuannya dengan mengembangkan perilaku-perilaku yang dapat
menunjang dan mendukung perannya. Identitas yang ditampilkan dapat
berubah-ubah dan tidak stabil. Hal ini bergantung pada siapa manusia
tersebut melakukan interaksi. Seorang aktor pun dalam drama
kehidupannya harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukannya seperti
halnya setting, kostum, penggunaan kata (dialog), serta tindakan-tindakan
nonverbal lainnya. Sehingga sang aktor dapat meningkatkan kesan yang
baik pada lawan interaksinya. Dramaturgi merupakan sandiwara kehidupan
yang disajikan oleh manusia.
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman, sebuah peran yang
ditampilkan seorang aktor dibagi menjadi dua bagian. Goffman
menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Pada bagian depan (front) mencakup setting, penampilan diri (appearance),
dan peralatan untuk mengekspresikan diri. Sedangkan pada bagian belakang
(back) terdiri atas the self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk
melengkapi keberhasilan dalam menunjukan acting seorang aktor dalam
penampilan diri yang ada pada bagian depan (front).
Dalam teori ini, Goffman menggunakan kata “pertunjukan” untuk
merujuk pada argumennya. Teori ini berintikan pandangan bahwa dalam
interaksi manusia, setiap orang ingin mengelola pesan yang diharapkan
dapat tumbuh pada orang lain terhadapnya. Panggung pertunjukkan ini
15
terbagi menjadi dua yaitu bagian depan (front) dan bagian belakang (back)
panggung. Bagian depan yang dimaksudkan oleh Goffman (1959) di sini
merupakan hal-hal yang ditampilkan dan diperlihatkan kepada “penonton”.
Dengan kata lain, bagian depan ini berisikan apa yang dengan sengaja
diperlihatkan oleh seseorang kepada para penonton.
Bertumpu pada teori dramaturgi bahwa dalam interaksi orang rote
dengan etnis lain dalam kehidupan sehari –hari sering menampilkan dirinya
dengan memakai karakter orang lain yang sering beusaha untuk
menyembunyikan keasliannya dengan menampilkan yang bukan aslinya
atau kata lainya memanipulasi menunjukan keasliannya. Berkaitan dengan
itu orang rote cendrung menimupulasi segala sesuatu dalam kondisi tentu
baik secara sengaja ataupun tidak segaja yang dapat dianggap bahwa selalu
membuat drama yang mencoba menyebunyikan ke aslianya.
Selai itu Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi sosial akan dimaknai sama dengan
pertunjukan drama. Berhubungan dengan orang rote bahwa intekasi
sosialnya semacam menunjukan drama yang sering menipu (putar balek)
sahabat, kerabat, dan orang lain pada saat kondisi terdesak atau pada
situasi-situasi tertentu ataupun dalam hal bercanda gurau dengan kawan
yang selalu membuat drama. Manusia berperan sebagai seorang aktor.
Aktor yang dimaksud yaitu orang rote yang sering menipu (putar Balek)
yang selalu ditampilakan dalam berinteraksi atau dengan kata lainnya
mengelabui lawan dengan menipu agar mencapai yang diinginkan oleh
aktor.
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman, sebuah peran yang
ditampilkan seorang aktor dibagi menjadi dua bagian. Goffman
menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Berkaitan dengan orang rote sering memainkan dua peran yaitu dalam
interaksi sering menampilkan yang bukan aslinya dalam artian menipu
orang dengan berbagai cara seakan—akan apa yang ditampilkan depan
betul-betul aslinya, ternyata justru yang terjadi bahwa yang di bicarakan di
depan itu justru hanya drama belaka. Justru keaslianya ada dibelakang yang
16
memang berbeda yang dibicara didepannya. Hal ini dapat kita katakan orang
rote sering menjalankan dua peran.
B. Teori Labeling
17
Dalam teori labelling ada satu pemikiran dasar, dimana pemikiran
tersebut menyatakan “seseorang yang diberi label sebagai seseorang yang
devian dan diperlakukan seperti orang yang devian akan menjadi devian”.
Penerapan dari pemikiran ini akan kurang lebih seperti berikut “anak yang
diberi label bandel, dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi
bandel”. Atau penerapan lain “anak yang diberi label bodoh, dan
diperlakukan seperti anak bodoh, akan menjadi bodoh”. Bisa juga seperti
ini “Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar,
akan menjadi pintar”. Hal ini berkaitan dengan pemikiran dasar teori
labelling yang biasa terjadi, ketika kita sudah melabel seseorang, kita
cenderung memperlakukan seseorang sesuai dengan label yang kita berikan,
sehingga orang tersebut cenderung mengikuti label yang telah ditetapkan
kepadanya.
