Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Fokus Konseling , Volume 3, No.

2 (2017), 95-107
ISSN Cetak : 2356-2102
ISSN Online : 2356-2099
DOI: https://doi.org/ 10.26638/jfk.387.2099

Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat


Ilmu Pengetahuan dalam Konseling
Juliana Batubara
Bimbingan dan Konseling UIN Imam Bonjol Padang
E-mail koresponden: julianabatubara2011@gmail.com

Abstract: This article is a study to understand the paradigm and philosophical foundations
of research in counseling and guidance. Research is believed to be one of the pillars of
science development. Simply scientific research is a consequence of human curiosity.
Philosophy is a parameter of ontology science, epistemology, axiology, rhetorical structure,
and methodology discussed throughout the paradigm of positivism, postpositivism,
constructivism-interpretivism, and perspective-criticism. In the sense of finding solutions,
discovering new things, explaining phenomena - correlation - comparability, repositioning
truth, finding critics - theories - assumptions, reductions of circumstances or conditions
change with expectations. Counseling research is expected to be able to explain, reposition,
critic, and find an investigative approach within the identified research paradigm. The
research will continue from various paradigms. In research guidance and counseling is an
activity that can prove the importance of counseling and guidance services.
Keywords: philosophy, qualitative research, guidance, counseling, paradigm

Abstrak: Artikel ini merupakan studi untuk memahami paradigma dan landasan filosofis
penelitian dalam bimbingan dan konseling. Penelitian diyakini menjadi salah satu pilar
pengembangan ilmu pengetahuan. Sederhananya penelitian ilmiah adalah konsekuensi dari
rasa ingin tahu manusia. Filsafat merupakan parameter ilmu ontologi, epistemologi,
aksiologi, struktur retoris, dan metodologi yang dibahas di seluruh paradigma penelitian
positivisme, postpositivism, konstruktivisme-interpretivisme, dan kritis-ideologi perspektif.
Dalam arti mencari solusi, menemukan hal-hal baru, menjelaskan fenomena - korelasi -
komparatif, reposisi kebenaran, temuan kritikus - teori - asumsi, pengurangan keadaan atau
kondisi berubah sesuai dengan harapan. Penelitian konseling diharapkan mampu untuk
menjelaskan, reposisi, kritikus, dan menemukan pendekatan penyelidikan dalam paradigma
penelitian yang diidentifikasi. Penelitian akan melanjutkan dari berbagai paradigma. Dalam
bimbingan dan konseling penelitian merupakan kegiatan yang dapat membuktikan
pentingnya layanan bimbingan dan konseling.
Kata kunci: filsafat, penelitian kualitatif, bimbingan, konseling, paradigm

Artikel diterima: 14 Juni 2017; direvisi: 17 Juli 2017; disetujui: 26 Agustus 2017

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Tersedia online di : http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus

95
Juliana Batubara …

1. PENDAHULUAN menemukan fakta baru, 2) memverifikasi


dan menguji fakta-fakta lama, 3)
Manusia dianugerahi oleh
menganalisis urutan dan saling hubungan
Penciptanya suatu naluri yang yang
(interrelasi) antara berbagai fakta dalam
berbeda dari makhluk-makhluk lain, yaitu
kerangka acuan teoritis yang sesuai, 4)
naluri ingin mengetahui. Keinginan untuk
menemukan penjelasan tentang hubungan
mengetahui itu diwujudkan dalam
kausal, dan 5) mengembangkan alat-alat,
berbagai upaya memperoleh
konsep-konsep, teori-teori yang bisa
pengetahuan. Obyek pengetahuan itu
memberikan kemungkinan dilakukannya
sendiri bermacam-macam, diantaranya
pengkajian terhadap perilaku manusia
ada yang tidak terkait dengan dunia
(Ali, 2010; Bryman,2008).
empirik dan ada yang terkait dengan
Dalam keilmuan bimbingan dan
dunia empirik. Cara manusia memperoleh
konseling (BK), untuk mewujudkan jati
pengetahuan khususnya tentang alam
diri keilmuan BK salah satu caranya
semesta itu bermacam-macam.
adalah dengan riset. Aspek philosophi,
Diantaranya ada yang dilakukan melalui
method, evidence, validity, dan reliability
pengkajian terhadap ajaran-ajaran agama,
menjadi sesuatu yang terus dipertanyakan
melalui filsafat dan ada pula yang
dalam riset BK. Ilmuwan, akademisi dan
dilakukan melalui riset ilmiah (scientific
praktisi BK memahami bahwa keilmuan
research).
bimbingan dan konseling bersifat dinamis
Riset ilmiah dilakukan untuk
dan terus berkembang. Walaupun sekedar
menemukan, merevisi, atau menguji
pernyataan konsepsi yang bersifat
substansi dan aplikasi berbagai teori
spekulatif setidaknya sampai saat ini
ilmiah (Herlnick, 2001; Punch,1998).
keadaan tersebut masih dapat dirasakan.
Maksud dilakukannya riset ilmiah ini
Karena bimbingan dan konseling
bukan hanya terbatas untuk cabang-
dibangun dari berbagai ilmu-ilmu dasar
cabang sains alamiah (natural sciences)
yang dinamis, maka selamanya
saja, tetapi juga untuk cabang sains yang
perubahan dan dinamika yang terjadi
lain, termasuk sains perilaku dan sosial
akan ikut mempengaruhi perkembangan
(behavioral and social sciences). Secara
keilmuan bimbingan dan konseling.
lebih eksplisit, maksud dilakukannya riset
perilaku dan sosial adalah untuk: 1)

96
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat ……

Berbicara landasan filosofis maka dapat membantu merubah kondisi apa


tidak akan lepas dari tiga hal yakni adanya (what it is) kepada bagaimana
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Jika seharusnya (what should be)
dikaitkan dengan riset maka landasan (Kartadinata, 2005). Melalui riset dapat
filosofis riset akan membahas ontologi, membawa diri seorang peneliti pada cara
epistemologi, dan aksiologi dari kegiatan pandang yang lebih luas, lebih bijak, baik
riset. Hakikat kegiatan riset adalah terkait dengan keilmuan yang ditekuni
mencari, membuktikan dan menguji atau pun fenomena lainnya. Ada peneliti
kebenaran untuk membangun yang menekuni riset sebagai jalan hidup
pengetahuan. Dengan demikian ontologi karena ketertarikannya pada
riset akan berbanding lurus dengan pengembangan ilmu dan riset. Sebuah
hakikat ilmu itu sendiri, maka ontologi riset bahkan menjadi tolak ukur untuk
riset adalah kebenaran. McLeod (2013) menunjukkan eksistensi, dan bahkan
menyatakan bahwa riset dapat menjadi kualitas personal dan
memberikan kontribusi pemahaman yang institusional.
lebih baik terhadap suatu kejadian dan
2. PEMBAHASAN
proses yang dialami antara konselor dan
konseli, serta memungkinkan praktisi Penelitian Kualitatif
dapat belajar dari apa yang dilakukan Penelitian kualitatif merupakan
oleh orang lain. Riset juga dapat suatu pendekatan dalam melakukan riset
memunculkan sikap kritis terhadap apa yang berorientasi pada fenomena atau
yang telah dilakukan oleh konselor gejala yang bersifat alami. Pelaksanaan
sekaligus menjadi masukan untuk riset ini bersifat mendasar atau membumi
meningkatkan kualitas layanan yang dan bersifat naturalistik atau alami.
diberikan oleh konselor. Dengan istilah lain, riset semacam ini
Riset dalam bimbingan dan sering disebut dengan Naturalistic
konseling merupakan pilar penyangga Inquiry, Field Study, atau studi
dan penyedia informasi untuk memberi observasional. Oleh karena itu tidak
jawaban kepuasan kepada pengguna jasa, dapat dilakukan di laboratorium,
atau informasi terkait kelemahan dan melainkan di lapangan.
kekuatan layanan yang telah Penelitian kualitatif merupakan
dilaksanakan (Yusuf A. M., 2005). penelitian yang lebih mengutamakan
Informasi dari hasil riset diharapkan pada masalah proses dan makna/persepsi,

