Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN FRAKTUR COLLES SINISTRA DENGAN


STATUS ASA I
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesiologi dan
Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

Aulia Kusum Wijaya

20184010129

Diajukan Kepada:

dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An

SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN FRAKTUR COLLES SINISTRA DENGAN


STATUS ASA I

Disusun Oleh :

Aulia Kusuma Wijaya

20184010129

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

Hari/tanggal: Januari 2020

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An


BAB I
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. P
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wonorejo, Sanden , Bantul
Pekerjaan : Mahasiswa
Berat badan : 52 kg
Diagnosis : Fraktur Colles Sinistra

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Nyeri pada pergelangan tangan kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan
nyeri pada pergelangan tangan kiri setelah terkena bola setengan jam sebelum masuk
Rumah Sakit.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal

4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal
5. Kesimpulan Evaluasi Pra Anes

YA TIDAK
Hilangnya gigi V
Masalah mobilisasi leher V
Leher pendek V
Batuk V
Sesak nafas V
Nyeri dada V
Denyut jantung tidak normal V
Kejang V
Merokok V
Alergi ( debu dan dingin ) V
Stroke V
Pingsan V
Muntah V
Sedang hamil V
Periode menstruasi tidak normal V
Susah kencing V
Obesitas V
Hipertensi V
Gigi palsu V
Diabetes mellitus V

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Cukup
2. Kesadaran
Compos mentis, GCS 15
3. Tanda Vital
Suhu badan : 36,5 0C
Frekuensi nadi : 78 x/menit
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Skor nyeri :3
4. Status Generalis
a. Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-)
- Hidung : Discharge (-), deformitas (-), perdarahan (-)
- Telinga : Simeris kanan dan kiri, deformitas (-)
- Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, gusi bedarah
(-), faring hiperemis (-)
b. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), nyeri (-), peningkatan JVP (-), leher
jarak pendek (-), tyromandibular >6,5 cm, pergerakan leher bebas
c. Thorax
1) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis teraba pada SIC 4 linea

Midclavikula kiri

Perkusi : Batas kanan atas linea para sternalis kanan

SIC 2, batas kiri atas linea para sternalis kiri

SIC 2, batas kanan bawah linea parasternalis

SIC 4, batas kiri bawah linea mid sternalis SIC 4

Auskultasi : S1 - S2 reguler, bising jantung(-)

2) Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, ketertinggalan gerak (-)


Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)

d. Abdomen :
Inspeksi : Tidak ada jejas, tinggi abdomen tidak melebihi
tinggi dada, tidak tampak pulsasi, tidak tampak ascites
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio iliaca dextra, massa (-),
hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
e. Ekstremitas :
Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), kelemahan anggota
gerak (-/-), kekuatan otot (5/5), CRT < 2 detik
Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-), kelemahan anggota
gerak(-/-), kekuatan otot (5/5), CRT < 2 detik
5. Pemeriksaan khusus
Tinggi bada : 162 cm
Berat badan : 52 kg
Buka mulut : 3 jari
Jarak thyromental : 3 jari
Mallampati : II
Gerakan leher : Bebas
Keadaan Umum : Baik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.1 14.0 - 18.0 g/dl
Lekosit 11.95 4.00 - 11.00 10^3/uL
Eritrosit 5.09 4.50-5.50 10^6/uL
Trombosit 262 150 — 450 10^3/uL
Hematokrit 41.2 42.0 - 52.0 vol%
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
Eosinofil 1 2-4 %
Basofil 0 0-1 %
Batang 0 2-5 %
Segmen 76 51-67 %
Limfosit 17 20-35 %
Monosit 6 4-8 %
GDS 83 80-200 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 138,1 137-145 mmol/l
Kalium 3,73 3.50-5.10 mmol/l
Clorida 99,5 98-107 mmol/l
PEMBEKUAN