Terkadang pula banyak etnis lain yang yang melebelkan orang rote
sebagia orang yang menipu, dan licik suka mempermainkan kondisi yang
bukan faktanya. Lebel semcam ini terkadang menyamakan dengan idetitas
orang rote yang sering menipu. Selain itu cendrung pula terjadi bahwa
melebelkan keburukan orang rote secara keseluruhanya kepribadianya
bukan pada perilaku satu per satu. Lebel semacam inilah sering ditemukan
18
dalam konteks pembicaraan pada mahasiswa jurusan sosiologi Universitas
Nusa cendana kupang kepada orang rote yang sering menipu.
Teori dramaturgi
Teori Labeling
Orang Rote
Gambar kerangka berpikir.
BAB III
METODE PENELITIAN
19
Sebagaimana tujuan penelitian yang peneliti pilih untuk mengumpulkan
data adalah diskriptif kualitatif. Peneliti memilih diskriptif karena dalam penelitian
(Studi Tentang Stereotipe Orang Rote Di Mata Suku Lainnya) Bungin (2001: 48)
meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial
fenomena yang peneliti lakukan, untuk itu terdapat teknik-teknik untuk mencari
pemilihan tempat yang diteliti karena tempat penelitian akan menentukan arah
20
Alasan memilih lokasi adalah sebagai berikut :
2. Wilayah atau area penelitian merupakan area yang dapat dijangkau dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data-data
dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber baik melalui data dalam
1. Data primer
Data primer yaitu berupa data yang diperoleh langsung dari para informan
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen
yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait, catatan atau dokumen
diambil dari berbagai literatur, buku-buku, koran dan internet (Creswell, 2009).
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari
data, maka peneliti akan mendapatkan informasi dan data yang tidak memenuhi
21
standar yang ditetapkan”. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
1. Observasi
memperoleh dan mengumpulkan data. Proses kegiatan ini lebih ditekankan pada
ketelitian dan kejelian peneliti sendiri. Dalam observasi ini, peneliti melakukan
(Moleong:2010)
2. Wawancara Mendalam
oleh dua pihak antara pewawancara (interviewer) yang megajukan pertanyaan dan
3. Dokumentasi
22
Dalam melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan proses
adalah langkah awal dalam teknik pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti.
membagi temuan data yang diperoleh dari penelitian menjadi beberapa kategori
tertentu, sehingga data yang diperoleh lebih mudah dipahami untuk dianalisis..
sejumlah pertanyaan yang ada agar data yang dihasilkan diketahui kejelasan
sumbernya.
Daftar Pustaka.
Buku
23
Bungin, Burhan. 2003.’’Analisis Data Penelitian Kualitatif’. Jakarta: Pt Raja
Susetyo, Budi .2010. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian Dilengkapi Cara
Perhitngan dengan SPSS dan MS Office Excel. Bandung. Refika Aditama
Jurnal :
Radcliffe, J.C & Farentinos, R.C. 2006. Pliometrik untuk Meningkatkan Power.
Terjemahan M. Furqon H. dan Muchsin Doewes. Surakarta : Program
Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Scheid, Teresa L., Brown, Tony N. (2010). A Handbook for Study of Mental
Health: Social Contexts, Theories, and Systems 2nd Edition. New York:
Cambridge University Press.
UNAIDS. Global Report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013.
Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS; 2013.
24
Montero-Martin, Terese Garin-Munoz & Luis F (2007), “Tourism in Balaeric
Island: A Dynamic Model for International Demand Using Panel Data”.
Tourism Management, 27, 1224-1235.
Raymond Mandala Skripsi 2015. Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, Dan Alor
Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang. Stereotip Etnis Sabu, Sumba,
Timor, Dan Alor Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang Oleh Raymond
Mandala
Wanda Fitri 2017. Perempuan dan Perilaku Kriminalitas: Studi Kritis Peran
Stigma Sosial Pada Kasus Residivis Perempuan Institut Agama Islam
Negeri Imam Bonjol Padang, Indonesia
Wahyu Utami 2018. Pengaruh Persepsi Stigma Sosial Dan Dukungan Sosial
Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Narapidana Journal An-Nafs:
Vol. 3 No. 2 Desember 2018.
25