97
Juliana Batubara …

di mana penelitian ini diharapkan dapat Penelitian kualitatif dimulai dengan


mengungkap berbagai informasi kualitatif asumsi dan penggunaan kerangka
dengan deskripsi-analisis yang teliti dan penafsiran/ teoritis yang membentuk atau
penuh makna, yang juga tidak menolak mempengaruhi studi tentang
informasi kuantitatif dalam bentuk angka permasalahan riset yang terkait dengan
maupun jumlah. Pada tiap-tiap obyek makna yang dikenakan oleh individu atau
akan dilihat kecenderungan, pola pikir, kelompok pada suatu permasalahan sosial
ketidakteraturan, serta tampilan perilaku atau manusia. Pendekatan riset ini pada
dan integrasinya sebagaimana dalam mulanya lebih banyak digunakan dalam
studi kasus genetik (Muhadjir, 1996). berbagai riset antropologi dan etnografi
Penelitian kualitatif suatu aktivitas (Dove, 2002), namun pada
yang berlokasi menempatkan penelitinya perkembangan berikutnya menjadi
di dunia. Penelitian kualitatif terdiri dari populer, terutama dalam bidang psikologi
serangkain praktik penafsiran material sosial dan sosiologi.
yang membuat dunia menjadi terlihat.
Landasan Filsafiah
Praktik-praktik ini mentransformasi
Riset pada dasarnya merupakan
dunia. Mereka mengubah dunia menjadi
suatu metode dalam penemuan sains yang
serangkaian representasi yang mencakup
juga dikenal dengan metode ilmiah atau
berbagai catatan lapangan, wawancara,
scientific method. Dalam perspektif
percakapan, foto, rekaman dan catatan
filsafat, metode ilmiah merupakan bagian
pribadi. Dalam hal ini, penelitian
dari filsafat sains. Filsafat sains
kualitatif melibatkan suatu pendekatan
merupakan analisis tentang prosedur dan
penafsiran yang naturalistic terhadap
logika mengenai penjelasan-penjelasan
dunia. Hal ini berarti bahwa para peneliti
ilmiah (Leatherby and Bywaters, 2007).
kualitatif mempelajari benda-benda di
Analisis dalam filsafat sains difokuskan
lingkungan alamiahnya, berusaha untuk
pada:1) Ciri-ciri yang membedakan
memaknai atau menafsirkan fenomena
antara temuan-temuan ilmiah dan bentuk-
dalam sudut pandang makna-makna yang
bentuk temuan lain, 2) Langkah-langkah
diberikan oleh masyarakat kepada
yang sebaiknya ditempuh dalam
mereka (Denzin & Lincoln, 2011).
berupaya memperoleh temuan-temuan
tentang alam, 3) Syarat-syarat yang harus

98
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat ……

dipenuhi bagi suatu penjelasan ilmiah Riset tidak hanya terfokus pada alat
yang dianggap benar, 4) Status kognitif yang digunakan dalam penelitian tetapi
dari hukum-hukum dan prinsip-prinsip tergantung pada filsafat yang
ilmiah. melatarbelakangi riset yang dilakukan
Riset sebagai suatu metode yaitu koherensi antara ontologi,
ilmiah, merupakan suatu cara untuk epistemologi, aksiologi dan metodologi
melakukan penemuan sains dengan jalan yang digunakan oleh peneliti. Hal ini
menginvistigasi proposisi tentang senada dengan (Creswell, 2009; Burrell
hubungan antara berbagai fenomena dan Morgan, 1979; Guba & Lincoln,
yang dilakukan secara sistematis, 1988; Ponterotto, 2002) asumsi filosifis
terkontrol, empiris dan kritis. Riset riset pada umumnya berkaitan dengan
harus dilakukan berdasarkan prinsip empat keyakinan yaitu ontologi (watak
berpikir logis dan dilakukan secara dari realitas), epistimologi (apa yang
berulang mengingat penelitian tidak dianggap sebagai pengetahuan dan
pernah berhenti pada satu titik waktu bagaimana klaim pengetahuan itu
tertentu (Lincoln dan Guba 1986). diafirmasi), aksiologi (peran dari nilai
Dalam berpikir logis, seorang dalam riset) dan metodologi (proses
peneliti harus mampu riset).
menggabungkan teori/ide yang ada
Ontologi Riset
dengan fakta di lapangan
Ontologi adalah asumsi yang
dan dilakukan secara sistematis. Jadi,
penting tentang inti dari fenomena
dapat dikatakan bahwa riset
dalam penelitian. Ontologi ini sangat
merupakan proses yang dilakukan
beririsan dengan ontologi ilmu, jika riset
secara sistematis untuk menghasilkan
mencari dan menemukan, maka hasil
pengetahuan (knowledge), yang
riset adalah alat yang membangun ilmu
ditandai dengan dua proses yaitu: 1)
dalam menjelaskan dan mendeskripsikan
proses pencarian yang tidak pernah
kebenaran. Tentunya kebenaran yang
berhenti, dan (2) proses yang
dilandasi pada dalil-dalil yang dapat
sifatnya subyektif karena topik riset,
dipertanggungjawabkan, baik dalil ilmiah
model riset, obyek riset dan alat
dan mungkin juga dalil-dalil teologis.
analisisnya sangat tergantung pada
Pertanyaan dasar tentang ontologi
faktor subyektifitas si peniliti (Lincoln
menekankan pada apakah “realita”
dan Guba, 1986).