PPT 13.3 12.0-16.0 Detik


APTT 29.4 28.0-38.0 Detik

CPPT 14.5 11.0-16.0 Detik


CAPTT 35.6 28.0-36.5 Detik

IMUNOLOGI
HBSAg Negatif Negatif Index

GOLONGAN O
DARAH
FUNGSI GINJAL

Ureum 26 17-43 mg/dl


Creatinin 0.80 0.90-1.30 mg/dl
2. Foto Rontgen
- Rontgen Thorax, kesan : Cor dan Pulmo normal

- Rontgen Wrist Joint Sinistra, kesan : Fraktur colles sinistra

E. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis pre operasi : Fraktur Colles Sinintra

2. American Sosciety of Anesthesiologist ( ASA ) I, rencana general anestesi TIVA


F. PENATALAKSANAAN
1. Pra Anestesi

Intruksi pra anestesi

a. Melengkapi lembar informed consent anestesi.

b. Puasa 8 jam sebelum operasi ( mulai tanggal 9 Januari 2020 pukul 24.00
WIB ).

c. Pasang IV line dan 3 way, pastikan tetesan lancar.

2. Anestesi

Diagnosis pra bedah : Fraktur Colles Sinintra

Diagnosis pasca bedah : Post Closed Pinning ai Fraktur Colles Sinistra

Jenis pembedahan : Closed Pinning

Premedikasi : Injeksi midazolam 2,5 mg

Injeksi Fentanyl 50 mcq

Induksi : Injeksi Ketamin 25 mg

Injeksi Propofol 40 mg

Jenis anestesi : General Anestesi

Teknik anestesi : TIVA

Pemeliharaan : O2

Obat-obat : Injeksi Ondancetron 4 mg

Injeksi Ketorolac 30 mg

Kebutuhan cairan selama operasi

Maintenance Operasi (MO) : 2cc/KgBB = 2 x 52 kg = 104 cc

Pegganti Puasa ( PP ) : lama puasa x MO = 10 x 104 cc = 1040 cc

Stress operasi ( SO ) : 4 x 52 kg = 208 cc ( operasi ringan )


Kebutuhan cairan I : ( 1/2 x 1040 ) + 104 + 208 = 832 cc

Perdarahan : ± 50 cc

Urin output : 0 cc

Total kebutuhan cairan : 832 cc + 50 cc + 0 cc = 882 cc

Jumlah pemberian cairan : Infus RL 500 cc

Sisa Kebutuhan : 882 cc — 500 cc = 382 cc

Estimation Blood Volume (EBV) : 70 cc x 52 kg = 3640 cc

Allowable Blood Loss (ABL) : 20 % x 3640 cc = 728 cc

Lama operasi : 10 menit

3. Monitoring Intraoperatif

Mulai anestesi : 09.50

Mulai operasi : 09.55

Selesai operasi : 10.05

Selesai anestesi : 10.10

Durasi operasi : 10 menit

Laporan pemantauan selama anestesi

Menit ke- Sistole Diastole Pulse (x/ SpO2 Obat yang diberikan
(mmHg) (mmHg) m) (%)
0 (09.50) 122 71 90 100 -
5 (09.55) 112 78 85 100 Injeksi Ondancetron 4 mg
dan Ketorolac 30 mg
10 (10.00) 120 78 82 100 -
15 (10.05) 118 72 88 100 Selesai Operasi
20 (10.10) 118 76 87 100 -
4. Post Anestesi

a. Maintanance operasi

B1 ( Breathing ) : RR 16 - 22 x/menit

B2 ( Blood ) : Perdarahan 50 cc, tekanan darah

terkontrol

B3 ( Brain ) : Pupil isokor

B4 ( Bladder ) : 0 cc

B5 ( Bowel ) : peristaltik (-)

B6 ( Bone ) : ROM Bebas

b. Pemantauan di ruang PACU/RR

1) Tanda vital

Tekanan darah : 121/68 mmHg

Frekuensi nadi : 78 x/ menit

Frekuensi nafas : 20 x / menit

Saturasi : 100 %

Skala nyeri :0

2) Oksigenasi : Nasal Kanul O2 3 Lpm

3) Score Aldrete Pasien

Skor
aldrate Jam I Jam II Jam III Jam IV
Kesadaran 1 1
Sirkulasi 2 2
Pernafasan 2 2
Aktivitas 2 2
Warna kulit 2 2
TOTAL 9 9

