Disusun oleh:
20184010129
Diajukan Kepada:
2020
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Disusun Oleh :
20184010129
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. P
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wonorejo, Sanden , Bantul
Pekerjaan : Mahasiswa
Berat badan : 52 kg
Diagnosis : Fraktur Colles Sinistra
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Nyeri pada pergelangan tangan kiri
4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal
5. Kesimpulan Evaluasi Pra Anes
YA TIDAK
Hilangnya gigi V
Masalah mobilisasi leher V
Leher pendek V
Batuk V
Sesak nafas V
Nyeri dada V
Denyut jantung tidak normal V
Kejang V
Merokok V
Alergi ( debu dan dingin ) V
Stroke V
Pingsan V
Muntah V
Sedang hamil V
Periode menstruasi tidak normal V
Susah kencing V
Obesitas V
Hipertensi V
Gigi palsu V
Diabetes mellitus V
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Cukup
2. Kesadaran
Compos mentis, GCS 15
3. Tanda Vital
Suhu badan : 36,5 0C
Frekuensi nadi : 78 x/menit
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Skor nyeri :3
4. Status Generalis
a. Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-)
- Hidung : Discharge (-), deformitas (-), perdarahan (-)
- Telinga : Simeris kanan dan kiri, deformitas (-)
- Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, gusi bedarah
(-), faring hiperemis (-)
b. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), nyeri (-), peningkatan JVP (-), leher
jarak pendek (-), tyromandibular >6,5 cm, pergerakan leher bebas
c. Thorax
1) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Midclavikula kiri
2) Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
d. Abdomen :
Inspeksi : Tidak ada jejas, tinggi abdomen tidak melebihi
tinggi dada, tidak tampak pulsasi, tidak tampak ascites
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio iliaca dextra, massa (-),
hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
e. Ekstremitas :
Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), kelemahan anggota
gerak (-/-), kekuatan otot (5/5), CRT < 2 detik
Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-), kelemahan anggota
gerak(-/-), kekuatan otot (5/5), CRT < 2 detik
5. Pemeriksaan khusus
Tinggi bada : 162 cm
Berat badan : 52 kg
Buka mulut : 3 jari
Jarak thyromental : 3 jari
Mallampati : II
Gerakan leher : Bebas
Keadaan Umum : Baik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
IMUNOLOGI
HBSAg Negatif Negatif Index
GOLONGAN O
DARAH
FUNGSI GINJAL
E. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis pre operasi : Fraktur Colles Sinintra
b. Puasa 8 jam sebelum operasi ( mulai tanggal 9 Januari 2020 pukul 24.00
WIB ).
2. Anestesi
Injeksi Propofol 40 mg
Pemeliharaan : O2
Injeksi Ketorolac 30 mg
Perdarahan : ± 50 cc
Urin output : 0 cc
3. Monitoring Intraoperatif
Menit ke- Sistole Diastole Pulse (x/ SpO2 Obat yang diberikan
(mmHg) (mmHg) m) (%)
0 (09.50) 122 71 90 100 -
5 (09.55) 112 78 85 100 Injeksi Ondancetron 4 mg
dan Ketorolac 30 mg
10 (10.00) 120 78 82 100 -
15 (10.05) 118 72 88 100 Selesai Operasi
20 (10.10) 118 76 87 100 -
4. Post Anestesi
a. Maintanance operasi
B1 ( Breathing ) : RR 16 - 22 x/menit
terkontrol
B4 ( Bladder ) : 0 cc
1) Tanda vital
Saturasi : 100 %
Skala nyeri :0
Skor
aldrate Jam I Jam II Jam III Jam IV
Kesadaran 1 1
Sirkulasi 2 2
Pernafasan 2 2
Aktivitas 2 2
Warna kulit 2 2
TOTAL 9 9
Posisi : Supine
Infus : Ringer laktat 20 tpm
Antibiotik : Sesuai dr. Operator
Analgetik : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 18.00
Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 18.00
Lain-lain : - Awasi Vital sign dan KU
- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-),
coba minum makan perlahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O.
TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut
Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam
anestesi yaitu :
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari
obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat
anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang
mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling
lengkap.
Kelebihan TIVA 1,2 :
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada
operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
CARA PEMBERIAN
1. Sebagai obat tunggal :
Induksi anestesi
Operasi singkat: cabut gigi
2. Suntikan berulang :
Sesuai kebutuhan : colonoscopy
3. Diteteskan lewat infus :
Menambah kekuatan anestesi.
PROPOFOL
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi
pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan
dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.
Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat
oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.1,2
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit
glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.1,2
Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu
pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil
waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol menekan refleks
laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat
dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi
alergi atau hipersensitivitas. Karena propofol tidak signifikan menumpuk setelah bolus
ulangan, propofol sangat cocok untuk infus jangka panjang selama operasi sebagai bagian
dari teknik anestesi Total intravena (Tiva) dan di ICU untuk obat penenang jangka panjang.3
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh
darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini
diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan
menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung
tergantung dari : 1,2
· Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
· Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara
bolus
· Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
- Efek pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih
detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan yaitu, pada 25%-40%
kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa
berlangsung lebih dari 30 saat.
- Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect), bolus
iv 25-50mg.
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang
steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri. 1,2
- Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan
dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2
menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara
I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik
(thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan
terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.3
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari 3
tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik dan
kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.
TIOPENTON
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal,
Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short
acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45
detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10
menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang
banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya
kesadaran. 1,2
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal
ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan
dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan
disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh
darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi
oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.3
- Efek pada sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya
asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding
propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.3
- Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek
negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi
pasien.3
- Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-
aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.3
KETAMIN
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan
Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk
induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri
kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi
buruk. Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi
dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence
phenomena.4
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek
baru akan muncul setelah 15 menit.4
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka
spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari
(cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu
merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah
intrakranial.3,4
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat
pilihan pada pasien asma.4,6
- Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air
sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara
I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus
dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara
intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai
operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8
mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.2
- Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk
juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka
selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat
menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.2
- Kontra indikasi
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal
oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10
menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 µg/Kg) dan dewasa (200-800 µg). Waktu
paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja
juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus.6
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan
acute left ventricular failure. Petidin dimetabolisme terutama di hati. 5
- Dosis
▪ Dosis 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu (oral/ IM/ SK)
- Kontraindikasi 5
▪ Hipersensitivitas.
▪ Depresi pernapasan,
▪ Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk,
koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
▪ Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan
yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja &
efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia,
hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial 4
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
▪ Analgesic : iv/im 25-100 µg
▪ Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
▪ Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
▪ Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
▪ Bradikardi, hipotensi
▪ Depresi saluran pernapasan, apnea
▪ Pusing, penglihatan kabur, kejang
▪ Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
▪ Miosis. 4
Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat
secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri
dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter
dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan
metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 – 7,4 jam. 4,6
Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.
apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 – 6 jam.
• Dosis maksimum 400 mg sehari.
• Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati
dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 – 100 mg setiap 12 jam, maksimum
200 mg sehari.
• Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam.
- Efek samping
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis,
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.
BENZODIAZEPIN
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi
pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.4,6
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen glikol
dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan rasa sakit ketika
disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme
di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk
induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2 Diazepam biasanya
digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi, relaksan otot rangka,
antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panik.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit, oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam. 4
- Dosis :
▪ Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
▪ Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
▪ Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
▪ Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg, PO/
rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari. 4
b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam. Obat ini
menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus. 2
- Dosis :
▪ Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
▪ Sedasi : iv 0,5-5 mg
▪ Induksi : iv 50-350 µg/kg. 4
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki usia 18 tahun dengan diagnosis Fraktur Colles Sinistra
dilakukan tindakan closed pinning. Berdasarkan pemeriksaan pre operative pasien tergolong
ASA I, karena dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien
baik tidak ditemukan kelainan organ, / gangguan fisiologi, biokimia, maupun psikiatri.
Pada pasien ini dilakukan anestesi umum intravena dengan nasal canule dengan alasan :
− Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien baik tidak
Terapi cairan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien dan
sebanyak kehilangan cairan selama operasi. Pasien sudah tidak makan dan minum ± 10 jam,
namun sudah di pelihara kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di
bangsal. Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung dengan BB 52 kg didapatkan
Maintenance cairan adalah 104 cc/jam, Stress operasi (ringan) 208 cc/jam, Pengganti puasa
1040 cc. Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan kristaloid dan
koloid. Operasi berlangsung selama 10 menit, sehingga kebutuhan cairan pasien untuk 1 jam
pertama operasi adalah sebanyak 832 cc. Kemudian setelah dilakukan operasi diketahui
jumlah perdarahan pada kasus ini yaitu sebanyak -/+ 50 cc. Menurut perhitungan, perdarahan
yang lebih dari 20 % Estimated Blood Volume (EBV) harus dilakukan tindakan pemberian
transfusi darah. Pada pasien ini EBV-nya adalah 3640 cc. Oleh karena perdarahan pada kasus
ini kurang dari 20% EBV maka tidak diperlukan tranfusi darah.
Post operatif pasien dibawa ke recovery room. Observasi post operasi dengan
dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan
respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.Dari hasil Aldrrete score di dapatkan
Aldrete score >8 pasien sudah dapat dipindah ke ruang perawatan bangsal.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini pasien dengan diagnosis Fraktur Colles Sinistra dilakukan Closed
Pinning dengan anestesi umum intravena dengan nasal canule dikarenakan :
• Durasinya operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
• Keadaan umum pasien baik (ASA I)
3. Setelah operasi berhasil pasien segera dipindahkan ke ruang pulih sadar. Dan
berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan
penilaian pulih sadar dengan nilai 9, yang bermakna pasien dapat langusng
dipindahkan ke dalam ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta :
Universitas Udayana Indeks ; 2010
6. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007