99
Juliana Batubara …

yang diteliti objektif ataukah “realita” pengalaman mereka secara berbeda-beda


adalah produk kognitif individu. Oleh (Moustakas dalam Creswell, 2015).
karena itu ontologi dibedakan Atmoko (2009) menyatakan
antara realisme (yang menganggap ontologi keilmuan bimbingan dan
bahwa dunia sosial ada secara konseling itu berpusat pada hubungan
independen dari apresiasi individu) bantuan “helping relationship”. Helping
dan nominalisme (yang menganggap bah relationship adalah hubungan profesional
wa dunia sosial yang berada di luar antar dua individu atau lebih. Jika
kognitif individu berasal dari sekedar dikaitkan dengan riset, maka riset
nama, konsep dan label yang bimbingan dan konseling akan menggali
digunakan untuk menyusun realita. dan mengkaji hal-hal terkait dengan
Ketika para peneliti melaksanakan helping relationship. Riset bimbingan dan
penelitian kualitatif, mereka menganut konseling akan menyelidiki hubungan
ide tentang beragam realitas. Para peneliti antara konselor dan konseli dipandang dari
yang berbeda menganut realitas yang berbagai aspek untuk mencapai
berbeda pula. Hal ini juga berlaku pada kemandirian konseli (Shertzer & Stone,
individu-individu yang sedang diteliti. 1966; Jones, 1963; Chisholm, 1950).
Ketika mempelajari individu, para Riset bimbingan dan konseling
peneliti kualitatif melaksanakan studi tidak akan lepas dari pandangan filosofi
yang bertujuan untuk melaporkan terhadap manusia (individu) itu sendiri.
beragam realitas ini. Bukti dari beragam Manusia dengan segala keunikan dan
realitas tersebut mencakup penggunaan kompleksitasnya baik dalam aspek psikis,
berbagai bentuk bukti dalam bentuk tema non psikis serta berbagai seting
yang menggunakan kata-kata aktual dari kehidupannya agar mampu untuk
individu yang berbeda dan menyajikan mengenal diri dan lingkungan, mampu
perspektif yang berbeda. Sebagai contoh untuk menerima diri dan lingkungan secara
ketika para penulis menyusun riset positif dan dinamis, mampu mengambil
fenomenologis, mereka akan melaporkan keputusan, mampu mengarahkan diri dan
bagaimana idividu-individu yang mamapu untuk mewujudkan diri.
berpartisipasi dalam riset tersebut melihat