Keterangan : pasien boleh pindah ke ICU jika skor Aldrete > 8

c. Intruksi pasca operasi

Posisi : Supine
Infus : Ringer laktat 20 tpm
Antibiotik : Sesuai dr. Operator
Analgetik : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 18.00
Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 18.00
Lain-lain : - Awasi Vital sign dan KU
- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-),
coba minum makan perlahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O.
TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut
Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam
anestesi yaitu :
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari
obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat
anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang
mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling
lengkap.
Kelebihan TIVA 1,2 :
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada
operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.

3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.

4. Cepat menghasilkan efek hypnosis.

5. Mempunyai efek analgesi.

6. Disertai amnesia pasca anestesi.

7. Cepat dieliminasi oleh tubuh.

8. Dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya.


Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan
untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya
tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada
tindakan analgesia regional. Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat –
obat anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,
Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.1,2

INDIKASI ANESTESI INTRAVENA


1. Obat induksi anesthesia umum
2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anestesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

CARA PEMBERIAN
1. Sebagai obat tunggal :
Induksi anestesi
Operasi singkat: cabut gigi
2. Suntikan berulang :
Sesuai kebutuhan : colonoscopy
3. Diteteskan lewat infus :
Menambah kekuatan anestesi.

OBAT OBATAN YANG DIPAKAI :

PROPOFOL

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi
pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan
dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.
Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat
oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.1,2
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit
glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.1,2

Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu
pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil
waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol menekan refleks
laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat
dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi
alergi atau hipersensitivitas. Karena propofol tidak signifikan menumpuk setelah bolus
ulangan, propofol sangat cocok untuk infus jangka panjang selama operasi sebagai bagian
dari teknik anestesi Total intravena (Tiva) dan di ICU untuk obat penenang jangka panjang.3

- Efek pada sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh
darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini
diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan
menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung
tergantung dari : 1,2
· Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
· Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara
bolus
· Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
- Efek pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih
detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan yaitu, pada 25%-40%
kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa
berlangsung lebih dari 30 saat.
- Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect), bolus
iv 25-50mg.
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang
steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri. 1,2

- Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan
dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2
menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara
I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik
(thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan
terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.3
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari 3
tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik dan
kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.
TIOPENTON
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal,
Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short
acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45
detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10
menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang
banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya
kesadaran. 1,2

- Efek pada sistem saraf pusat

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis


subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut
menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah
pemberian dosis tinggi.3

- Efek pada mata

Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau


methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental supaya
tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.3

- Efek pada sistem kardiovaskuler

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal
ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan
dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan
disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh
darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi
oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.3
- Efek pada sistem pernafasan

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya
asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding
propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.3

- Dosis

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek
negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi
pasien.3

- Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-
aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.3

KETAMIN

Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan
Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk
induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri
kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi
buruk. Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi
dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence
phenomena.4
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek
baru akan muncul setelah 15 menit.4

- Efek pada susunan saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka
spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari
(cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu
merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah
intrakranial.3,4

- Efek pada mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi


peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.4,6

- Efek pada sistem kardiovaskuler

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa


meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik
positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.4,6

- Efek pada sistem pernafasan

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat
pilihan pada pasien asma.4,6
- Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air
sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara
I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus
dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara
intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai
operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8
mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.2

- Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk
juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka
selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat
menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.2

- Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah


disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang
menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan
intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi
intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada
operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat –
obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll. 1,2
OPIOID

Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan


golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah
analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid
berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.

Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal
oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10
menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 µg/Kg) dan dewasa (200-800 µg). Waktu
paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja
juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus.6

- Efek pada sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung


maupun tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena
terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada
pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.2,6

- Efek pada sistem pernafasan

Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi


nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap
CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga
mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot
nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. 2,6

- Efek pada sistem gastrointestinal

Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga


terhambat.
Efek pada endokrin
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel
kiri dan edema paru. 4
Dosis :
▪ Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam
▪ Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam

- Efek samping obat :


▪ Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
▪ Bronkospasme, laringospasme
▪ Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
▪ Retensi urin, spasme ureter
▪ Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan pengosongan
lambung
▪ Miosis 4

b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan
acute left ventricular failure. Petidin dimetabolisme terutama di hati. 5

- Dosis

▪ Dosis 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu (oral/ IM/ SK)

▪ Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.

▪ Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.


▪ Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK

- Kontraindikasi 5

▪ Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya


(menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah, sianosis, hipotensi,
hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)

▪ Hipersensitivitas.

▪ Pasien dengan gagal ginjal lanjut

- Efek samping obat 4

▪ Depresi pernapasan,

▪ Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk,
koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,

▪ Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,

▪ Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,

▪ Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.

▪ Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan
yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.

▪ Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit

Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja &
efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia,
hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial 4

c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
▪ Analgesic : iv/im 25-100 µg
▪ Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
▪ Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
▪ Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
▪ Bradikardi, hipotensi
▪ Depresi saluran pernapasan, apnea
▪ Pusing, penglihatan kabur, kejang
▪ Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
▪ Miosis. 4

Tramadol

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat
secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri
dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter
dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan
metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 – 7,4 jam. 4,6

Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

Dosis (dewasa dan anak di atas 16 tahun) : 4,6


• Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri,

apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 – 6 jam.
• Dosis maksimum 400 mg sehari.
• Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati

dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 – 100 mg setiap 12 jam, maksimum
200 mg sehari.
• Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam.

- Efek samping

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis,
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.
BENZODIAZEPIN

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam


(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Golongan benzodiazepine bekerja
sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja
di sentral.

Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul


setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi
dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat
setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. 4,6

- Efek pada sistem saraf pusat

Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.

- Efek pada sistem kardiovaskuler

Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi
pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid

- Efek pada sistem pernafasan

Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.

- Efek pada sistem saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.4,6
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen glikol
dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan rasa sakit ketika
disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme
di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk
induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2 Diazepam biasanya
digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi, relaksan otot rangka,
antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panik.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit, oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam. 4

- Dosis :
▪ Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
▪ Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
▪ Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
▪ Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg, PO/
rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari. 4

- Efek samping obat :

▪ Menyebabkan bradikardi dan hipotensi


▪ Depresi pernapasan
▪ Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
▪ Inkontinensia
▪ Ruam kulit
▪ DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4

b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam. Obat ini
menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus. 2
- Dosis :
▪ Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
▪ Sedasi : iv 0,5-5 mg
▪ Induksi : iv 50-350 µg/kg. 4

- Efek samping obat :

▪ Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi


▪ Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
▪ Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
▪ Salvasi, muntah, rasa asam
▪ Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan. 4
Tabel 1. Dosis induksi TIVA.7

Tabel 2. Dosis pemeliharaan TIVA .7


Tabel 3. Properti ringkasan dari obat-obat intravena anestesi. 3
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki usia 18 tahun dengan diagnosis Fraktur Colles Sinistra
dilakukan tindakan closed pinning. Berdasarkan pemeriksaan pre operative pasien tergolong
ASA I, karena dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien
baik tidak ditemukan kelainan organ, / gangguan fisiologi, biokimia, maupun psikiatri.