100
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat ……

Epistimologi Riset dirinya dan mereka yang sedang diteliti


BK merupakan bidang ilmu yang bahkan jika memungkinkan si pneliti
terkait dengan objek ilmu yakni manusia, untuk tinggal berdekatan dengan objek
bukan benda semata, yakni objek yang yang akan diteliti.
memiliki nilai-nilai, cara pikir, norma dan
Aksiologi Riset
budaya yang mengandung “kebenaran”
Asumsi aksiologi menjadi ciri lain
yang mereka yakini. Proses pencarian
dalam penelitian kualitatif. Bagaimana
kebenaran keilmuan BK perlu dilakukan
seorang peneliti mengimplementasikan
dengan menggunakan kemampuan
asumsi ini dalam praktik sesungguhnya.
pikir/logika yang mengikuti hukum
Tuntutan global menuntut riset di
sebab-akibat secara rasional. Dengan
Indonesia masih perlu untuk
asumsi epistimologis ini peneliti berusaha
mengakomodir budaya barat. Selama
untuk sedekat mungkin dengan para
proses indegenous dan indigenisasi maka
partisipan yang dipelajari. Oleh
akultarasi keilmuan dirasa masih perlu
karenanya, fakta subjektif disusun
dilakukan. Oleh karena itu keilmuan
berdasarkan pada pandangan individual.
bimbingan dan konseling di Indonesia
Maka dari itu penting untuk
harus terus dikembangkan, dan perlu
melaksanakan studi di lapangan, dimana
memperbaharui pengetahuan yang
para partisipan beraktivitas, hidup dan
bersumber dari berbagai negara didunia.
bekerja.
Riset dapat menjangkau masa lalu
Kehidupan dan pekerjaan
dengan mengkaji ulang dasar-dasar
merupakan konteks penting untuk
keilmuan bimbingan dan konseling
memahami apa yang dikatakan oleh
dimasa lalu. Tujuannya untuk menguji
partisipan. Semakin lama seorang peneliti
relevansi teori/pendapat/konsep, tingkat
tinggal di “lapangan” atau berusaha untuk
kebenaran atau bahkan dapat membantah
mengenali para partisipan, semakin
pendapat dimasa lalu. Dengan
banyak ia “mengetahui apa yang mereka
mempelajari literatur asing akan
ketahui” dari informasi tangan pertama.
membuka wacana baru dalam
Contohnya seorang anak yang selalu
pengembangan keilmuan. Semakin
datang terlambat masuk sekolah.
kompleks dasar keilmuan yang dibangun,
Sebaiknya peneliti berusaha untuk
dikembangkan dan diuji melalui riset,
meminimalkan “jarak” atau “keterpisahan
harapannya akan meningkatkan
objektif” (Guba & Lincoln, 1988) antara

101
Juliana Batubara …

efektifitas, manfaat dan nilai layanan Paradigma


bimbingan dan konseling. Hasil-hasil Paradigma merupakan perspektif
riset akan lebih dirasakan oleh pengguna riset yang digunakan peneliti yang berisi
(konselor) di lapangan dalam berbagai bagaimana cara pandang (world views)
seting kehidupan. peneliti melihat realita, bagaimana
mempelajari fenomena, cara‐cara yang
Metodologi
digunakan dalam penelitian dan cara‐cara
Metodologi merupakan asumsi
yang digunakan dalam
tentang bagaimana seseorang berusaha
menginterpretasikan temuan. Dalam
untuk menyelidiki dan mendapat
konteks desain penelitian, pemilihan
pengetahuan tentang dunia yang akan
paradigma penelitian menggambarkan
diteliti. Metodologi memiliki ciri-ciri
pilihan suatu kepercayaan yang
induktif yang dipengaruhi oleh
akan mendasari dan memberi pedoman
pengalaman peneliti dalam
seluruh proses penelitian. Paradigma
mengumpulkan dan menganalisa data.
penelitian menentukan masalah apa yang
Logika yang diikuti seorang
dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat
peneliti bersifat induktif. Terkadang
diterimanya.
pertanyaan riset berubah ditengah jalan
Patton (1980) menyatakan bahwa
untuk dapat merefleksikan secara lebih “A paradigm is a world view, a
baik berbagai jenis pertanyaan yang general perspective , a way of
breaking down the complexity of
dibutuhkan untuk memahami the real world. As such, paradigms
permasalahan riset. Maka dari itu, strategi are deeply embedded in the
socialization of adherents and
pengumpulan data yang direncanakan practitioners: paradigms tell them
sebelum penelitian perlu dimodifikasi what is important, legitimate, and
reasonable. Paradigms are also
untuk menyesuaikan diri dengan normative, telling the practitioner
pertanyaan-pertanyaan yang baru what to do without the necessity of
long existential or epistemological
tersebut. Selama analisis data, peneliti consideration. But it is this aspect
mengikuti tahap-tahap tertentu untuk of paradigms that constitutes both
their strength and their weakness-
mengembangkan pengetahuan yang their strength in that it makes
semakin detail tentang topik yang sedang action possible, their weakness in
that the very reason for action is
dipelajari. hidden in the unquestioned
assumptions of the paradigm.”