Pada pasien ini dilakukan anestesi umum intravena dengan nasal canule dengan alasan :

− Durasi operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah

− Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien baik tidak

ditemukan kelainan organ, / gangguan fisiologi, biokimia, maupun psikiatri (ASA I)

− Pemberian dosis obat bisa disesuaikan lama operasi

− Tidak adanya manipulasi posisi kepala

Obat-obatan premedikasi anestesi diberikan injeksi midazolam 2,5 mg karena yang


diinginkan adalah dosis sedasi sedangkan untuk dosis induksi 0,05-0,1 mg/kgBB. Obat ini
merupakan golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi
dan pemanjangan efeknya sendiri. Obat golongan ini bekerja sebagai hipnotik, sedative,
anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Obat premedikasi
anestesi lainnya diberikan injeksi fentanyl 50 mcg sebagai obat analgesic dan anestesi yang
berguna untuk menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan karena dosis analgesic
fentanyl adalah 25-100 mcg. Awitan aksi fentanyl iv dalam 30 detik dan lama aksi fentanyl
iv adalah 30-60 menit.
Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi general yaitu propofol
sebanyak 40 mg, dengan berat badan pasien 52 kg sedangkan dosis induksi intravena
propofol adalah 2-2,5 mg/KgBB. Dosis propofol yang diberikan hanya setengah dosis karena,
induksi anestesi pada pasien ini menggunakan kombinasi. Kerja propofol adalah hipnotik
murni, tidak mempunyai efek analgetik maupun relaksasi otot. Melalui mekanisme pada
reseptor GABA di hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine pada
hippocampus dan kortek prefrontal. obat induksi anestesi yang diberikan selain propofol
yaitu ketamin 25 mg. Dosis induksi ketamin adalah 1 – 2 mg/KgBB secara intravena. Dosis
ketamin yang diberikan juga hanya setengah dosis karena pasien mendapat obat induksi
anetesi kombinasi. Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga
bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Terapi cairan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien dan
sebanyak kehilangan cairan selama operasi. Pasien sudah tidak makan dan minum ± 10 jam,
namun sudah di pelihara kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di
bangsal. Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung dengan BB 52 kg didapatkan
Maintenance cairan adalah 104 cc/jam, Stress operasi (ringan) 208 cc/jam, Pengganti puasa
1040 cc. Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan kristaloid dan
koloid. Operasi berlangsung selama 10 menit, sehingga kebutuhan cairan pasien untuk 1 jam
pertama operasi adalah sebanyak 832 cc. Kemudian setelah dilakukan operasi diketahui
jumlah perdarahan pada kasus ini yaitu sebanyak -/+ 50 cc. Menurut perhitungan, perdarahan
yang lebih dari 20 % Estimated Blood Volume (EBV) harus dilakukan tindakan pemberian
transfusi darah. Pada pasien ini EBV-nya adalah 3640 cc. Oleh karena perdarahan pada kasus
ini kurang dari 20% EBV maka tidak diperlukan tranfusi darah.

Post operatif pasien dibawa ke recovery room. Observasi post operasi dengan
dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan
respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.Dari hasil Aldrrete score di dapatkan
Aldrete score >8 pasien sudah dapat dipindah ke ruang perawatan bangsal.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pada kasus ini pasien dengan diagnosis Fraktur Colles Sinistra dilakukan Closed
Pinning dengan anestesi umum intravena dengan nasal canule dikarenakan :
• Durasinya operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
• Keadaan umum pasien baik (ASA I)

2. Selama anestesi dan operasi barlangsung tidak didapati kendali/masalah.

3. Setelah operasi berhasil pasien segera dipindahkan ke ruang pulih sadar. Dan
berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan
penilaian pulih sadar dengan nilai 9, yang bermakna pasien dapat langusng
dipindahkan ke dalam ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik


Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru ; 2007

2. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta :
Universitas Udayana Indeks ; 2010

3. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. ANAESTHESIA AND


INTENSIVE CARE MEDICINE 9:4. Diunduh dari : http://www.philippelefevre.com/
downloads/basic_sciences_articles/iv-anaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-
agents.pdf

4. Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

5. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran,


Cetakan keenam 2007 : Media Aesculapius – FK UI
http//ascf.en.enzl.com/ACM619_multi_functional_anasthesia_machine

6. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007

7. Collage of anaesthesiologist Academy of Medicine Malaysia. Total Intravenous


Anaesthesiologist using target controlled infusion. A pocket reference 1st edition. 2012.

Anda mungkin juga menyukai