102
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat ……

bersifat interaktif. Oleh karena itu perlu


Bogdan dan Biklen (1982)
menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu
menyatakan “A paradigma is a set
of basic assumptions regarding the penggunaan bermacam – macam metode,
subject matter, the purpose and
sumber data dan data.
nature of the study materials to be
studied”. Selanjutnya (Filstead Postpositivisme memiliki ciri-ciri
dalam Ponterotto, 2005) "A
reduksionistis, logis, empiris berorientasi
paradigm can be defined as a “set
of interrelated assumptions about sebab dan akibat, dan deterministis
the social world which provides a
berdasarkan pada teori a priori.
philosophical and conceptual
framework for the organized study Pendekatan ini sering digunakan oleh
of that world”.
para peneliti yang telah terlatih dalam
Berdasarkan pendapat para ahli di riset kuantitatif. Peneliti postpositivisme
atas dapat penulis simpulkan bahwa melihat penelitian sebagai serangkaian
paradigma adalah acuan yang menjadi langkah yang terhubung secara logis,
dasar bagi setiap peneliti untuk meyakini keragaman, perspektif dari para
mengungkapkan fakta – fakta melalui partisipan daripada satu realitas tunggal
kegiatan penelitian yang dilakukannya. dan mendukung metode pengumpulan
Pemilihan paradigma dalam riset dan analisis data yang tepat dan teliti.
memiliki implikasi terhadap pemilihan Dalam hal ini peneliti menggunakan
metodologi dan metode pengumpulan beragam level analisis data demi
dan analisis data. ketepatan dan ketelitian, menggunakan
Paradigma dalam penelitian berbagai program komputer untuk
kualitataif (Creswell, 2009; Ponterotto, mendukung analisis, mendorong
2005) terdiri dari Postpositivism, pendekatan-pendekatan validitas, dan
Constructivism–Interpretivism dan Criti- menulis studi-studi kualitatif dalam
cal–Ideological. bentuk laporan ilmiah dengan suatu
struktur yang menyerupai artikel

Postpositivism kuantitatif (Denzin & Lincoln, 2005).


Paradigma postpositivisme
Constructivism–Interpretivism
berpendapat bahwa peneliti tidak bisa
Paradigma ini memandang bahwa
mendapatkan fakta dari suatu kenyataan
kenyataan itu hasil konstruksi atau
apabila si peneliti membuat jarak
bentukan dari manusia itu sendiri.
(distance) dengan kenyataan yang ada.
Kenyataan itu bersifat ganda, dapat
Hubungan peneliti dengan realitas harus
103
Juliana Batubara …

dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Critical–Ideological.


Kenyataan ada sebagai hasil bentukan Critical–Ideological memandang
dari kemampuan berpikir seseorang. bahwa kenyataan itu sangat berhubungan
Pengetahuan hasil bentukan manusia itu dengan pengamat yang tidak dapat
tidak bersifat tetap tetapi berkembang dipisahkan satu sama lain serta nilai –
terus. Penelitian kualitatif berlandaskan nilai yang dianut oleh pengamat tersebut
paradigma constructivism yang turut mempengaruhi fakta dari kenyataan
berpandangan bahwa pengetahuan itu tersebut. Paradigma critical–ideological
bukan hanya merupakan hasil ini sama dengan paradigma
pengalaman terhadap fakta, tetapi juga postpositivisme yang menilai realitas
merupakan hasil konstruksi pemikiran secara kritis. Para peneliti critical–
subjek yang diteliti. Pengenalan manusia ideological perlu menyadari kekuatan
terhadap realitas sosial berpusat pada mereka terlibat dalam dialog dan
subjek dan bukan pada objek, hal ini menggunakan teori untuk menafsirkan
berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan atau menjelaskan aksi sosial (Madison,
hasil pengalaman semata, tetapi 2005).
merupakan juga hasil konstruksi oleh Dalam praktik penelitian, critical–
pemikiran. ideological dapat ditelusuri melalui
Tujuan dari constructivism adalah berbagai bentuk konfigurasi metodologi
untuk bersandar sebanyak mungkin pada yang dianutnya. Seorang peneliti yang
pandangan dari para partisipan tentang menganut paradigma ini dapat merancang
situasi tertentu. Sering kali makna-makna misalnya studi etnografi yang akan
subjektif ini dinegosiasi secara sosial dan mengubah cara berpikir masyarakat,
historis. Dengan kata lain ragam realitas mendorong masyarakat untuk
dibangun melalui interaksi dalam berinteraksi, membentuk jaringan,
kehidupan sosial dan melalui norma- menjadi aktivis, dan membentuk berbagai
norma historis dan kultural yang berlaku kelompok berorientasi aksi, dan
dalam kehidupan individu tersebut. membantu individu untuk mempelajari
Peneliti menciptakan secara induktif kondisi kehidupan mereka sendiri
mengembangkan teori atau pola makna (Madison, 2005; Thomas, 1993).
(Creswell, 2015).

104
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat ……

Tujuan akhir dari studi ini dapat treatment, aplikasi, alat, teknologi,
berupa penyusunan teori sosial, yang oleh perangkat dan lain sebagainya.
Marrow dan Brown (1994) didefinisikan Ketiga area yang menjadi arah riset
sebagai “hasrat untuk memahami dan, bimbingan dan konseling diatas dapat
dalam sebagian kasus, mentransformasi digambarkan sebagai berikut:
(melalui praksis) tatanan dasar dari
kehidupan sosial, yaitu berbagai
hubungan sosial dan sistematik yang
membentuk masyarakat”. Fundamental Skills
Research Development

Area Riset dalam Bimbingan dan Tools


Development:
Konseling Intervention
Strategy,
Technology etc
Dari analisis yang dilakukan,
penulis mencoba merumuskan konsepsi
Gambar 1. Research Area in Guidance
yang bersifat kontemplatif terhadap area and Counseling
riset dalam Bimbingan dan Konseling.
Ketiga area riset ini saling
Setidaknya ada tiga area yang menjadi
bersinggungan dan berhubungan satu
arah riset bimbingan dan konseling
sama lain. Karena sangat mungkin dari
sebagai berikut:
sebuah fundamental research
a. Fundamental research; yakni riset-
memunculkan gagasan riset berikutnya.
riset yang mengkaji teori dan
Riset lanjutan bisa ke arah skills
pengembangan teori/konsep-konsep
development atau tools development atau
baru yang lebih mutakhir.
sebaliknya. Hal ini sangat dimungkinkan
b. Skills development; yakni riset-riset
karena setiap area riset bisa mengawali
yang mengkaji, menguji dan
arah riset berikutnya.
mengembangkan hal-hal terkait
keterampilan-keterampilan dan pribadi 3. KESIMPULAN
konselor dalam memberikan
Penelitian kualitatif adalah jenis
melaksanakan layanan bimbingan dan
penelitian yang menghasilkan penemuan-
konseling.
penemuan yang tidak dapat dicapai
c. Tools development; yakni riset-riset
(diperoleh) dengan menggunakan
yang mengkaji, menguji dan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara
mengembangan strategi intervensi,
lain dari kuantifikasi (pengukuran).

105
Juliana Batubara …

Paradigma adalah pandangan Heinemann Educational Books,


London.
mendasar mengenai pokok persoalan,
Chisholm, L.L .(1950). Guiding Youth In
tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Secondary School. New York:
American Book Company.
Dalam suatu paradigma terkandung
Creswell, J.W. (2009). Research Design:
sejumlah pendekatan. Dalam suatu Qualitative and Quantitative
approach. Thousand Oaks, CA:
pendekatan terkandung sejumlah metode.
Sage.
Dalam suatu metode terkandung Creswell, J.W. (2015). Penelitian
Kualitatif & Riset. Yogyakarta:
sejumlah teknik. Sedangkan dalam suatu
Pustaka Pelajar.
teknik terkandung sejumlah cara dan Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (2005).
The Sage handbook of qualitative
piranti. Paradigma dalam penelitian
research. Thousand Oaks, CA:
kualitatif terdiri atas tiga, antara lain: Sage.
Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (2011).
Postpositivisme, Constructi- vism-
Introduction: The discipline and
Interpretivism, dan Critical–Ideologi- practice of qualitative research. The
Sage handbook of qualitative
cal.
research. Thousand Oaks, CA:
Sage.
4. DAFTAR PUSTAKA Dove, M.R. (2002). Ethno Methodology
in the Development Studies.
Ali, M. (2010). Metodologi dan Aplikasi London: Routledge & Kegan Paul.
Riset Pendidikan. Bandung: Guba, E.G., & Lincoln, Y.S. (1988). Do
Penerbit Pustaka Cendekia. inquiry paradigms imply inquiry
Atmoko, A. (2009). Penerapan ICT methodologies?. D.M Fetterman
dalam Pengembangan Keilmuan (Ed.), Qualitative approaches to
Bimbingan dan Konseling. Seminar evaluation in education. New York:
Nasional: Revitalisasi Keilmuan Praeger.
Bimbingan dan Konseling dalam Herlnick, P. D. (2001). Methods for
Pendidikan. Bandung: : Universitas Behavioral Research: A Systematic
Pendidikan Indonesia. Approach. Thousand Oaks, CA:
Bogdan, R.C., and Biklen, S.K., (1982). Sage Publication.
Qualitative Research for Jones, A.J. 1963. Principles of Guidance.
Education: An Introduction to New York: McGraw- Hill Book
Theory and Methods. Boston, MA: Company.
Allyn and Bacon, Inc. Kartadinata, S. (2005). Standarisasi
Bryman, A. (2008). Social Research Profesi Bimbingan dan Konseling.
Methods. Oxford, NY: Oxford Konvensi Nasional XIV dan
University Press. Kongres Nasional X ABKIN.
Burrell, G dan G. Morgan. (1979), Semarang.
Sociological Paradigms and Leatherby, G., P. & Bywaters. (2007).
Organisational Analysis: Elements Extending Social Research:
of The Sociology of Corporate Life. Application, Implementation, and

106
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat ……

Publication. New Yor, NY: Open


University Press.
Lincoln, Y.S., and Guba, E.G. (1986).
Naturalistic Inquiry. Beverly Hills,
CA: SAGE Publication.
Madison, D.S. (2005). Critical
ethnography: Methods, ethics, and
performance. Thousand Oaks, CA:
Sage.
McLeod, J. (2013). An Introduction to
Counseling. New York: Open
University Press.
Morrow, R.A, & Brown, D.D (1994).
Critical theory and methodology.
Thousand Oaks, CA: Sage.
Muhadjir, Noeng. (1996). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
Patton, M.Q. (1980). Qualitative
Evaluation Methods. Beverly Hills,
CA: Sage.
Ponterotto, J. G. (2002). Qualitative
research methods: The fifth force in
psychology. The Counseling
Psychologist, 30, 394–406. doi:
https://doi.org/10.1177/0011000002
303002
Ponterotto, J. G. (2005). Qualitative
Research in Counseling
Psychology: A Primer on Research
Paradigms and Philosophy of
Science. The Counseling
Psychologist, 2, 126-136. doi:
10.1037/0022-0167.52.2.12
Punch, K.F, (1998). Introduction to
Social Research: Quantitative &
Qualitative Approach. Thousand
Oaks, CA: Sage Publication.
Shertzer, B & Stone S.C. (1966).
Fundamental of Guidance. Boston:
Houghton Mifflin Company.
Thomas, J. (1993). Doing critical
ethnography. Newbury Park, CA:
Sage.
Yusuf, A. M. (2005). Riset, Evaluasi dan
Akuntabilitas dalam Bimbingan
dan Konseling. Konvensi Nasional
XIV dan Kongres Nasional X
ABKIN. Semarang.

107

Anda mungkin juga menyukai